Anda di halaman 1dari 19

Tugas Makalah Dosen Pengampu

Ilmu Sosial Dasar Dra. Nurlaili, M.Si.

KONSEP WARGA NEGARA DAN NEGARA

DISUSUN OLEH:

MUHADAR
NIM 12220110532

SELFI
NIM 12220124204

TRI PRAYOGA
NIM 12220110594

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Tidak ada ucapan yang pantas diucapkan sebagai pembuka selain rasa

syukur kepada Allah, segala puji atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat

dan hidayah-Nya yang dianugerahkan kepada kita semua, terutama

kepada kami sehingga dapat menyusun makalah Konsep Warga Negara dan

Negara untuk mata kuliah Ilmu Sosial Dasar ini tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini disusun secara sistematis dan berdasarkan metode-

metode yang ada dengan segenap ilmu yang kami punya dengan harapan agar

mudah dipahami, dibaca dan dapat dijadikan sebagai referensi. Karena kami

berharap selain menjadi tugas, makalah ini menjadi inspirasi bagi siapapun yang

membaca dan menjadikan makalah ini sebagai ladang amal kami sebagai penulis.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya adanya

kekurangan, karena sebagai manusia, khilaf dan salah tak akan pernah bisa kami

hindari, Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari

para pembaca agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan demi

kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Pekanbaru, 20 Maret 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................1

B. Rumusan Masalah .........................................................................................2

C. Tujuan ..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3

A. Pengertian Negara .........................................................................................3

B. Pengertian Warga Negara .............................................................................5

C. Pengertian Negara Hukum ............................................................................6

D. Pemerintah......................................................................................................17

E. Perilaku Politik ...............................................................................................17

F. Sistem Politik .................................................................................................11

BAB III PENUTUP .................................................................................................14

A. Kesimpulan ...................................................................................................14

B. Saran ..............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap negara memiliki sistem politik tertentu, termasuk Indonesia. Sistem
politik bagi setiap bangsa merupakan “urat nadi” yang menjadi saluran darah bagi
keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara yang sehat dan sejahtera. Fungsi
sistem politik yang sehat dan sejahtera tertumpu pada harapan yang besar dari
bangsa dan negara untuk mengartikulasi “aliran darah” bagi tumbuh dan
berkembangnya berbagai aspek kehidupan negara. Aspek-aspek dimaksud
meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan hankam.
Tumbuh dan berkembangnya aspek-aspek tersebut ditujukan untuk memberi
nilai tambah (value added) bagi masukan (input) sistem politik (negara) dalam
mengisi dan membangun infrastruktur dan suprastruktur politik yang merupakan
prasyarat dan syarat bagi terwujudnya tujuan nasional negara Indonesia
sebagaimana termaktub dalam Muqaddimah Undang-Undang Dasar 1945 alinea
IV. Kondisi sistem politik dewasa ini sangat mengkhawatirkan, terutama ketika
dimanfaatkan oleh sebagian (oknum) pemegang atau pelaku dalam pemerintahan
yang memegang kendali pemerintahan di beberapa lini, hanya untuk kepentingan
pribadi atau kelompok tertentu. Dari kenyataan tersebut, terdapat ketimpangan di
berbagai aspek dan sektor kehidupan. Akhirnya, jika kondisi seperti ini dibiarkan
secara terus-menerus, kebobrokan dan kehancuran pasti akan terjadi.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka rumusan masalah


pada makalah ini adalah:

1. Apa itu Negara?

2. Apa itu warga negara?

1
3. Apa itu Negara hukum?

4. Apa itu pemerintah?

5. Bagaimana perilaku politik?

6. Bagaimana ciri-ciri, unsur dan tujuan sistem politik?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah


untuk:

1. Mengetahui apa itu Negara

2. Mengetahui ap aitu warga negara

3. Mengetahui apa itu Negara hukum

4. Mengetahui ap aitu pemerintah

5. Mengetahui bagaimana perilaku politi

6. Mengetahui bagaimana ciri-ciri, unsur dan tujuan sistem politik

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Negara
Definisi negara berisi hakikat dan esensi karakteristik negara yang
sesungguhnya. Sekali pun demikian rumusan defisini itu berada dalam alam
gagasan manusia, sehingga tidak berbicara negara itu sendiri, melainkan
gambaran hal-hal yang berkaitandengan negara. Definisi negara berkembang
dalam pertumbuhan sejarah pemikiran manusia dan umumnya merupakan hasil
dari spekulasi filosofis. Definisi negara yang universal diterima ketika didasarkan
kepada penyelidikan berbagai pemikiran kemudian diambil ciri-ciri
karakteristiknya dari kenyataan yang bersifat umum. Definisi negara yang paling
ideal mempertimbangkan kenyataan manusia sebagai makhluk politik. Ciri-ciri
umum karakterisitk negara mencakup:
1. Negara merupakan gabungan dari sejumlah kehidupan manusia.
2. Negara eksis karena adanya ikatan jiwa antara manusia dengan negara.
3. Negara terdiri atas kesatuan yang meliputi bangsa-bangsa1.
Pada dasarnya para ahli ketatanegaraan masih memberikan pengertian yang
beraneka ragam mengenai negara, baik dipandang dari sudut kedaulatan
(kekuasaan) maupun negara dinilai dari sudut peraturan–peraturan (sudut hukum)
seperti tanpa dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli ilmu
ketatanegaraan. Aristoteles (384 - 322 SM), salah seorang pemikir negara dan
hukum zaman Yunani misalnya, memberikan pengertian negara, yaitu suatu
kekuasaan masyarakat (persekutuan dari pada keluarga dan desa/kampong) yang
bertujuan untuk mencapai kebaikan yang tertinggi bagi umat manusia2.
Sementara Marsilius (1280 - 1317), seorang pemikir negara dan hukum abad
pertengahan memandang, negara sebagai suatu badan atau organisme yang
mempunyai dasar-dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu

1
Isharyanto, “Ilmu Negara”, (Surakarta: Oase Pustaka, 2016), hlm. 31-32
2
Diponalo, “Ilmu Negara Jilid 1”, (Jakarta: Balai Pustaka, 1975), hlm. 23

3
menyelenggarakan dan mempertahankan perdamaian3. Ibnu Khaldum (1332 –
1406), sebagai seorang pemikir Islam tentang masyarakat dan negara,
merumuskan bahwa negara adalah masyarakat yang mempunyai wazi’ dan mulk,
yaitu memiliki kewibawaan dan kekuasaan4. Sedang Al-Mawardi (w. 1058),
seorang pemikir politik pada masa klasik mengemukakan bahwa negara adalah
sebuah lembaga politik sebagai pengganti fungsi kenabian guna melaksanakan
urusan agama dan mengatur urusan dunia.
Pengertian demikian sejalan dengan pemikiran Al-Maududi (w. 1979), yang
juga seorang pemikir politik Islam dan pembaharu dalam dunia Islam. Ia
mengatakan bahwa negara merupakan sebuah lembaga politik yang mempunyai
fungsi keagamaan. Selain yang dikemukakan di atas, para sarjana dan pemikir
ketatanegaran abad ke-20 seperti Logemen, juga mengatakan bahwa negara
adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dan dengan
kekuasaannya mengatur dan mengurus suatu masyarakat tertentu. Demikian pula
Mac. Ivar merumuskan, negara sebagai suatu asosiasi yang menyelenggarakan
penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah yang berdasarkan
pada sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah dengan maksud
memberikan kekuasaan memaksa.
Sementara H.J Laski, seorang pemikir negara dan hukum zaman
berkembangnya teori kekuatan abad ke-20, juga mengatakan bahwa negara
adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang
bersifat memaksa dan secara sah lebih agung dari pada individu atau kelompok
yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
Unsur-unsur Negara
Ketentuan yang pasti yang menentukan unsur-unsur berdirinya suatu
negara terdapat dalam The 1933 Monte video Convention on the Rights and

3
Suhino,”Ilmu Negara, (Jogyakarta: Liberty, 1980), hlm. 64
4
Nur, “Pemikiran Politik di Negara Barat”, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hlm.54

4
Duties of States yang menyebutkan adanya empat unsur-unsur sebagai hal
yang menentukan pemformasian negara.
Unsur-unsur tersebut adalah
(i) jangkauan wilayah yang pasti
(ii) diselenggarakan oleh pemerintahan yang efektif
(iii) adanya penduduk sebagai warga negara yang tetap
(iv) kemampuan untuk melakukan hubungan internasional, termasuk
kewajiban menaati perjanjian internasional.
Unsur- unsur itu sering disebut sebagai tradisional kriteria. Kriteria itu
diakui menurut prinsip efektivitas dan dalil dalam bahasa Latin ex factis jus
oritur, yang artinya kepastian hukum menggambarkan sebagian dari fakta.
Hanya saja dewasa ini diperkenalkan unsur lain sebagai syarat berdirinya
negara yaitu exepcitional case.
B. Pengertian Warga Negara
Salah satu unsur yang ada dalam suatu negara adalah adanya penduduk
(ingezetenen) atau rakyat. Penduduk atau penghuni suatu negara merupakan
semua orang pada sustu waktu mendiami wilayah negara. Mereka secara
sosiologis lazim dinamakan “rakyat” dari negara tersebut, yaitu sekumpulan
manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama
mendiami suatu wilayah tertentu. Negara sebagai suatu entitas adalah abstrak,
yang tampak adalah unsur-unsur negara yang berupa rakyat, wilayah dan
pemerintah. Salah satu unsur negara adalah rakyat. Rakyat yang tinggal di
wilayah negara menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Warga negara
adalah bagian dari penduduk suatu negara. Warga negara memiliki hubungan
dengan negaranya. Kedudukannya sebagai warga negara menciptakan hubungan
berupa peranan, hak dan kewajiban, yang bersifat timbal balik.
Menurut Soepomo, penduduk ialah orang yang dengan sah bertempat tinggal
tetap dalam suatu negara. Sah artinya, tidak bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal tetap dalam negara

5
yang bersangkutan. Selain penduduk dalam suatu wilayah negara ada orang lain
yang bukan penduduk (nietingezetenen), misalnya seorang wisatawan yang
berkunjung dalam suatu negara. Rakyat atau penduduk yang mendiami suatu
negara ditinjau dari hukum, terdiri dari: warga negara (staatsburgers), dan orang
asing5.
Warga negara diartikan dengan orang-orang yang sebagian dari suatu
penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasanya disebut hamba
atau kaula negara. Tetapi kenyataannya istilah warga negara lebih sesuai dengan
kedudukannya sebagai orang yang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba
atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau
warga dari suatu negara, yaitu peserta dari suatu persekutuan yang didirikan
dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk
kepentingan bersama6.
C. Pengertian Negara Hukum
Secara etimologis, istilah negara hukum atau negara berdasar atas hukum
merupakan istilah yang berasal dari bahasa asing, seperti “rechtstaat” (Belanda),
“etet de droit” (Prancis), “the state according to law”, “legal state”, “the rule of
law” (Inggris). Secara historis, istilah negara hukum sudah lama dikenal dan
dianut di banyak negara sejak abad ke XVIII, istilah ini kemudian baru populer
kira-kira abad XIX sampai dengan abad XX.
Di Indonesia istilah negara hukum sudah dipergunakan sejak negara ini
memproklamirkan diri sebagai negara yang merdeka. Di Indonesia sendiri istilah
negara hukum sudah dikenal sejak negara menyatakan diri sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat. Pernyataan negara hukum Indonesia ini dapat dilihat
dalam Penjelasan Umum UUD 1945, butir I tentang Sistem Pemerintahan, yang
dinyatakan bahwa: “Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum

5
Tutik, konstruksi hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen, Jakarta: Prenadamedia, 2015),
hlm. 301.
6
Ibid, hlm. 303

6
(rechtstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat)”. Penyebutan
kata rechtstaat dalam penjelasan umum tersebut menunjukkan bahwa konsep
rechtstaat memberikan inspirasi bahkan mengilhami pendirian para proklamator
dan pendiri negara Indonesia, meskipun tidak harus serta merta menyamakan
antara konsep rechtstaat dengan konsep negara hukum Indonesia. Sebab antara
keduanya sangat berbeda filosofi maupun latar belakang budaya masyarakatnya.
Konsep negara hukum pada saat ini sudah menjadi model bagi negara-negara di
dunia, bahkan dapat dikatakan hampir dianut oleh sebagian besar negara di
dunia. Konsep negara hukum telah diadopsi oleh semua negara sebagai sebuah
konsep yang dianggap paling ideal. Konsep ini semula dikembangkan di kawasan
Eropa tersebut. Hakikat negara hukum pada pokoknya berkenaan dengan ide
tentang supremasi hukum yang disandingkan dengan ide kedaulatan rakyat7.
D. Pemerintah
Pemerintahan berasal dari kata “perintah” yang setelah ditambah awalan “pe”
menjadi pemerintah, dan ketika ditambah akhiran “an” menjadi pemerintahan,
dalam hal ini beda antara “pemerintah” dengan “pemerintahan” adalah karena
pemerintah merupakan badan atau organisasi yang bersangkutan, sedangkan
pemerintahan berarti perihal ataupun hal ikhwal pemerintahan itu sendiri.
Kata perintah itu sendiri paling sedikit ada 4 (empat) unsur yang terkandung
di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
1. Ada dua pihak yang terlibat,
2. Yang pertama pihak yang memerintah disebut penguasa atau pemerintah,
3. Yang kedua adalah pihak yang diperintah yaitu rakyat,
4. Antara kedua pihak tersebut terdapat hubungan8
E. Perilaku Politik
Munculnya aliran political behaviour (perilaku politik) telah melalui sejarah
panjang terhadap berbagai dinamika dan pegulatan pemikiran politik. Berawal

7
Suryawati, “Hak Asasi Politik Perempuan”, (Gorontalo: Ideas Publishing, 2020), hlm. 11-12
8
Syafiie, “Sistem Pemerintahan Indonesia”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 61

7
sejak pertengahan abad ke-19, analisis politik sudah mulai didominasi oleh ajarah
ilmiah, yang mencerminkan dampak semakin meningkat dalam aliran positivisme
itu sendiri. Hal ini ditandai dengan terus menggeliatnya kuliah-kuliah saint politik
yang sebelumnya sekitar tahun 1870-an sudah mulai diperkenalkan di universitas
universitas di Oxford, Paris dan Columbia, dan pada tahun 1906 American
Political Science Review diterbitkan untuk menjadi media pengembangannya.
Antusiasme terhadap sains politik memuncak pada sekitar tahun 1950-an dan
1960-an, terutama di Amerika Serikat,1 dengan munculnya satu bentuk analisa
politik yang kajiannya banyak mengambil kosentrasi pada behavioralisme (aliran
kajian terhadap perilaku politik).
Sebagai unit analisis dalam melakukan kajian politik dengan menggunakan
pendekatan perilaku politik, maka Gabriel Almond telah mencoba
mengungkapkan secara garis besar model atau bentuk-bentuk perilaku politik yang
pernah digunakan di berbagai negara. Dari berbagai bentuk yang sempat
diinventarisir, kemudian diklasifikasikan dalam dua pola dan model yang umum
sifatnya, yaitu pola konvensional sebagai suatu bentuk perilaku politik yang
dianggap umum berlangsung dalam demokrasi modern, serta pola perilaku politik
nonkonvensional, yang merupakan kebalikan dari bentuk yang pertama.
Lebih lanjut Almond berpendapat bahwa, model partisipasi atau perilaku
politik yang sudah dianggap sebagai bentuk normal atau yang sudah umum (pola
konvensional) dalam demokrasi modern adalah meliputi aktivitas pemberian suara
dalam pemilu (voting), diskusi politik, kegiatan kampanye, lobbying dan
bergabung dalam kelompok kepentingan. Bentuk perilaku politik yang berupa
voting boleh jadi merupakan suatu bentuk yang paling umum digunakan dari masa
lampau sampai sekarang, baik dalam masyarakat tradisional maupun yang modern.
Di samping itu, sistem voting atau pemberian suara ini boleh jadi merupakan
bentuk partisipasi politik aktif yang paling luas tersebar di berbagai masyarakat di
dunia. Asumsi ini diperkuat oleh pendapat Norman dan Sidney Verba yang
menyatakan bahwa pemungutan suara (voting) merupakan satu-satunya tindakan

8
politik dimana sebagian besar rakyat berpartisipasi. Bahkan menurutnya tidak ada
tindakan politik lainnya yang melibatkan dengan lebih dari sepertiga warganya di
suatu negara selain pemungutan suara tersebut. Sedangkan model perilaku politik
non-konvensional menurut Almond adalah: pengajuan petisi, demonstrasi,
konfrontasi, mogok, tindak kekerasan terhadap harta benda maupun manusia, dan
perang geriliya ataupun revolusi. Walaupun
Riset yang kebanyakan dilakukan sekarang membedakan jenis-jenis perilaku
dalam empat jenis berikut.
1. Kegiatan pemilihan yang mencakup pemberian suara, memberikan
sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam kegiatan pemilihan, mencari
dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan
mempengaruhi hasil pemilihan.
2. Lobbying yang mencakup upaya-upaya, baik perorangan maupun kelompok,
untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah atau pimpinan-pimpinan
politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan
diambil.
3. Kegiatan organisasi, menyangkut kegiatan-kegiatan sebagai anggota atau
pejabat suatu organisasi yang tujuan utamanya mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah
4. Mencari koneksi (contacting), yaitu tindakan perorangan yang ditujukan
terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud
memperoleh manfaat baik hanya seorang atau beberapa orang.
Selain itu, pendapat lain yang mengemukakan bentuk perilaku politik
selain model di atas adalah pendapat yang diungkapkan oleh Robert J. Huckshorn.
Menurutnya terdapat lima bentuk perilaku politik jika dilihat secara lebih luas
dalam sebuah negara jika dilihat dalam konteks pemilihan umum dari awal hingga
akhir, diantaranya: Pertama, memilih kandidat calon pemimpin. Ia melihat ini
sebagai sebuah proses awal yang penting yang harus dilewati oleh individu atau
kelompok sebagai calon pemilih. Kedua, memilih pemimpin yang visioner dan

9
memiliki karakter kuat. Ketiga, mengawasi dan mengontrol pemerintahan. Ini bisa
berupa memberikana masukan melalui domonstrasi dan protes. Keempat,
sosialisasi politik. Kelima, ikut konsen dalam mengontrol kebijakan pemerintah
dalam pelaksanaannya. Nampaknya pendapat Robert di atas berbeda dengan
pendapat yang lain dalam melihat model perilaku politik, walaupun pada dasarnya
sama. Robert nampaknya lebih melihat bentuk perilaku politik itu dalam
persepektif pemilihan umum dan bersifat lebih teknis, artinya pendapat Robert itu
didasarkan pada pengalaman pemilu secara empiris.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik
Perilaku politik atau partisipasi politik sebagai suatu aktivitas, tentu
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terdapat banyak pendapat yang menyoroti
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik; ada yang menyoroti
faktorfaktor dari dalam diri seseorang, ada yang menyoroti faktorfaktor dari luar
dan ada yang menggabungkannya. Berbagai pendapat tersebut dapat dilihat dalam
uraian berikut ini. Menurut Utsman Abdul Mu‘iz Ruslan, secara umum ada
beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi politik, diantaranya adalah:
pertama, keyakinan agama yang diimani oleh individu. Sebagai contoh Islam
mendorong pemeluknya untuk memerintahkan yang ma‘ruf dan mencegah
kemungkaran, mengkritik dan mengawasi penguasa. Kedua, jenis kultur politik,
atau bentuk nilai dan keyakinan tentang kegiatan politik yang mempengaruhinya.
Ketiga, karakter lingkungan politik, artinya lingkungan tempat tinggal seseorang
dapat memberikan pengaruh terhadap kepedulian politik individu atau kelompok.
Ramlan Surbakti menyebutkan dua variabel penting yang mempengaruhi
tinggi rendahnya tingkat partisipasi atau perilaku politik seseorang. Pertama, aspek
kesadaran politik seseorang yang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajiban
sebagai warga negara, misalnya hak-hak politik, hak ekonomi, hak mendapat
perlindungan hukum, hak mendapatkan jaminan sosial dan kewajiban-kewajiban,
seperti kewajiban dalam sistem politik, kewajiban kehidupan sosial, dan kewajiban
lainnya. Kedua, menyangkut bagaimanakah penilaian dan apresiasi terhadap

10
pemerintah, baik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dan pelaksanaan
pemerintahannya9.
F. Sistem Politik
1. Pengertian
Secara etimologis, sistem politik Indonesia berasal dari tiga kata, yaitu
sistem, politik, dan Indonesia. Sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“systema” yang berarti:
a) Keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian
b) hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen
secara teratur.
Dengan demikian, kata “systema” berarti sehimpunan bagian atau
komponen yang saling berhubungan secara teratur, integral, dan merupakan
satu keseluruhan (a whole). Dalam perkembangannya, istilah itu mengalami
pembiasan sehingga memiliki banyak arti, bergantung pada objek dan
cakupan pembicaraannya. Akan tetapi, setiap definisi mewujudkan gagasan
dari sekelompok objek atau unsur yang berada dalam hubungan struktural dan
karakteristiknya masing-masing yang satu dan lainnya berinteraksi pada dasar
karakteristik tertentu10.
2. Sistem Politik Indonesia
Sistem politik sama seperti sistem kehidupan lainnya, mempunyai
kekhasan, yaitu adanya integrasi, keteraturan, keutuhan, organisasi,
koherensi, keterhubungan, dan saling kebergantungan bagian-bagiannya.
Banyak definisi yang berusaha menjelaskan sistem politik Indonesia, di
antaranya sebagai berikut.
a) Sistem politik Indonesia adalah seperangkat interaksi yang diabstraksikan
dari totalitas perilaku sosial melalui nilai-nilai yang disebarkan kepada

9
Hamid, “PERILAKU POLITIK Dialektika Teoritis-Empiris Untuk Penguatan Demokrasi di Era Post
Truth”, (Mataram: Sanabil, 2020), hlm. 70-72
10
Anggar, “Sistem Politik Indonesia”, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm.1

11
masyarakat dan negara Indonesia. Dengan pengertian tersebut lingkungan
intramasyarakat akan memengaruhi sistem politik Indonesia, di antaranya
adalah landasan rohaniah bangsa, falsafah negara, doktrin politik,
ideologi politik, dan sistem nilai.
b) Sistem politik Indonesia adalah kumpulan atau keseluruhan berbagai
kegiatan dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan
umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya mewujudkan tujuan,
pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
c) Sistem politik Indonesia berlaku di Indonesia, baik seluruh proses yang
utuh maupun sebagian. Sistem politik di Indonesia dapat menunjuk pada
sistem yang pernah berlaku di Indonesia, yang sedang berlaku di
Indonesia, atau yang berlaku selama berdirinya negara Indonesia sampai
sekarang.
d) Sistem politik Indonesia berfungsi sebagai mekanisme yang sesuai
dengan dasar negara, ketentuan konstitusional juga memperhitungkan
lingkungan masyarakatnya secara real.
3. Ciri-Ciri, Unsur-Unsur, dan Tujuan Sistem
Ciri-ciri Sistem Menurut Elias M. Awad adalah:
a. Terbuka;
b. Terdiri atas dua atau lebih subsistem
c. Saling bergantung
d. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya;
e. Kemampuan untuk mengatur diri sendiri
f. Tujuan dan sasaran.
4. Sistem, Unsur dan Tujuan Sistem
Secara sederhana, sistem merupakan sehimpunan unsur yang berkaitan untuk
mencapai tujuan bersama. Pengertian ini dapat digambarkan dengan
beberapa contoh sistem, unsur, dan tujuannya seperti yang terlihat pada

12
bagan berikut (berdasarkan Mudrick dan Ross, 1982 dan Bagan, Sistem,
unsur-unsur dan tujuannya)11.

11
Ibid, hlm. 25-26

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aristoteles (memberikan pengertian negara, yaitu suatu kekuasaan masyarakat
(persekutuan dari pada keluarga dan desa/kampong) yang bertujuan untuk
mencapai kebaikan yang tertinggi bagi umat manusia. Sementara Marsilius
memandang, negara sebagai suatu badan atau organisme yang mempunyai
dasar-dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu menyelenggarakan
dan mempertahankan perdamaian.
2. Warga negara diartikan dengan orang-orang yang sebagian dari suatu
penduduk yang menjadi unsur negara.
3. Secara etimologis, istilah negara hukum atau negara berdasar atas hukum
merupakan istilah yang berasal dari bahasa asing, seperti “rechtstaat”
(Belanda), “etet de droit” (Prancis), “the state according to law”, “legal
state”, “the rule of law” (Inggris).
4. Pemerintahan memiliki arti perihal ataupun hal ikhwal pemerintahan itu
sendiri.
5. Almond berpendapat bahwa, model partisipasi atau perilaku politik yang
sudah dianggap sebagai bentuk normal atau yang sudah umum (pola
konvensional) dalam demokrasi modern adalah meliputi aktivitas pemberian
suara dalam pemilu (voting), diskusi politik, kegiatan kampanye, lobbying dan
bergabung dalam kelompok kepentingan.
6. Sistem berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan
secara teratur, integral, dan merupakan satu keseluruhan.
7. Sistem politik sama seperti sistem kehidupan lainnya, mempunyai kekhasan,
yaitu adanya integrasi, keteraturan, keutuhan, organisasi, koherensi,
keterhubungan, dan saling kebergantungan bagian-bagiannya.

14
B. Saran
Politik pada awalnya memiliki tujuan yang penting, yaitu untuk membentuk
suatu sistem yang teratur dan terintegrasi. Namun dewasa ini, politik lebih
mengarah kepada perebutan kekuasaan saja. Maka dari itu kami menyarankan
kepada para pembaca, untuk memahami konsep dari politik itu sendiri.
Sehingga tidak terdapat kesalahan ketika memilih terjun ke dunia politik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anggar, S. (2013). Sistem Politik Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Diponalo, G. S. (1975). Ilmu Negara Jilid 1. Jakarta: Balai Pustaka.

Hamid, I. (2020). Perilaku Politik Dialektika Teoritis-Empiris Untuk Penguatan

Demokrasi di Era Post Truth. Mataram: Sanabil.

Isharyanto. (2016). Ilmu Negara. Surakarta: Oase Pustaka.

Nur, D. (1982). Pemikiran Politik di Negara Barat. Jakarta: Rajawali Press.

Suhino. (1980). Ilmu Negara. Jogyakarta: Liberty.

Suryawati, n. (2020). Hak Asasi Politik Perempuan.Gorontalo: Ideas Publishing.

Syafiie. (2013). Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Tutik, T. T. (2015). Konstruksi hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen.

Jakarta: Prenadamedia.

16

Anda mungkin juga menyukai