Anda di halaman 1dari 21

KONSEP- KONSEP DALAM TEORI TANGGUNGJAWAB NEGARA

Makalah

disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Siyasah Mailyah

Dosen Pengampu Bobang Noorisan Pelita, M.Ag

oleh :

Radja Rasidoniandi Siregar NIM 1213030112

Shania Ananda Putri NIM 1213030125

Siti Sarah NIM 1213030130

Syahna Rahmawati Dewi NIM 1213030134

Zuwinda Herika Putri NIM 1213030145

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Konsep-konsep dalam Teori Tanggungjawab Negara.
Makalah yang penulis buat membahas tentang konsep-konsep yang ada
dalam teori tanggungjawab negara meliputi konsep jaminan sosial (at-tadhamun
al-ijtima‟i), konsep keseimbangan sosial (at-tawazun al-ijtima‟i), dan konsep
intervensi negara (at-tadakhkhul ad-daulah). Makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca untuk memahami hal-hal yang berkenaan dengan Konsep-
konsep dalam Teori Tanggungjawab Negara. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada bapak Bobang Noorisan Pelita, M.Ag. selaku dosen mata kuliah Siyasah
Maliyah karena telah memberikan penulis kesempatan untuk menyusun makalah
ini sehingga dapat menambah wawasan penulis. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membagikan sebagian pengetahuannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca. Besar harapan penulis setelah menulis makalah ini, pembaca akan
mendapatkan ilmu dan wawasan baru mengenai Konsep-konsep dalam Teori
Tanggungjawab Negara. Penulis menyadari tulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran dari pembaca yang membangun
akan penulis nantikan untuk kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 18 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3
A. Konsep Jaminan Sosial (At-Tadhamun Al-Ijtima’i) ....................................3
B. Konsep Keseimbangan Sosial (At-Tawazun Al-Ijtima’i) ............................7
C. Konsep Intervensi Negara (At-Tadakhkhul Ad-Daulah ............................12
BAB III PENUTUP ...............................................................................................17
A. Kesimpulan ................................................................................................17
B. Saran ...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebagai umat muslim tentunya hukum utama yang dipakai dalam
kehidupan sehari-hari adalah hukum yang ditetapkan dalam Al-Quran dan
Hadits. Islam mengatur seluruh kehidupan manusia dari berbagai aspek,
tidak terkecuali hal-hal yang berkaitan dengan perekonomian. Dalam
hukum islam, hal-hal yang mengatur tentang perekonomian disebut
dengan siyasah mailyah. Siyasah maliyah sendiri berfokus kepada tata
pengelolaan keuangan negara, maka dengan ini siyasah maliyah pula
berhubungan dengan sumber daya alam.
Manusia tentunya mengerahkan kemampuan dan keterampilannya
untuk memanfaatkan sumber daya alam atau kekayaan alam yang
melimpah, namun tidak menutup kemungkinan untuk manusia akan
menjadi egois dalam menguasai kekayaan alam yang didukung dengan
kemampuan dan keterampilannya.
Kemudian manusia juga dapat membangun Infrastruktur Prioritas yang
berdampak signifikan terhadap perekonomian baik ditingkat pusat maupun
daerah, sehingga penyediaannya diprioritaskan. Dengan menciptakan
infrastruktur prioritas secara efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu
memiliki peran penting dan strategis dalam mewujudkan akselerasi
pertumbuhan ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa
manusia sendiri yang lebih mengetahui dunianya sendiri, maka demikian
Muhammad Baqir Ash-Shadr mengungkapkan bahwa dalam hal ini negara
diberi ruang kosong untuk dapat mengelola kekayaan alam dengan tujuan
meningkatkan perekonomian negara sehingga masyarakat akan menjadi
sejahtera.
Ash-Shadr mengungkapkan bahwa islam memiliki tiga konsep hukum
yang menjadi tanggungjawab negara, yang harus dipegang oleh sebuah
negara untuk menjamin kebutuh seluruh individu, yaitu konsep jaminan

1
sosial (at-tadhamun al-ijtima‟i), konsep keseimbangan sosial (at-tawazun
al-ijtima‟i), dan konsep intervensi negara (at-tadakhkhul ad-daulah).
Berdasarkan dengan latar belakang tersebut, maka dalam penulisan
makalah ini penulis akan fokus membahas bagaimana konsep-konsep
hukum perekonomian islam yang dikemukakan oleh Ash-Shadr dapat
berkaitan dengan teori tanggungjawab negara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep jaminan sosial (at-tadhamun al-ijtima‟i) dalam
teori tanggungjawab negara ?
2. Bagaimana konsep keseimbangan sosial (at-tawazun al-ijtima‟i)
dalam teori tanggungjawab negara ?
3. Bagaimana konsep intervensi negara (at-tadakhkhul ad-daulah) dalam
teori tanggungjawab negara ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan konsep jaminan sosial (at-tadhamun al-ijtima‟i) dalam
teori tanggungjawab negara.
2. Menjelaskan konsep keseimbangan sosial (at-tawazun al-ijtima‟i)
dalam teori tanggungjawab negara.
3. Menjelaskan konsep intervensi negara (at-tadakhkhul ad-daulah)
dalam teori tanggungjawab negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Jaminan Sosial (At-Tadhamun Al-Ijtima’i) Dalam Teori


TanggungJawab Negara
Konsep Jaminan Sosial (At-Tadhamun Al-Ijtima‟i) adalah konsep yang
mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab bersama untuk menjamin
kebutuhan dasar dan kesejahteraan anggota masyarakat, khususnya yang
lemah dan miskin. Konsep ini didasarkan pada nilai-nilai Islam yang
mengajarkan solidaritas, keadilan, dan kemaslahatan.
Jaminan sosial dalam Islam merupakan salah satu bentuk dari daman
al-ijtima‟i, yaitu jaminan yang diberikan oleh negara atau pemerintah
kepada warga negara atau masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan
dasar (basic needs) seperti sandang, pangan, perumahan, dan rasa
aman1. Jaminan ini bersifat universal, artinya mencakup semua orang
tanpa membedakan status sosial, ekonomi, atau agama2. Sedangkan
menurut Ash-Shadr menyebutkan bahwa konsep jaminan sosial di dalam
islam berlandaskan kepada dua doktrin ekonomi. Yaitu kewajiban timbal
balik masyarakat dan hak masyarakat atas sumber daya publik kedua asas
tersebut memiliki definisi dan prinsip tentang kebutuhan apa saja yang
harus dijamin oleh negara dan juga batasannya3.
Tujuan jaminan sosial dalam Islam antara lain adalah: pertama, untuk
menjamin pemenuhan kebutuhan dasar dan kesejahteraan anggota
masyarakat, khususnya yang lemah dan miskin. Kedua, untuk mengurangi
kesenjangan sosial dan ekonomi antara golongan kaya dan miskin. Ketiga,
untuk meningkatkan solidaritas, kerjasama, dan saling tolong-menolong
antara sesama muslim maupun antara muslim dan non-muslim. Keempat,
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya.
a) Kewajiban timbal balik masyarakat

1
. Syufa'at Syufa'at, Fikih Jaminan Sosial dalam Perspektif Ibn Hazm (994-1064 M), hal. 1-2.
2
. Dedu May, Social Security (Al-Takaful Al-Ijtima‟i) in Islamic Perspective, hal. 1-3.
3
. Dzajuli Ahmad, 2013, Fiqih Siyasah, Jakarta: Kencana, Hal 43.

3
Kewajiban timbal balik masyarakat adalah salah satu prinsip
dasar dari jaminan sosial dalam Islam. Prinsip ini berarti bahwa
setiap anggota masyarakat harus saling membantu dan
menanggung beban orang lain yang membutuhkan, terutama yang
lemah dan miskin4.
Timbal balik masyarakat diwajibkan oleh Islam sebagai
kewajiban kolektif dalam bentuk pemberian bantuan dari sebagian
orang kepada sebagian yang lain. Timbal balik merupakan
kewajiban seorang muslim yang sesuai dengan batas kedudukan
dan kemampuannya.
Dalam melaksanakan kewajiban timbal balik masyarakat,
menurut Ash-Shadr, tanggung jawab negara memastikan bahwa
para warganya mematuhi apa yang digariskan oleh undang-undang.
Hal ini menggambarkan kapasitas negara sebagai otoritas berkuasa
yang mengemban tanggung jawab untuk mengaplikasikan hukum
dan memiliki kekuasaan untuk memerintahkan berbagai kewajiban
dan melarang berbagai pelanggaran oleh masyarakat5.
Perlu digaris bawahi bahwasannya negara memaksa setiap
individu yang berada di bawah kekuasaannya untuk menunaikan
kewajiban konstitusinya sebagaimana negara memiliki hak paksa
(Jawa ikraah) kepada masyarakat untuk berjihad (wajib militer).
Maka dari hak paksa tersebut lah negara bisa memberikan jaminan
sosial kepada mereka yang tidak memiliki kemampuan dan
kecakapan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya6.
b) Hak Masyarakat atas Sumber Daya Alam
Hak masyarakat atas sumber-sumber kekayaan (Haqq al jami‟ah
fi mashadir ats-tsarwah) merupakan asas yang dikonsepkan oleh
Ash-Shadr untuk negara supaya memberikan jaminan sosial. Asas
kedua ini masih sama dengan asas kewajiban timbal balik
masyarakat. Dalam asas hak masyarakat atas sumber daya alam,

4
. Stebis Choiriyah, 2016, Pemikiran Ekonomi Muhamad Baqir Ash-Sadr, Islamic Banking, Hal. 9
5
. Dzajuli Ahmad, 2013, Fiqih Siyasah, Jakarta: Kencana, Hal 44-45.
6
. Ash-Shadr, Istishaduna., Hal 698.

4
negara secara langsung bertanggung jawab atas penghidupan
masyarakat yang membutuhkan dan tidak memiliki kemampuan
untuk menggunakan sumber-sumber kekayaan secara sempurna7.
Kewajiban langsung ini tidak hanya mewajibkan negara untuk
memberikan jaminan sosial dalam batas-batas kebutuhan pokok
saja, tetapi mewajibkan negara untuk menjamin kehidupan
individu agar sesuai dengan standar hidup layaknya masyarakat
umum. Dalam hal ini, jaminan yang diberikan berupa jaminan
pemeliharaan (dhaman i'alah), artinya pemberian bantuan dan
sarana kehidupan agar dapat hidup sesuai dengan standar layak
kehidupan masyarakat.
Berdasarkan asas hak masyarakat atas sumber-sumber kekayaan,
negara wajib memenuhi kebutuhan pokok individu, seperti makan,
tempat tinggal, dan pakaian, yang pemenuhannya baik kualitas
maupun kuantitasnya harus disesuaikan dengan standar
masyarakat. Selain itu, negara berkewajiban memenuhi seluruh
kebutuhan individu di luar kebutuhan pokoknya, artinya segala
kebutuhan yang pemenuhannya membuat kehidupan mereka
berada dalam standar layak masyarakat secara umum8.
Ash-Shadr mengangkat beberapa dalil yang berkenaan dengan
jaminan sosial berbasis hak masyarakat atas sumber-sumber
kekayaan. Di antara dalil yang digunakannya adalah hadis yang
diriwayatkan oleh sahabat Ja'far Ash-Shadiq yang menyatakan
bahwa dalam setiap khotbahnya, Rasulullah berkata, "Barang siapa
wafat dalam keadaan meninggalkan kerugian maka akulah
penanggungnya. Barang siapa meninggalkan utang maka aku
penanggung jawabnya. Juga, barang siapa meninggalkan utang
karena untuk memenuhi kebutuhan makannya, akulah yang
menjaminnya". Dalil lain yang diangkat oleh Ash-Shadr adalah

7
. Dr. Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal 46.
8
. Ibid.

5
sebuah surat Imam Ali bin Abi Thalib yang dikirimkan kepada
Gubernur Mesir
"Demi Allah. Uruslah kebutuhan orang-orang miskin,
menderita, dan cacat, yang tidak mampu memelihara diri mereka
sendiri. Keluarkan bagian dari kas pemerintah (baitul mal) dan
bagian dari hasil panen di setiap kota. Anda harus memerhatikan
secara serius hak-hak mereka. Jangan menelantarkan mereka
karena kalian besar kepala (sombong) kepada mereka. Jangan
berdalih dengan kesibukan hingga tidak memerhatikan mereka.
Jangan menganggap sepele mereka. Angkatlah petugas tepercaya,
saleh, dan rendah hati, yang mengurusi mereka. Pintalah
pertanggungjawaban setiap petugas yang Anda angkat untuk
mengurus mereka. Pintalah laporan masalah-masalah yang
dihadapi mereka. Mereka yang tidak berdaya itu lebih
membutuhkan keadilan daripada yang lainnya."
Dalil di atas, menurut Ash-Shadr, merupakan garisan yang
sangat jelas mengenai jaminan sosial berbasis hak masyarakat atas
sumber-sumber kekayaan. Dalil tersebut mewajibkan kepada
negara agar memelihara setiap individu yang membutuhkan
jaminan kehidupan dengan cara menyediakan berbagai kebutuhan
mereka, baik pangan, sandang, atau papan, yang memenuhi standar
kelayakan. Selain mendasarkan pada dalil yang bercorak
operasional, Ash-Shadr pun mendasarkan teorinya pada salah satu
firman Allah dalam Al-Quran
‫ض َج ِميعًا َخلَقَ ه َُو الَّذِي‬
ِ ‫لَ ُكم َّما فِى اْلَر‬

Menurut penafsiran Ash-Shadr, ayat di atas menjelaskan bahwa


setiap individu dalam masyarakat memiliki hak atas manfaat
sumber-sumber kekayaan alam dan berhak mendapatkan
kehidupan yang layak. Dengan demikian, siapa saja yang mampu
bekerja di sektor publik atau privat apa pun, negara harus
memberinya kesempatan terbuka kepada mereka. Sementara itu,
barang siapa yang tidak mampu bekerja di sektor publik atau privat

6
apapun karena alasan-alasan tertentu yang legal, negara ber-
kewajiban memberikan bantuan kehidupan yang layak dengan
menyediakan sarana bagi mereka agar dapat mempertahankan
kehidupannya dalam standar kelayakan secara umum9. Cara yang
het direkomendasikan oleh doktrin ekonomi Islam agar negara
mampu memberikan jaminan sosial bagi seluruh anggota
masyarakat adalah menciptakan sektor-sektor ekonomi publik (al-
qithâ'ât al-'âmmah). Pembangunan sektor-sektor publik ini
dibiayai oleh dana yang diambil dari sumber-sumber kekayaan
publik dan kekayaan negara, serta ditujukan untuk meningkatkan
pendapatan negara. Doktrin ekonomi Islam tidak
merekomendasikan pembangunan sektor-sektor privat -termasuk
publik-yang tidak ada kaitannya dengan peningkatan pendapatan
negara. dan tidak untuk merealisasikan jaminan sosial sehingga
rakyat mendapatkan manfaat dari penciptaan sektor-sektor
ekonomi itu.

Sejumlah ahli hukum Islam, seperti Syekh Al-Hurr Al-'Amuli


menyebutkan bahwa jaminan sosial tidak bersifat eksklusif atau
hanya diperuntukkan bagi orang-orang beragama Islam, tetapi juga
untuk non muslim yang berada dalam kekuasaan negara. Islam.
Non-muslim yang sudah tidak berdaya dan tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya harus ditanggung oleh negara dari
kas baitul mal. Al-'Amuli bereferensi pada tindakan Imam Ali bin
Abi Thalib yang memerintahkan pada para pegawainya untuk
memberikan santunan sosial kepada orang Kristen yang mengemis
di pinggir jalan.

B. Konsep Keseimbangan Sosial (At-Tawazun Al-Ijtima’i) Dalam Teori


TanggungJawab Negara
Menurut Ash-Shadr Keseimbangan sosial (At-Tawazun Al-Ijtima'i)
adalah keseimbangan standar hidup di antara para individu dalam

9
. Ibid.

7
masyarakat bukan keseimbangan pendapat Artinya, kekayaan harus
berputar di antara para individu sehingga masing-masing orang mampu
hidup dalam standar kelayakan normal secara umum, walaupun terdapat
perbedaan tingkatan (stratifikasi) yang beragam namun tidak mencolok10.
Dasar rujukan yang dijadikan bahan pertimbangan keseimbangan
sosial dalam hukum islam berangkat dari dua fakta, yaitu fakta kosmik (al-
haqiqah al-kauniyyah) dan fakta doktrinal (al-haqiqah al-madzhabiyah).
Menurut Ash-Shadr, fakta kosmik (al-haqiqah al-kauniyyah) adalah
perbedaan faktual yang terjadi di antara para individu manusia terkait
dengan karakter dan kecakapan baik mental, intelektual, maupun fisik
Faktanya, terjadi perbedaan tingkat kesabaran keuletan, tekad, dan harapan
di antara manusia.
Selain itu, terjadi pula perbedaan dalam hal ketajaman otak, kecepatan
intuisi (al-badihah) dan kemampuan berinovasi. Manusia pun berbeda
dalam kekuatan otot, sendi, tulang, dan hal-hal lain yang terkait dengan
kepribadian manusia11. Perbedaan-perbedaan di atas menurut Ash-Shadr
Bukan akibat dari kejadian- kejadian aksidental dalam sejarah manusia
seperti diduga oleh para penganut mazhab faktor ekonomi (hawah al-amil
al-iqtishadi) yang menyatakan bahwa faktor ekonomi menyebabkan
terjadinya setiap fenomena sejarah manusia melainkan merupakan fakta
absolut (haqiqah muthlaqah) yang terjadi di luar kerangka sosial.
Analisis Ash-Shadr ini merupakan pandangan korektif terhadap
mazhab materialisme sejarah yang mendasarkan setiap fenomena pada
kondisi sosial dan faktor ekonomi. Ia menegaskan bahwa mendasarkan
berbagai perbedaan di atas pada faktor ekonomi dan kondisi sosial adalah
kesalahan nyata sebab jika seluruh kondisi perbedaan masyarakat
dijelaskan berdasarkan basis faktor ekonomi dan sosial, tidak ditemukan
penjelasan yang memadai terhadap perbedaan tersebut.
Sebagai contoh, benarkah bahwa dalam masyarakat feodal perbudakan
merupakan turunan dari faktor ekonomi, seperti diyakini oleh mereka?

10
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 49.
11
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 50.

8
Pertanyaan lain yang muncul, mengapa seorang individu mengambil peran
budak, sementara individu yang lain mengambil peran tua? Mengapa
seseorang begitu cerdas dan mampu menciptakan hal-hal barusementara
yang lainnya tidak demikian?12
Pertanyaan-pertanyaan diatas hanya bisa dijawab jika kita, kata Ash-
Shadr Menerima bahwa para individu memiliki perbedaan bakat dan
potensi sebelum munculnya perbedaan sosial di antara mereka.
Berdasarkan perbedaan tersebut kita bisa menjelaskan perbedaan-
perbedaan di antara para individu dalam tatanan kelas dan mengapa setiap
individu memperoleh peran masing-masing. Salah bila kita mengatakan
bahwa si ahmad cerdas karena ia memperoleh peran tuan dalam tatanan
kelas, sementara si budi bodoh karena ia mendapatkan peran budak.
Perbedaan-perbedaan bakat dan potensi lah yang membuat si ahmad
memperoleh peran tuan dan si budi memperoleh peran budak Perbedaan-
perbedaan inilah yang memungkinkan si ahmad membuat si budi
menerima peran yang dibutuhkan. Dengan demikian tepat untuk
dikatakan bahwa penyebab perbedaan peran adalah faktor-faktor
psikologis alami (al-'awamil ath-thabi'iyyah as-sikulujiyyah) yang ada
pada setiap individu. Dengan demikian, perbedaan di antara para individu
adalah fakta absolut, bukan merupakan produk dari kerangka sosial.
Sebagai fakta absolut, perbedaan tersebut tidak mungkin dihilangkan dan
dihapuskan dengan sebuah hukuman atau proses perubahan sifat hubungan
sosial.
Sementara itu, pengertian fakta doktrinal menurut Ash-Shadr adalah
hukum distribusi yang menyatakan bahwa kerja merupakan basis dari
kepemilikan pribadi berikut hak yang melekat padanya Fakta doktrinal,
sebagaimana juga fakta kosmik, merupakan landasan langkah hukum
islam dalam merumuskan keseimbangan sosial Pengakuan terhadap
perbedaan kekayaan adalah konsekuensi logis dari keyakinan agama islam
terhadap dua fakta tersebut Dua fakta inilah akan terlihat bagaimana

12
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 50.

9
hukum islam merumuskan keseimbangan sosial dalam memperhatikan
hak-hak masyarakat terhadap sumber daya alam13.
Menurut Ash-Shadr, pengakuan terhadap kekayaan adalah konsekuensi
logis keyakinan islam terhadap fakta kosmik dan fakta doktrinal.
Pengandaian berikut dapat memperjelas keyakinan islam tersebut
Andaikan ada sekelompok orang yang menetap di suatu wilayah kosong
Mereka mengembangkan tanah secara ekonomis dan di sana terbentuk
sebuah masyarakat yang menjalin hubungan satu sama lain atas dasar kerja
sebagai sumber kepemilikan dan atas dasar tidak boleh ada eksploitasi
secara sepihak.
Setelah sekian lama dipastikan, di sana akan ditemukan perbedaan
dalam hal kekayaan, sesuai dengan potensi kecerdasan, fisik, dan spiritual
Untuk hal seperti ini, islam mengakui perbedaan tersebut sebagai
kenyataan dari dua fakta di atas, yaitu fakta kosmik dan fakta doktrinal
Pada saat yang sama islam percaya bahwa perbedaan seperti itu tidak akan
menimbulkan konflik dengan keseimbangan sosial Atas dasar inilah, islam
menggariskan bahwa keseimbangan sosial harus dipahami dengan
pengakuan terhadap dua fakta di atas14.
Berdasarkan dua fakta yang telah disebutkan, Ash-Shadr
menyimpulkan bahwa keseimbangan sosial adalah keseimbangan standar
hidup di antara para individu dalam masyarakat, bukan keseimbangan
pendapatan. Artinya Kekayaan alam harus terjamin dan berputar di antara
para individu hingga setiap anggota masyarakat mampu menikmati
kehidupan dalam standar hidup yang layak, meskipun terjadi perbedaan
derajat sarana-sarana kehidupan yang digunakan oleh masing-masing
individu. Islam menjadikan keseimbangan sosial, yakni keseimbangan
standar hidup, sebagai sasaran dan tujuan yang harus diperjuangkan oleh
negara dengan sebaik-baiknya dalam batas kemampuannya.
Negara harus berjuang mencapai dan mengimplementasikan
keseimbangan sosial ini dengan berbagai cara dan kebijakan dalam batas-

13
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 51.
14
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 52.

10
batas kewenangannya untuk mewujudkan sasaran dan tujuan
keseimbangan sosial hukum islam menekankan pada standar hidup yang
lebih tinggi dengan larangan terhadap perilaku berlebihan dan
menekankan agar individu- individu yang berada di bawah garis standar
meningkatkan standar hidup. Dengan cara ini, standar hidup yang saat ini
tidak merata bisa didekatkan hingga akhirnya tercipta satu standar hidup.
Standar hidup ini sudah mengandung derajat perbedaan tertentu, namun
tidak akan terdapat standar hidup yang mencolok berbeda, seperti dalam
masyarakat kapitalis15.
Selain memformulasikan prinsip keseimbangan sosial yang harus
dijalankan oleh negara, kata Ash-Shadr, hukum islam melengkapinya
dengan wewenang yang dibutuhkan dalam mengaplikasikan prinsip
keseimbangan tersebut. Ash- Shadr menyebutkan tiga bentuk wewenang
yang diberikan oleh hukum islam kepada negara, yaitu16:
a) Memberlakukan pajak-pajak permanen yang berkesinambungan
dan memanfaatkannya untuk memelihara keseimbangan sosial.
b) Menciptakan sektor-sektor publik dengan dana-dana yang dimiliki
negara dengan menjadikannya sebagai sarana untuk menambah
pendapatan negara.
c) Membuat aturan-aturan hukum untuk meregulasi berbagai aktivitas
ekonomi masyarakat
Dalam sistem hukum islam, pajak-pajak permanen dan
berkesinambungan adalah zakat dan dalam tradisi hukum syiah khums.
Dua sistem fiskal ini merupakan kewajiban masyarakat yang
penggunaannya bukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok,
melainkan untuk menanggulangi masalah sosial dan meningkatkan standar
hidup masyarakat yang berada dalam garis kemiskinan ke standar hidup
yang layak. Zakat dan khums dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
primer dan sekunder individu, seperti makan, minum, pakaian, menikah,
dan lain-lain.

15
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 52.
16
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 53.

11
Pemberlakuan zakat dan khums sebagai kewajiban fiskal adalah
rangka menciptakan kemakmuran dan keseimbangan sosial di masyarakat
dalam standar kelayakan. Sementara itu penciptaan sektor-sektor publik
(al-qitha'at al-„ammah) merupakan kelanjutan penciptaan sosial setelah
perlakuan pajak- pajak permanen agar produktif dan berkembang. Adapun
pembuatan aturan- aturan hukum untuk meregulasi berbagai aktivitas
ekonomi masyarakat dan sebagai penopang terhadap keseimbangan sosial.
Contohnya islam merekomendasikan agar negara membuat aturan
larangan penimbunan harta, pemberlakuan bunga dalam aktivitas fiskal,
mengelola lahan-lahan kritis yang tidak produktif, aturan penyaluran
sumber daya alam, dan lain-lain Terkait dengan larangan hukum islam
terhadap penimbunan harta dan pemberlakuan bunga dapat mematikan
peran-peran bank kapitalis yang menciptakan kesenjangan sosial dan
memupus keseimbangan sosial17.

C. Konsep Intervensi Negara (At-Tadakhkhul Ad-Daulah) Dalam Teori


TanggungJawab Negara
Tadakhkhul ad-daulah (intervensi negara), Istilah ini dibangun oleh-
Muhammad Baqir Ash-Shadr yang menurut beliau Negara mengintervensi
kegiatan ekonomi memiliki tujuan agar menjamin adaptasi hukum Islam
yang tentang aktivitas ekonomi pada masyarakat secara menyeluruh.
negara dipandang berpartisipasi dan ekonomi Islam menyesuaikan dalil-
dalil yang ada pada nash. (Purwana, 2014).
Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang
berlandaskan pada ajaran serta nilai-nilai Islam, bersumber dari al-Quran,
as-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Sistem ekonomi Islam memiliki perbedaan
dengan sistem ekonomi kapitalis atau sosialis, sistem ekonomi Islam
mempunyai sifat baik dari sistem ekonomi sosialis maupun kapitalis, tetapi
terlepas dari sifat buruknya.
Menurut Ash-Shadr intervensi negara (tadakhkhul ad-daulah)
maksudnya adalah negara mengintervensi aktivitas ekonomi untuk

17
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 54.

12
menjamin adaptasi hukum Islam yang terkait dengan aktivitas ekonomi
masyarakat.Ash-Shadr mengaitkan intervensi negara dengan gagasan
konsep ruang kosong (manthiqah firagh) yang ditinggalkan oleh Islam.
Ruang kosong adalah prinsip hukum Islam bukan merupakan sistem statis
yang terwariskan dari masa ke masa,melainkan merupakan sistem dinamis
yang selaras di segala zaman. Negara Memiliki kewenangan sekaligus
kewajiban untuk mengisi ruang kosong tersebut dengan aturan-aturan
dinamis yang mengadaptasi perubahan zaman.
Peran utama negara adalah dalam mengupayakan restrukturisasi hak-
hak properti pribadi serta dalam menjamin standar hidup minimum seluruh
individu dalam masyarakat. Sistem kebijakan merupakan produk subyektif
manusia yang terwujud dengan pilihan-pilihan sadar oleh para pelaku
kebijakan. Sistem kebijakan adalah realitas obyektif yang dimanifestasikan
terhadap tindakan-tindakan yang teramati sekaligus konsekuensinya. Para
pelaku kebijakan yakni produk dari sistem kebijakan. Dalam ekonomi
Islam tiga komponen itu baik pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan atau
kebijakan publik itu sendiri wajib berpedoman kepada syariah.(Hamzah,
2017).
Menurut Ash-Shadr intervensi negara (at-tadakhkhul ad-daulah)
adalah negara mengintervensi aktivitas ekonomi untuk menjamin adaptasi
hukum islam yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi dalam masyarakat.
Contohnya, negara melarang jual-beli air milik publik, transaksi bisnis
dengan bunga, atau penyerobotan lahan mati bukan untuk kegiatan
produktif18.
Dalam sistem ekonomi islam, ada yang dinamakan asas fundamental
yaitu kewenangan negara untuk mengintervensi aktivitas ekonomi, seperti
hal penambangan bahan-bahan mineral dari alam baik oleh individu
maupun kelompok. Intervensi yang dilakukan dalam hal ini tidak hanya
sebatas mengadaptasi hukum islam yang sudah ada dalam dalil, namun
mengisi kekosongan hukum yang terjadi dalam hukum islam.

18
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 54.

13
Kekosongan hukum pula hendaknya disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang dinamis, baik pada tataran praktis maupun tataran teoretis
sehingga dapat menjamin tercapinya tujuan-tujuan umum sistem aktivitas
ekonomi islam19. Ash-Shadr mengagas konsep mengenai ruang kososng
(manthiqah firagh) yang dikaitkan oleh intervensi negara. Menurutnya,
ruang kosong merupakan prinsip hukum islam, bukan merupakan sistem
statis yang terwariskan dari masa ke masa. Ruang kosong adalah sistem
dinamis yang sesuai di segala zaman, yang mana negara memiliki
kewenangan sekaligus kewajiban untuk mengisi ruang kosong tersebut
dengan aturan-aturan dinamis yang di adaptasi dari perubahan zaman.
Hukum islam membedakan dua jenis hubungan, yaitu hubungan
manusia dengan kekayaan alam dan hubungan antarsesama manusia.
Dalam aktivitas ekonomi, terdapat hubungan manusia dengan kekayaan
alam, yaitu cara manusia mengeksploitasi dan mengendalikannya, dan
hubungan antarsesama manusia yang tergambar dalam pembagian hak dan
kewajiban. Hubungan manusia dengan kekayaan alam berkaitan dengan
pengalaman dan pengetahuannya, hubungan antarsesama yang
menyangkut hak dan kewajiban yang bergantung pada keberadaan
individu masyarakat.
Hubungan manusia dengan kekayaan alam berubah seiring dengan
berjalannya waktu, dipengaruhi oleh beragam masalah yang timbul dan
berbagai temuan alat-alat eksploitasi. Semakin sering perubahan yang
terjadi maka semakin sering pula peningkatan kendali dan pengetahuan
manusia terhadap alam. Sementara, hubungan manusia anatarsesama
manusia bersifat tetap dan statis, yaitu seseorang memegang kendali atas
sumber-sumber kekayaan alam, yang akan selalu mempunyai masalah
keadilan distribusi kepada individu lain. Maka, hukum islam memandang
bahwa aturan-aturan yang mengatur hubungan antarsesama manusia harus
bersifat permanen dan berkesinambungan20.

19
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 54.
20
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 55-
56.

14
Dalam batas-batas tertentu, syariat islam memberikan ruang kosong
kepada negara untuk melakukan intervensi secara langsung dalam
mengatur hubungan manusia dengan manusia. Hal tersebut, dikarenakan
apabila kendali atas kekayaan alam semakin besar dilakukan oleh
segelintir individu, semakin meningkat pula potensi untuk
memabahayakan banyak orang serta mengancam keadilan dan
keseimbangan sosial.
Misalnya, hukum islam memegang sebuah prinsip bahwa orang yang
menghidupkan tanah mati hingga menjadi lahan produktif lebih berhak
dibanding orang yang tidak melakukannya. Awalnya prinsip yang
dipegang dianggap adil oelh hukum islam, namun ketika penguasaan
manusia atas alam semakin meningkat, prinsip hukum ini bisa dijadikan
untuk melakukan ekspansi tak terkendali.
Seiring berkembangnya kemampuan manusia dan kuasanya atas alam,
mucul pula teknologi modern yang dapat digunakan untuk mengendalikan
beberapa individu. Keadaan ini dapat menaggangu dan meruntuhkan
fondasi keadilan sosial dan merusak kemaslahatan umum.
Dalam prinsip hukum, menghidupkan tanah mati terdapat ruang
kosong yang ditinggalkan oleh islam dan negara diberi wewenang untuk
mengisinya dengan aturan yang sesuai dengan situasi dan kondisi actual.
Negara harus mengeluarkan izin untuk menggarap tanah dalam batas-batas
tertentu yang sesuai dengan prinsip dasar keadilan dan keseimbangan
sosial.
Secara umum, hukum islam menyediakan ruang kosong yang relatif
luas dalam hukum ekonomi agar hukum tersebut selalu selaras dengan
dinamika zaman dan mencerminkan sebagai hukum yang dinamis dalam
mengatur hubungan manusia dengan kekayaan alam. Sebuah hadits
Rasulullah SAW yang berkaitan dengan konsep ini adalah : “Antum
a‟lamu bi umuridunyakum” yang berarti “Kalian lebih tahu urusan dunia
kalian”21.

21
. Dr.Ija Suntana, 2010, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, Bandung: Pustaka Setia. Hal. 57.

15
Hadits tersebut menyedikan ruang kosong untuk mengatur hubungan
manusia dengan kekayaan alam. Ruang kosong yang ditinggalkannya
bukan merupakan cacat atau kekurangan, melainkan kekomprehensifannya
dan kemampuannya dalam mengikuti perubahan zaman.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka yang dapat disimpulkan dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam konsep jaminan sosial (At-Tadhamun Al-Ijtima‟i)
mengutamakan kewajiban dan tanggung jawab bersama dengan tujuan
untuk menjamin kebutuhan dan kesejahteraan anggota masyarakat,
mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, meningkatkan
solidaritas, kerjasama, dan saling tolong-menolong antara sesama
muslim maupun antara muslim dan non-muslim, dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
2. Dalam konsep keseimbangan sosial (At-Tawazun Al-Ijtima‟i) kekayaan
harus berputar di antara para individu sehingga masing-masing orang
mampu hidup dalam standar kelayakan normal secara umum,
walaupun terdapat perbedaan tingkatan (stratifikasi) yang beragam
namun tidak mencolok.
3. Dalam konsep Intervensi Negara (At-Tadakhkhul Ad-Daulah)
sebagaimana hukum islam yang berlaku, bahwasanya islam
memberikan ruang kosong untuk manusia dalam mengintervensikan
kekayaan alam untuk dikekola dengan baik agar dapat meningkatkan
aktivitas ekonomi negara. Dengan demikian hukum ekonomi islam
selalu selaras dengan dinamika zaman dan mencerminkan sebagai
hukum yang dinamis dalam mengatur hubungan manusia dengan
kekayaan alam.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh penulis dalam kepenulisan
makalah ini adalah, perlunya perbanyak sumber-sumber valid yang
membahas hal-hal yang berkaitan dengan siyasah maliyah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dedu May. Social Security (Al-Takaful Al-Ijtima‟i) in Islamic Perspective.


Dzajuli, H. A. (2013). Fiqih Siyasah, Jakarta: Kencana.
Iqbal, M . (2016). Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta: Kencana.
Stebis, C. (2016). Pemikiran Ekonomi Muhamad Baqir Ash-Sadr, Islamic
Banking.
Suntana, I. (2010). Politik Ekonomi Islam (Siyasah Maliyah) : Teori-teori
Pengelolaan Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan Islam,dan Undang-
undang Sumber Daya Air di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai