Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Siyasah Maliyah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hukum Tata Negara Islam

Dosen Pengampu:

Dr. H. Suis, M.Fil.I

Disusun oleh :

Fran`s Hidayatulloh (05020321044)

Syarifah Ayudewi (05020321061)

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM SEMESTER 3

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb

Pertama-tama kami panjatkan segala puji dan syukur bagi Allah Swt yang telah
memberikan kami kemudahan dalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tak
lupa shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad Saw yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Suis, M.Fil.I selaku dosen
pengampu mata kuliah Hukum Tata Negara Islam yang telah membimbing kami, sehingga
dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini bertema “Siyasah
Maliyah” dimana didalamnya berisi tentang pengertian dan ruang lingkupnya.

Demikian kami ucapkan terima kasih, kami menyadari bahwa makalah yang dibuat
ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami membutuhkan saran dan kritik yang
membangun agar kami bisa mengembangkan diri kami agar menjadi lebih baik kedepannya.
Adapun kami mohon maaf bilamana ada kesalahan dalam penulisan baik kata maupun
kalimat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya bagi penulis.

Wassalamualaikum.Wr.Wb

Surabaya, 28 November 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

A. Latar Belakang.............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................4

C. Tujuan..........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5

A. Pengertian Siyasah Maliyah........................................................................................5

B. Ruang Lingkup Siyasah Maliyah................................................................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................................14

Kesimpulan..........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada pembahasan pertemuan sebelumnya telah dijelaskan mengenai siyasah dan


macamnya. Obyek kajian fiqih siyasah dibagi pada 3 hal, siyasah dusturiah (perundang-
undangan), siyasah dauliyah (hubungan internasional) dan siyasah maliyah (keuangan
negara). Siyasah Maliyahmengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan
negara. Realitapada masyarakat pada umumnya terdapat dua kelompok besar yaitu si kaya
dan si miskin.

Negara haruslah melahirkan kebijakan-kebijakanuntuk mengharmonisasikan


hubungan si kaya dan si miskin agar kesenjangan tidak melebar.Oleh karena itu, dalam Fiqh
Siyasah Maliyah orang kaya disentuh hatinya untuk bersikap dermawan dan orang miskin
diharapkan selalu berusaha, berdo`a dan bersabar, sedangkan negara mengelola zakat, infaq,
waqaf, shodaqah, usyur dan kharaj untuk kemaslahatan rakyat. Kandungan Al-Quran dan Al-
Hadits Nabi menunjukkan bahwa Agama Islam memiliki kepedulian yang sangat tinggi
kepada orang fakir, miskin dan kaum mustad'afiin (lemah) pada umumnya. Kepedulian inilah
yang harus menjiwai kebijakan penguasa (ulil amri) agar rakyatnya terbebas dari kemiskinan.
Agar terkelolanya keuangan umat maka didirikan lah sebuah lembaga yang dinamakan
dengan baitul mal. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan lebih terperinci mengenai pengertian
siyasah Amaliah beserta ruang lingkup didalamnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Siyasah maliyah?


2. Bagaimana ruang lingkup Siyasah Maliyah?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Siyasah Maliyah


2. Mengetahui ruang lingkup Siyasah Maliyah

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Siyasah Maliyah

Kata Siyasah berasal dari sasa-yasusu-siyasatan yang berarti mengatur, mengurus


dan memerintah atau suatu pemerintahan, politik dan pembuatan kebijaksanaan
keputusan Berdasarkan pengertian harfiah, kata as-siyasah berarti pemerintahan,
pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, pengurusan, pengawasan, perekayasaan,
dan arti-arti lainnya.1 Secara istilah Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan bahwa siyasah
adalah pengaturan perundangan yang diciptakan untuk memelihara ketertiban dan
kemaslahatan serta mengatur keadaan. Obyek kajian fiqih siyasah dibagi pada 3 hal,
siyasah dusturiah (perundang-undangan), siyasah dauliyah (hubungan internasional) dan
siyasah maliyah (keuangan negara).

Secara etimologi siyasah maliyah adalah politik ilmu keuangan, sedangkan secara
terminologi Siyasah Maliyah adalah mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran
keuangan yang sesuai dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak individu
dan menyia-nyiakannya. Secara singkat dapat dipahami bahwa fiqh siyasah maliyah
adalah yang mengatur tentang pemasukan, pengelolaan dan pengeluaran uang milik
Negara. Pendapatan suatu negara dan pengeluarannya harus diatur dengan baik. Karena
keuangan negara termasuk pilar yang sangat berperan penting dalam kemaslahatan
masyarakat. Ketika keuangan diatur sedemikian, maka dampaknya terhadap ekonomi,
kemiliteran, dan hal-hal yang lainnya; yaitu kesejahteraan bagi penduduk
negara tersebut.

Terdapat juga yang mengartikan Fiqh Siyasah Maliyah yaitu politik ekonomi
Islam. Politik ekonomi Islam adalah kebijakan hukum yang dibuat oleh suatu
pemerintahan menyangkut pembangunan ekonomi untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan masyarakat dengan menjadikan nilai-nilai syariat Islam sebagai ukurannya.
Kebijakan tersebut merupakan hukum yang mengatur hubungan negara dengan
masyarakat, individu dengan masyarakat, individu dengan individu dalam aktivitas
ekonomi. Pengaturan Fiqih Siyasah Maliyah berorientasi untuk kemaslahatan rakyat, jadi
terdapat tiga faktor utamanya yaitu rakyat, harta dan negara. Agar keuangan umat
1
Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan (Jakarta: Kencana, 2003), 25.

5
terkelola maka membutuhkan suatu lembaga yang dikenal dengan baitul mal atau
(Wilayah Maliyah).

Posisi baitul mal begitu penting bagi kehidupan negara Islam sebagai lembaga
penyimpanan harta kekayaan negara,yang bertanggung jawab atas harta kekayaan
negara, baik dalam pemasukanya, penyimpanan dan pengeluarannya, sudah menjadi
keharusan di dalam sistem negara Islam.Lembaga baitul mal adalah badan otonom yang
berdiri bebas sebagai salah satu lembaga tinggi negara.

1. Pimpinan lembaga mal diangkat dan diberhentikan oleh khalifah atas


persetujuan majelis syura. Tanpa persetujuan majelis syura, pengangkatan
pimpinan baitul mal tidak sah.
2. Secara horisontal sejajar dengan lembaga eksekutif dan yudikatif, dan secara
vertikal mempunyai wakilnya di tiap daerah, baik di provinsi maupun
kabupaten atau walikota.
3. Lembaga ini berkewajiban untuk mencari sumbersumber pendapatan negara,
memelihara dan menyimpannya, serta menghemat pengeluaran anggaran biaya
negara.
4. Dalam tugas untuk mencari sumber-sumber pendapatan negara, baitul mal
bekerja sama dengan departemen keuangan yang berada di dalam lembaga
eksekutif.
5. Setiap penyusunan rancangan pendapatan dan anggaran belanja negara yang
disusun oleh pemerintah (eksekutif) harus ada penyesuaian terlebih dahulu oleh
baitul mal sebelum diajukan kepada majelis syura.
6. Lembaga baitul mal berfungsi sebagai badan pengawas keuangan, yang
bertugas untuk mengontrol semua penggunaan dana negara yang dilakukan
oleh eksekutif, yudikatif maupun legislatif.
7. Lembaga baitul mal berhak untuk mengambil tindakan hukum atas segala
penyelewengan yang dilakukan oleh semua aparat negara dengan alasan
mengajukanya kepada mahkamah agung.2

Menurut Ibnu Humam, harta yang dimasukan pada kas negara (baitul mal) ada tiga
macam (konsep Baitul Mal):Pertama, harta zakat binatang, ternak dan pertanian dan
harta yang di pungut dari para pedagang muslim. Kedua, harta dari pajak tanah, upeti

2
Fatmawati, Fikih siyasah (Makassar: Pusaka Almaida, 2015), 128.

6
dari setiap pembayar pajak, harta shadaqah karena terjadi perdamaian antara bani hijran
dan bani hilal dan bani taghlin dan harta yang di pungut dari parapedagang non muslim
(seperti orang-orang kafir zimmi, musta’min dan orang-orang kafir yang memerangi
umat Islam). Ketiga, harta pusaka milik orang yang meninggal dunia, tetapi dia tidak
meninggalkan ahli waris, atau meninggal suami atau istri. Dengan demikian, seluruh
sumber keuangan negara Islam sama-sama dipergunakan demi kepentingan umum.
Hanya saja setiap penyaluran sumber keuangan itu tidak menetapkan secara pasti
terhadap kepentingan umum.

Dalam fikih siyasah maliyah alquran sebagai sumber hukum dalam menyelesaikan
masalah tentang keuangan Negara dan pendapat Negara. Berikut adalah beberapa contoh
sumber hukum fikih siyasah maliyah dalam alquran sebagai berikut.Allah Subhanahu
Wa Ta'ala berfirman:

ِ ‫ت لِ ْلفُقَ َر ۤا ِء َو ْال َم ٰس ِكي ِْن َو ْال َعا ِملِ ْينَ َعلَ ْيهَا َو ْال ُمَؤلَّفَ ِة قُلُوْ بُهُ ْم َوفِى ال ِّرقَا‬
ِ ‫ب َو ْالغ‬
‫َار ِم ْينَ َوفِ ْي‬ ُ ‫صد َٰق‬
َّ ‫اِنَّ َما ال‬
‫ْضةً ِّمنَ هّٰللا ِ ۗ َوهّٰللا ُ َعلِ ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫َسبِي ِْل ِ َواب ِْن ال َّسبِي ۗ ِْل فَ ِري‬

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk
(membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana." (QS. At-Taubah:60)

Dan juga menyebutkan pada surah Al-Hasyr:7. Allah Subhanahu Wa Ta'ala


berfirman:

‫َمٓا اَفَ ۤا َء هّٰللا ُ ع َٰلى َرسُوْ لِ ٖه ِم ْن اَ ْه ِل ْالقُ ٰرى فَلِ ٰلّ ِه َولِل َّرسُوْ ِل َولِ ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِكي ِْن َوا ْب ِن‬
‫ال َّسبِي ۙ ِْل َك ْي اَل يَ ُكوْ نَ ُدوْ لَةً ۢ بَ ْينَ ااْل َ ْغنِيَ ۤا ِء ِم ْن ُك ۗ ْم َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما نَ ٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ۚا‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ۘ ‫َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

"Harta rampasan fai' yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari
penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim,
orang-orang miskin, dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan
hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan

7
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Hasyr
59: Ayat 7

B. Ruang Lingkup Siyasah Maliyah

Kajian siyâsah mâliyah (kebijakan politik keuangan negara) dalam perspektif Islam
tidak terlepas dari Al-Qur'an, Sunnah Nabi, praktik yang dikembangkan oleh al-Khulafa'
al-Rasyidun, dan pemerintahan Islam sepanjang sejarah. Siyasah mâliyah merupakan
kajian yang tidak asing dalam Islam, terutama setelah Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya menetap di Madinah. Siyâsah mâliyah adalah salah satu bagian terpenting
dalam sistem pemerintahan Islam, karena ini menyangkut tentang anggaran pendapatan
dan belanja negara. Dalam kajian ini antara lain dibahas tentang sumber-sumber
pendapatan negara dan pos-pos pengeluaran negara.

1. Sumber Keuangan Negara, menurut Abu Yusuf yang dikutip T.M. Hasbi ash-
Shiddieqy meliputi mawârid al-dawlah yang telah ditetapkan syara', yaitu khumus
al-ghana'im, sedekah, dan kharaj. Beberapa istilah yang digunakan Abu Yusuf
tentang sumber keuangan negara yang sebagian besar tetap terpakai dalam tatanan
perundangan negara Islam hingga saat ini adalah zakat, khumus al-ghana'im, al-fai",
jizyah, usyr al-tijarah dan pajak serta sumber-sumber lainnya.
a. Zakat. Kata zakat merupakan kata dasar atau masdar yang berarti bertambah
(al-ziyâdah), tumbuh dan berkembang, bersih, dan suci. Menurut istilah,
zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diberikan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat adalah rukun Islam
yang keempat.3 Di Madinah umat Islam sudah mempunyai kekuatan,
sehingga pelaksanaan kewajiban zakat lebih mudah diorganisasi dengan baik.
Kewajiban ini dilandaskan pada Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma' ulama. Banyak
ayat Al-Qur'an yang merangkaikan kewajiban zakat dengan shalat, seperti
dalam surat al-Baqarah ayat 43 “dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat...”.
Penegasan kewajiban zakat ini didukung pula oleh ijma' ulama yang
menempatkannya sebagai bagian dari rukun Islam. Karena itu Abu Bakar
bersikukuh memerangi orang-orang yang mengingkari kewajiban zakat ini
setelah ia diangkat menjadi khalifah.

3
Ahmad Sudirman Abbas, Zakat Ketentuan dan Pengelolaannya (Bogor: CV. Anugerah Berkah Sentosa, 2017).

8
b. Khumus al-Ghana`im. Harta ghanimah adalah harta yang diperoleh umat
Islam melalui jalan peperangan. Islam membolehkan umatnya merampas
harta musuh yang kalah dalam peperangan. Pembagian harta ghanimah ini
diatur tersendiri oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam sejarah Islam, perang
pertama kali terjadi adalah perang Badar, yaitu pada 17 Ramadhan tahun
kedua hijrah. Dalam perang ini, umat Islam berhasil mengalahkan kaum kafir
Quraisy serta merampas harta benda dan menawan mereka. Pada saat itu,
sebelum turun ayat tentang pembagian harta ghanîmah ini, Nabi SAW
membagi rata semua harta rampasan perang di antara tentara yang
berperang." Di samping ghanimah, terdapat dua bentuk rampasan lain yang
diproleh dari musuh. Pertama, salb, yaitu perlengkapan musuh yang berhasil
dirampas oleh tentara Muslim yang berhasil mengalahkan/ membunuhnya.
Kedua, fai', yaitu harta musuh yang diperoleh tanpa peperangan. Ini
merupakan konsesi yang diberikan oleh pihak musuh yang tidak mau tunduk
kepada Islam dan tidak melawan.4
c. Fa`i. Adalah harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan. Pada
prinsipnya, harta fai' dibagikan untuk pasukan Islam, setelah terlebih dahulu
dikeluarkan hak Allah, Rasul, karib kerabat Rasul, anak yatim, fakir miskin
dan ibn sabil. Hal ini sesuai dengan surah al-Hasyr ayat 6 “Dan harta
rampasan fai' dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, kamu
tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya, tetapi Allah
memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya terhadap siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”
d. Jizyah. Dalam ilmu fiqh berarti pajak kepala atau pajak perseorangan yang
dikeluarkan terhadap orang-orang non-muslim (ahl alzimmah) tertentu yang
telah mengikat perjanjian dengan pemerintah. jizyah merupakan pajak yang
dipungut oleh pemerintah islam dari orang laki-laki non-islam, merdeka,
balig, berakal, sehat, dan kuat, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.
Sementara istilah pajak diartikan sebagai iuran yang diberikan kepada negara
oleh orang/lembaga yang wajib membayarnya menurut peraturan yang dapat
dipaksakan dan tidak mendapatkan timbal balik tidak mampu membayar
berhak mendapat tunjangan negara. Inilah kewajiban jizyah dalam Islam.
Jizyah bukan dilandasi oleh keinginan Islam untuk menguasai harta ahl al-
4
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta: Kencana, 2014).

9
dzimmi. Jizyah adalah bagian dari bentuk dakwah Islam yang teduh dalam
rangka mengajak mereka secara persuasif tanpa paksaan untuk menerima
Islam.5 Di samping sebagai wujud loyalitas mereka kepada pemerintah Islam,
jizyah juga merupakan kompensasi kepada mereka yang dibebaskan dari
wajib militer.
Jizyah juga merupakan perimbangan kewajiban antara mereka dengan
warga negara yang beragama Islam yang wajib membayar zakat. Dalam hal
ini adalah memformat jizyah untuk memberi peluang bagi warga negara non-
Muslim didalam Islam untuk memperoleh tunjangan sosial dari negara. Oleh
sebab itu, jizyah tidak diambil dari non-Muslim yang miskin dan masih anak-
anak. Ketika telah dewasa, mereka dikenakan kewajiban jizyah selama
mereka menyetujui akad dzimmah yang telah disepakati oleh orang tua
mereka dengan pemerintah Islam. Bila ada ahl al-dzimmi yang membayar
zakat harta (sedekah) secara suka rela sebagaimana halnya zakat yang
diwajibkan atas umat Islam, maka kewajiban membayar jizyah dianggap
gugur. Besarnya jumlah jizyah sangat relatif, tergantung pada kebijaksanaan
pemerintah. Pada masa Nabi, Mu'adz ibn Jabal yang menjadi gubernur
Yaman, diperintahkan mengambil jizyah dari penduduk setempat sebesar
satu dinar.
e. `Usyur al-Tijarah. Adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada
pedagang non-Muslim yang melakukan transaksi bisnis di negara Islam.
Pajak perdagangan ini tetap diberlakukan dalam dunia perdagangan
internasional hingga saat sekarang.6 Dalam negara Islam, kebijaksanaan
pemberlakuan pajak perdagangan ini dimulai pada pemerintahan khali- fah
'Umar ibn al-Khaththab. Dalam perdagangan tersebut ternyata umat Islam
yang melakukan transaksi di negara non-Muslim dikenakan pajak oleh
pemerintah yang bersangkutan. Hal ini kemudian dilaporkan oleh Abu Musa
al-Asy'ari. Mendapat laporan tersebut, 'Umar pun memberlakukan pajak
perdagangan bagi non-Muslim warga negara asing yang melakukan transaksi
bisnis di negara Islam. Pemberlakuan pajak ini dimaksudkan untuk
menambah devisa negara dalam rangka mengelola dan menjalankan roda
pemerintahan.
5
Muflikhatul Khairah, “Konsep al-Jizyah dan Status Kewarganegaraan Non-Muslim dalam Prespektif Fikih
Klasik,” 2020.
6
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam.

10
Dalam penerapan ketentuan pajak ini, bagi non-Muslim warga negara
asing yang tidak menetap di negara Islam dikenakan pajak perdagangan
sebesar sepersepuluh dari transaksi dagangnya. Sementara bagi non-Muslim
yang menjadi warga negara Islam (ahl al-dzimmi) pajak seperdua puluh dari
transaksi dagangnya. Perbedaan ini disebab- kan adanya kewajiban lain atas
ahl al-dzimmi membayar jizyah. Jadi mereka membayar pajak dua kali,
sedangkan warga negara asing hanya wajib membayar pajak perdagangan
tersebut. Namun pemerintah negara Islam dapat juga mengambil
kebijaksanaan menurunkan jumlah pajak terhadap mereka sesuai dengan
pertimbangan kemaslahatan.
Pajak perdagangan ini tidak wajib bagi umat Islam karena mereka telah
dikenakan kewajiban membayar zakat harta.7Mengenai kadar atau ukuran
perdagangan yang dikenakan pajak tersebut adalah yang mencapai omzet
senilai 20 dinar untuk emas dan 200 dirham perak. Pajak perdagangan masih
tetap diperlakukan di negara-negara Islam. Tentu saja penerapannya
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dalam masa sekarang, penerapan
pajak ini antara lain dengan memberlakukan bea masuk barang-barang
impor.
f. Kharaj. Secara sederhana dapat diartikan sebagai pajak tanah atau pajak
bumi. Pajak tanah ini dibebankan atas tanah non-Muslim dan dalam hal-hal
tertentu juga dapat dibebankan atas umat Islam.. Dalam sejarah pemerintahan
Islam, kharaj merupakan sumber keuangan negara yang dikuasai oleh
komunitas (pemerintah), bukan oleh kelompok orang. Kharaj dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu kharaj yang sebanding (proporsional) dan
kharaj yang tetap. Jenis pertama dikenakan secara proporsional berdasarkan
total hasil pertanian, misalnya seperdua, sepertiga, atau seperlima dari hasil
yang diperoleh. Adapun bentuk kedua dibebankan atas tanah tanpa
membedakan status pemiliknya, apakah anak-anak atau dewasa, merdeka
atau budak, perempuan atau laki-laki, Muslim atau non-Muslim. Kewajiban
membayar kharaj hanya sekali setahun, meskipun panen yang dihasilkannya
bisa tiga atau empat kali setahun. Adapun kharaj yang sebanding dikenakan
sepersepuluh dari hasil panen. Namun kharaj sebanding tidak boleh dipungut

7
Muflikhatul Khairah, “Konsep al-Jizyah dan Status Kewarganegaraan Non-Muslim dalam Prespektif Fikih
Klasik.”

11
bila terjadi gagal panen yang disebabkan oleh bencana alam seperti tanah
longsor atau banjir.8
2. Pertanahan negara, Pemerintah perlu mengalokasikan belanja negara untuk
kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang secara khusus berada dalam
tanggung jawab militer. Salah satu ciri negara yang kuat adalah kuatnya sektor
militer dan tingginya tingkat komitmen mereka dalam pertahanan dan keamanan
negara. Karena itu, negara harus mengeluar- kan belanja yang layak dan
proporsional untuk sektor ini.9 Pengeluaran ini antara lain untuk peningkatan gaji
personal militer, peningkatan kemampuan dan profesionalisme mereka, dan biaya-
biaya operasional militer lainnya, seperti membeli perlengkapan perang yang
mutakhir dan pembiayaan latihan-latihan perang. Pengeluaran belanja yang wajar
dan proporsional akan menjadikan militer negara sebagai benteng yang kukuh,
sehingga tidak mudah disusupi oleh infiltrasi-infiltrasi asing maupun gangguan
dalam negeri.
3. Pembangunan Hukum. Merupakan hal yang penting dalam menata kehidupan dan
ketertiban suatu negara. Penegakan hukum pada suatu negara bukan hanya demi
terwujudnya keamanan jiwa setiap anggota masyarakatnya, melainkan juga demi
terciptanya stabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya. Karena itu, pemerintah
Islam harus mengalokasikan belanja negara untuk pembangunan hukum ini.
Pengeluaran belanja di bidang pembangunan hukum antara lain untuk peningkatan
kualitas hakim, peningkatan taraf kesejahteraan hakim dan penciptaan produk-
produk hukum yang antisipatif dan responsif terhadap perkembangan dan tantangan
yang dihadapi.
4. Pembangunan Infrastruktur dan Fasilitas Sosial. Pengeluaran belanja negara dapat
digunakan untuk pembangunan infrastruktur fisik dan fasilitas sosial lainnya. Hal ini
penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat
yang sehat dan makmur. Salah satu faktor utama pendukung pertumbuhan ekonomi
adalah peningkatan dan perbaikan infrastruktur seperti jalan umum maupun jalan
layang, pembangunan irigasi, jembatan, pelabuhan udara, layanan telekomunikasi
dan pengadaan berbagai fasilitas untuk kegiatan ekonomi ke luar. Berkaitan dengan
hal ini, pengadaan sarana sosial seperti sarana kesehatan, panti jompo, bahkan
penciptaan lapangan kerja merupakan kegiatan mutlak pemerintahan negara Islam.
8
Arif Zunaidi, “Abu Yusuf Dan Pajak (Konsep Dalam Kitab AL-KHARAJ Dan Relevansinya Dalam Ekonomi
Saat Ini),”. 2021.
9
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam.

12
Pemerintah harus menyediakan alokasi dana belanja untuk kegiatan-kegiatan
tersebut.
5. Pendidikan. Pemerintah sepatutnya memberikan perhatian yang lebih besar pada
sektor pendidikan, karena pendidikan merupakan hal penting dan syarat mutlak bagi
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Wujud perhatian pemerintah dapat
dilihat dari berapa besar dana belanja negara untuk kepentingan sektor ini. Semangat
pentingnya pendidikan dapat dilihat dari pernyataan Nabi bahwa menuntut ilmu
merupakan kewajiban setiap muslim. Usaha pendidikan bukan hanya sekadar
membebaskan rakyat dari buta aksara. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah
melahirkan pribadi-pribadi Muslim yang dapat menyesuai kan diri ajaran Al-Qur'an
dan Sunnah Nabi, mengarahkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat pada
lingkungan yang Islami, mengajarkan keterampilan yang selalu baru dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat serta menstimulasikan insentif riset dan penemuan-
penemuan teknik baru pengolahan sumber daya dari Allah secara lebih efisien.
Selain membangun karakter moral dan akhlak yang baik (al-akhlaq al-mahmûdah),
sistem pendidikan Islam berupaya menanamkan arti penting kerja keras dan efisiensi
kepada peserta didik.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara singkat dapat dipahami bahwa fiqh siyasah maliyah adalah yang mengatur
tentang pemasukan, pengelolaan dan pengeluaran uang milik Negara.Terdapat juga yang
mengartikan Fiqh Siyasah Maliyah yaitu politik ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam adalah
kebijakan hukum yang dibuat oleh suatu pemerintahan menyangkut pembangunan ekonomi
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat dengan menjadikan nilai-nilai syariat
Islam sebagai ukurannya.

Objek kajian siyasah maliyah ini yaitu segala sesuatu tantang kebijakan pengelolaan
keuangan dan pengelolaan sumber daya alam. Menurut Abu Yusuf,sumber keuangan negara,
meliputi mawârid al-dawlah yang telah ditetapkan syara', yaitu khumus al-ghana'im, sedekah,
dan kharaj. Beberapa istilah yang digunakan Abu Yusuf tentang sumber keuangan negara,
sebagian besar tetap terpakai dalam tatanan perundangan negara Islam hingga saat ini adalah
zakat, khumus al-ghana'im, al-fa`i, jizyah, usyr al-tijarah dan pajak serta sumber-sumber
lainnya. Dan juga pengeluaran dana negara untuk keperluan dalam pertahanan negara,
pembangunan hukum, pembangunan infrastruktur dan fasilitas sosial, dan Pendidikan

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sudirman Abbas. Zakat Ketentuan dan Pengelolaannya. Bogor: CV. Anugerah
Berkah Sentosa, 2017.
Arif Zunaidi. “Abu Yusuf Dan Pajak (Konsep Dalam Kitab AL-KHARAJ Dan Relevansinya
Dalam Ekonomi Saat Ini),” 2021.
Djazuli. Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan. Jakarta: Kencana, 2003.
Fatmawati. Fikih siyasah. Makassar: Pusaka Almaida, 2015.
Muflikhatul Khairah. “Konsep al-Jizyah dan Status Kewarganegaraan Non-Muslim dalam
Prespektif Fikih Klasik,” 2020.
Muhammad Iqbal. Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta: Kencana,
2014.

15

Anda mungkin juga menyukai