Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONSEP ISLAM TENTANG NEGARA


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Dr. Esmi Tsalsa Sofiawati, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Kelompok 9

Dini Ziada turrahmah ( 60403070122013 )


Firgi Putra Hermawan ( 60403070122015 )
Merdiana Nursyamsiah ( 60403070122024 )

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


BINA MUTIARA SUKABUMI
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUKARAJA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-nyalah, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik
dengan judul “Konsep Islam Tentang Negara”. Yang dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta para
umatnya yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada orang-
orang terdekat yang telah membantu dengan memberikan dukungan,
motivasi dan doa kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih memiliki
banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca yang dapat membangun
motivasi penulis untuk menyusun makalah yang lebih baik lagi
kedepannya. Semoga Allah memberikan balasan atas kebaikan dan
bantuan dari semua pihak yang telah mendukung dan memberikan do’a.
Diharapkannya makalah ini dapat  bermanfaat bagi penulis dan
khususnya pembaca umum.

Demikian, Terima kasih.

Sukabumi, September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Masalah.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Negara Tentang Islam...................................................................................3

1. Pengertian Negara.....................................................................................3

2. Unsur- Unsur Pembentukan Negara..........................................................4

3. Unsur-unsur negara...................................................................................5

4. Macam-Macam Bentuk Negara.................................................................7

B. Konsep Islam Tentang Negara......................................................................9

C. Sistem Ekonomi Islam................................................................................15

D. Teori Perilaku Masyarakat..........................................................................16

E. Faktor faktor yang mnempengaruhi prilaku masyarakat............................17

F. Hubungan Islam dan Negara Menurut Ahmad Syafii.................................19

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................24

A. KESIMPULAN...........................................................................................24

B. SARAN.......................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara merupakan organisasi kekuasaan yang berdaulat dengan tata


pemerintahanyang melakasanakan tata tertib atas orang orang di daerah tertentu.
Negara jugamerupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang
berlaku bagisemua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen.
Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam
terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar
“selamat” (Salama). Dari pengertian Islam secara bahasa ini, dapat disimpulkan
Islam adalah agama yang membawa keselamatan hidup di dunia dan di akhirat
(alam kehidupansetelah kematian). Konsep Negara dalam islam berarti Negara
yang didalam peraturan dan tatatertibnya menyesuaikan dengan agama islam agar
Negara dan masyarakatnya dapatselamat hidup di dunia dan akhirat.
Islam merupakan kajian yang cukup rumit akan tetapi tetap menarik dan
emnantang untuk dikaji. Kajian tentang hubungan islam ini merupakan suatu kajian
yang tidak aka nada habis-habisnya sebagaimana yang diumpamakan oleh
nurcholis madjid bahwa hubungan islam dan politik merupakan sebuah kekayaan
sumber bahasan sebagai buah lima belas abad sejarah akumulasi pengalaman dunia
islam dalam membangun kebudayaan dan peradaban.
Jadi, hubungan islam dalam politik merupakan suatu kenaifan jika kita
menganggap bahwa selama kurun waktu yang panjang tersebut segala sesuatu tetap
stationer dan berhenti.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep Negara dalam Islam ?


2. Bagaimana sistem perekonomian dalam Negara islam ?
3. Bagaimana pola prilaku masyarakat Negara islam ?
4. Bagaimana hubungan islam dan Negara ?

1
C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Negara dalam Islam.


2. Untuk mengetahui Bagaimana sistem perekonomian dalam Negara islam.
3. Untuk mengetahui Bagaimana pola prilaku masyarakat Negara islam.
4. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan islam dan Negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Negara Tentang Islam

1. Pengertian Negara

Negara merupakan konsep yang paling penting dalam ilmu politik. Negara
selalu menjadi wilayah kajian karena di sana terdapat pergulatan politik dan
kekuasaan yang paling mudah untuk dilihat dan dikenali. Negara merupakan
integrasi dari kekuasaan politik.
Negara adalah suatu badan atau organisasi tertinggi yang mempunyai
wewenang untuk mengatur hal-hal yang berkaitan untuk kepentingan orang
banyak serta mempunyai kewajiban-kewajiban untuk melindungi,
menyejahterakan masyarakat yang dinaunginya.
Negara menetapkan batasan kekuasaan yang dapat digunakan dalam
kehidupan bersama baik yang dilakukan oleh individu maupun golongan
asosiasi,negara itu sendiri. Negara dapat menyatukan dan membimbing kegiatan-
kegiatan social dari penduduknya kearah tujuan bersama. Dalam hal ini, dapat
dikatakan bahwa sebuah negara mempunyai dua tugas :
1. mengendalikan dan mengatur gejala kekuasaan yang bertentangan dengan a-
sosial, agar tidak menjadi antagonis mereka yang membahayakan.
2. mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-
golongan kearah tercapainya tujuan dari masyarakat.

Miriam Budiardjo mendefinisikan negara sebagai suatu organisasi yang


dalam suatu wilayah yang dapat memaksakan kekuasaanya secara sah terhadap
semua golongan dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan
bersama itu.
Menurut Harold J. Laski, tujuan negara adalah menciptakan keadaan yang
rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.
Adapun fungsi dari negara yaitu sebagai:

3
a. melaksanakan penertiban (law and order). Untuk mencapai tujuan dengan
tindakan stabilisator.
b. mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
c. pertahanan, untuk menjaga serangan dari luar
d. menegakkan keadilan.

Oleh karna itu, Keseluruhan fungsi negara di atas diselenggarakan oleh


pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Akan tetapi ada
yang berpandangan lain mengenai tujuan negara tersebut. Teori marxis
menganggap bahwa suatu negara bukanlah alat untuk mencapai tujuan bersama,
akan tetapi tujuan kelas yang berkuasa. Kelas berkuasa di zaman perbudakan
adalah tuan (pemilik budak), di zaman feodal yang sistemnya monarki atau
kerajaan kelas yang berkuasa adalah kelas tuan tanah atau penguasa tanah,
sedangkan dalam masyarakat kapitalis yang berkuasa adalah kapitalis atau pemilik
modal. Negara dalam era saat ini merupaka alat kapitalisme untuk
memperjuangkan kepentingan mereka yang menjadi pemilik modal, mereka
mencari keuntungan yang sebesarbesarnya dan menindas kaum buruh dan kelas
pekerja.
Kaum Marxis berpendapat bahwa tujuan negara adalah melanggengkan
ketimpangan kelas, dan itu terjadi karena negara (kelas berkuasa) memiliki alat-
alat pemaksa dan menguasai aparatur-aparatur hukum, sosial dan politik.
Di awal terbentuknya revolusi, para dictator pemimpin buruh atau
kekuasaan yang mendominasi (dictator proletariat) diharapkan bisa merubah
tatanan menjadi demokrasi penuh ketika kelas-kelas menghilang. Kediktatoran
akan diganti dengan demokrasi dan kontradiksi ekonomi yang dihancurkan akan
membuat kontradiksi politik diasumsikan hilang dan negara dianggap akan
lenyap.

2. Unsur- Unsur Pembentukan Negara

Unsur terbentuknya suatu negara merupakan pandangan tentang


bagaimana negara bisa muncul dalam sejarah masyarakat dan apa yang
menyebabkan adanya suatu negara. Dalam kehidupan masyarakat ada berbagai

4
kelompok atau lembaga, akan tetapi hal tersebut tidak bisa dikatakan sebuah
negara. Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu
masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan
oleh suatu pemerintah yang diberi kekuasaan yang bersifat memaksa.

3. Unsur-unsur negara

Dalam rumusan Konvensi Montevideo tahun 1933 disebutkan bahwa


suatu negara harus memiliki 3 (tiga) unsure penting, yaitu rakyat, wilayah dan
pemerintah.

a. Rakyat (Masyarakat/ Warga Negara)

Setiap negara tidak terlelas dari yang namanya masyarakat atau


rakyat.Maka Unsur Rakyat ini sangat berperan penting dalam sebuah
negara, karena secara kongret rakyatlah yang memiliki kepentingan agar
negara itu dapat berjalan dengan baik.
Rakyat dalam konteks ini diartikan sebagai sekumpulan manusia
yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan yang mendiami suatu
wilayah tertentu.

b. Wilayah

Wilayah dalam suatu negara merupakan unsure yang harus ada,


karena tidak mungkin ada berdirinya suatu negara tanpa adanya wilayah.
Secara mendasar, wilayah dalam sebuah negara biasanya mencakup
daratan (wilayah darat), perairan (wilayah laut) dan udara (wilayah udara).

1) Dataran (wilayah darat)

Wilyah darat suatu negara dibatasi dengan wilayah darat dan


laut/perairan dengan negara lain. Perbatasan suatu negara biasanya
ditentukan adanya perjanjian dengan negara lain, perjanjian tersebut
dapat disebut dengan perjanjian bilateral sedangkan perjanjian yang
dilakukan oleh banyak negara disebut perjanjian multilateral.
Perbatasan dengan negara lain meliputi:

5
a) Perbatasan alam seperti sungai, danau pegunungan atau
lembah.
b) Perbatasan buatan seperti pagar tembok, pagar kawat dan
taiang tembok
c) Perbatasan menurut ilmu pasti, yaitu dengan menggunakan
ukuran garis lintang atau bujur timur pada peta bumi.

2) Perairan (wilayah laut)

Perairan atau laut yang menjadi bagian atau termasuk wilayah


suatu negara disebut perairan atau laut territorial dari negara yang
bersangkutan. Pada umumnya batas teritorial perairan 3 mil laut (5,555
km) yang dihitung dari pantai ketika laut surut. Laut yang berada di luat
batas territorial suatu negara disubut laut bebas. Disebut dengan laut
bebas karena wilayah perairan tersebut tidak termasuk dalam wilayah
kekuasaan suatu negara sehingga siapapn bebas memanfaatkanya.

3) Udara

Udara yang berada di atas wilayah darat (daratan) dan wilayah


laut (perairan) territorial suatu negara merupakan bagian dari wilayah
udara sebuah negara. Mengenai batas ketinggian sebuah wilayah negara
tidak memiliki batas yang pasti, asalkan negara yang bersangkutan
dapat dipertahankan.

c. Pemerintah

Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas


memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan negara. Oleh
karenanya, pemerintah seringkali menjadi personifikasi sebuah negara.
Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari,
yang menjalankan kepentingan-kepentingan bersama. Pemerintah
melaksanakan tujuan-tujuan negara, menjalankan fungsi-fungsi
kesejahteraan bersama.

6
4. Macam-Macam Bentuk Negara

a. Negara Monarki (Kerajaan)

Istilah monarki berasal dari bahasa Yunani, "monos" yang berarti


satu, dan "archein" yang berarti pemerintahan. Monarki merupakan jenis
pemerintahan yang dipimpin oleh seorang pengusaha atau raja. Sistem
monarki adalah sistem pemerintahan yang paling tua di dunia. Pada awal
abad ke 19, terdapat lebih 900 tahta kerajaan dunia, tetapi hanya selang
beberapa waktu turun menjadi 240 di abad ke 20, kemudian di decade ke
delapan pada abad 20 yang tersisa adalah 40 tahta kerajaan.
Suatu negara disebut dengan negara monarki/ kerajaan, jika
dalam sebuah negara tersebut kepala negaranya dipimpin oleh seorang
raja/sultan/kaisar yang berasal sari garis keturunan keluarga penguasa.
Raja tersebut akan berkuasa seumur hidup kecuali atas keinginan sendiri
mengundurkan dirinya sendiri. Raja diangkat dan diturunkan atas
kehendak diri dan keluarganya saja. Rakyat sama sekali tidak dilibatkan
dalam penentuan pemimpinya.
Sistem monarki dapat dibagi menjadi dua. Monarki mutlak/
absolute dan monarki konstitusional. Monarki mutlak adalah suatu
negara yang mempunyai raja dan raja tersebut memegang kekuasaan
penuh dalam memerintah negaranya. Dalam sistem monarki mutlak,
kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif ada di tangan raja/ratu
yang memimpin negara.
Sedangkan monarki konstitusional adalah suatu negara yang
menganggap raja/ ratu merupakan hal yang simbolis dalam memimpin
suatu negara, kedudukanya hanya sebagai kepala negara, namun kepala
pemerintahanya tetaplah orang lain yang dipilih melalui mekanisme
demokrasi atau pemilu.
Ramdlon Naning mengemukakan bahwa bentuk negara yang
monarki itu dibatasi oleh suatu konstitusi atau undang-undang dasar, raja
tidak dapat berbuat sewenang-wenangnya, ia tidak dapa bertindak selain
atas dasar konstitusi tersebut.

7
Aristoteles mengungkapkan bahwa bentuk negara yang ideal
adalah monarki. Menurutnya negara monarki merupakan negara yang
dipimpin oleh penguasa yang berorientasi pada kepentingan, kebaikan,
dan kesejahteraan umum. Dalam bukunya La Politica mengemukakan
sebagai berikut “bentuk pemerintahan (bentuk negara) yang diperintah
oleh satu orang yang memerhatikan kepentingan bersama kita sebut
dengan kerajaan (monarki), sedangkan yang diperintah pleh lebih dari
satu kita sebut dengan aristokrasi.
Pada hakekatnya seorang raja masih memiliki peran
tradisionalnya dalam sebuah negara, namun peran politiknya dipimpin
oleh perdana menteri. Bentuk ini cukup ideal untuk mengompromikan
keinginan negara demokrasi dan keinginan menghormati.
Soehino mengemukakan tentang monarki sebagai negara yang
pemerintahanya dipegang oleh satu orang saja tetapi pemerintahanya itu
hanya ditujukan untuk kepentingan si penguasa itu sendiri, jadi ini
bersifat jelek. Negara tersebut pantas dengan sebutan negara tirani.

b. Negara Otoriter

Negara otoriter adalah negara yang kekuasaan politiknya


terkonsentrasi oleh satu orang/ golongan ideologi tertentu secara terus
menerus. Sistem ini biasanya menetang bentuk-bentuk demokrasi, karena
secara umum, kekuasaan politiknya diperoleh juga bukan melalui
mekanisme demokrasi dan pemilihan umum, namun umumnya melalui
kudeta.
Pemimpin negara otoriter hanya menerapkan satu arah dalam hal
komunikasi yaitu dari atas (penguasa) kebawah (rakyat). Dalam
memimpin negara otoriter mereka menghindari komunikasi dua arah
saling berdiskusi dan menanggapi dalam model demokrasi akan
dihindarkan. Dalam menjalankan kekuasaanya penguasa yang bersifat
otoriter hanya mengenal satu bentuk komunikasi yaitu instruksi, dalam
bertindak penguasa yang otoriter suka main paksa dan main kuasa, begi

8
penguasa yang otoriter kekuasaan adalah bukan sebagai sarana akan
tetapi menjadi tujuan itu sendiri.

c. Negara Demokrasi

Secara etimologi kata demokrasi berasal dari bahaya yunani


(demokratia), demos artinya rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan.
Jadi demokrasi berarti kekuasaan yang berasal dari rakyat dan untuk
rakyat. Artinya kedaulatan tertinggi dalam suatu negara demokrasi ada di
tangan rakyat dan rakyat memiliki hak, suara dan kesempatan yang sama
dalam mengatur kebijakan pemerintah.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warganya
(tanpa membeda-bedakan agama, jenis kelamin, tingkat pendidikan)
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah
hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik
langsung maupun melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan
dan pembuatan hukum.
Banyak tokoh mendefinisikan demokrasi, di antaranya Abraham
Lincoln demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat, Jhon L. Esposito menerangkan demokrasi pada
dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat.
Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi secara umum terdapat dua
bentuk dasar. pertama, demokrasi langsung yaitu semua warga negara
berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan
pemerintahan. Kedua, demokrasi perwakilan, yaitu rakyat yang memiliki
hak politiknya namun dijalankan secara tidak langsung melalui
perwakilan yang ditunjuk.

B. Konsep Islam Tentang Negara

Dalam sejarah perkembangan ilmu politik, konsep negara merupakan


konsep yang dominan, sehingga bila membicarakan ilmu politik berarti
membicarakan negara dan segala sesuatu yang berhubungan denganya. Pada
awalnya ilmu politik mempelajari masalah negara. Dengan itu, pendekatan yang

9
muncul dalam ilmu politik adalah pendekatan legal-formal, yaitu suatu
pendekatan yang memahami ilmu politik dari sudut formal legalistic dengan
melihat lembaga-lembaga politik sebagai obyek studinya, termasuk didalamnya
masalah negara.
Konsep negara selalu mendapatkan tempat yang istimewa, hal itu terjadi
sejak zaman yunani bahkan sampai sekarang, para pemikir yunani kuno, seperti
Socrates, Plato, dan Aristoteles dalam karya-karyanya membicarakan tentang
konsep negara. Dalam ranah pemikiran politik Islam mengenai dasar negara
maupun politik sudah muncul sejak abad klasik, abad pertengahan dan sampai
modern. Seperti Al-Farabi, Al Mawardi, Al Ghazali yang mampu menjadi pemikir
politik di abad klasik dan pertengahan, sedangkan di abad modern yang terkenal
seperti, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal dan
tokoh-tokoh yang
Rasyid Ridha, seorang ulama terkemuka Islam, yang dianggap paling
bertanggung jawab dalam merumuskan konsep negara Islam modern, menyatakan
bahwa premis pokok dari konsep negara Islam adalah syari‟ah, menurut beliau
syari’ah merupakan sumber hukum paling tinggi. Dalam pandangan Rasyid
Ridho, syari’ah harus membutuhkan bantuan kekuasaan untuk tujuan
mengimplementasinya, dan mustahil untuk menerapkan hukum Islam tanpa
adanya Negara Islam. Karena itu, dapat dikatakan bahwa penerapan hukum Islam
merupakan satu-satunya kriteria utama yang sangat menentukan untuk
membedakan antara suatu negara Islam dengan negara non-Islam.
Dari pemahaman di atas dapat di simpul akan bahwa mustahil menerapkan
hukum Islam tanpa adanya negara Islam ini secara otomatis timbul juga
perdebatan mengenai hubungan antara agama (dalam hal ini Islam) dan negara
oleh para sarjana Muslim. Perbedaan pemahaman tentang hubungan ini sesuai
dengan setting sosiologis, historis, antropologis, dan intelektual para sarjana
tersebut. Hal itu juga dicampur dengan berbagai corak penafsiran terhadap teks
Al-Qur‟an dan al-Hadits yang dijadikan rujukan utama.
Aristoteles, berusaha membandingkan bentuk-bentuk negara pada waktu
itu, dengan ukuran baik dan buruk. Begitu pula pada abad pertengahan, pemikir
seperti Aquinas dan Agustinus juga membicarakan tentang konsep negara. Pada

10
masa pencerahan, muncul pemikir-pemikir Barat, seperti Thomas Hobbes, Jhon
Locke dan J.J. Rousseau, untuk menyebut beberapa nama sebagai pelopor teori
tentang berdirinya suatu Negara.
Dalam Islam, organisasi negara memperoleh kekuasaan dari rakyat, yaitu
masyarakat muslim yang bersifat demokratik. Menurut teori Islam, negara dapat
dibentuk apabila ada sekelompok orang yang telah menyatakan bersedia
melaksanakan kehendak Allah sebagaimana tercantum dalam Wahyu-Nya, negara
seperti itu terkenal di sejarah yang dipelopori oleh Nabi Muhammad SAW.
Negara Islam mempunyai tujuan yaitu mempertahankan keselamatan dan
integritas negara, memelihara terlaksananya undang-undang dan ketertiban serta
membangun negara. Sehingga setiap warga negaranya menyadari
kemampuankemampuan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Islam memberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan kritik
yang konstruktif dalam pengertianya yang paling utuh, bahkan Islam menganggap
perbuatan itu sebagai tugas keagamaan. Namun hal itu tidak sama dengan
partaipartai yang melakukan oposisi (terhadap partai lain yang memerintah).
Dalam Islam, persoalan legislatif merupakan persoalan masyarakat sebagai
suatu kesatuan, karena itu peranan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam badan
legislatif adalah membuat undang-undang. Anggapan dari ulama yang
menyatakan bahwa persoalan legislatif dalam Islam merupakan tugas yang
dibebankan kepada para ulama,
Kepemimpinan di bidang keagamaan ini akan membantu menciptakan dan
menyusun gagasan-gagasan (ijtihad), gagasan-gagasan tersebut akan dibahas luas
dalam masyarakat melalui berbagai macam media komunikasi masa dan jika telah
timbul kesepakatan pendapat atau ijma’, maka pendapat ini akan dituangkan
dalam bentuk undang-undang oleh wakil rakyat, undang-undang hasil
kesepakatan itulah yang secara sempurna dalam peraturan hukum Islam. Dengan
perkataan lain, antara ulama dan wakil rakyat merupakan tiang utama yang
mendukung bangunan perundang-undangan Islam yaitu hasil dari pemikiran
perorangan (ijtihad) dan hasil pemikiran bersama (ijma).

Dalam konsep Islam dalam negara ada beberapa perspektif yaitu:

11
1. Islam dan Demokrasi

Sebelum masa Islam, orang-orang Arab memiliki suatu lembaga yang


disebut “dewan” (nadi), di mana orang-orang tua dari suatu suku atau suatu
kota memilih kepala pemerintah di tingkat suku maupun tingkat kota, hal
tersebut dengan tujuan untuk memusyawarahkan urusan-urusan mereka.
Lembaga inilah yang kemudian didemokratisasikan oleh Al-Qur‟an, dengan
menggunakan istilah nadi atau syura.
Perubahan yang dilakukan oleh revolusi Islam adalah dalam rangka
menghargai suku-suku tersebut, Model-model gerakan Islam modern dapat
dilihat dari sikapnya yang demokratis terhadap suatu negara. Sampai saat ini
ada tiga model gerakan Islam yang berkembang. Pertama, menolak demokrasi
sebagai bagian dari Islam, model ini beranggapan bahwa demokrasi
merupakan sistem yang kufur yang harus ditolak dan dijauhkan dari
kehidupan masyarakat Islam. Kedua, menerima demokrasi dan menerima
semua hasil demokrasi. Ketiga, menolak semua proses demokrasi namun
menerima hasil demokrasi. Adanya ketiga model pemikiran Islam terkait
demokrasi menunjukan bahwa umat Islam masih belum sepakat dengan
demokrasi yang dipakai sebagai alat untuk memperoleh kepemimpinan dalam
masyarakat modern. Namun ketiga model pemikiran tadi masih sepakat bahwa
sistem Khalafaur Rasyidin yang pernah ada dan berjalan selama kurang lebih
tiga puluh tahun semenjak Rasulullah SAW wafat sebagai sistem yang paling
baik, ideal dan patut diteladani.

2. Pemerintahan

Pemerintahan negara harus dipimpin oleh seorang yang mampu


mengelola secara efektif mengenai persoalan-persoalan negara yang
dipimpinnya. Menurut Islam, kepala negara merupakan pusat dari segala
kekuasaan eksekutif, kekuasaan sipil dan militer, serta kekuasaan yang secara
teknis dikenal dengan istilah kekuasaan “keagamaan”. Kepala negara
memegang kekuasaan tertinggi, baik dalam urusan sipil maupun keagamaan
dan sebagai panglima tertinggi dari angkatan bersenjata.

12
Salah satu pemikir berpengaruh di dunia Islam, Ibnu Khaldun,
membagi proses pembentukan kekuasaan politik (siyâsah) atau pemerintahan
menjadi tiga jenis. Pertama, politik atau pemerintahan yang proses
pembentukannya didasarkan atas naluri politik manusia untuk bermasyarakat
dan membentuk kekuasaan. Kedua, politik atau pemerintahan yang proses
pembentukannya didasarkan atas pertimbangan akal semata dengan tanpa
berusaha mencari petunjuk dari cahaya ilahi. Ia hanya ada dalam spekulasi
pemikiran para filosof. Ketiga, politik atau pemerintahan yang proses
pembentukannya dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah agama
yang telah digariskan oleh syari‟ah. Politik ini didasarkan atas keyakinan
bahwa Tuhan sebagai pembuat syari‟ah adalah yang paling tahu maslahat
yang diperlukan manusia agar mereka bisa bahagia di dunia dan akhirat. Ibnu
Khaldun menyebut jenis yang pertama dengan sebutan al-Mulk al-Thabi’iy
yang kedua dengan sebutan al-siyâsah al-madaniyah dan yang ketiga dengan
sebutan al-siyasah al-diniyah atau syar’iyah.
Pada perkembangan berikutnya, kajian-kajian tentang negara dan
kaitannya dengan agama, selalu mendapat porsi lebih khusus. Inilah yang
menyebabkan munculnya kesepakatan para ulama yang mewajibkan adanya
pemerintahan, mekipun kajian klasik dan kontemporer punya pendapat yang
beragam mengenai bentuk pemerintahan itu. Kewajiban ini didasarkan pada :
a) ijma shahabat,
b) menolak bencana yang ditimbulkan oleh keadaan yang kacau balau
akibat tidak adanya pemerintahan,
c) melaksanakan tugas-tugas keagamaan, d) mewujudkan keadilan yang
sempurna.

Kajian-kajian mengenai pemerintahan, dan negara lebih unggul ketika


zaman kekhalifahan Usmani runtuh, konsep negara bangsa (nation state)
muncul pada awal abad XX. Dinamika itu menyebabkan para pemikir muslim
mencari sintesa terbaik untuk merumuskan kembali konsep kenegaraan Islam,
relasi antara agama dan negara, serta posisi agama dalam negara.
Mengenai relasi agama dan negara, Islam sejak awal tidak memberikan
ketentuan yang pasti tentang bagaimana konsep dan bentuk negara yang

13
dikehendaki. Dalam konsep Islam, dengan mengacu pada al-Quran dan al-
Hadits, tidak ditemukan rumusan tentang negara secara eksplisit, hanya di
dalam kedua sumber hukum Islam itu terdapat prinsip-prinsip dasar dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, di antaranya adalah:

1. Keadilan (QS. 5:8)

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang


yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Maidah :8).

2. Musyawarah (QS. 42:38)

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan


Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q.S. As-Syura‟: 38)

3. Menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. 3:110)

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali- Imron : 110)

4. Perdamaan dan persaudaraan (QS. 49:10)

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu


damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. AlHujarat:
10

5. Keamanan (QS. 2:126)

14
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah
negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-
buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah
dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun
aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa
neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali". (Q.S. Al- Baqarah: 126)

6. Persamaan (QS. 16: 97 dan 40:40)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik35 dan Sesungguhnya akan Kami
beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan.”(Q.S. An- Nahl: 97)

C. Sistem Ekonomi Islam

Yang dimaksud dengan sistem ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang
dilaksanakan dalam praktek sehari-hari bagi individu, keluarga, kelompok
masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasikan faktor
produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk
dalam peraturan/perundangundangan islam ( sunnatullah ).
Hal itu ( pluralisme sistim ekonomi ) muncul disebabkan oleh
ketidakmampuan ummat islam melahirkan suatu konsep sistim ekonomi islam
( menggabungkan sistim ekonomi dan syari,at ). Kondisi ini oleh Muhammad
Syafi,i Antonio dilukiskan dengan mengemukakan “ Di satu pihak kita
mendapatkan para ekonom, banker dan usahawan yang aktif dalam menggerakkan
roda pembangunan ekonomi, tetapi lupa membawa pelita agama karena memang
tidak mengusai syari,at terlebih lagi fiqih muamalah secara mendalam.Akibatnya
ada semacam tendensi da kulla umariddunya lil qaisar wa fawwiddh kulla umuril
akhirat lil baba ( let,s everything related to theworldly matters to the king an
religious matter to the pope )” biarlah kami mengatur urusan akhirat dan mereka
mengatur untuk urusan dunia. Padahal islam adalah risalah untuk dunia dan
akhirat ” ( Muhammad Syafi,i Antonio,1992/1993:1).

15
Sistem ekonomi islam adalah sistem ekonomi yang dijalankan berdasarkan
syariat islam atau aturan-aturan Allah. Dengan bersandarkan kepada Alquran dan
Hadits Nabi Muhammad sebagai pedoman yang tujuan akhirnya adalah keridhaan
Allah, dengan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat islam.Dalam
segala kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia harus sesuai dengan ketentuan
Allah, baik dalam hal jual beli, pinjam meminjam maupun investasi. Allah Swt
berfirman :
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(Al-Qasas: 77).

D. Teori Perilaku Masyarakat

Untuk mengenal keseluruhan perilaku masyarakat terlebih dahulu akan


dikemukakan beberapa teori tentang prilaku. Perilaku manusia tidak akan
terlepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan tempat individu itu
berada. Menurut Ismail Nawawi, terdapat beberapa teori yang menjelaskan
tentang prilaku, yaitu:

1. Teori insting

Teori insting ini dikemukakan oleh Mc. Dougall sebagai pelopor


psikologi sosial. Menurut Mc. Dougall perilaku disebabkan oleh insting.
Insting merupakan perilaku yang innate atau perilaku bawaan dan
akan mengalami perubahan karena pengalaman;

2. Teori dorongan (drive theory).

Teori iniyang sering disebut denganteori Hull dalam (Crider,


1983; Hergenhagen, (1976) yang juga disebut dengan reduction
theorybertolak dari pandangan bahwa organisme itu mempunyai

16
dorongan atau drive tertentu. Dorongan itu berkaitan dengan kebutuhan yang
mendorong organisme untuk berperilaku.

3. Teori insentif ( intensive theory)

Teori ini berpendapat bahwa perilaku organisme disebabkan karena


adanya insentif.Intensif disebut sebagai reinforcement. Reinforcement terdiri
dari reinforcementpositidf yang berkaitan dengan hadiah dan
reinforcementnegatif yang berkaitan dengan hukuman;

4. Teori atribusi.

Teori ini bertolak dari sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah


perilaku ini disebabkan disposisi internal (motif, sikap, dsb) atau
eksternal;

5. teori Kognitif.
Teori ini berdasarkan alternatif pemilihan perilaku yang akan
membawa manfaat yang besar baginya. Dengan kemampuan memilih ini
tersebut berarti faktor berpikir berperan dalam menentukan pilihannya

6. Teori kepribadian.

Teoriini berdasarkan kombinasi yang komplek dari sifat fisik dan


material, nilai, sikap dan kepercayaan, selera, ambisi, minat dan
kebiasaan dan ciri-ciri lain yang membentuk suatu sosok yang unik.

E. Faktor faktor yang mnempengaruhi prilaku masyarakat

1. Faktor kebudayaan.

Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas


terhadap perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang
dimainkan oleh kultur, sub-kultur, dan kelas sosial pembeli. Kultur
adalah penentu paling pokok dari keinginan dan perilaku seseorang.
Makhluk yang lebih rendah umumnya akan dituntun oleh naluri.
Sedangkan manusia biasanya mempelajari perilaku dari lingkungan sekitar,

17
sehingga nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku seseorang yang tinggal di
daerah tertentu akan berbeda dengan orang yang tinggal di daerah lain.
Sub-kultur merupakan lebih kecil di banding kultur yang memiliki etnis
yang lebih khas. Sedangkan kelas sosialadalah susunan yang relatif
permanen dan teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya memiliki
nilai, minat, dan perilaku yang sama.,

2. Faktor sosial.

Perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti


kelompok kecil, keluarga, peran dan status sosialdari konsumen tersebut.
Kelompok ini sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan,
sehingga pemasarharus sangat memperhatikan faktor kelompok dalam
menyusun strategi pemasaran. Kelompok ini bisa di bedakan menjadi dua
yaitu kelompok primer dan kelompok rujukan. Kelompok primer terjadi
karena interaksi secara intensif,seperti keluarga dan teman. Kelompok ini
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keputusan konsumen.
Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang merupakan titik
perbandingan atau tatap muka atau tidak langsung dalam pembentukan
sikap seseorang. Faktor sosial yang lain adalah peran dan status. Tiap
peran membawa status yang mencerminkan penghargaan umum oleh
masyarakat. Contohnya adalah direktur yang mamiliki pakaian mahal dan
mobil mewah.

3. Faktor pribadi.

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakter pribadi


seperti umur dan tahap daur hidup pembeli, jabatan, keadaan ekonomi, gaya
hidup, kepribadian, konsep diri pembeli yang bersangkutan. Daur hidup
berkaitan dengan siklus hidupseseorang. Tahapan-tahapan dalam hidup
psikologi berhubungan dengan perubahan atau transformasi tertentu pada
saat mereka menjalani hidup. Jabatan mengidentifikasikan kelompok
pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata. Keadaan tertentu ini tidaklah
lain adalah pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan, harta, dan aktivitas

18
meminjam. Gaya hidup adalah pol hidup yang diekspresikan oleh minat,
pendapatan, kegiatan yang semua itu tidak akan lepas dari interaksi
dengan lingkungannya. Konsep diri adalah karakteristik psikologis yang
berbea dari setiap yang memandang respon terhadap lingkungan yang
konsisten.

4. Faktor psikologis.

Seseorang mempunyai banyak kebutuhan baik yang bersifat biogenik


ataupun biologis. Kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu
seperti lapar, haus dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan yang bersifat
psikologis adalah kebutuhan yang timbul dari keadaan tertentu seperti
kebutuhan untuk diakui, harga diri, atau kebutuhan untuk diterima
lingkungan. Sedang faktor psikologis yang utama adalah motivasi,
persepsi, proses belajar, serta kepercayaan dan sikap.
Fondasi Dan Prinsip Konsumsi Teori perilaku konsumen yang
dibangun berdasar syariat Islam, memiliki perbedaan yang mendasar
dengan teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang
menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan
alokasi anggaraan untuk berkonsumsi.

F. Hubungan Islam dan Negara Menurut Ahmad Syafii

Maarif Pandangan Syafii Maarif tentang pola hubungan antara Islam dan
negara secara garis besar bukan sekedar pola hubungan dikotomis yang saling
meniadakan. Pola hubungan Islam dan negara bukan hanya semata-mata
menjadikan Islam sebagai ritual peribadatan hamba kepada Tuhannya saja, tetapi
Islam lebih dari itu juga menyangkut hal-hal yang berhubungan tentang kaedah-
kaedah, batas-batas dalam muamalah atau hubungan manusia dengan manusia
dalam masyarakat Sejalan dengan pemikiran tersebut, agar aturan-aturan dan
patokan-patokan tersebut dapat terjaga dan direalisasikan, maka menurut Syafii
Maarif harus ada Negara atau kekuasaan politik yang melindunginya dan
demokrasi (syura) adalah bentuk negara atau sistem politik yang ditawarkan oleh

19
Syafii Maarif Syafii Maarif meletakkan Islam citacita sebagai tujuan atau orientasi
pemikiran dan perjuangan politik yang tertinggi, dan menegasikan Islam sejarah
yang traumatik dan dibungkus pendekatan doktriner yang dianggapnya tidak
Islami. Syafii Maarif melihat teori dan sistem politik Islam sebagai ruang yang
terbuka dan fleksibel terhadap perubahan. Etika dan moral Al-Qur’an yang
universal harus memberikan inspirasi dan substansi terhadap teori politik dan
kenegaraan yang setiap waktu terus berubah, sesuai dengan kebutuhan umat dan
zaman Menurut pemahaman Syafii Maarif Islam bukanlah hanya cita-cita moral
dan nasehat-nasehat agama yang dapat lepas begitu saja, tetapi Islam memerlukan
sarana untuk mewujudkan cita-cita moralnya yang meliputi seluruh dimensi
kehidupan manusia, yaitu sebuah negara. Di mata Al-Qur’an tidak sedikitpun dari
dimensi kehidupan manusia yang terlepas dari sorotan wahyu, dengan demikian
jika ada pemikir muslim yang berpendapat bahwa Islam dan negara harus
dipisahkan maka pendapat tersebut tidak memiliki landasan yang teoritis.
Pemikiran Syafii Maarif tentang hubungan agama (Islam) dan negara ini
merupakan hubungan yang simbiotis atau saling memerlukan satu sama lainnya.
Pemikiran Syafii Maarif ini,bisa disandingkan dengan pemikiran politik
kenegaraan A. Hasjmy yang juga berpendapat bahwa keterkaitan agama (Islam)
dengan negara sangat diperlukan agar ajaran Islam dapat berjalan dan eksis dalam
masyarakat.48 Keterkaitan itu diperlukan mengingat institusi yang paling wajar
untuk melindungi agama adalah negara. Sedangkan negara agar terhindar dari
kesewenangan ketika memerintah rakyatnya, menjadikan tuntunan agama sebagai
sumber etik moral yang dapat memberi keadilan, kemakmuran masyarakat yang
merupakan salah satu cita Islam.
Akan tetapi, hubungan ini menurut Syafii Maarif bukan berarti bahwa
Islam adalah agama dan negara. Menurutnya, mengidealisasikan kesetaraan
agama dan negara adalah pandangan yang salah, hal ini menurut Syafii Maarif
sama artinya dengan melakukan pengsejajaran antara agama dan negara, yang
secara tidak sadar telah menyamakan risalah dengan alat. Pandangan seperti ini,
menurut Syafii Maarif, lebih didasarkan pada resistensi terhadap teori-teori politik
Barat yang akar-akarnya bisa ditelusuri dari doktrin pemisahan antara agama dan
negara. Bagi Syafii Maarif, negara adalah sesuatu yang mutable (berubah) sesuai

20
dengan tuntutan ruang dan waktu, sedangkan agama adalah sesuatu yang
immutable (tetap) tidak lekang oleh ruang dan waktu.
Pendapat Syafii Maarif yang menolak bahwa Islam adalah agama dan
negara berbeda terbalik dengan sahabatnya Amien Rais. Dalam makalahnya pada
diskusi tentang “Konsep Negara dalam Islam” yang diselenggarakan oleh Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Amien Rais berpendapat bahwa, Islam
itu adalah agama dan negara (al-Islam din wa daulah), yang mengidealisasikan
kesetaraan agama dan negara. Bagi Amien Rais, politik harus didasarkan dan
ditegakkan atas prinsip-prinsip tauhid. Bila politik lepas dari moralitas dan etika
tauhid, maka politik itu akan berjalan tanpa arah, dan bermuara pada kesengsaraan
orang banyak. Amien Rais sangat memberikan apresiasi yang tinggi terhadap
teoriteori politik Maududi tentang Khilafah, kedaulatan Tuhan, dan lain
sebagainya.
Penolakan Syafii Maarif tentang negara Islam, dikarenakan menurutnya
gagasan negara Islam tidak memiliki basis religio-intelektual yang kukuh. Piagam
Madinah yang merupakan hasil karya Rasulullah tidak menyinggung sama sekali
masalah negara Islam. Akan tetapi, tidak bisa juga diabaikan bahwa Islam
membutuhkan sebuah organisasi politik, yang merupakan suatu mesin kekuasaan
yang efektif dalam bentuk negara untuk membumikan cita-cita dan ajaran moral
yang terdapat dalam Al-Qur’an. Posisi Nabi Muhammad dalam AlQur’an
hanyalah sebagai seorang rasul, tetapi juga tidak dapat dipungkiri dalam
perjalanan sejarah Nabi Muhammad pernah menjabat sebagai pemimpin negara
sekaligus pemimpin agama. Posisi sebagai Rasulullah tidak pernah berubah
hingga beliau wafat pada tahun 632 M, kedudukan Nabi Muhammad sebagai rasul
didefinisikan di dalam Al-Qur’an surah Ali-Imran ayat 144, ayat inilah yang
kemudian digunakan Syafii Maarif untuk menolak pendapat para tokoh muslim
yang mengatakan bahwa Islam adalah agama dan negara. Menurut Syafii Maarif,
Nabi Muhammad tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa dan
juga tidak pernah mendeklarasikan sistem dan bentuk pemerintahan yang baku,
yang harus di ikuti oleh umat Islam. Adanya negara dalam Islam sangatlah
penting menurut Syafii Maarif, akan tetapi pandangan yang mengatakan bahwa
Islam adalah agama dan negara tetap saja ditolaknya. Pandangan Syafii Maarif

21
tentang relasi Islam dan negara bertentangan dengan pendapat dari para
pengusung negara Islam dengan memformulasikan syariat Islammenjadi hukum
negara.
Mekanisme politik yang beragam dapat kita lihat dari sejarah
kepemimpinan Khulafa Rasyidin. Setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, umat
Islam mengalami yang namanya krisis kepemimpinan, yang disebut krisis
konstitusional oleh Syafii Maarif.52 Umat Islam mengalami kebingungan tentang
siapa yang harus menggantikan Nabi Muhammad sebagai kepala komunitas
Islam. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad tidak meninggalkan pesan apapun
tentang siapa yang akan menggantikannya, selain itu baik Al-Qur’an maupun
Sunah Nabi tidak memberikan perintah- perintah yang tegas tentang bentuk
pemerintahan dan lembagalembaga politik lainnya.53 Islam di Indonesia
mengalami perjalanan panjang yang dimana terdapat perbedaan pendapat antara
tokoh-tokoh pemikir baik Islam maupun nasional di dalam menentukan dasar
negara Indonesia. Tokoh Islam Indonesia yang sangat menginginkan Indonesia
sebagai negara Islam adalah Mohammad Natsir. Natsir menilai bahwa agama dan
negara dapat dan harus disatukan, sebab Islam tidak seperti agama-agama lainnya,
ia merupakan agama yang serba lengkap (komprehensif). Persoalan kenegaraan
pada dasarnya merupakan bagian dari dan di atur Islam.
Menurut Syafii Maarif Islam tidak mempermasalahkan apapun nama dan
bentuk pemerintahan yang dipakai oleh umat Islam, yang terpenting adalah
bagaimana moral etik dapat berjalan dalam sebuah negara tersebut. Tujuan
terpenting dalam sebuah negara dalam Al-Qur’an dan juga Islam adalah agar
nilai-nilai dan perintah-perintah etiknya dijunjung tinggi serta bersifat mengikat
terhadap kegiatan-kegiatan sosio-politik umat Islam. Nilai- nilai tersebut secara
menyeluruh dan integral dengan prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan
kemerdekaan yang semuanya menempati posisi sentral dalam ajaran moral Al-
Qur’an. Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia menurut Syafii Maarif
memberikan suatu pondasi yang kukuh dan tidak berubah bagi semua prinsip -
prinsip etik dan moral bagi kehidupan ini. Al-Qur’an memperlakukan kehidupan
manusia sebagai suatu keseluruhan yang organik, semua bagian- bagiannya

22
haruslah dibimbing oleh petunjuk dan perintah-perintah etik dan moral yang
terdapat dalam ayat-ayatnya.
Menurut Syafii Maarif aspirasi politik umat Islam hendaknya tidak
menginginkan untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara dan
memformulasikan syariat Islam, akan tetapi umat Islam harus menjalankan
kehidupan atas dasar kebersamaan dan musyawarah (syura).
Jadi, menurut menurut Ahmad Syafii Maarif hubungan islam dan Negara
lebih dekat kepada sistem syura. Negara yang berbentuk demokratis, yang
menjalankan prinsip syura paling cocok untuk sistem sebuah negara. Hal ini
dikarenakan sistem tersebut lebih dekat kepada cita-cita politik Al-Qur’an, yang
menempatkan manusia pada posisi sama dalam proses pengambilan keputusan
untuk kepentingan bersama. Kedua, Hubungan Islam dan negara menurut Ahmad
Syafii Maarif adalah hubungan yang simbiotik, yaitu suatu hubungan yang saling
membutuhkan satu sama lainnya dan bersifat timbal balik. Agama (Islam)
membutuhkan negara sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita moral atau
ajaran-ajarannya yang ada dalam Al-Qur’an, sedangkan negara membutuhkan
agama (Islam) sebagai petunjuk moral bagi semua kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.

23
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Mustahil menerapkan hukum Islam tanpa adanya negara Islam ini, secara
otomatis timbul juga perdebatan mengenai hubungan antara agama (dalam hal ini
Islam) dan negara oleh para sarjana Muslim. Perbedaan pemahaman tentang
hubungan ini sesuai dengan setting sosiologis, historis, antropologis, dan
intelektual para sarjana tersebut. Hal itu juga dicampur dengan berbagai corak
penafsiran terhadap teks Al-Qur‟an dan al-Hadits yang dijadikan rujukan utama.
Sistem ekonomi islam dijalankan berdasarkan syariat islam atau aturan-
aturan Allah. Dengan bersandarkan kepada Alquran dan Hadits Nabi Muhammad
sebagai pedoman yang tujuan akhirnya adalah keridhaan Allah, dengan
menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat islam.Dalam segala kegiatan
ekonomi yang dilakukan manusia harus sesuai dengan ketentuan Allah, baik
dalam hal jual beli, pinjam meminjam maupun investasi.
Fondasi Dan Prinsip Konsumsi Teori perilaku konsumen yang dibangun
berdasar syariat Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan
teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi
fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi
anggaraan untuk berkonsumsi
Hubungan Islam dan Negara menurut Ahmad Syafii Maarif adalah
hubungan yang simbiotik, yaitu suatu hubungan yang saling membutuhkan satu
sama lainnya dan bersifat timbal balik. Agama (Islam) membutuhkan negara
sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita moral atau ajaran-ajarannya yang ada
dalam Al-Qur’an, sedangkan negara membutuhkan agama (Islam) sebagai
petunjuk moral bagi semua kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Jadi, Islam
dan Negara pasti saling berhubungan dan saling membutuhkan.

24
B. SARAN

Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami isi
dari makalah ini dan tentu dapat menambah pengetahuan seputar pendidikan
agama islam khususnya tentang konsep islam tentang negara. Semoga pembaca
bisa terus menggali wawasanya dengan terus mencari referensi lain selain dari
makalah ini. Kita sebagai penganut agama islam di Negara Hukum harus
memberikan kerohanian yang berbangsa dan bernegara sebagai negara penjamin
kehidupan keagamaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abyhara, A. B. (2010). Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, hlm.


229.

Diana, R. (2017). Al-Mawardi dan Konsep Kenegaraan dalam Islam. Universitas


Darussalam Gontor, Ponorogo : Vol 13, No. 1, Mei 2017, 157-176.

Effendi, S. ( 2019). JRAM (Jurnal Riset Akuntansi Multiparadigma).


Perbandingan Sistem Ekonomi Islam Dengan Sistem Ekonomi Kapitalis
dan Sosialis, Vol 6, No 2.

Effendi, S. (2019). Perbandingan Sistem Ekonomi Islam Dengan Sistem Ekonomi


Kapitalis dan Sosialis. Jurnal Riset Akuntansi Multiparadigma (JRAM)
Vol.6, No.2.

Marlena, L. (2020). Hubungan Islam dan Negara dalam Pandangan Ahmad Syafii
Maarif. Jurnal Manthiq : Voll III No 2 Tahun 2018.

Milana, R. (2019). Konsep Negara dalam Islam; Sebuah Perspektif Sejarah.


Jurnal Kajian Politik, 1-9.

Wigati, S. (2011). Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ekonomi Islam.


Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam, Vol. 01, No. 01.

26

Anda mungkin juga menyukai