PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata Fai diambil dari lafal Faa-a yang berarti ”ketika kembali”. Kemudian
berlaku dalam hal harta yang kembali dari orang-orang kafir kepada kaum
muslimin. Sedangkan menurut syarak, adalah harta yang berasal dari orang-orang
kafir tanpa melalui pertempuran dan menghalau kuda atau unta, sebagaimana
harta pajak seper sepuluh harta dagangan karena ditinggal lari oleh pemiliknya.
Harta yang didapat dari orang yang tidak beragama islam dengan jalan damai
(tidak berperang), pajak, harta orang murtad, hadiah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Dalam makalah ini tentu kami mempunyai maksud dan tujuan tersendiri
adapun maksud dan tujuannya adalah mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami perpajakan dalam islam yaitu ghanimah dan fa’i dan mudah mudahan
setelah pembahassan ini mahasiswa mampu mengaplikasikannya dalam konteks
sekarang.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
والفيء Kekayaan
والغنيمة Hartaperang
ماخوذان Diambil
من الكفار Dari orang-orang kafir
انتقاما Sebagaipenyelesaian
منهم Dari mereka
واموال الفيءوالغنائم ما وصلت من المثر كين او كانوا سبب وصولها ويختلف الماالن في حكمهما
وهما مخالفان الموال الصدقات من اربعة اوجه احدها ان الصدقات ماخوذة من المسلمين نطهيرا لهم
والغنيمة ماخوذان من الكفار انتقاما منهم
Terjemahan :
II. FA’I
3
A. Pengertian Fai
Fai secara bahasa bermakna naungan ()الظل, kumpulan ()الجمع, kembali (
)الرجوع, ghanimah, kharaj, dan sesuatu yang diberikan oleh Allah kepada pemeluk
agama-Nya yang berasal dari harta-harta orang yang berbeda agama tanpa
peperangan1. Ada pun fai secara istilah adalah harta-harta yang didapatkan dari
musuh dengan cara damai tanpa peperangan, atau setelah berakhir peperangan
seperti jizyah, kharaj dan lain sebagainya.2
Harta fai dengan harta ghanimah ada kesamaan dari dua segi dan ada
perbedaan dari dua segi pula. Segi persamaanya adalah: Pertama, kedua harta itu
didapatkan dari kalangan orang kafir, Kedua, penerima bagian seperlima adalah
sama. Adapun segi perbedaannya adalah: Pertama, harta fai diberikan dengan
sukarela, sementara ghanimah dengan paksaan, Kedua, penggunaan empat
perlima bagian dari harta fai berbeda penggunaannya dengan empat perlima
bagian dari ghanimah.
Muhammad Saddam mengemukakan Negara mempuyai otoritas penuh
dalam mengatur harta fai, maka kita dapat menyebutnya sebagai pendapatan
penuh Negara, karena keuntungan dari pendapatan fai dibagi rata untuk
kepentingan bersama dari seluruh populasi, maka Al-Ghazaly mendefenisikannya
sebagai amwal al-mashalih yaitu pendapatn untuk kesejahteraan rakyat3.
Hanimah dan Fai adalah harta yang didapatkan kaum Muslimin dari kaum
Musyirikin atau mereka menjadi penyebab perolehan harta tersebut. Hukum
kedua jenis harta tersebut berbeda. Keduanya juga berbeda dengan harta zakat
dalam empat aspek;
1
IbnuManzhur, Lisan Al-‘Arab, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2005), Cet. I, Juz.VI, hlm.131-
132.
2
Nazih Hammad, Mu’jam Al-Mushthalahat Al-Iqtishodiyah fi Lughah Al-Fuqaha’, (Riyadh: Ad-
Dar Al-‘Alamiyah li Al-Kitab Al-Islamy, 1995), Cet. III, hlm.161
3
Muhammad Saddam, Ekonomi Islam Sistem Ekonomi Menurut Islam, ter. Hary Kurniawan,
(Jakarta: Taramedia, 2002), hlm. 51.
4
2. Distribusi zakat sudah dipastikan dalam nash Al-Qur’an hingga imam
(khalifah) tidak boleh berijtihad didalamnya, sedang distribusi ghanimah
dan fai diserahkan sepenuhnya kepada ijtihad para ulama.
3. Muzakki (pembayar zakat) diperbolehkan bertindak sendiri dalam
distribusi zakatnya, sedang pemilik ghanimah dan fai tidak boleh
bertindak sendiri dalam distribusi ghanimah dan fai kepada penerimanya,
hingga pihak yang berwenang yang mengelola pendistribusiannya.
Ghanimah dan fai mewakili dua kesamaan dan dua perbedaan. Dua kesamaan
diantara keduanya adalah, keduanya didapatkan dari orang-orang kafir dan alokasi
seperlima keduanya sama. Sedang dua perbedaan di antara keduanya adalah
sebagai berikut;
Pertama, fai diambil dengan sukarela, sedang ghanimah diambil secara paksa.
Kedua, alokasi empat perlima fai berbeda dengan alokasi empat perlima harta
ghanimah seperti akan saya terangkan, Insya Allah.
“apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.” (Al-
Hasyr.7)
4
Imam al-mawardi, Al-ahkam As-sulthaniyyah, (PT.Darul falah,Bekasi 2016) Cet.7Hal. 226
5
Penerima pertama adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika
beliau masih hidup. Beliau menggunakan jatahnya untuk dirinya sendiri,
keluarganya, kepentingan pribadinya, dan kepentingan umum kaum muslimin.
Para Fuqaha’ berbeda pendapat tentang jatah fai beliau sesudah beliau
meninggal dunia. Sebagian Ulama berpendapat, ”Harta para Nabi itu bisa
diwarisi, jadi jatah tersebut diberikan kepada ahli warisnya.” Abu Tsaur
berpendapat, “Jatah fai beliau menjadi milik imam (khalifah) sepeninggal beliau.”
Abu Hanifah berkata, “Jatah untuk beliau tidak ada lagi dengan meninggalnya
beliau. Imam Syafi’i, “Jatah untuk beliau dialokasikan untuk kepentingan kaum
muslimin seperti gaji Tentara, penyiapan kuda perang, pembelian senjata,
pembangunan benteng-benteng dan jembatan-jembatan, gaji para hakim, para
imam, kepentingan-kepentingan umum kaum Muslimin yang lain.”
Penerima fai kedua adalah sanak kerabat Rasul. Abu Hanifah berpendapat,
“Harta mereka sekarang atas fai sudah gugur.” Menurut ImamSyafi’i, “Harta
mereka atas fai masih ada.” Sanak kerabat yang dimaksud adalah Bani Hasyim,
dan Abdul Muthalib yang kedua-duanya adalah anak keturunan Abdul Manaf.
Orang-orang Quraisy selain mereka tidak mempunyai hak atas fai. Fai ini dibagi
rata kepada anak kecil mereka, orang dewasa mereka,orang-orang kaya mereka,
dan orang miskin mereka. Oorang laki-laki dari mereka mendapatkan bagian dua
kali lipat dari bagian wanita (seperti dalam warisan), karena mereka diberi jatah
tersebut atas nama sanak kerabat. Mantan budakdan cucu-cucu dari anak
perempuan mereka tidak mempunyai hak atas fai. Jika salah seorang dari mereka
meninggal dunia sebelum mendapatkan jatahnya, dan faitersebut belum dibagi,
maka jatahnya menjadi milik ahli warisnya.
6
Penerima fai keempat adalah orang-orang miskin. Mereka adalah orang-
orang penerima fai yang tidak memiliki sesuatu untuk mencukupi kebutuhannya,
karena orang-orang miskin dari kalangan penerima zakat.
Penerima fai kelima adalah ibnu sabil, yaitu para penerima fai yang tidak
mempunyai perbekalan untuk perjalanannya; mereka akan memulai perjalanannya
atau ditengah-tengah perjalanannya.
1. Empat perlima fai menjadi milik para tentara. Orang selain mereka tidak
mempunyai hak didalamnya. Itulah gaji mereka.
2. Empat perlima fai dialokasikan untuk kepentingan umum kaum Muslimin
seperti gaji tentara, dan kepentingan yang tidak bisa dielakkan oleh kaum
Muslimin.
Pihak penerima zakat adalah orang yang tidak berhijrah, dan tidak ikut terlibat
perang membela kaum Muslimin, dan wilayah negara Islam. Sedang penerima fai
adalah mereka yang berhijrah, terlibat dalam pembelaan wilayah negara,
mempertahankan tanah suci, dan berperang melawan musuh.
Nama hijrah tidak bisa disandangkan kecuali kepada orang yang hijrah dari
tempat tinggalnya menuju Madinah untuk mencari Islam. Tadinya , jika sebuah
kabilah masuk Islam, mereka dinamakan khairiyyah. Jadi orang-orang yang hijrah
adalah orang-orang yang bararah dan khairiyyah. Kemudian kewajiban hijrah
dihapus setelah penaklukan Makkah, dan akhirnya kaum Musimin dinamakan
muhajirin dan a’raab. Pada zaman Rasulullah Shallalallahu Alaihi wa Sallam
para penerima zakat dinamakana’raab, sedang para penerima fai dinamakan
muhajirin.
7
Jika Imam (khalifah) ingin menjalin hubungan dengan salah satu kelompuk
untuk menciptakan kemaslahatan umum kaum Muslimin seperti menjalin
hubungan dengan para duta negara lain dengan muallaf, ia boleh mengambil fai
untuk kepentingan tersebut, karena Rasulullah Shallalallahu Alaihi wa Sallam
pernah memberikan sejumlah harta kepada para muallaf pada Perang Hunain.
Beliau memberi Uyainah bin Hishnun Al-Fazari seratus unta, Al-Aqra’ bin Habis
At-Tamimi seratus unta, dan Al-Abbas bin Mirdas As-Sulami lima puluh unta
yang kemudian jengkel dengan jatah yang diberikan kepadanya. Ia menyindir
Rasulullah Shallalallahu Alaihi wa Sallam,
Dan barangsiapa yang engkau rendahkan hari ini, ia tidak bisa diangkat
Rasulullah Shallalallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada Ali bin Abu Thalib
Radhiyallahu Anhu,“pergilah kepadanya dan potong lidahnya!”
Ketika Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu tiba ditempat Al-Abbas bin
Mirdas As-Sulami, Al-Abbas berkata kepada Ali bin Abu Thalib, “apakah engkau
akan memotong lidahku?” Ali bin Abu Thalib menjawab, “Tidak. Namun aku
akan memberi sesuatu kepadamu hingga engkau puas.” Kemudian Ali bin Abu
Thalib memberi sesuatu kepadanya dan itulah bentuk pemotongan lidahnya.
8
Dikisahkan bahwa seorang Arab pedesaan menghadap Umar bin
Khaththab Radhiyallahu Anhu, kemdudian berkata,
Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata, “jika engkau pergi, apa
yang terjadi?”
9
kemaslahatan umum kaum Muslimin. Orang Arab pedesaan seperti di atas masuk
dalam kelompok memberikannya dari harta zakat, karena syairnya atau karena
zakat telah didistribusikan kepada penerimanya dan orang tersebut tidak berada di
tempat ketika distribusi zakat dilakukan. Di antara kritik yang ditujukan terhadap
Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu, ia menjalin hubungan dengan kelompok-
kelompok yang ada dengan menggunakan dana dari fai dan ia tidak membedakan
anatara fai dengan zakat.
Imam (khalifah) boleh memberi jatah fai kepada anak laki-lakinya, karena
anak laki-lakinya termasuk pihak penerima fai. Jika mereka sudah dewasa,
mereka diberi jatah dari fai seperti tentara.
Imam (khalifah) tidak boleh memberi sesuatu dari fai kepada anak-anak
perempuannya, karena mereka adalah pihak yang masuk dalam tanggungan
nafkahnya.
Adapun budak imam (khalifah), dan budak orang lain, jika mereka tidak
ikut berperang, maka biaya hidup mereka diambilkan dari uang pribadi imam
10
(khalifah) atau uang majikan mereka. Jika mereka ikut berperang, maka Abu
Bakar Radhiyallahu Anhu yang tidak menentukan jatah tersendiri untuk mereka,
namun jatah majikan mereka ditambah untuk mereka, karena penambahan jatah
untuk kepentingan keturunan itu sah.
Petugas fai tidak boleh mendistribusikan fai kecuali dengan izin imam
(khalifah). Sedang petugas zakat boleh memdistribusikan zakan tanpa izin imam
(khalifah), selagi ia tidak dilarang untuk itu, karena seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa distribusi fai itu diserahkan sepenuhnya karena ijtihad imam
(khalifah).5
B. Landasan Hukum
Fai disyariatkan melalui firman Allah dan juga atsar 6. Adapun firman
Allah adalah:
“Dan apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-
Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak
mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang
memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja yang dikehendaki-
Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Apa saja harta rampasan (fai-i)
yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”. (QS.
Al-Hasyr: 6-7)
5
Imam al-mawardi, Al-ahkam As-sulthaniyyah, (PT.Darul falah,Bekasi 2016) cet.7 Hal. 226
6
Wizarah Al-Auqafwa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait: Dar Ash-
Shofwah, 1995), Cet. I, Juz.XXXII, hlm. 229-230.
11
Atsar dari Umar RA bahwa beliau berkata: “Dahulu harta dari Bani
Nadhir adalah fai yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya, dan harta itu ada
yang dikhususkan untuk beliau. Kemudian beliau mengeluarkan biaya hidup
keluarga untuk satu tahun sedangkan sisanya beliau jadikan untukku dan
senjata”.(HR. Bukhari)
C. Sumber-Sumber Fai
Harta fai bersumber dari beberapa jalan7,yaitu:
a) Tanah dan harta yang tidak bergerak lainnya seperti rumah.
b) Harta yang bisa dipindahkan.
c) Kharaj
d) Jizyah
e) Ushurahl adz-dzimmah
f) Harta yang diperoleh oleh kaum muslimin dari musuh untuk berdamai.
g) Harta orang murtad jika terbunuh atau mati
h) Harta kafir dzimmy jika mati dan tidak punya ahli waris.
i) Tanah-tanah ghanimah artinya tanah-tanah pertanian bagi yang berpen
dapat bahwa tanah tersebut tidak dibagi.
7
Wizarah Al-Auqafwa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait: Dar Ash-
Shofwah, 1995), Cet. I, Juz.XXXII, hlm. 230.Untuk pembahasan lebih lanjut lihat kitab Al-Amwal
karangan Abu Ubaid dan karangan Humaid bin Zanjawaih.
8
Al-Mawardi, op.cit.hlm. 165-166.
12
c) Pengumpul satu jenis dari harta fai. Tugas ini jika dijalankan secara resmi,
maka petugasnya harus merdeka, Islam dan menguasai ilmu berhitung dan
pengukuran luas tanah. Jika tidak resmi maka bisa dilakukan oleh hamba
sahaya atau kafir dzimmi.
9
Majamma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyah Al-Idarah Al-‘Ammah li Al-Mu’jamatwaIhya’ At-Turats
Negara Mesir, Al-Mu’jam Al-Washith, (Mesir: MaktabahAsy-Syuruq Ad-Dauliyah, 2004), Cet. IV,
hlm. 664.
10
Al-Kasany, Bada’I Ash-Shana’I, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2005), Juz. IX, hlm. 394.
13
bagiku dan tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku, aku diberikan syafaat,
Nabi hanya diutus pada kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh
manusia”. (HR. Bukhari).11
Pada awalnya, pembagian ghanimah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Kemudian turunlah firman Allah SWT yang menjelaskan tentang ketentuan dalam
pembagian ghanimah tersebut,
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil”. (QS. Al-Anfal: 41)
Dalam ayat ini telah ditetapkan bahwa yang dibagikan kepada pasukan
hanyalah 4/5 dari harta ghanimah, adapun sisanya (1/5) untuk selain mereka
sebagaimana dalam ayat di atas. Ghanimah pertama yang dikenakan ketentuan
menarik seperlima oleh Rasulullah SAW setelah perang Badr adalah ghanimah
perang Bani Qainuqa’.12
C. Macam-Macam Ghanimah
Adapun ghanimah, maka cabang-cabangnya dan hukum-hukumnya sangat
banyak, karena ia adalah akar dari fai. Jadi hukumnya lebih luas. Pembahasan
ghanimah mencakup tawanan perang, sandera, lahan tanah dan harta.
D. Tawanan Perang
Membunuh mereka
Menjadikan mereka sebagai budak
Mereka ditebus dengan uang atau penukaran tawanan
11
IbnuHajar Al-‘Asqalany, Fath Al-Bari, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2004), Juz. I, hlm. 513.
Haditsnomor: 335.
12
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Kuwait: Maktabah Dar IbnQutaibah, 1989), Cet. I, hlm.
177.
13
Imam al-mawardi, Al-ahkam As-sulthaniyyah, (PT.Darul falah,Bekasi 2016) cet.7 Hal.233
14
Membebaskan mereka tanpa uang tebusan.
Jika mereka masuk Islam, opsi pertama (dibunuh) gugur, dan Imam (khalifah)
dihadapkan pada tiga opsi.”
1. Membunuh mereka
2. Menjadikan mereka sebagai budak. Ia tidak boleh
membebaskan mereka, atau menerima tebusan uang dari
mereka.”
“Orang Mukmin itu tidak tersengat dari satu lubang hingga dua kali.”
(diriwayatkan Al-Bukhari).
15
Adapun tebusan tawanan perang, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
menentukan pada Perang Badar dan perang sesudahnya bahwa satu tawanan
ditebus dengan dua tawanan.
Jika imam (khalifah) melihat salah seorang dari mereka dapat diharapkan
masuk Islam, atau ditaati kaumnya, dan ia berharap dengan pembebasannya,
tawanan tersebut masuk Islam atau kaumnya takluk, maka ia membebaskannya.
Jika imam (khalifah) melihat salah seorang dari mereka mempunyai uang
banyak, sedang kaum Muslimin berada dalam kesulitan ekonomi, maka ia
meminta tawanan tersebut ditebus dengan uang dan menjadikan uang tersebut
sebagai perbekalan Islam dan kekuatan kaum Muslimin.
Harta yang didapatkan dari tebusan tawanan perang adalah ghanimah dan
digabungkan dalam ghanimah-ghanmah yang lain, dan tidak diberikan tentara
Islam yang berhasil mnawannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
memberikan uang tebusan tawanan Perang Badar kepada tentara Islam yang
menawannya. Namun itu terjadi sebelum turunnya ayat tentang pembagian
ghanimah kepada penerimanya.
16
enam orang-orang musyrik pada penaklukan Makkah, meski mereka bersandar di
kiswah Ka’bah. Keenam orang tersebut adalah sebagai berikut;
Pertama, Abdulloh Bin Saad Bin Sahr. Ia pernah menulis wahyu untuk
Rosulullah Saw, beliau bersabda kepadanya, “ tulislah Ghofururrohim (Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang)”, namun ia menulis “Alimun Hakim
(Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana)”. Setelah itu, ia murtad dan
bergabung dengan orang orang Quraisy. Ia berkata kepada mereka,
“sesungguhnya aku telah mengacaukan Muhammad semauku.” Kemudian Firman
Allah Ta’ala, “dan orang yang berkata, saya akan menurunkan seperti apa yang
diturunkan Allah.” (Al-An’am:93).
Keempat, Maqis Bin Hababah, salah seorang dari kaum anshor membunuh
saudaranya karena tidak sengaja, kemudian memberi ganti rugi kepadanya, namun
ia membunuh orang anshor tersebut kemudian ia murtad dan pergi dari mekkah.
Kelima, Sarah. Ia budak salah seorang dari bani Mutholib yang selalu
menghina dan mengganggu Rosulullah Saw.
14
Imam al-mawardi, Al-ahkam As-sulthaniyyah, (PT.Darul falah,Bekasi 2016) cet.7 Hal.235
17
mereka sama dengan ketentuan terhadap tentara setelah tertawan. Jika mereka
tidak membantu tentara dengan pendapatnya atau mobilisasi, ada dua pendapat
tentang boleh tidaknya pembunuhan terhadap mereka.
E. Sandera
Yang di maksud dengan sandera adalah wanita dan anak anak, jika mereka
berasal dari ahli kitab, mereka tidak boleh di bunuh, karena Rasulullah SAW
melarang pembunuhan wanita dan anak anak, mereka menjadi budak dan di bagi
bagikan bersama rampasan peran yang lain.
Jika sandera wanita tidak berasal dari ahli kitab, misalnya atheis, dan
penyembah berhala, jika mereka menolak masuk islam, menurut imam syafi’i
mereka di bunuh. Menurut Abu hanifah, mereka di jadikan budak.
18
Jika salah satu seseorang dari orang yang mendapatkan sandera wanita
tidak mau melepas haknya atas sandera wanita tersebut, ia tidak boleh di minta
melepas hak nya dengan cara paksa.
15
Imam al-mawardi, Al-ahkam As-sulthaniyyah, (PT.Darul falah,Bekasi 2016) cet.7 Hal.241
19
Abu Hanifah berkata, “harta tersebut menjadi milik orang-orang musyrik,
jika mereka menguasainya termasuk budak wanita. Jika majikannya memasuki
negara kafir tersebut, ia diharamkan menggaulinya.”
Jika orang yang menguasai lahan tanah tersebut masuk islam, ia lebih
berhak memilikinya, namun jika kaum muslimin menguasainya, mereka lebih
berhak memiliknya daripada pemiliknya.
20
Abu yusuf berkata, “keislaman anak kecil membuatnya menjadi anak
islam dan kemurtadannya tidak menjadikannya sebagai anak murtad.”
Jika kaum muslimin berhasil menguasai lahan tanah, maka lahan tanah
tersebut terbagi kedalam tiga bagian :
Pertama, lahan tanah yang dikuasai kaum muslimin dengan kekerasan dan
secara paksa, hingga orang-orang kafir meninggalkannya baik dengan
pembunuhan atau penyanderaan atau pengusiran.
Kedua, lahan tanah yang dikuasai kaum muslimin dengan damai, karena
orang-orang kafir meninggalkannya karena ketakutan. Dengan penguasaan ini,
lahan tanah tersebut menjadi tanah waqof. Ada yang mengatakan, “lahan tanah
tersebut tidak menjadi tanah waqof hingga imam (kholifah) mengatakannya secara
resmi, lahan tanah tersebut dikenakan pajak dan uang pajaknya untuk gaji
pengawasannya muslim atau orang kafir muwahid.”
21
pajak yang harus mereka bayar. Pajak tersebut sama dengan jizyah, jika
mereka masuk islam, kewajiban membayar pajak menjadi gugur.16
ANALISIS
Fa’i dan Ghanimah adalah istilah yang digunakan untuk sebuah harta yang
diperoleh umat Islam dari kaum musyrikin. Kedua istilah ini ramai digunakan
pada masa-masa penaklukan Islam pada abad pertama Islam termasuk pada masa
awal-awal perkembangan Islam di Jazirah Arab.Istilah ini kembali ramai
digunakan saat ini oleh kelompok radikal terorisme baik di Indonesia maupun di
negara-negara lain dengan asumsi bahwa mengambil harta kekayaan mereka yang
16
Imam al-mawardi, Al-ahkam As-sulthaniyyah, (PT.Darul falah,Bekasi 2016) cet.7 Hal.244
22
tidak seagama adalah halal baik melalui rampasan ataupun pencurian. Asumsi ini
dibangun atas pemahaman bahwa harta kaum musyrikin atau non-muslim adalah
halal bagi kaum muslimin khususnya bagi para mujahidin.Atas dasar tersebut,
mereka dengan tanpa pertimbangan dan tanpa merasa bersalah atau berdosa
merampas harta kekayaan orang-orang non-muslim yang ada di sekitaranya baik
di toko-toko mereka maupun di rumah mereka, bahkan sering kali melakukan aksi
kejahatan dengan penjarahan atau perampokan di toko-toko non-muslim. Ini
dilakukan semata-mata karena asumsi bahwa harta dan jiwa mereka adalah halal
bagi umat Islam karena mereka adalah orang-orang kafir. Asumsi ini merupakan
pemahaman yang sangat keliru dan salah.
Fa’i dalam Islam adalah harta yang diperoleh dari kaum musyrik tanpa
melalui perang. Harta semacam ini cukup banyak ketika itu, karena penaklukan
yang dilakukan oleh para pejuang-pejuang Islam cukup massif sehingga tidak
mengherankan jika umat Islam di era -era penaklukan banyak yang tergiur dengan
harta yang diperoleh dari istana-istana Romawi pada saat itu seperti emas dan
perhiasan-perhiasan berharga lainnya. Sementara ghanimah adalah harta yang
diperoleh oleh kaum muslimin melalui sebuah peperangan atau yang disita dari
musuh-musuh. Harta ghanimah juga tidak sedikit waktu itu karena beberapa
perang yang terjadi pada era pertama Islam telah menghimpun banyak harta dari
mereka yang dikalahkan seperti senjata, kuda, unta dan lain-lain.Kedua hal di atas
memiliki aturan pembagiannya sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Qur’an dan
tidak serta merta dapat digunakan untuk keperluan pribadi atau digunakan oleh
oknum yang memperolehnya. Terkait dengan fa’i, dalam Al Quran disebutkan
sebagai berikut:
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya
saja di antara kamu”.
23
Sementara aturan ghanimah pembagiannya juga sangat jelas sebagaimana juga
disebutkan dalam Al Quran sebagai berikut :
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman
kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. (41)
Namun, ketika tidak terjadi sebagaimana saat ini di mana umat Islam dan
umat lainnya hidup berdampingan secara damai, maka istilah-istilah tersebut di
atas tidak berlaku lagi, karena semua hidup dalam perdamaian. Artinya, pada saat
ini pengambilan harta atau perampasan harta milik non muslim bukan lagi
dianggap fa’i dan ghanimah tetapi dianggap sebagai bentuk pencurian.Para ulama
sepakat bahwa tindakan pencurian tidak membedakan harta laki-laki atau
perempuan atau harta orang kaya dengan orang miskin atau harta orang muslim
dan non muslim. Semua bentuk pengambilan harta yang tidak sah dari siapapun
dianggap sebagai pencurian. Sementara hukumnya adalah haram dan pelakunya
harus dipotong tangan. Orang-orang Islam yang masuk ke negara non-muslim
secara sah, kemudian melakukan pencurian atau perampokan dengan asumsi fa’i
atau ghanimah, maka tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk kriminal dan
dosa besar karena ia masuk ke dalam negara orang secara sah kemudian di
dalamnya mereka melakukan aksi tak terpuji. Tindakan seperti demikian dianggap
24
sebagai penyelewenangan terhadap janjinya dan pelakunya telah melakukan dosa
besar. Demikian pula, mengambil harta orang Islam atau non muslim di negeri
yang mayoritas Islam juga sama hukumnya dengan mencuri atau merampok yang
tidak dibenarkan oleh Islam.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ghanimah Secara harfiah, ghanimah berarti sesuatu yang diperoleh
seseorang melalui suatu usaha. Menurut istilah, ghanimah berarti harta yang
diambil dari musuh Islam dengan cara perang. Bentuk-bentuk harta rampasan
yang diambil tersebut bisa berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, dan
tawanan perang.Dilihat dari sejarah perang, kebiasaan ini telah dikenal sejak
jaman sebelum Islam. Hasil peperangan yang diperoleh ini mereka bagi-bagikan
kepada pasukan yang ikut perang tersebut, dengan bagian terbesar untuk
pemimpin.
fa'i adalah segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh
kaum muslimin tanpa peperangan. Seperti yang pernah terjadi pada Bani Nadhir,
atau orang-orang kafir melarikan diri karena takut terhadap kaum muslimin,
dengan meninggalkan rumah dan harta mereka, sehingga harta tersebut dikuasai
oleh kaum muslimin, atau orang-orang kafir takut dan melakukan perdamaian
dengan kaum muslimin serta menyerahkan sebagian dari harta dan tanah mereka,
seperti terjadi pada penduduk Fidak.
Para pakar ekonomi berpendapat bahwa pajak yang baik adalah pajak yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
Keyakinan (ada ketegasan)
Kesesuaian
Proporsional
Ekonomi
B. Saran
Demikianlah makalah ini Kami buat. Tentunya masih banyak
kesalahan yang terdapat dalam pembuatan makalah ini. Demi menuju
kesempurnaan pembuatan makalah yang lebih baik lagi, Kami
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca. Kami ucapkan terimakasih,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
26
DAFTAR PUSTAKA
27