Anda di halaman 1dari 15

FIQIH SIYASAH MALIYAH DAN IDARIYAH

MAKALAH
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu Drs. H. Rojudin, M.Ag.

Disusun Oleh:
Ihsan Rido Aiman (1224060059)
Intan Tania (1224060062)
Lazuardi Gymnastiar (1224060071)
Muhamad Azmi Ramadan (1224060080)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

KONSENTRASI HUBUNGAN MASYARAKAT

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

2023
KATA PEGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Dengan menyebutkan nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang,
kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih. Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai siyasah maliyah dan siyasah idariyah
bagi para pembaca dan juga bagi kami selaku penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Drs. H. Rojudin, M.Ag. selaku dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Fiqih. Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 25 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. Pengertian Siyasah Maliyah ............................................................................................ 3
B. Sumber Pemasukan Keuangan Siyasah Maliyah ............................................................ 6
C. Pengertian Siyasah Idariyah ............................................................................................ 7
D. Ruang Lingkup Siyasah Idariyah .................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 11
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Islam, tatanan hukum negara disebut dengan fiqih siyasah, yang mana
didalamnya berisi tentang tatanan manajerial hal ihwal urusan umat dan negara dengan
segala bentuk hukum, pengaturan, dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemegang
kekuasan yang sejalan dengan dasar-dasar ajaran syariat untuk mewujudkan
kemaslahatan umat.
Diantara ke tujuh bidang cakupan fiqih siyasah adalah maliyah dan idariyah.
fiqih siyasah maliyah (keungan/kas negara) mencakup pemahaman mendalam tentang
peran keuangan dalam Islam. Kas negara dalam konteks fiqih siyasah maliyah mengacu
pada regulasi dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Fiqih siyasah maliyah membahas bagaimana negara Islam seharusnya mengelola
sumber daya keuangannya, termasuk penerimaan dan pengeluaran, dengan merujuk
pada ajaran Islam. Penting untuk menekankan bahwa fiqih siyasah maliyah tidak hanya
berkaitan dengan aspek hukum, tetapi juga memiliki dimensi etika dan sosial yang
mencakup keadilan distributif dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, latar
belakang makalah dapat menggambarkan bagaimana penerapan fiqih siyasah maliyah
dalam kas negara tidak hanya menciptakan fondasi keuangan yang kokoh, tetapi juga
memberikan kontribusi positif pada keadilan dan kesejahteraan sosial.
Fiqih siyasah idariyah (administrasi) melibatkan pemahaman mendalam tentang
peran dan prinsip-prinsip administrasi dalam konteks Islam. Sistem pembagian diwan
adalah suatu mekanisme administratif dalam Islam yang mengatur alokasi dan
distribusi sumber daya, termasuk pendapatan dan kekayaan negara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu fiqih siyasah maliyah?
2. Dari mana sumber pendapatan negara menurut Islam?
3. Apa itu fiqih siyasah idariyah?
4. Bagaimana prinsip-prinsip fiqih siyasah idariyah diterapkan dalam pembagian
diwan?

C. Tujuan
1. Untuk memahami fiqih siyasah maliyah

1
2. Untuk mengetahui sumber pendapatan negara dari sudut pandang Islam
3. Untuk memahami fiqih siyasah idariyah
4. Untuk mengetahui pembagian diwan administratif negara mengikuti prinsip fiqih
siyasah idariyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Siyasah Maliyah


Siyasah maliyah (kebijakan politik keuangan negara) dalam perspektif Islam
tidak terlepas dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi, praktik yang dikembangkan oleh Khulafaur
Rasyidin, dan pemerintahan Islam sepanjang sejarah. Siyasah maliyah merupakan
kajian yang tidak asing dalam Islam, terutama setelah Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya menetap di Madinah
Siyasah maliyah adalah salah satu bagian terpenting dalam sistem pemerintahan
Islam, karena ini menyangkut tentang anggaran pendapatan dan belanja negara,
sumber-sumber pendapatan negara dan pos-pos pengeluaran negara. Beberapa istilah
yang digunakan Abu Yusuf tentang sumber keuangan negara yang sebagian besar tetap
terpakai dalam tatanan perundangan negara Islam hingga saat ini adalah zakat, khumus
alghana’im, fai’, jizyah, ‘usyur al-tijarah, dan pajak serta sumber-sumber lainnya.

1. Zakat adalah rukun Islam yang keempat. Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Kewajiban zakat dikembangkan pada periode Madinah. Kewajiban ini dilandaskan
pada Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ ulama. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
meliputi binatang ternak, emas dan perak, makanan pokok dan buah-buahan, hasil
perniagaan, harta terpendam, dan profesi. Fungsi zakat bukan hanya untuk
membebaskan wajib zakat, melainkan juga memiliki dimensi sosial dan
kemanusiaan yang mendalam. Zakat berupaya membantu mereka yang lemah
ekonominya. Karena itu, pelaksanaan zakat tidak cukup hanya diserahkan kepada
kesadaran para wajib zakat, namun pemerintah dapat meminta langsung bahkan
memaksa wajib zakat untuk membayar zakatnya. Selanjutnya, zakat harta yang
dikumpulkan pemerintah melalui lembaga ‘amil didistribusikan kepada orang-
orang yang berhak menerimanya, yaitu fakir, miskin, amil zakat, mu’allaf, orang
yang berutang, budak, fii sabilillah, dan ibnu sabil.
2. Khumus al-Ghana’im Harta ghanimah adalah harta yang diperoleh ummat Islam
melalui jalam peperangan. Islam membolehkan umatnya merampas harta musuh
yang kalah dalam peperangan. Selain ghanimah, tedapat dua bentuk rampasan lain
yang diperoleh dari musuh, yaitu salb yaitu perlengkapan musuh yang berhasil
dirampas oleh tentara Muslim yang berhasil mengalahkan/membunuhnya dan fa’i

3
yaitu harta musuh yang diperoleh tanpa peperangan. Ini merupakan konsesi yang
diberikan oleh pihak musuh yang tidak mau tunduk kepada Islam dan tidak
melawan. Pembagian ghanimah diatur oleh Allah dalam Q.S. Al-Anfal : 41 yang
menjelaskan bahwa seperlima ghanimah adalah untuk Allah, Rasul, karib kerabat,
anak yatim, dan fakir miskin.
3. Fa’i adalah harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan. Fa’i dibagikan
untuk pasukan Islam, setelah terlebih dahulu dikeluarkan hak Allah, Rasul, karib
kerabat, anak yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil dengan mempertimbangkan
kemaslahatan generasi yang akan datang dan ummat Islam secara luas. Hal ini
sesuai dengan Q.S. Al-Hasyr : 6.
4. Jizyah adalah pajak kepala yang dibayarkan oleh penduduk dar al-Islam yang bukan
Muslim kepada pemerintah Islam. Jizyah ini dimaksudkan sebagai wujud loyalitas
mereka kepada pemerintah Islam dan konsekuensi dari perlindungan (rasa aman)
yang diberikan pemerintah Islam untuk mereka. Meskipun jizyah merupakan pihak
kepala yang harus diberikan oleh setiap non-Muslim yang baligh, berkal, lakilaki
dan mampu berperang, tapi mereka mendapat dispensasi terbebas dari kewajiban
tersebut bila tidak mampu membayarnya. Bila ada non-Muslim yang membayar
zahat harta (sedekah) secara sukarela sebagaimana zakat yang diwajibkan atas
ummat Islam, maka kewajiban mereka membayar jizyah dianggap gugur. Karena
itu, jizyah bukanlah tujuan utama dalam pemerintahan Islam, melainkan hanya
wujud loyalitas mereka saja. Jizyah juga merupakan bagian dari bentuk dakwah
Islam yang teduh dalam rangka mengajak mereka secara persuasif tanpa paksaan
untuk menerima Islam.
5. ‘Usyur al-Tijarah adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang non-
Muslim yang melakukan transaksi bisnis di negara Islam. Pajak perdagangan ini
tetap diberlakukan dalam dunia perdagangan hingga saat ini. Dalam penerapannya,
non-Muslim warga negara asing yang tidak menetap di negara Islam dikenakan
pajak perdagangan sebesar sepersepuluh dari transaksi dagangnya. Sedangkan bagi
non Muslim yang menjadi warga negara Islam (ahl al-dzimmi), pajaknya
seperduapuluh dari transaksi dagangnya. Perbedaan ini disebabkan adanya
kewajiban lain atas ahl al-dzimmi membayar jizyah. Bila perdagangan tersebut
berkaitan dengan kebutuhan pokok, maka pemerintah dapat mengambil setengah
jumlah pajak atau membebaskannya sama sekali. Pajak perdagangan ini tidak wajib
bagi ummat Islam karena mereka telah dikenakan kewajiban membayar zakat harta.

4
6. Kharaj dapat diartikan sebagai pajak tanah atau pajak bumi. Pajak tanah ini
dibebankan atas tanah non-Muslim dan dalam hal-hal tertentu juga dapat
dibebankan atas ummat Islam. Kharaj dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kharaj
yang sebanding dan kharaj yang tetap. Jenis pertama dikarenakan secara
proporsional berdasarkan total hasil pertanian, misalnya seperdua, sepertiga atau
seperlima dari hasil yang diperoleh. Adapun bentuk kedua dibebankan atas tanah
tanpa membedakan status pemiliknya, apakah anak-anak atau dewasa, merdeka
atau budak, perempuan atau laki-laki, Muslim atau non-Muslim. Kewajiban
membayar kharaj hanya sekali setahun, meskipun panen yang dihasilkannya bisa
tiga atau empat kali setahun. Teknis pengumpulan kharaj biasanya dilakukan oleh
sebuah tim atau dewan yang diberikan wewenang oleh pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya.
7. Sumber-sumber Lainnya:
a. Harta warisan yang tidak terbagi Bila seseorang meninggal dunia dan
meninggalkan harta dalam bentuk apa pun, hartanya beralih kepada ahli
warisnya. Ahli waris tersebut bisa karena hubungan perkawinan, seperti
janda/duda, bisa juga hubungan kekerabatan, seperti anak, ayah/ibu,
kakek/nenek, anak paman, saudara, anak saudara, ada juga hubungan agama,
yaitu Islam. Dalam pembagiannya, ada kemungkinan harta warisan tidak habis
dibagi, bahkan tidak ada yang menerimanya. Dalam hal ini, Imam Syafi’i
berpendapat bahwa status harta tersebut, baik yang utuh karena tidak ada ahli
waris sama sekali maupun sisa yang tidak habis terbagi menjadi hak milik
negara dan dimasukkan ke dalam kas negara.
b. Kaffarat adalah denda yang dibayarkan karena melakukan suatu
kesalahan/dosa. Orang yang tebukti bersalah melakukan pelanggaran yang
mewajibkan kaffarat atasnya, terutama yang berhubungan dengan kepentingan
orang banyak seperti memberi makan 60 orang miskin, sebaiknya kaffarat-nya
diserahkan kepada negara melalui baitul mal. Ini dimaksudkan agar lebih
terkoordinasi dan tepat sasaran.
c. Dam atau hadyah adalah penyembelihan hewan ternak oleh jama’ah haji di
Tanah Haram, Makkah, karena melakukan kesalahan atau kekurangan dalam
ibadah hajinya. Orang yang melakukan pelanggaran wajib menyembelih seekor
kambing untuk setiap kali pelanggaran. Pemerintah bisa membuat

5
kebijaksanaan mengkoordinasi pelaksanaannya dan membagi-bagikan
dagingnya kepada orang yang berhak menerimanya.

B. Sumber Pemasukan Keuangan Siyasah Maliyah


Semua sumber keuangan negara yang diperoleh seperti yang diuraikan di atas
dihimpun dalam kas negara. Tercapainya kesejahteraan masyarakat merupakan langkah
awal yang signifikan menuju kesejahteraan negara Islam. Ini diawali dengan cukupnya
materi pada satu sisi dan meningkatkan kehidupan spiritual masyarakat pada sisi lain.
Pendapatan, pengeluaran, dan belanja negara Islam berjalan seepanjang sejarah dan
mesti dikembangkan pada masa sekarang dan yang akan datang. Pembelanjaan dan
pengeluaran negara harus mempertimbangkan kebutuhan negara dan warganya, yaitu:

• Untuk orang-orang fakir miskin


• Untuk meningkatkan profesionalisme tentara serta rangka pertahanan dan keamanan
negara
• Untuk meningkatkan supremasi hukum
• Untuk membiayai sektor pendidikan dalam rangka menciptakan sumber daya manusia
yang bertakwa dan berilmu pengetahuan
• Untuk membayar gaji pegawai dan pejabat negara
• Untuk pengembangan infrastruktur dan sarana prasarana fisik
• Untuk meningkatkan kesehatan Masyarakat
• Untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan pemerataan pendapatan dan kekayaan.

Pengelolaan dan pendistribusian keuangan negara bukan hanya terbatas pada


komponen yang disebutkan di atas, mengingat dalam pengeluaran dan belanja negara
tidak terlepas dari mana sumber pendapatan negara itu berasal. Seperti yang diuraikan
sebelumnya bahwa sumber pendapatan negara zakat dan ghanimah/fa’i diatur
berdasarkan ketentuan Allah, sedangkan kharaj, jizyah, dan kaffarat dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan negara secara umum.

6
C. Pengertian Siyasah Idariyah
Siyasah Idariyah, yakni bidang yang berkaitan dengan administrasi negara. Kata
idariyah berasal dari kata adara asy-syay’a yudiruhu idarahyang artinya mengatur atau
menjalankan sesuatu. Hal ini telah ditegaskan dalam Surah Al-Maidah ayat 49 sebagai
berikut:

َ‫ّٰللاُ اِلَي َْۗك‬


‫ض َما ٓ ا َ ْنزَ َل ه‬ِ ‫ع ْۢ ْن َب ْع‬
َ َ‫ّٰللاُ َو ََل تَتَّ ِب ْع ا َ ْه َو ۤا َء ُه ْم َواحْ ذَ ْر ُه ْم ا َ ْن َّي ْف ِتنُ ْوك‬
‫َوا َ ِن احْ ُك ْم َب ْي َن ُه ْم ِب َما ٓ ا َ ْنزَ َل ه‬
َ‫اس لَ ٰف ِسقُ ْون‬
ِ ‫ض ذُنُ ْو ِب ِه ْم ََۗوا َِّن َك ِثي ًْرا ِ ِّمنَ ال َّن‬ ِ ‫ّٰللاُ ا َ ْن ي‬
ِ ‫ُّص ْي َب ُه ْم ِب َب ْع‬ ‫فَا ِْن ت ََولَّ ْوا فَا ْعلَ ْم ا َ َّن َما ي ُِر ْيدُ ه‬

Artinya: “dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan
waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau
terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling
(dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa
mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”

Ayat ini menunjukkan sifat penting tulis menulis seperti administrasi, registrasi,
atau bentuk-bentuk tanda bukti tertulis yang harus dipenuhi pada suatu perjanjian yang
dapat dipegang oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini kaitannya dengan hak dan
kewajiban, administrasi memiliki kedudukan penting sebagai proses yang dapat
mengantisipasi berbagai permasalahan menyangkut tata kelola, proses kelangsungan
hidup dan lain-lain. Hal ini telah ditegaskan dalam sebuah Hadist, yakni : ”Dari
Hudzaifah, ia berkata: Rasululloh SAW bersabda: “Barang siapa tidak perhatian dengan
urusan orang Islam maka tidak termasuk dalam golongan mereka.”

Kaidah ini menjelaskan apabila seseorang melakukan suatu peraturan/kebijakan


harus berdasarkan perintah yang telah Allah jelaskan. Apabila seseorang berkehendak
dalam melakukan suatu kebijakan/aturan harus berdasarkan aturan yang Alloh SWT
jelakan demi kemaslahatan umat. Apabila sudah terwujud hal itu, berarti negara juga
sudah melindungi/mengayomi generasi untuk negara dimasa mendatang.Administrasi
negara sendiri memiliki pengertian keseluruhan proses rangkaian pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terlibat dalam suatu bentuk usaha demi
tercapainya sebuah tujuan yang telah ditetapkan. Administrasi Negara dalamSyariat

7
Islam bertujuan untuk melindungi harta, gama, jiwa, keturunan dan kehormatan melalui
pendataan.

D. Ruang Lingkup Siyasah Idariyah


Siyasah idariyyah yang mempunyai dasar tujuan yaitu mengatur dalam proses
administrasi atau kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasari atas rasionalisasi
tertentu untuk mencapai tujuan di dalam Islam. Administrasi sama dengan diwan.
Diwan pada lembaga pemerintahan itu terbagi kepada empat macam:

1. Diwan khusus menangani tentang tentara, mengatur tentang pengukuhan


(pengangkatan) tentara dan penggajihannya.
Sistem rekruitmen tentara adalah menurut kapan (cepatnya) seseorang masuk
Islam. Bila mereka masuk bersamaan, maka dilihat dari segi usianya. Jika
usia meraka sama, maka dilihat dari segi keberaniannya (berperang). Jika
keberanian mereka sama, maka pihak berwenang bebas memilihnya antara
menggolongkan berdasarkan undian, atau berdasarkan pendapatnya dan
ijtihad pribadinya.
Mengenai standar penentuan besarnya gaji yang diperoleh seorang
tentara, sehingga ia tidak perlu lagi mencari penghasilan tambahan yang
membuatnya bisa terganggu dan tidak bisa dalam melindungi negara, maka
menurut Al-Mawardi standar gajinya harus dilihat dari hal berikut:
"Standar kecukupan (gaji tentara) harus memperhatikan tigas aspek;
Pertama, jumlah keluarga yang ditanggungnya, yaitu anak-anak dan
budaknya. Kedua, jumlah kuda yang harus ia rawat. Ketiga, daerah dimana
ia ditugaskan, yaitu dilihat dari segi mahal dan murahnya kebutuhan hidup
di situ. Kemudian tentara harus digaji yang cukup untuk nafkahnya dan
pakaiannya selama setahun. Harus diadakan peninjauan ulang terhadap kondisi
pada setiap tahun. Jika kebutuhannya bertambah, maka gajinya
ditambah pula. Jika kebutuhannya berkurang, maka gajinya di kurangi
pula".

2. Diwan khusus menangani tentang wilayah masing-masing propinsi dan kewajiban-


kewajibannya.
Mengenai tugas diwan yang mengurusi tentang masalah provinsi dan

8
urusan wilayah-wilayahnya, maka menurut Al-Mawardi harus dilihat dari enam
aspek, yaitu:
a) Penentuan wilayah setiap wilayah provinsi yang membedakannya dengan
provinsi lain, dan penentuan kabupatennya yang berbeda status
b) Status setiap provinsi harus dijelaskan apakah provinsi tersebut ditaklukkan
dengan kekerasan atau dengan jalan damai? Termasuk status wilayah tersebut
apakah tanah zakat atau tanah kharaj (zakat)? Apakah status wilayah provinsi
dan kabupaten-kabupatennya beda ataukah sama?
c) Hukum-hukum pajak (kharaj) dari wilayah itu, apakah telah ditetapkan
berdasarkan pembagian hasil tanamannya, ataukah berdasarkan uang?
d) Menyebutkan data tentang jumlah orang-orang kafir dzimmi dan kesepakatan
jizyah yang dikenakan atas mereka. Jika salah satu wilayah provinsi itu adalah
wilayah penghasil tambang, hendaknya disebutkan jenis-jenis barang tambang
yang dihasilkan itu dari segi jumlahnya, sehingga dapat ditentukan besarnya
pungutan atas hasil tambang itu
e) pungutan atas lahan dari wilayah provinsi yang terletak pada perbatasan dengan
negeri orang kafir dapat berupa sepersepuluh atau seperlima, ditambah atau
dikurangi. seperlima, ditambah atau dikurangi.

3. Diwan khusus menangani pengangkatan pegawai, penugasannya dan


pemberhentiannya.
Mengenai tugas diwan yang mengurusi tentang pengangkatan dan
pemberhentian pegawai, maka menurut Al-Mawardi harus dilihat dari enam aspek
berikut:
a) Tentang pencatatan orang orang boleh diangkat menjadi pegawai dan boleh
memegang pekerjaan.
b) Pihak yang boleh diangkat jadi pegawai, adalah yang mempunyai
kemampuan (skill) dan bisa dipercaya.
c) Penentuan wilayah pegawai bertugas, harus memenuhi tiga syarat, yaitu:
disebutkan (ditentukan) daerah tempatnya bekerja, ditentukan pula jenis
pekerjaan yang harus dilaksanakan, dan penjelasan tentang aturan-aturan
pekerjaan dan yang ia emban secara rinci.
d) Penentuan masa penugasan yang akan diemban, harus memperhatikan tiga
hal berikut: (1) mementukan masanya, (2) menentukan willayah tempat

9
pegawai itu bertugas, dan (3) pengangkatannya dilakukan secara mutlak
dengan tidak menentukan masa kerja dan jenis kerjanya.
e) tentang gaji atas pekerjaan yang dilakukannya, maka dapat dilihat dari tiga
kemungkinan berikut: (1) gajinya disebutkan dengan jelas, (2) gajinya tidak
disebutkan dengan jelas (tidak pasti jumlahnya), dan (3) gajinya tidak dapat
dikelompokkan kedalam gaji yang jelas atau tidak jelas.
f) Tentang bentuk pengangkatan yang sah.

4. Diwan khusus menangani baitul mal (kas keuangan negara), yaitu dari masalah
pemasukannya dan masalah pengeluarannya.
Mengenai tugas diwan yang mengurusi tentang dengan pengaturan (pemasukan
dan pengeluaran) keuangan dalam baitul mal, menurut Al Mawardi sebagai berikut:
"Adapun (diwan) yang keempat, adalah khusus menangani pemasukan dan
pengeluaran baitul mal (kas negara), yaitu sebagai harta yang dimiliki kaum
muslimin dan yang tidak dimiliki oleh individu tertentu yang
memiliki sebenarnya. Harta tersebut adalah menjadi hak milik baitul mal. Jika harta
itu telah didapatkan, harta itu dimasukkan dalam harata baitul mal, baik yang sudah
maupun yang belum dimasukkan penyimpanannya, sebab baitul mal merupakan
suatu badan bukan suatu tempat, maka setiap hak yang wajib disalurkan untuk kaum
muslimin, maka hak baitul mal. Jika telah disalurkan kepada yang berhak, maka
maka dimasukkan dalam pencatatannya, baik yang dikeluarkan dari tempat
penyimpanan baitul mal maupun yang tidak dikeluarkan dari penyimpanannya.
Karena, harta yang dibayarkan kepada para pekerja kaum muslimin atau yang
didapatkan dari mereka, adalah masuk dalam catatan pengeluaran dan pemasukan
keuangan baitul mal.
Adapun salah satu sifat penting dari administrasi yang dilakukan Rasulullah
adalah kesederhanaan dan kemudahan menangani masalah-masalah administratif.
Dalam siyasah idariyyah untuk mengukur kualitas pelayanan dapat diambil dari
realitas kepentingan pelayanan itu sendiri. Masyarakat yang memiliki kepentingan
menginginkan kecepatan dan kesempurnaan dalam melaksanakan pekerjaan yang
jelas diperintahkan oleh syara.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fiqih siyasah Maliyah dan Idariyah memiliki peranan penting dalam mengatur
kebijakan politik keuangan negara (Maliyah) serta administrasi negara (idariyah),
siyasah Maliyah adalah salah satu bagian terpenting dalam sistem pemerintahan islam
karena menyangkut tentang anggaran pendapatan dan belanja negara. Istilah yang
digunakan Abu Yusuf tentang sumber keuangan negara yang sebagian besar tetap
terpakai hingga saat ini ialah zakat, khumus alghana’im, fai’, jizyah, ‘usyur al-tijarah,
pajak serta sumber lainnya seperti harta warisan, kaffarat dan dam atau hadyah.
Lalu siyasah idariyah juga tidak kalah pentingnya karena siyasah idariyah
berperan mengatur atau menjalankan sesuatu, seperti dalam QS. Al-Maidah ayat 49
bahwa sifat penting tulis menulis seperti dalam administrasi, registrasi atau tanda bukti.
Hal ini dikarenakan ada kaitannya dengan hak dan kewajiban, administrasi memiliki
kedudukan penting sebagai proses yang dapat mengantisipasi berbagai permasalahan
yang menyangkut tata kelola, proses kelangsungan hidup dan lain-lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

al-Mawardi, I. (1996). Al-Ahkaamus-sulthaaniyyah wal-wilaayaatud-diiniyyah. Jakarta: Al-


Maktab al-Islami, Beirut.
Lulu Nur Bashiroh, S. U. (2020). HUKUM POSITIF NEGARA. Purwokerto: IAIN
Purwokerto.
Oktaviyanti, T. I. (2023). TINJAUAN SIYASAH IDARIYAH TERHADAP PERAN . Lampung:
UIN Raden Intan Lampung.

12

Anda mungkin juga menyukai