Anda di halaman 1dari 9

Landasan Yuridis Atas Pelaksanaan

Ibadah Haji Dan Umrah

Dosen Pengampu :Agus Supriyadi,Lc., M. HI

Disusun oleh:
Faiz Ulin Nuha (201910020311036)
Sya’ban Bima Novenra. S (201910020311041)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021/2022

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Landasan Yuridis Atas Pelaksanaan Ibadah Haji Dan Umrah”.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bapak Agus Supriyadi,Lc., M. HI. pada mata kuliah Fikih & Manajemen
Haji. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang kekuasaan kehakiman serta sistem peradilan di indonesia bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agus Supriyadi,Lc. M. HI
dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 07 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN.................................................................……….……. 4

Latar Belakang ......................................................................………..……. 4

Rumusan Masalah................................................................……….……. 4

Metode Penulisan.................................................................………..…… 5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................……………... 6

Landasan Yuridis Dalam Pelaksanaan Haji Dan Umrah ………….…6


Standard Minimal Pelayanan Haji Di Indonesia….…………………..8

BAB III PENUTUP ..............................................................................………………9

Kesimpulan............................................................................…….………. 9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................………….…. 9

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan rangkaian kegiatan
Penyelenggaraan pelaksanaan ibadah yang meliputi pembinaan, pelayanan,
dan perlidungan jemaah yang harus dikelola berdasarkan asas keadilan,
profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba sehingga jemaah
dapat menunaikan ibadah haji sesuai dengan ketentuan dalam ajaran agama
Islam. Dalam praktiknya penyelenggaraan ibadah haji sebagaimana harapan
di atas belum dapat sepenuhnya dilaksanakan oleh Pemerintah. Karena pada
setiap tahun ditemukan berbagai kelemahan dalam pembinaan, pelayanan,
dan perlindungan terhadap jemaah haji. Padahal untuk menunaikan ibadah
haji tersebut, para jemaah harus mengeluarkan biaya yang tidak kecil, namun
pelayanan yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan biaya yang mereka
keluarkan. Akibat dari buruknya pelayanan itu, jemaah haji tidak dapat
melaksanakan rangkaian ritualritual dalam ibadah haji. Kelemahan-
kelemahan yang menyelimuti penyelenggaraan ibadah haji yang
dilaksanakan oleh Pemerintah antara lain adalah: Pertama, kelemahan dalam
aspek regulasi, yaitu: (1) setelah 4 (empat) tahun pembentukan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2008, masih ada 17 (tujuh belas) peraturan
pelaksana UndangUndang No. 13 Tahun 2008 yang belum dibentuk;1 (2)
untuk melakukan optimalisasi dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan
Ibadah haji (BPIH) Pemerintah menempatkan dana setoran awal BPIH itu
dalam bentuk Surat Berharga Syari’ah (SBSN), namun penempatan itu tidak
memiliki dasar hukum yang kuat.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Landasan Yuridis Tentang Pelaksanaan Haji &Umrah Di Indonesia?


2. Bagaimana Standard Yang Ditentukan Pemerintah Dalam Pelaksanaan
Ibadah Haji?

C. Metode Penulisan

1. Pengumpulan Data

Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari


berbagai literatur baik melalui media cetak maupun online. Dan disusun
berdasarkan hasil studi dari informasi yang diperoleh. Penulisan
diupayakan saling koheren antar sub-bab

2. Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik-
topik yang akan disajikan. Kemudian dilakukan penyusunan makalah
berdasar data yang telah didapatkan

3. Penarikan kesimpulan

Simpulan yang ditarik mempresentasikan pokok bahasan karya tulis.


Serta memnyuguhkan data yang menguatkan argument awal.

BAB II
Pembahasan

A. Landasan Yuridis Dalam Pelaksanaan Haji Dan Umrah.

Pada dasarnya Peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan ibadah


haji dan umrah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2019. Berikut kami paparkan
latar belakang dibuatnya UU tersebut.
Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan rangkaian kegiatan
Penyelenggaraan pelaksanaan ibadah yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan
perlidungan jemaah yang harus dikelola berdasarkan asas keadilan,
profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba sehingga jemaah dapat
menunaikan ibadah haji sesuai dengan ketentuan dalam ajaran agama Islam.
Dalam praktiknya penyelenggaraan ibadah haji sebagaimana harapan di atas
belum dapat sepenuhnya dilaksanakan oleh Pemerintah. Karena pada setiap
tahun ditemukan berbagai kelemahan dalam pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan terhadap jemaah haji. Padahal untuk menunaikan ibadah haji
tersebut, para jemaah harus mengeluarkan biaya yang tidak kecil, namun
pelayanan yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan biaya yang mereka
keluarkan. Akibat dari buruknya pelayanan itu, jemaah haji tidak dapat
melaksanakan rangkaian ritualritual dalam ibadah haji. Kelemahankelemahan
yang menyelimuti penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan oleh
Pemerintah antara lain adalah: Pertama, kelemahan dalam aspek regulasi, yaitu:

setelah 4 (empat) tahun pembentukan UndangUndang Nomor 13


Tahun 2008, masih ada 17 (tujuh belas) peraturan pelaksana UndangUndang No.
13 Tahun 2008 yang belum dibentuk;1 (2) untuk melakukan optimalisasi dana
setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah haji (BPIH) Pemerintah
menempatkan dana setoran awal BPIH itu dalam bentuk Surat Berharga Syari’ah
(SBSN), namun penempatan itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat; (3) tidak
adanya ketentuan mengenai kriteria alokasi sisa porsi skala nasional; (4) tidak
adanya ketentuan yang mengatur sumber pendanaan untuk setiap item kegiatan
operasional Penyelenggaraan Ibadah haji baik di dalam maupun di luar negeri;
(5) tidak adanya standar komponen indirect cost dalam BPIH (Singkatan dari
BPIH?); (6) tidak adanya dasar pemberian honor petugas haji non kloter; (7) tidak
jelasnya komponen, waktu penyetoran, dan format laporan sisa biaya
operasional Penyelenggaraan Ibadah haji yang disetor ke DAU (Dana Abadi
Ummat) . 2; (8) belum adanya pasal Penerapan Sanksi bagi Kementerian Agama
RI sebagai pelaksana Penyelenggara Ibadah haji atas berbagai penyimpangan
pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji yang dilakukan oleh pihak
Kementerian Agama sendiri. Kedua, kelemahan dalam aspek kebijakan terutama
dalam pelayanan pemondokan, transportasi dan katering bagi jemaah haji di
Arab Saudi. Ketiga, kelemahan dalam kelembagaan seperti: (1) perangkapan
fungsi oleh Kementerian Agama, sebagai regulator, operator dan pengawasan
sekaligus dalam penyelenggaraan ibadah haji. Perangkapan fungsi ini
menimbulkan berbagai bentuk kelemahan dalam pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pengawasan; (2) penanganan kepanitiaan masih
bersifat ad hoc, padahal penyelenggaraan Ibadah haji bersifat reguler dan
berlangsung setiap tahun dengan waktu yang sudah bisa diprediksi sebelumnya.
Dengan sistem kepanitiaan ad hoc, personil yang menangani penyelenggaran
ibadah haji dapat berganti setiap saat, sehingga menghalangi kontinuitas dan
peningkatan profesionalitas penyelenggaraan ibadah haji (3) penyelenggaraan
ibadah haji tidak adanya kode etik pelayanan publik; (4) belum ada lembaga
pengawas independen dalam Penyelenggaraan Ibadah haji meskipun dalam
Pasal 12 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2008 telah mengatur mengenai
pembentukan Komisi Pengawas Haji Independen (KPHI); (5) ketidaksesuaian
antara tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang diemban dan kegiatan aktual yang
dilakukan oleh beberapa unit kerja di Ditjen PHU; (6) tersebarnya tugas pokok
dan fungsi pengadaan di masingmasing subdirektorat;4 (7), ketidakseimbangan
antara struktur organisasi dan kewenangan yang dimiliki oleh Teknis Urusan
Haji; (8) ketidaksesuaian struktur organisasi PPIH dengan kondisi aktual.5
Keempat, kelemahan dalam aspek Penyelenggaraan keuangan haji sebagaimana
disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam forum Rapat
Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR RI pada tanggal 21 Pebruari 2012
bahwa UU NO. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji terdapat
banyak celah hukum dan kelemahan antara lain terkait Penyelenggaraan
keuangan haji sehingga berpotensi menimbulkan penyimpangan antara lain
terkait dengan: Biaya penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH); Badan Pengelola
Dana Abadi Umat (BP DAU), Pengadaan barang dan jasa.

B. Standard Minimal Pelayanan Haji Di Indonesia


Dari sisi konsep, menurut Oentarto, dkk, (2004:173) standar pelayanan
minimal memiliki nilai yang sangat strategis baik bagi Pemerintah (daerah)
maupun bagi masyarakat (konsumen). Adapun nilai strategis tersebut yaitu:
pertama, bagi Pemerintah Daerah SPM dapat dijadikan sebagai tolak ukur
(benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk membiayai
penyediaan pelayanan. Kedua, bagi masyarakat SPM dapat dijadikan sebagai
acuan mengenai kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang disediakan
oleh Pemerintah (daerah).

Istilah standar pelayanan minimal banyak dijumpai dalam berbagai


peraturan atau kebijakan di berbagai sektor, terutama sektor yang berhubungan
langsung dengan masyarakat seperti keamanan, kesehatan, perhubungan,
pendidikan dan termasuk dalam ibadah Haji. Standar pelayanan minimum
dalam ibadah haji yaitu mengatur tentang apa yang minimal harus dilakukan
oleh ketentuan lembaga pelayanan dalam melayani calon jamaah haji. Dalam
standar pelayanan adalah standar sikap dan perilaku petugas pelayanan ketika
berhubungan dengan para calon jamaah haji sehingga dapat memuaskan
pelanggan dan pelanggan pun akan merasa diperhatikan, dan dipentingkan.

Standar pelayanan minimal cukup mulai dari perilaku, cara


berkomunikasi dan sopan santun. Setelah itu mengatur tata cara pelayanan yang
sudah ditentukan sebelumnya oleh lembaga itu sendiri. Standar pelayanan
minimal sangat membantu bagi lembaga untuk memberikan pelayanan kepada
calon jamaah dan lebih memudahkan bagi mereka mengatur persyaratan-
persyaratan yang akan dikumpulkan.

Adapun asas yang digunakan pemerintah dalam melaksanakan ibadah haji


sebagai pelayanan publik : a. syariat; b. amanah; c. keadilan; d. kemaslahatan; e.
kemanfaatan; f. keselamatan; g. keamanan; h. profesionalitas; i. transparansi; dan
j. akuntabilitas.
Sedangkan hak jemaah haji ialah:
a. mendapatkan bukti setoran dari BPS Bipih dan nomor porsi dari
Menteri;
b. mendapatkan bimbingan manasik haji dan materi lainnya di tanah
air, dalam perjalanan, dan di Arab Saudi;
c. mendapatkan pelayanan akomodasi, konsumsi, dan kesehatan;
d. mendapatkan pelayanan transportasi;
e. mendapatkan pelindungan sebagai Jemaah Haji Indonesia;
f. mendapatkan identitas haji dan dokumen lainnya yang diperlukan
untuk pelaksanaan Ibadah Haji;
g. mendapatkan asuransi jiwa sesuai dengan prinsip syariat;
h. mendapatkan pelayanan khusus bagi Jemaah Haji penyandang
disabilitas;
i. mendapatkan informasi pelaksanaan Ibadah Haji;
j. memilih PIHK untuk Jemaah Haji Khusus;
k. melimpahkan nomor porsi kepada suami, istri, ayah, ibu, anak
kandung, atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau
disepakati secara tertulis oleh keluarga dengan alasan meninggal
dunia atau sakit permanen menurut keterangan kesehatan Jemaah
Haji.

BAB III
Penutup

C. Kesimpulan

Pada Kesimpulannya maka landasan yuridis yang ada saat ini dirasa cukup
untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat akan ibadah haji maupun umrah.
Adapun kekurangan mungkin terdapat pada eksekusi lapangan yang mungkin
kurang optimal atu hal lain yang kurang optimal. Tapi pada dasarnya Undang-
Undang tersebut dirasa cukup untuk mengatur pelaksanaan ibadah haji di
Indonesia

D. Daftar Pustaka

J.D.I.H. - Undang Undang Dasar 1945 - Dewan Perwakilan Rakyat (dpr.go.id)


Komisi Pemberantasan Korupsi RI, “Laporan Hasil Kajian Akhir Sistem
Penyelenggaraan Ibadah Haji pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah,”

Anda mungkin juga menyukai