Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

NEGARA DAN KONSTITUSI

OLEH:
KELOMPOK 3:
 MUHAMMAD DEO ARIANDA
 SAFIRA RAHMATUDDINI
 OLVI RAMADHAN
 SATRIA HERLANGGA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTAN SYARIF QASIM
RIAU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
wawasan mengenai mata kuliah Pendidikan Kewarganegaan, dengan judul
“NEGARA DAN KONSTITUSI”
Pemaparan materi makalah ini diharapkan untuk mampu memahami makna
dari Negara dan konstitusi di Indonesia. Dengan demikian, kami sadari makalah ini
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik
lagi.
Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya terutama mahasiswa, supaya bisa memahami pengertian Negara dan
konstitusi, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.

Penulis

Kelompok 3

Pendidikan Kewarganegaraan 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... 2


DAFTAR ISI .............................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................... 5
C. TUJUAN PENULISAN ................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 6
A. PENGERTIAN NEGARA ............................................................. 6
B. PENGERTIAN KONSTITUSI .................................................... 15
C. PENTINGNYA KONSTITUSI BAGI NEGARA ....................... 19
D. UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI NEGARA
INDONESIA ................................................................................ 21
E. PERILAKU KONSTITUSIONAL .............................................. 24
BAB III .................................................................................................... 29
KESIMPULAN ........................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 30

Pendidikan Kewarganegaraan 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Keberadan UUD 1945 yang selama ini disakralkan dan sama sekali tidak
boleh diubah, tapi pada saat ini UUD 1945 telah mengalami beberapa perubahan.
Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan
bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau
dengan kata lain sebagai upadaya memulai “Kontrak Sosial” baru antara warga
Negara dengan Negara untuk menuju apa yang telah dicita-citakan bersama yang
dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini
menginginkan pula adanya sebuah perubahan perubahan sistem dan kondisi
Negara yang awalnya otoritarium menuju kearah sistem yang demokratis dengan
relasi lembaga Negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstitusi
menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Hal ini menjadi suatu kewajiban dan amat menentukan bagi jalannya
demokratisasi suatu bangsa. Realitas yang berkembang kemudian memang telah
menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk
mengamandemen UUD 1945.
Bagaimana cara mewujudkan komitmen tersebut dan siapa yang berwenang
dalam melakukannya serta dalam situasi apa perubahan itu boleh terjadi,
menjadikan suatu yang menarik dan yang terpenting dari proses perubahan
konstitusi tersebut. Karena disini dapat terlihat apakah hasil yang sudah dicapai
telah mempresentasikan kehendak warga masyarakat dan apakah telah
menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia kedepannya. Wajah Indonesia
yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai-nilai keadilan sosisal,
kesejahteraan, masyarakat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali dari hasil-
hasil perubahan itu, kita dapat menilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang
dihasilkan dapat lebih baik atau bisa dikatakan sempurna.

Pendidikan Kewarganegaraan 4
Dalam artian, sudah sejauh mana rumusan perubahan tersebut telah
mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi dasar pondasi dan
sangat dan sangat bermakna bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat
dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah
perubahan.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian Negara?
2. Apa pengertian konstitusi?
3. Apa pentingnya konstitusi bagi Negara?
4. Apa pengertian UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia?
5. Apa pengertian perilaku konstitusional?
C. Tujuan Penulisan.
1. Dapat memahami arti Negara.
2. Dapat memahami arti konstitusi.
3. Dapat memahami arti pentingnya konstitusi bagi Negara.
4. Dapat memahami UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia.
5. Dapat memahami perilaku konstitusional.

Pendidikan Kewarganegaraan 5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Negara
Istilah Negara yang menggunakan kata-kata asing yaitu “Staat” (bahasa
Belanda dan Jerman), “State” (bahasa Inggris), “Etat’’ (bahasa Perancis), “lo
stato” (Itali) yang kesemuanya memiliki arti adalah “status, kedudukan” yang
secara etimologis tidak ada hubungannya memiliki pengertian “Negara”. Barulah
pada abad ke-16 kata itu dipertalikan dengan kata “Negara” atau “kesatuan
wilayah yang dikuasai”1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Negara adalah organisasi di suatu
wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh seluruh
rakyatnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Negara adalah kelompok sosial yang
menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga
politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat
sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.2

Para pakar kenegaraan memberikan titik terang tentang pengertian Negara


sebagai berikut:

1. Kranenburg.
Negara adalah organisasi yang didirikan atas dasar kehendak suatu
golongan atau bangsanya sendiri.
2. George Jellinek.
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah
mendiami wilayah tertentu.

1
Wasiyem dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi (Upaya Mewujudkan Good
Citizeship), Medan:Merdeka Kreasi, 2021, h.33
2
Ibid

Pendidikan Kewarganegaraan 6
3. Roger F. Soltau.
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan
persoalan bersama atas nama masyarakat.
4. Miriam Budiardjo.
Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan
kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan
yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.
5. Soenarko.
Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di
mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan.

Dari beberapa definisi Negara di atas, terlihat bahwa Negara itu merupakan
organisasi dari sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan
diorganisir oleh pemerintahan yang sah dan mempunyai kedaulatan. Dalam
sejarah Indonesia istilah Negara sebetulnya sudah dikenal sebelum berdirinya
Negara Indonesia, hal ini terlihat dari kata Negara/nagara sudah digunakan sejak
kerajaan taruma negara pada abad 5 yang merupakan suatu negara (kerajaan)
yang meliputi daerah lembah sungai Citarum di Jawa Barat yang dipimpin oleh
raja Purnawarman, Demikian pula nama raja-raja telah dikaitkan dengan kata
negara, yaitu Jaya Negara (Raja Majapahit 1309-1389) dan Kartanegara (Raja
Singosari 1266-1292).
Membahas negara maka takan lepas dari pembahasan bangsa, Menurut kamus
besar bahasa indonesia Bangsa adalah orang-orang yang bersamaan asal,
keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri. Budiyanto
(1997) dalam Idup Suhady (2003) Mengenai pengertian bangsa dikemukakan juga
oleh para pakar kenegaraan seperti:

Pendidikan Kewarganegaraan 7
1. Otto Bauer (Jerman).
Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai persamaan karakter.
Karakteristik tumbuh karena adanya persamaan nasib.
2. Ernest Renan (Prancis).
Bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama (hasrat
bersatu) dengan perasaan setia kawan yang agung.
3. F. Ratzel (Jerman).
Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu terbentuk
karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya.
4. Hans Kohn (Jerman).
Bangsa adalah buah hasil hidup manusia dalam sejarah. Suatu bangsa
merupakan golongan yang beraneka ragam yang tidak dirumuskan secara
eksak. Kebanyakan bangsa memiliki factor-faktor objektif tertentu yang
membedakannya dengan bangsa lain. Faktor-faktor itu berupa persamaan
keturunan, wilayah, bahasa, adat istiadat, politik, perasaan, dan agama.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
bangsa terbentuk disebabkan atas dasar kesamaan baik dari segi keturunan,
tempat, sejarah, adat, bahasa, dan tujuan yang dimiliki satu dengan yang lainnya.3

1. Asal Mula Terbentuknya Negara.


Asal mula negara merupakan satu masalah yang tersulit dirumuskan dalam
ilmu politik. Disebabkan karena perihal genetika negara, saat-saat negara yang
dibentuk, belum ada bukti-bukti yang meyakinkan. Karena tiadanya bukti-bukti
yang meyakinkan itu, teori-teori tentang asal mula negara bercorak spekulatif
dan abstrak dan lebih banyak merupakan renungan-renungan dan pemikiran-
pemikiran teoritis-deduktif dari uraian-uraian yang empirisinduktif.

3
Ujang Jamaludin dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,Palembang, 2017, h.
31-32

Pendidikan Kewarganegaraan 8
Teori-teori tentang asal-mula negara dapat dimasukkan ke dalam dua
golongan besar, yakni teori yang spekulatif dan teori yang historis atau teori
yang evolusionistis.4

a. Teori Spekulatif.
Teori spekulatif memiliki bagian diantaranya: kontrak sosial, teori
teokratis, teori kekuatan, teori patriarkhal, teori organis, teori daluwarsa, teori
alamiah, dan teori yang bersifat idealistis.
1. Teori Kontrak Sosial.
Teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat beranggapan
bahwa Negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat.
Teori ini adalah salah satu teori yang terpenting dari asal usul suatu
negara. Disamping tertua, teori ini juga relatif bersifat universal,
karena ditemukan baik dalam tulisan-tulisan sarjana Barat maupun
dalam tulisan-tulisan sarjana Timur, baik dalam agama Nasrani
maupun dalam agama Islam.
2. Teori Teokratri (Ketuhanan)
Teori ini bersifat universal. Dapat ditemukan baik di dunia Timur
maupun di dunia Barat, baik di dalam teori maupun dalam praktik.
Tatkala manusia dalam keadaan alamiah yang anarkis itu menderita
keganasan-keganasan dari keadaan itu, maka mereka menghampiri
Tuhan dan memohon kepadanya agar Tuhan menyediakan seorang
Raja bagi mereka yang dapat menolong melepaskan mereka dari
keadaan yang ganas dan kacau balau itu. Sehingga Raja tersebut di
gelar sebagai makhluk yang suci. Baik di India, Mesir, Jepang, China,
dll.

4
Wasiyem dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi (Upaya Mewujudkan Good
Citizeship), Medan:Merdeka Kreasi, 2021, h.35

Pendidikan Kewarganegaraan 9
Doktrin Teokratis (ketuhanan) ini memperoleh bentuknya yang
sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa dalam Abad
Pertengahan yang menggunakan teori itu untuk membenarkan
kekuasaan raja-raja yang mutlak. Dengan mengambil doktrin
ketuhanan sebagai alasan, dikatakan bahwa raja bertahta karena
kehendak Tuhan. Doktrin ini mengemukakan hak-hak raja yang
berasal dari Tuhan, untuk memerintah dan bertahta sebagai raja
(Devine Rights of Kings). Doktrin ketuhanan lahir sebagai resultante-
resultante köntroversial dari kekuasaan politik dalam Abad
Pertengahan. Kaum “monarchomach” (penentang raja) berpendapat
bahwa raja yang berkuasa secara tiranik dapat diturunkan dari
mahkotanya, bahkan dapat dibunuh. Mereka beranggapan bahwa
sumber kekuasaan adalah rakyat, sedangkan raja-raja pada waktu itu
beranggapan kekuasaan mereka diperoleh dari Tuhan.
3. Teori Kekuatan
Teori kekuatan adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat
terhadap kelompok yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan
dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu
kelompok etnis yang lebih kuat terhadap kelompok etnis yang lebih
lemah, dimulailah proses pembentukan negara.
Negara merupakan resultante positif dari sengketa dan penaklukan.
Dalam teori kekuatan, faktor kekuatanlah yang menjadi suatu faktor
tunggal yang menimbulkan suatu Negara. Negara dilahirkan karena
pertarungan dan yang keluar sebagai pemenang adalah pembentuk
Negara tersebut. Dalam teori ini pula “kekuatan membuat hukum
(might make right). Kekuatan adalah pembenarannya dan raison
d’etre-nya Negara.

Pendidikan Kewarganegaraan 10
Doktrin kekuatan merupakan hasil analisa antropososiologis datri
pertumbuhan suku-suku bangsa dimasa lampau, terutama suku-suku
bangsa yang masih primitif. Dalam sejarah tampak bahwa suku-suku
bangsa yang bertetangga terus menerus barada di dalam keadaan
permusuhan dan pertikaian. Semula kelompok etnis yang ditaklukkan
itu juga dimusnahkan, tetapi lambat laun penakluk mempertahankan
kelompok yang ditaklukkan itu dan itulah yang menandakan saat
lahirnya Negara.
4. Teori Patriarkhal dan Teori Matriarkhal
Teori patriarkhal adalah kesatuan sosial yang paling utama dalam
masyarakat primitif. Dimulai dari Ayah yang berkuasa dalam keluarga
dan garis keturunan diambil dari pihak ayah. Selanjuntya keluarga
berkembang biak dan terjadilah beberapa keluarga yang kesemuanya
dipimpin oleh kepala (ayah) keluarga induk. Lambat laun keluarga-
keluarga tersebut menjadi kesatuan etnis yang besar dan terjadilah
suku patriarkhal (gens) yang pertama.
Matriarkhi dalam hal ini adalah persekutuan, yang terdapat hak-
hak keibuan (mother right) yang mungkin didampingi pimpinan kaum
ayah (father rule). Menurut teori matriarkhal, persekutuan primitif
yang pertama tidak mengenal pria sebagai kepala keluarga, tidak ada
semacam pater familias dari keluarga-keluarga Romawi atau seorang
patriarch yang menguasai persekutuan itu. Malahan sebaliknya, garis
keturunan ditarik dari kaum ibu; kekeluargaan didasarkan atas ibu dan
keturunannya.
5. Teori Organis
Konsepsi organisasi tentang hakikat dan asal mula negara adalah
suatu konsep biologis yang melukiskan negara dengan istilah- istilah
ilmu alam. Negara dianggap atau dipersamakan dengan makhluk
hidup, manusia atau binatang. Individu yang merupakan komponen-
Pendidikan Kewarganegaraan 11
komponen negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu.
Doktrin organis dari segi isinya dapat digolongkan ke dalam teori-teori
organisme moral (Negara terbentuk karena kodrat manusia sebagai
makhluk moral), organisme psikis (Negara terbentuk dan berkembang
dipersamakan seperti perkembangan intelektual individu), organisme
biologis (adanya persamaan Negara dengan makhluk hidup asal mula,
perkembangan, organisasi dan aktivitas negara diselidiki seperti
kelahiran, struktur dan fungsi fungsi organisme biologis) dan
organisme sosial (Negara sebagai salah satu bentuk perkelompokan,
dan perkumpulan sosial) (Isjwara, 1982).
6. Teori Daluwarsa
Menurut teori daluwarsa, raja bertahta bukan karena jure divino
(kekuasaan berdasarkan hak-hak ketuhanan), tetapi berdasarkan
kebiasaan, jure consuetudinario. Raja dan organisasinya yaitu negara
kerajaan timbul karena adanya pemilik yang sudah lama, yang
kemudian melahirkan hak milik. Raja bertahta karena hak milik itu
yang didasarkan atas hukum kebiasaan. Teori daluwarsa juga dikenal
sebagai doktrin legitimisme dan dikembangkan di Perancis dalam abad
ke-I7. Misalnya oleh Jean Bodin yang menghubungkan teori
daluwarsa atau teori legitimisme dengan teori patri-arkhal. Loseau,
seorang sarjana hukum bangsa Perancis, membentangkan dan
mempertahankan doktrin milik karena kadaluwarsa. Raja, menurutnya,
bertahta dengan cara yang berbeda- beda, ada yang bertahta dengan
seizin rakyat dan ada pula yang dengan kekuatan belaka. Tetapi semua
raja yang bertahta itu kemudian memperoleh kedaulatan karena
daluwarsa. Dengan perkata lain raja karena daluwarsa menjadi pemilik
kedaulatan. Doktrin milik karena daluwarsa, jika memang dapat
menerangkan asal mula negar-negara dan kekuasaan raja, hanya
terbatas pada negara-negara yang berbentuk monarkhi saja, karena
Pendidikan Kewarganegaraan 12
doktrin itu khusus berkisar pada raja dan negara kerajaan. (Isjwara.
1982).
7. Teori Alamiah
Teori alamiah (natural theory) tentang asal-mula negara pertama-
tama dikemukakan oleh Aristoteles. Baginya, negara adalah ciptaan
alam. Kodrat manusia membenarkan adanya negara, karena manusia
pertama-tama adalah makhluk politik (zoon politicon) dan baru
kemudian makhluk sosial. Karena kodrat itu, manusia ditakdirkan
untuk hidup bernegara.
Yang dimaksud dengan zoon politicon ialah manusia baru
merupakan manusia yang sempurna, manusia yang beretis baik,apabila
manusia hidup dalam sesuatu ikatan kenegaraan. Di luar negara,
manusia hanya mengenal dua opsi: dia binatang atau dewa. Negara
adalah organisasi yang rasional dan etis yang memungkinkan manusia
mencapai tujuan dalam hidupnya, untuk mencapai yang baik dan adil.
Karena itu, Aristoteles melihai tujuan dan raison d’etre dari negara
adalah dalam memberikan dan mempertahankan hidup yang baik (the
good life) bagi individu yang merupakan komponen-komponen dari
negara. Harus ditambahkan dalam hal ini bahwa bagi Aristoteles
negara ialah negara kota atau polis.
8. Teori Idealistis
Teori idealistis dikenal juga dengan nama-nama lain seperti teori
mutlak, teori filosofis dan lebih lazim lagi dengan nama teori
metafisis. Barangkali lebih tepat jika dikatakan bahwa nama-nama itu
semua tidak ada yang salah, karena masing-masing dengan sifat-sifat
khas dari teori idealistis. Teori itu bersifat idealistis karena merupakan
pemikiran tentang negara sebagaimana negara itu “seharusnya ada”,
“negara sebagai ide”. Teori ini bersifat mutlak karena melihat negara
sebagai suatu kesatuan. Teori ini bersifat filosofis karena merupakan
Pendidikan Kewarganegaraan 13
renungan-renungan tentang negara dan bagaimana negara itu
seharusnya ada; dan teori itu bersifat metafisis karena adanya negara
dianggap terlepas dari individu yang menjadi bagian dari bangsa.
Negara memiliki kemauan sendiri, kepentingan sendiri dan nilai-nilai
moralitas sendiri. Menentang kekuasaan negara tidak pernah dapat
dibenarkan. Kewajiban menaati negara adalah suatu tugas suci,
sekalipun penguasa itu tidak sah karena negara menjelmakan idea
yang suci dan bersifat ketuhanan.
Maka dari itu, teori idealistis memandang negara sebagai kesatuan
yang mistis yang bersifat supranatural. Negara memiliki hakikat-
hakikat yang terlepas dari komponen- komponennya. la bukan ciptaan
mêkanistis atau yang dibuatbuat saja, tetapi suatu kesatuan ideal yang
melambangkan manusia dalam bentuknya yang megah dan sempurna.
(Isjwara. 1982).
b. Teori Historis
Saripati teori historis atau teori evolusionistis atau gradualistic
theory ini ialah bahwa lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi
tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukkan guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manusia, maka lembaga-lembaga itu tidak luput
dari pengaruh tempat, waktu dan tuntutan-tuntutan zaman.
Teori historis diperkuat dan telah dibenarkan oleh penyelidikan-
penyelidikan historis dan ethnologis/anthropo-logis dari lembaga-
lembaga sosial bangsa-bangsa primitif di benua Asia, Afrika,
Australia, Amerika. Perlu ditambahkan bahwa pada saat ini teori
historislah yang umum diterima oleh sarjana-sarjana ilmu politik
sebagai teori yang paling mendekati kebenaran tentang asal mula
negara.

Pendidikan Kewarganegaraan 14
Sekalipun teori-teori historis pada umumnya mencapai persesuaian
faham mengenai pertumbuhan evolusionistis dari negara, namun
dalam beberapa hal masih juga terdapat pendapat. Umpamanya
pertanyaan, apakah yang mendahului negara itu keluarga dan suku
yang didasarkan atas sistem kebapakan ataukah yang didasarkan atas
sistem keibuan? Atau bagaimanakah peran faktor-faktor kekeluargaan,
agama, dan lain-lain dalam pesanan negara? Dalam hal-hal seperti ini
belum terdapat persesuaian paham (Isjwara. 1982).

B. Pengertian Konstitusi.

Konstitusi berasal dari bahasa perancis, constituer memiliki arti membentuk.


Istilah konstitusi dalam bahasa inggris disebut constitution. Istilah konstitusi
dalam bahasa Belanda disebut dengan Grondwet, berarti undang-undang dasar
(grond= dasar, wet=undang-undang). Secara umum dalam konteks
ketatanegaraan, konstitusi berarti pembentukan suatu negara atau menyusun suatu
negara. Dengan demikian, kesimpulan umum mengenai konstitusi dapat diartikan
sebagai peraturan dasar tentang pembentukan suatu negara.5
Konstitusi dapat dilihat dalam dua pengertian; luas dan sempit. Konstitusi
dalam pengertian luas adalah keseluruhan dari ketentuanketentuan dasar atau
hukum dasar. Sedangkan konstitusi dalam pengertian yang sempit adalah piagam
dasar atau undang-undang dasar (lio constitutionalle) ialah suatu dokumen
lengkap mengenai peraturan dasar negara. Pengertian konstitusi dalam pengertian
yang sempit didukung oleh C. F. Strong, yang mengartikan konstitusi sebagai
suatu kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintah, hak-
hak pemerintah, dan hubungan antara pemerintah dan yang diperintahkan.6

5
Sulaiman, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Banda Aceh:PeNa, 2016, h.69
6
Bambang Tri Purnwono dkk, Khaznah 1 Untuk SMA dan MA, Jakarta:PT.Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2010, h.120

Pendidikan Kewarganegaraan 15
Konstitusi biasanya disamakan dengan istilah undang-undang dasar. Terdapat
pula ahli kewarganegaraan yang membedakan dan menyamakan konstitusi
dengan UUD. Misalnya, L. J. Van Apeldroorn, mengemukakan bahwa konstitusi
berbeda dengan undang-undang dasar. Konstitusi adalah memuat peraturan
tertulis dan tidak tertulis, sedangkan undang-undang dasar adalah peraturan
tertulis. Sementara menurut Sri Sumantri, konstitusi sama artinya dengan UUD.

Di sisi lain para para pendiri negara Indonesia (the founding fathers)
mengartikan konstitusi sebagai hukum dasar. Dikarenakan Undang-Undang Dasar
adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan konstitusi adalah hukum dasar tidak
tertulis. Namun dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, tidak
membedakan pengertian konstitusi dan Undang-Undang Dasar. Hal terlihat pada
masa awal kemerdekaan, di mana Indonesia mengenal UUD 1945. Namun pada
masa Indonesia Serikat, penyelenggaraan negara dijalankan berdasarkan
Konstitusi RIS 1949 dan berganti menjadi UUD Sementara 1950, dan kembali
kepada UUD 1945 pada tahun 1959 melalui Dekrit Presiden. Dekrit presiden
dikeluarkan untuk menyelamatkan republik dari perpecahan, mengingat badan
konstituante yang tidak kunjung menyelesaikan tugasnya untuk menghasilkan
konstitusi.7
Para ahli memiliki pengertian masing-masing tentang konstitusi, dimana
pendapat ahli saling menguatkan satu sama lain. Diantaranya yaitu:
1. Herman Heller
Pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu:
 Konstitusi dalam pengertian politis-sosiologis. Konstitusi
mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan.

7
Wasiyem, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi (Upaya Mewujudkan Good
Citizenship), Medan: Merdeka Kreasi, 2021, h.69

Pendidikan Kewarganegaraan 16
 Konstitusi dalam pengertian yuridis. Konstitusi merupakan suatu
kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya
dijadikan suatu kesatuan kaidah hukum.
 Konstitusi pengertiannya lebih luas dari undang-undang dasar.
Konstitusi adalah yang ditulis dalam suatu naskah sebagai
undangundang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.
2. K.C. Wheare.
konstitusi sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu
negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau
memerintah dalam pemerintahan suatu Negara”.
3. Prof. Prayudi Atmosudirdjo
Merumuskan konstitusi yaitu:
 Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk sejarah dan
proses perjuangan bangsa yang bersangkutan.
 Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita
kehendak, dan perjuangan bangsa Indonesia.
 Konstitusi adalah cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan
kebudayaan suatu bangsa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konstitusi,


adalah kumpulan kaidah sebagai pembatasan kekuasaan terhadap penguasa. Dapat
pula dikatakan sebagai dokumen tentang pembagian tugas ketatanegaraan dan
sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik. Konstitusi juga gambaran
menyangkut tentang jaminan hak asasi manusia dan warga negara, serta gambaran
tentang hak dan kewajiban warga Negara, sistem sosial, ekonomi, dan identitas
Nasional.
Pengertian-pengertian di atas, dapat pula dibagi kepada pengertian konstitusi
secara luas dan sempit. Dimana secara luas konstitusi (hukum dasar) meliputi

Pendidikan Kewarganegaraan 17
hukum dasar tertulis dan tidak tertulis (umwritten constitution). Sedangkan secara
sempit konstitusi (hukum dasar) adalah hukum dasar tertulis yaitu undang-undang
dasar. Dengan pengertian ini, undang-undang dasar merupakan konstitusi atau
hukum dasar yang tertulis saja (written constitution).

Perbedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis relatif tidak begitu penting,
sebab hampir semua konstitusi di dunia merupakan konstitusi tertulis. Adapaun
konstitusi tidak tertulis sangatlah jarang. Dalan konteks konstitusi sebagai hukum
dasar tertulis, maka konstitusi menjadi pengikat yang formal. Hal ini terjadi
mengingat konstitusi tertulis berisikan batasan-batasan kewenangan, tugas dan
fungsi lembaga-lembaga negara yang harus ditaati dan dilaksanakan.

1. Tujuan Konstistusi.
Konstitusi merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur
hubungan antara negara dan warga negara. Konstitusi juga dapat dipahami
sebagai bagian dari kontrak sosial (perjanjian masyarakat) yang memuat
aturan main dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.8
Konstitusi sebagaimana dimaksud memiliki tujuan, menurut Rosyada, dkk
(2005), tujuan konstitusi dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a. Konstitusi bertujuan untuk memberi pembatasan sekaligus
pengawasan terhadap kekuasaan politik.
b. Konstitusi bertujuan melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa
sendiri.
c. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para
penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.9
8
Benny Ahmad Benyamin, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMP Dan MTS, Jakarta: PT.
Mapan, 2007, h. 46
9
Ubaedillah dkk, Pendidikan Kewarga(negara)an (Civic Educaon) Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, h. 98.

Pendidikan Kewarganegaraan 18
Konstitusi pada hakikatnya memiliki tujuan untuk membatasi kewenangan
pemerintah dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Dengan adanya konstitusi pemerintah
memiliki skop wewenang yang jelas dan menjadi bagian yang harus
dijalankannya.

C. Pentingnya Konstitusi Bagi Negara.


Konstitusi memiliki kemuliaan dan arti penting bagi kehidupan suatu
negara. Kemuliaan suatu konstitusilah yang menjadikannya sebagai
fundamental law (hukum dasar) dan the higher law (hukum tertinggi). Hal itu
dikarenakan konstitusi dapat disamakan dengan suatu piagam kelahiran suatu
negara baru. Konstitusi memiliki arti penting bagi negara karena tanpa
konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk negara. Konstitusi menjadi barometer
kehidupan negara yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pahlawan.10
Dalam sebuah konstitusi, tercakup pandangan hidup dan inspirasi bangsa
yang memilikinya. A. Hamid S. Attamimi menyatakan bahwa konstitusi
sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas dan sekaligus pegangan dalam
mengatur bagaimana kekuasaan negara itu akan dijalankan.11

Sebagai mana di kemukakan oleh A.A.H. Struycken dalam bukunya


berjudul Het Staatsrecht van Het Koninkrijk dre Nederlander menyatakan
bahwa undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen
formal yang berisi sebagai berikut:

1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.


2. Tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.

10
Fajarudin,Arti Penting Konstitusi Bagi Negara, Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik Vol 8 No 1,
h.120
11
Ibid.

Pendidikan Kewarganegaraan 19
3. Pandangan tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu
sekarang maupun yang akan datang.
4. Suatu keinginan di mana perkembangan kehidupan ketatane garaan
bangsa hendak dipimpin.

Keempat hal yang termuat dalam konstitusi tersebut menunjukkan arti


pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer kehidupan bernegara dan
berbangsa. Konstitusi juga memberikan arah dan pedoman bagi generasi
penerus bangsa dalam menjalankan suatu negara. Konstitusi memiliki
kedudukan istimewa dan menjadi sumber hukum utama. Oleh karena itu, tidak
boleh ada satu peraturan perundang-undangan pun yang bertentangan
dengannya.12
Kemudian Struycken dalam bukunya Het Staatsrecht Vab het Koninkrijk der
Nederland menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis
merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:13
1. Hasil perjuangan politik bangsa diwaktu yang lampau.
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk
waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan dating.
4. Suatu keinginan dengan suatu perkembangan kehidupan ketatanegaraan
bangsa yang hendak dipimpin.
Sedangkan Prof. Mr. Djokosutono melihat pentingnya kostitusi dari dua
segi. Pertama, dari segi isi, karena konstitusi memuat dasar dari struktur dan
memuat fungsi negara. Kedua, dari segi bentuk, karena yang membuat
konstitusi bukan sembarang orang atau lembaga. Mungkin bisa seorang raja,
raja dengan rakyat, badan konstituante, atau lembaga diktator. Dari sudut

12
Fajarudin,Arti Penting Konstitusi Bagi Negara, Al Qisthas Jurnal Hukum dan Politik Vol 8 No 1,
h.121
13
Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H., M.Si., Dkk., “Teori Dan Hukum Konstitusi” (Jakarta : Rajawali
Pers Citra Niaga Buku Perguruan Tinggi) Tahun 2004 Hal. 57

Pendidikan Kewarganegaraan 20
pandang yang kedua, mempunyai kesamaan pengertian hukum dalam arti
sempit, dimana konstitusi dibuat oleh badan atau lembaga yang berwenang
dalam membuat hukum, yaitu sebuah badan yang legal dan diakui sah untuk
memberikan kekuatan hukum dalam konstitusi.
Karl Loewenstein mengadakan suatu penelitian mengenai arti penting
suatu konstitusi tertulis (UUD) dalam suatu lingkungan nasional yang spesifik,
terutama kenyataannya bagi rakyat biasa sehingga membawanya kepada tiga
jenis penilaian konstitusi sebagai berikut :
1. Konstitusi yang mempunyai nilai normatif
Yaitu suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan
konstitusi itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2. Konstitusi yang mempunyai nilai nominal
Yaitu secara hukum konstitusi itu berlaku, tetapi kenyataannya kurang
sempurna, sebab ada beberapa pasal konstitusi tersebut dalam
kenyataanya tidak berlaku.
3. Konstitusi yang mempunyai nilai semantik
Yaitu jika konstitusi yang hanya sekedar suatu istilah belaka, sedangkan
dalam pelaksanaannya hanyalah dimaksudkan untuk kepentingan pihak
penguasa.

D. Undang-undang Dasar 1945 Sebagai Konstitusi Pertama NKRI

Terbentuknya Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi negara Indonesia,


tidak terlepas dari sejarah persiapan kemerdekaan Indonesia. UndangUndang
Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
beranggotakan 21 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari

Pendidikan Kewarganegaraan 21
Jawa 3 orang dari Sumatera dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku,
dan Sunda kecil.
BPUPKI ini dibentuk bermula dari janji Jepang untuk memberikan
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji tersebut antara lain
berisi: “sejak dahulu, sebelum pecahnya peperangan Asia Timur Raya, Dai
Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan
pemerintah Hindia Belanda. Tentara Dai Nippon ðengan serentak menggerakkkan
angkatan perangnya, baik di darat, Laut maupun udara, untuk mengakhiri
kekuasaan penjajahan Belanda”. Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang
bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia
dengan giat dan ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa
Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya.
Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih
lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul
mundur tentara sekutu. Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah
tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk
perkiraan dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
Setelah merdeka kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa
ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia
menjadi sebuah negara yang berdaulat.
Sehingga dari BPUPKI tersebut, kemudian menetapkan tim khusus yang
bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal
dengan nama Undang-Undang 1945 (UUD 45). Para tokoh perumus itu adalah:
dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata,
Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetardjo Kartohamidjojo, Prof.
Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadýr. Drs.Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir
(Sumatera), Abdul Abbas (Sumatera), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang
(pengurangan dari Sulawesi), Latuharhary, Bapak Pudja (Bali) A (Kalimantan),
R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Bapak Mohammad Hassan (Sumatera).
Pendidikan Kewarganegaraan 22
Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama
kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut:
a. Menetapkan dan mengesahkan UUD ’45 yang bahannya diambil dari
Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh Panitia perumus pada
tanggal 22 Juni 1945.
b. Menetapkan dan mengesahkan UUD ’45 yang bahannya hampir
seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh Panitia Perancang UUD
tanggal 16 Juni 1945.
c. Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir.Soekarno sebagai
Presiden dan wakil ketua Drs.Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden.
d. Pekerjaan Presiden untuk waktu yang dibantu oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional.

Dengan terpilihnya Presiden dan wakilnya atas dasar Undang-undang Dasar


1945 itu, maka secara formil Indonesia sempurna sebagai sebuah negara, sebab
syarat yang lazim diperlukan oleh setiap negara telah ada yaitu adanya: 1) Rakyat,
yaitu bangsa Indonesia; 2) wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari
Sabang hingga Merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil; 3)
Kedaulatan yaitu sejak pengucapan proklamasi kemerdekaan Indonesia; 4)
Pemerintahan yaitu sejak terpilihnya Presiden dan wakilnya sebagai pucuk
pimpinan pemerintahan negara; 5) Tujuan negara mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila; 6) Bentuk negara yaitu negara kesatuan
(pasal I ayat I UUD’45).14

Setelah UUD’45 disahkan menjadi aturan main dan kerangka kerja


pemerintahan Republik Indonesia, sejak itulah berlaku konstitusi yang mengikat

14
Wasiyem, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi (Upaya Mewujudkan Good
Citizenship), Medan: Merdeka Kreasi, 2021, h. 78

Pendidikan Kewarganegaraan 23
seluruh wilayah dan bangsa Indonesia. Dengan demikian Undang-UndangUndang
1945 adalah konstitusi Republik Indonesia yang pertama yang terdiri atas:
a. Pembukaan yang meliputi empat alinea (berasal dari naskah rancangan
pembukaan Undang-undang Dasar yang disusun panitia kecil pada 22 Juni
1945).
b. Batang tubuh atau isi yang meliputi 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan
peralihan dan 2 aturan tambahan (yang berasal dari rancangan Undang-
undang Dasar tanggal 16 Juli 1945 dan disusun oleh BPUPKI).
c. Penjelasan resmi UUD 1945.

E. Perilaku Konstitusional.
Untuk mengimbangi pelaksanaan konstitusi oleh seluruh warga negara, maka
dibutuhkan adanya kesadaran berkonstitusi warga negara untuk melaksanakan
peraturan perundangundangan dan kebijakan yang telah dibuat berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan melakukan
kontrol pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 baik dalam bentuk Peraturan Perundang Undangan, kebijakan, maupun
tindakan penyelenggara negara.15
Kesadaran berkonstitusi secara konseptual diartikan sebagai kualitas pribadi
seseorang yang memancarkan wawasan, sikap, dan perilaku yang bermuatan cita-
cita dan komitmen luhur kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia. Kesadaran
berkonstitusi merupakan salah satu bentuk keinsyafan warga negara akan
pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai konstitusi.16

Dalam perspektif hukum, kesadaan berkonstitusi adalah bagian dari kesadaran


hukum yang bersama isi/substansi hukum (konstitusi) dan pemegang peran
15
J.M. Gaffar. (2007). Mengawal Konstitusi, http://www.koransindo.com Html 25 Oktober 2007.
16
Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah., Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar
dan Kultur Kelas, Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI Bandung, hlm.
18.

Pendidikan Kewarganegaraan 24
(struktur) yaitu aparat negara atau penyelenggara negara merupakan komponen-
komponen utama dalam system hukum. Eefektif atau tidaknya hukum (konstitusi)
dalam suatu masyarakat atau negara akan sangat ditentukan oleh ketiga
komponen tersebut.
Kesadaran berkonstitusi merupakan salah bagian dari kesadaran moral.
Sebagai bagian dari kesadaran moral, kesadaran konstitusi mempunyai tiga unsur
pokok yaitu:
1. Perasaan wajib.
Keharusan untuk melakukan tindakan bermoral yang sesuai dengan
konstitusi negara itu ada dan terjadi di dalam setiap sanubari warga
negara, siapapun, di manapun dan kapanpun.
2. Rasional.
Kesadaran moral dapat dikatakan rasional karena berlaku umum, lagi
pula terbuka bagi pembenaran atau penyangkalan. Dengan demikian
kesadaran berkonstitusi merupakan hal yang bersifat rasional dan dapat
dinyatakan pula sebagai hal objektif yang dapat diuniversalkan, artinya
dapat disetujui, berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap warga
negara.
3. Kebebasan.
Atas kesadaran moralnya, warga negara bebas untuk mentaati berbagai
peraturan perundangundangan yang berlaku di negaranya termasuk
ketentuan konstitusi negara.17

Kesadaran berkonstitusi warga negara memiliki beberapa tingkatan


yang menunjukkan derajat setiap warga negara dalam melaksanakan
ketentuan konstitusi negara. Tingkatan kesadaran berkonstitusi menurut
N.Y. Bull, dalam Kosasih Djahiri, terdiri dari:
17
Frans V. Magnis-Suseno, Etika Umum, Yogyakarta: Kanisius, h. 25.

Pendidikan Kewarganegaraan 25
1. Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
terhadap ketentuan konstitusi negara yang tidak jelas dasar dan
alasannya atau orientasinya.
2. Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau
kepatuhan ketentuan konstitusi negara yang berlandaskan
dasar/orientasi motivasi yang beraneka ragam atau berganti-ganti.
Ini pun kurang mantap sebab mudah berubah oleh keadaan dan
situasi.
3. Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau
kepatuhan terhdap ketentuan konstitusi negara yang
berorientasikan pada kiprah umum atau khalayak ramai.
4. Kesadaran yang bersifat autonomous, yaitu kesadaran atau
kepatuhan ketentuan konstitusi negara yang didasari oleh konsep
kesadaran yang ada dalam diri seorang warga negara. Ini
merupakan tingkatan kesadaran yang paling tinggi.18

Penanda warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi adalah warga


negara yang memiliki kemelekkan terhadap konstitusi (constitutional literacy).
Berkaitan dengan hal tersebut, Toni Massaro menyatakan, bahwa kemelekkan
terhadap konstitusi akan mengarahkan warga negara untuk berpartisipasi
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara.19
Udin S. Winataputra mengidentifikasi beberapa bentuk kesadaran
berkonstitusi warga negara Indonesia yang meliputi:
1. Kesadaran dan kesediaan untuk mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan Indonesia sebagai hak azasi bangsa dengan perwujudan
perilaku sehari-hari.
18
A. Kosasih Djahiri, (1985), Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT,
Bandung: Jurusan PMPKN IKIP Bandung, hlm. 24.
19
Tony M. Massaro, (1993), Constitutional Literacy; A Core Curriculum for a Multicultural Nation,
London: Duke University Press, h. 637.

Pendidikan Kewarganegaraan 26
2. Kesadaran dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai
bangsa sebagai rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan perwujudan
perilaku sehari-hari.
3. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara
untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan perwujudan perilaku sehari-hari.
4. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara
untuk memajukan kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku
sehari-harI.
5. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku
sehari-hari.
6. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

1. Memfungsikan UUD NRI Tahun 1945


Secara konseptual terdapat beberapa fungsi konstitusi, yaitu:
a. Fungsi ideologis, yaitu bahwa konstitusi memerlukan komitmen atas
ideologi, misal di Indonesia ideology Pancasila.
b. Fungsi nasionalistis, yakni bahwa konstitusi memelihara nasionalisme
negara, member sumbangan kepada rasa persatuan dan identitas
nasional, misal melalui bendera, lambing dan lagu kebangsaan.
c. Fungsi struktur, yaitu konstitusi membangun harapan-harapan politik
dan bagaimana harapan-harapan tersebut akan dipenuhi atau
diwujudkan.

Pendidikan Kewarganegaraan 27
d. Fungsi rasionalitas, yaitu bahwa keinginankeinginan politik, tujuan-
tujuan politik dan pendirian-pendirian politikdiekspresikan dalam
terminologi hukum sehingga sehingga bersifat nasional dan objektif.
e. Fungsi hubungan masyarakat, yaitu bahwa konstitusi menjadi bukti
kelahiran suatu negara dan keberadaanya dalam komunitas
internasional.
f. Fungsi registrasi, yaitu konstitusi merekam hasil konflik dan
perkembangan politik melalui proses seleksi dan perdebatan para
pemimpin bangsa.
g. Fungsi simbol, yaitu konstitusi harus memenuhi kebutuhan manusia
akan norma-norma dan nilai-nilai fundamental, misal demokrasi,
HAM, rule of law, keadilan, kebebasan, dsb.
h. Fungsi pembatas, yaitu konstitusi mencegah perubahan politik secara
anarkis dan radikal atau inkonstitusional, misal separatisme,
pemberontakan, dan lain-lain.20

BAB III

KESIMPULAN

20
Jimly Assiddiqie, Model-model Pengujian Konstitusional Di berbagai negara, Jakarta:Konstitusi
Press, 2015, h. 33.

Pendidikan Kewarganegaraan 28
Konstitusi adalah sebuah prnsip hukum yang funda mentaldalam sebuah
Negara yang mengatur hubungan antara pemerintah dan yang diperintah yang
semuanya ada dalam kerangka hukum baik itu konstitusi tertulis maupun tidak
tertulis. Arti pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer kehidupan
bernegara dan berbangsa. Konstitusi juga memberikan arah dan pedoman bagi
generasi penerus bangsa dalam menjalankan negara. Konstitusi memiliki
kedudukan istimewa dan menjadi sumber hukum utama. Oleh karena itu, tidak
boleh ada satu peraturan perundang- undangan pun yang bertentangan
dengannya.
Secara garis besar, tujuan Konstitusi adalah membatasi tindakan
sewenang-wenang pemerintahan, menjaminhak-hak rakyat yang diperitah dan
menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan,
hakikat tujuan Konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi
atau konstitualisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu
pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di
pihak lain.

DAFTAR PUSTAKA

Pendidikan Kewarganegaraan 29
Assiddiqie, J. (2015). Model-model Pengujian Konstitusional Diberbagai Negara.
Konstitusi press, 33.

Benyamin, B. A., & dkk. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMP dan
MTS. Jakarta: PT.Mapan.

D. S. (2016). Membangun Kesadaran Berkonstitusi Terhadap Hak-hak Konstitusional


Warga Negara Sebagai Upaya Menegakkan Hukum Konstitusi. Jurnal
Legislasi Indonesia, 273-284.

Djahiri, A. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam


VCT. Bandung: Jurusan PMPKN IKIP Bandung.

Gaffar, J. M. (2007, Oktober 25). Mengawal Konstitusi. Retrieved from Koran Sindo:
http://.koransindo.com

J. A. (2015). Model-model Pengujian Konstitusional Diberbagai Negara. Konstitusi


Press, 33.

Jamaludin, U., & dkk. (2017). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan


Tinggi. Palembang: BKS PTN Barat.

Magnis-Suseno, F. V. (1985). Etika Umum. Kanisius, 25.

Massaro, T. M. (1993). Constitutional Literacy : A Core Curruculum For A


Multicultural Nation. Duke University Press, 637.

Purwono, B. T. (2010). Khaznah 1 Untuk SMA dan MA. Jakarta: PT.Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri.

Radjab, D. (2005). Huukum Tata Negara Indonesia, Ed.Revisi, Cet.II. Jakarta: Rineka
Cipta.

Pendidikan Kewarganegaraan 30
Sukriono, D. (2016). Membangun Kesadaran Berkonstitusi Terhadap Hak-hak
Konstitusional Warga Negara Sebagai Upaya Penegakan Hukum Konstitusi.
Jurnal Legislasi Indonesia, 273-284.

Sulaiman. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Banda


Aceh: Yayasan PeNa.

Ubaedilla, & dkk. (2013). Pendidikan Kewarga(negara)an (Civic Education)


Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Wasiyem. (2021). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi (Upaya


Mewujudkan Good Citizenship). Medan: Merdeka Kreasi.

Winataputra, U. S., & Budimansyah, D. (2007). Civic Education: Konteks, Landasan,


Bahan Ajardan Kultur Kelas. Bandung: Program StudiPendidikan
Kewarganegaraan SPs UPI Bandung.

Pendidikan Kewarganegaraan 31

Anda mungkin juga menyukai