Anda di halaman 1dari 12

SYIASAH MALIYAH

Disusun dan diajukan guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Fiqh Syiasah

Dosen Pengampu : Agustina Nurhayati, S,Ag.,MH

Disusun oleh : Kelompok 8 HTN F

1. Muhammad Hendy S 2221020306


2. Trya Yunita 2221020188
3. Jesy Carera Witdianto 2221020083

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

(SIYASAH SYAR’IYYAH)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

1445H/ 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayahnya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Siyasah Maliyah dengan tepat waktu”.

Makalah “Siyasah Maliyah” disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Fikih
Siyasah. Selain itu penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang Fikih Syiasah.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Agustina Nurhayati,


S,Ag.,MH selaku dosen mata kuliah Fikih Siyasah. Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis . Penulis mohon maaf
apabila ada hal yang kurang berkenan dalam penulisan makalah ini .

Bandar Lampung, 9 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. Pengertian.......................................................................................... 3
B. Sumbe-sumber keuangan ................................................................... 3
C. Zakat ................................................................................................. 4
D. Harta Rampasan Perang ..................................................................... 4
E. Jizayah .............................................................................................. 5
F. Pajak ................................................................................................. 5
BAB III PENUTUP....................................................................................... 8
A. Kesimpulan ....................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti di dalam fiqh siyasah dusturiyah dan fiqh siyasah dauliyah, di dalam fiqh
siyasah maliyah pun pengaturannya diorientasikan untuk kemaslahaan rakyat. Oleh karena
itu, di dalam siyasah maliyah ada huubungan diantara tiga factor, yaitu: rakyat, harta, dan
pemerintah atau kekuasaan.

Dikalangan rakyat ada dua kelompok besar dalam suatu atau beberapa Negara yang
harus bekerjasama dan saling membantu antar orang-orang kaya dan orang miskin. Di
dalam siyasah maliyah dibicarakan bagaimana cara-cara kebijakan yang harus diambil
untuk mengharmonisasikan dua kelompok ini, agar kesenjangan antara orang kaya dan
miskin tidak semakin lebar. Produksi, distribusi, dan komsumsi dilandasi oleh aspek-aspek
keimanan dan moral, serta dijabarkan dalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan
kepastian. Adalah benar pernyataan bahwa “hukum tanpa moral dapat jatuh kepada
kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.

Oleh karena itu, di dalam fiqh siyasah orang-orang kaya disentuh hatinya untuk mampu
bersikap selalu sabar (ulet), berusaha, dan berdoa mengharap karunia Allah. Kemudian,
sebagai wujud dari kebijakan, di atur di dalam bentuk, zakat, dan infak, yang hukumnya
wajib atau juga di dalam bentuk-bentuk lain seperti wakaf, sedekah, dan penetapan ulil
amri yang tidak bertentangan dengan nash syari’ah, seperti bea cukai (usyur) dan kharaj.
Isyarat-isyarat Al-Quran dan Al-Hadits Nabi menunjukkan bahwa agama Islam memiliki
kepedulian yang sangat tinggi kepada orang fakir dan miskin dan kaum mustad’afiin
(lemah) pada umumnya, kepedulian inilahyang harus menjiwai kebijakan penguasa (ulil
amri) agar rakyatnya terbebas dari kemiskinan.

Orang-orang kaya yang telah mengeluarkan sebagian kecil dari hartanya yang menjadi
hak para fakir dan miskin harus dilindungi, bahkan didoakan agar hartanya mendapat
keberkahan dari Allah SWT. Sudah tentu bentuk-bentuk perlindungan terhadap orang kaya
yang taat ini akan banyak sekali seperti dilindungi hak miliknya, dan hak-hak
kemanusiannya.

1
Dalam tata negara harus ada pengaturan keluar masuknya keuangan yang ditangani oleh
lembaga-lembaga tertentu. Tentunya hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena tidak
sedikit pejabat yang berada dalam lembaga ini sering terjerat oleh hukum seperti Gayus
Tambunan. Perlu ada pembenahan kembali dalam menata keuangan negara. Karena hal ini
penting maka penulis akan memaparkan sedikit penjelasan yang berkaitan dengan
keuangan negara dalam bidang fiqih siyasah maliyah.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian Siyasah Maliyah
2. Sumber Keuangan Negara
3. Pengeluaran da Belanja Negara

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara etimologi siyasah maliah ialah politik ilmu keuangan, sedangkan secara terminologi
siyasah maliah adalah mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang
sesuai dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak individu dan menyia-
nyiakannya.1Jadi, pendapatan negara dan pengeluarannya harus diatur dengan baik. Karena
keuangan negara termasuk pilar yang sangat berperan penting dalam kemaslahatan
masyarakat. Ketika keuangan diatur sedemikian, maka dampaknya terhadap ekonomi,
kemiliteran, dan hal-hal yang lainnya; yaitu kesejahteraan bagi penduduk negara tersebut.1

B. Sumber-sumber keuangan
Mengenai sumber pendapatan negara untuk membiayai segala aspek aktivitas negara, ada
beberapa perbedaaan pendapat:

a. Menurut Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Siyasatus Syari’ah fi Islahir Ra’i war
Ra’iyah(Pokok-Pokok Pedoman Islam dalam Bernegara) menyebutkan bahwa hanya
ada dua sumber pendapatan negara, yaitu zakat dan harta rampasan perang.
b. Sedangkan pendapat Muhammd Rasyid Ridha, dalam bukunya Al-Wahyu al-
Muhammady(wahyu Ilahi kepada Muhammad), menyatakan bahwa selain zakat dan
harta rampasan perang seperti yang diajukan oleh Ibnu Taimiyah ditambahkannya
jizyah (pemberian) yang didapatkan dari golongan minoritas (non muslim) sebagai
jaminan kepada mereka, baik jaminan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda
mereka maupun jaminan hak-hak asasi mereka.
c. Lain halnya dengan Yusuf Qhardawi, ia menyatakan, selain hal-hal diatas, pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan negara, karena jika hanya ada tiga macam
sumber pendapatan negara, dapat dipastikan pendapatan tersebut tidak mungkin dapat
membiayai semua kegiatan negara, yang makin hari makin luas dan besar.

1
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. 2003, Fikih Ekonomi Umar bin Al- Khathab, Jakarta: khalifa (pustaka al-kautsar
Group).

3
C. Zakat
Harta yang wajib dikeluarkan oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada
yang berhak menerimanya. Sedangkan jenis-jenis harta benda yang dapat dizakati ialah:
a. Harta benda simpanan
b. Peternakan
c. Pertanian
d. Pertambangan
e. Perikanan
f. Perdagangan
g. Profesi
h. Saham dan obligasi

D. Harta rampasan perang

Rampasan perang mempumyai empat komponen:

a. Salab, ialah alat dan perlengkapan perang yang didapatkan dari musuh di medan
pertempuran.
b. Ghanimah, ialah harta yang didapatkan dari musuh dengan jalan perang selain salab,
baik barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak.
c. Al-Fa-i (upeti), ialah harta yang didapatkan dari orang kafir dengan jalan damai.

Problem yang timbul dari harta rampasan perang ini adalah mengenai cara penggunaannya.
Menurut ketentuan hadits, tentara yang melakukan operasional dimedan pertempuran turut
mendapatkan bagian harta rampasan perang tersebut. Ketentuan hadits ini berlaku, karena
tentara (militer) pada zaman Rasulullah SAW. sepenuhnya bersifat sukarelawan
yang segala persenjataanya dan perlengkapannya dipenuhi oleh tiap-tiap tentara yang
bersangkutan, bukan oleh negara. Bahkan jaminan ekonomi untuk keluarga yang ditinggalkan
ditanggung sepenuhnya oleh tentara tersebut. Berebeda dengan kondisi sekarang, semua
pasukan tentara bersifat profesional yang seluruh persenjataan dan perlengkapan perangnya
ditanggung oleh negara. Bahkan untuk penghidupan ekonomi keluarga yang ditinggalkan ke

4
medan perang pun sepenuhnya mendapat jaminan gaji dari negara. Lebih jauh dari itu, apabila
seorang tentara cacat atau mati di medan pertempuran, dia atau keluarganya mendapat jaminan
pensiun dari negara.
Karena itu, dengan perbedaan kondisi antara pasukan tentara Islam pada zaman Rasulullah
SAW. dengan kondisi militer sekarang ini, Sayid Sabiq menyatakan bahwa tentara zaman
sekarang ini tidak berhak mendapatkan harta rampasan perang.

E. Jizyah

Upeti yang dikenakan kepada non Islam sebagai indikasi untuk jaminan terhadap mereka.
Baik itu berupa jaminan yang bersifat keamanan jiwa mereka, harta benda, hak-hak asasi
ataupun yang lainnya.

F. Pajak
Ketentuan-ketentuan Syar’i, baik yang tertuang di dalam Al-Quran maupun Hadits Nabi
SAW. yang mengatur pajak secara langsung memang tidak ada. Hanya atsar para sahabat yang
berbentuk praktek penyelenggaraan negara yang dilakuakan oleh para Khulafaur Rasyidin,
sejak Khalifah Umar bin Khattab. 2Itu pun terbatas pada pajak yang wajib dibayarkan oleh
warga negara nonmuslim yang menggaraptanah-tanahnegara.
Karena itulah, wajar jika timbul perbedaan dikalangan ahli hukum Islam di dalam menentukan
boleh-tidaknya pajak sebagai sumber pendapat negara. Untuk itu, ada pendapat yang
dismpulkan oleh Yusuf Qardhawi. Ia menyatakan, “tidak diragukan lagi bahwa mencari hukum
melalui kaidah-kaidah syariat tidak hanya berakhir pada membolehkan pajak semata-semata,
tapi menetapakan kewajiaban serta memungutnyauntukmerealisasikan
kepentiangan umum dan negara serta guna menolak segala yang membahayakan kepadanya,
apabila sumber-sumber lain yang tidak mencukupinya. Apabila negara Islam modern dibiarkan
tanpa pajak untuk membiayai kegiatannya, dapat dipastikan bahwa dalam waktu singkat akan

al-Qadhi, Abdullah Muhammad Muhammad. 1990. Siyasah As-Syar’iyah baina Al-Nadariyah wa al-Tadbiq. Dar al-
Kutub al-Jam’iyah al-hadits.

5
hilang kemampuannya. Lambat laun negara akan lemah, lebih-lebih bila menghadapi ancaman
militer dari pihakmusuh.
Karena itu, para ulama mengharuskan mengisi sumber pendapatan negara dengan hasil pajak
yang ditetapkan kewajibannya oleh negara untuk memenuhi keperluannya. 55 Ibid.hlm410-
411.
PengeluarandanBelanjaNegara
Tujuan dasar dari pengeluaran keungan negara adalah untuk memberikannya kepada yang
berhak, tidak mencegah dari yang berhak dan bisa mencegah dari yang batil, tujuan-tujuan ini
bisa dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak
Ini merupakan tujuan terpenting dari pengeluaran keuangan Negara. Telah diketahui bahwa
beberapa tempat pengeluaran Negara yang telah ditentukan oleh syari’at, dan menyerahkan
pengeluaran pemasukan lain kepada ijtihad pemerintah. Lebih utama lagi, tidak boleh
mengeluarkarkan keuangan Negara tersebut terhadap hal-hal yang haram.

b. Melindungi sumber-sumber keuangan dari pejabat


Penyalahgunaan jabatan merupakan cara yang paling berbahaya untuk menguasai sumber
keuangan, karena bisa memanfaatkan kekuasaannya, pangkatnya atau kekuatannya untuk
memanfaatkan harta rakyat yang bukan menjadi milik pribadinya.

c. Menyampaikan hak kepada orangnya


Sebagaimana Umar ra.yang selalu mengawasi jalannya pengeluaran agar tidak dikeluarkan
kepada orang yang bukan menjadi haknya, umar juga mengawasi pengeluaran agar orang yang
berhak tidak terhalang untuk mendapatkan haknya. Diantara perkataan beliau yang
menunjukkan perhatiannya terhadap sampainya hak-hak kepada orangnya adalah “tidaklah
pada sebuah bumi umat islam yang bukan budak, kecuali dia mempunyai hak dalam pajak ini,
diberikan atau tidak kepadanya.
Apabila kamu hidup, pastilah seorang pemimpin akan memberikan haknya sebelum wajahnya
memerah, yaitu dalam memintanya”.

d. Ekonomis dalam pengeluaran

6
Sedang-sedang saja dalam berinfak merupakan salah satu sifat umat Islam baik individu
atau golongan. Berlebih-lebihan dalam berinfak pada perangkat pemerintah adalah salah satu
sebab terbesar kebangkrutan kas negara, merusak ekonomi dan memberhentikan jalan roda
pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana sayyidina Umar ra. Sangat menyadari sebab-sebab yang
merusak dari berlebih-lebihan dalam pengeluaran dari baitul mal. Diantaranya adalah berlebih-
lebihan dalam menentukan jumlah gaji para pegawai. Diantara dalilnya, diriwayatkan bahwa
ketika beberapa pegawainya mendesaknya untuk menambah gaji mereka, maka Umar
memberikan kepada mereka setiap hari satu kambing, kemudian dia berkata, “aku tidak
melihat satu desa yang diambil darinya setiapharisatu kambing, kecuali itu mempercepat
kehancurannya”.3

e. Keadilan distribusi
Diantara tujuan dari pengawasan pengeluaran keuangan negara adalah dengan mencegah
apa yang bisa mempengaruhi keadilan distribusi.

f. Mewujudkan ketercukupan
Para pengawasan adalah untuk memastikan bahwa pengeluaran bisa mewujudkan
ketercukupan, sebagaimana Umar ra. Memerintahkan orang yang mempunyai kelapangan
untuk bersedekah dengan memberikan apa yang bisa mencukupi orang-orang faqir, dengan
kata lain,”apabila kalian member, maka buatlah mereka cukup.

3
Djaelani, Abdul Qadir. 1995. Negara Ideal: menurut konsep Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

7
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Siyasah maliah adalah mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang sesuai
dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak induvidu dan menyia-nyiaknnya. Dalam
siyasah maliah ada pemasukan dan pengeluaran keuangan Negara. Pemasukan keuangan Negara
diantaranya adalah:
1. Zakat
2. Harta rampasan perang
3. Jizyah
4. Pajak

Sedangkan pengeluaran keuangan Negara harus tepat sasaran seperti:

1. Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak


2. Melindungi sumber keuangan dari pejabat
3. Menyampaikan hak kepada orangnya
4. Ekonomis dalam pengeluaran
5. Keadilan distribusi
6. Mewujudkan ketercukupan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. 2003, Fikih Ekonomi Umar bin Al- Khathab, Jakarta: khalifa
(pustaka al-kautsar Group).

al-Qadhi, Abdullah Muhammad Muhammad. 1990. Siyasah As-Syar’iyah baina Al-Nadariyah wa


al-Tadbiq. Dar al-Kutub al-Jam’iyah al-hadits.

Djaelani, Abdul Qadir. 1995. Negara Ideal: menurut konsep Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai