Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI-TEORI KEWARGANEGARAAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Konsep dasar Pendidikan kewarganegaraan

Dosen :

Hendrik, S.Pd., M.Pd

OLEH :

KELOMPOK 1
INRIANI TODING [221118211]
WIDYA RASSING [221118210]
GLADIES KURNIA [221118017]
IRMAYANTI TOMBE [221118229]

FAKULTAS KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahnya, sehingga kami boleh
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan wawasan mengenai mata kuliah konsep dasar pendidikan kewarganegaraan, dengan judul “
TEORI – TEORI KEWARGANEGARAAN ”.

kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar
bisa menjadi lebih baik lagi. Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna
bagi pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang beridentitas nasional, karena
kita adalah penerus Bangsa Indonesia.

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................2

Daftar Isi......................................................................................................3

BAB 1
Pendahuluan

A. Latar Belakang ..............................................................................4


B. Rumusan Masalah .........................................................................5
C. Tujuan Penulisan............................................................................5
D. Manfaat Penulisan..........................................................................5

BAB 2
Pembahasan

A. Warga Negara dan Kewarganegaraan............................................6


B. Tiga Arena Kewarganegaraan........................................................7
C. Pendidikan Kewarganegaraan........................................................8
D. Teori-Teori Kewarganegaraan.......................................................8

BAB 3
Penutup

A. Kesimpulan..................................................................................16
B. Saran............................................................................................17

Daftar Pustaka...........................................................................................18

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam konsep kewarganegaraan merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh
kewarganegaraan tersebut, tidak hanya sebagai komunitas biasa yang hanya asal ada dan datang di
tubuh masyarakat, komunitaspun mempunyai teori dan praktik untuk menjadi komunitas yang benar
dan tertuntun dalam konsep kewarganegaraan.
Terjadi perbedaan pendapat mengenai konsep kewarganegaraan sesuai dengan perspektifnya
para ahli masing-masing, diantaranya : 1) Pendapat Ronald Beiner dalam bukunya Theorizing
Citizenship (1995), mengemukakan adanya tiga teori kewarganegaraan, yakni Liberal,
Communitarian, dan Republican. 2) Herman Van Gunstreren dalam Sapriya (2006) mengemukakan
ada tiga teori dasar kewarganegaraan yang berkembang dan menjadi kajian ilmiah, yakni
Liberalsme,
komunitarianisme dan republikanisme. 3) Derek Heater dalam bukunya A Brief History of
Citizenship (2004) menyatakan bahwa berdasar sejarah perkembangannya, teori kewarganegaraan di
bedakan antara Tradisi Republikan (the civic tradition) dengan Tradisi Liberal (liberal tradition)
Sejalan dengan pendapat umum, maka dapat disimpulkan bahwa teori kewarganegaraan
mencakup Liberal, Komunitarian, Republikan dan juga Demokrasi Radikal sebagai tambahan
pemahaman mengenai teori kewarganegaraan. Maka dari itu dibuatnya makalah ini, agar supaya
membuat pembaca maupun penulis lebih mengetahui tentang bagaimana cara berwarga dan
bernegara yang baik dan benar, khususnya terkait beberapa teori kewarganegaraan yang menjadi
pembahasan inti, juga mendalami supaya lebih tau terkait teori dan praktik kewarganegaraan.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Warga Negara dan Kewarganegaraan?
2. Apa saja yang menjadi arena Kewarganegaraan?
3. Apa pengertian dari Pendidikan Kewarganegaraan?
4. Apa saja yang dimaksud dengan Teori-Teori Kewarganegaraan?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini ialah
- Tujuan Umum : Sebagai media pembelajaran mahasiswa
- Tujuan Khusus :
1. Agar mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Warga Negara dan
Kewarganegaraan.
2. Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang yang menjadi arena Kewarganegaraan.
3. Agar mahasiswa mengetahui apa pengertian dari Pendidikan Kewarganegaraan.
4. Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang dimaksud dengan Teori-Teori
Kewarganegaraan.

D. MANFAAT PENULISAN
- Sarana membaca
- Media pembelajaran

5
BAB 2
PEMBAHASAN

A. WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN


Pengertian warga negara adakalanya dicampuradukkan dengan penduduk, masyarakat dan rakyat
sehigga menimbulkan kerancuan. Dalam penempatannya, warga negara dikaitkan dengan
kehidupan bernegara yang mempunyai peraturan perundangan tentang pengakuan terhadap
kewarganegaraan seseorang.
Aristoteles menyatakan bahwa penentuan tentang siapakah warga negara itu lebih tepat
didasarkan pada rezim konstitusi atau bentuk pemerintahannya. Jadi warga negara ditentukan oleh
bentuk pemerintahan. Konstitusi menentukan siapa yang menjadi warganegara. Warganegara dalam
oligarki belum tentu warganegara dalam demokrasi. Warga negara tidak ditentukan berdasar tempat
atau ketaatan pada hukum. Yang benar adalah warganegara adalah mereka yang berperan dalam
pemerintahan (share in the administration of justice and in the holding of office). Dalam pengertian
yang lebih tegas warga negara adalah one who shares in making decisions and holding office. Hal
ini khususnya yang berlaku dalam konstitusi dengansistem demokrasi. Orang – orang seperti inilah
yang seharusnya disebut warga negara.
Selanjutnya mengenai gagasan tentang kewarganegaraan (citizenship) sesungguhnya dapat
ditelusuri dari sejarah perkembangan kewarganegaraan yang bersumber dari peradaban Yunani
Kuno, republik Romawi sampai pada modernitas Barat. Pemikiran yang tumbuh di masa Yunani
Kuno telah memberi pijakan kuat bagi teorisasi kewarganegaraan khususnya pada kewarganegaraan
moderen. Salah satunya dari Aristoteles (384 -322 SM) seorang pemikir, ilmuwan, ahli logika dan
sekaligus filosof terkenal saat itu. Karyanya yang berjudul Politics telah memberikan informasi
penting mengenai Athena sebagai suatu negara kota (polis) di masa Yunani Kuno yang demokratis
beserta keberadaan warganya di polis tersebut (polites/politai). Istilah polis, polites dan politeia
(bahasa Greek) menjadi kata-kata kunci atau dikenal sebagai bagian dari Aristotle‟s term, yang
nantinya diterjemahkan sebagai state, citizen dan constitution. (bahasa Inggris). Ketiga istilah
tersebut tidak bisa dipisahkan dan untuk memahami satu hal, maka yang lain juga harus dipahami
pula. Kewarganegaraan(citizenship) adalah suatu bentuk dari identitas sosial politik (a form of social
political identity) seseorang yang keberadaannya berkaitan dengan waktu yang berkembang (Derek
Heater,2004).

6
Disisi lain, kewarganegaraan ternyata tidak hanya sebuah identitas, tetapi mencakup pula atribut
rights, obligations, active in public affairs, dan an acceptance of societal values (JJ Cogan &
Dericcot, 1998: 2-3). Oleh karena itu pula definisi kewarganegaraan termasuk pula definisi warga
tidaklah sama, mencakup banyak dimensi.
Menurut Aristoteles, definisi tentang warga ditentukan oleh bentuk pemerintahan atau ia sebut
bentuk konstitusinya. Pada buku Politics bagian III yang berbicara tentang The Teory of Citizenship
dan Constitutions, Aristoteles mengulas secara panjang lebar mengenai kewarganegaraan, warga dan
konstitusi. Sekali lagi bahwa ketiga konsep tersebut menurutnya tidak bisa dipisahkan. Bahwa untuk
memahami apa itu konstitusi, kita mesti mengetahui apa itu negara dan untuk mengetahui negara
sebagai tempat hidup warga kita perlu memperjelas apa itu kewarganegaraan.

B. TIGA ARENA KEWARGANEGARAAN


Prinsip dan konsep dasar kewarganegaraan dapat diterangkan dalam tiga arena yang luas,
yakni:
1. Kewarganegaraan sebagai prinsip politik berdemokrasi.
2. Kewarganegaraan sebagai status yuridis individu sebagai subjek hukum artinya memberikan
hak-hak serta kewajiban di dalamnya.
3. Kewarganegaraan sebagai bentuk keberanggotaan dalam suatu komunitas yang eksklusif
dengan basis ikatan sosial yang khas.
Kewarganegaraan sebagai prinsip berdemokrasi dikemukakan pertama-tama oleh Aristoteles
dan kemudian dikembangkan oleh pemikir republikanisme J.G.A Pocock. Dalam konsepsi ini,
kewarganegaraan dikonstruksi sebagai aktivitas atau tindakan untuk terlibat dalam proses
diperintah dan memerintah secara setara.Warga aktif dalam kehidupan publik, berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan serta yang utama, memperjuangkan keutamaan sebagai kerangka
bersama. Pandangan kewarganegaraan sebagai prinsip berdemmokrasi menekankan kesetaraan
politik dan partisipasi sebagai pusat dan karakter dasar kewarganegaraan.

7
C. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pendidikan merupakan upaya sadar suatu masyarakat dan juga negara untuk menjadikan dirinya
lebih berpengetahuan, lebih cakap dalam berketerampilan dan lebih beradab dalam tingkah laku.
Kewarganegaraan adalah segala hal yang menyangkut bangsa, negara dan hubungan antara negara
dengan warganya. Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan adalah upaya sadar bangsa dan
negara untuk memberikan pengetahuan mengenai hubungan antara konsep-konsep dalam paradigma
negara kepada seluruh warga negara.Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah
menjadikan warga negara Indonesia yang cerdas, bermartabat dan aktif dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.

D. TEORI TEORI KEWARGANEGARAAN


1. Teori Kewarganegaraan Liberal
a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Liberal
Teori Kewarganegaraan liberal memandang kebebasan individual yang memuat di dalamnya
sejumlah hak-hak dasar sebagai prinsip utama, seperti: hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Tokoh utama konsepsi kewarganegaraan liberalialah John Locke dan John Stuart Mill
(Schuck,2002:132-13).

b) Dasar Teori Kewarganegaraan Liberal


Teori ini bersumber dari ideologi individualisme yang berpahamkan kebebasan individu
terutama kebebasan dari campur tangan negara dan masyarakat. Teori ini juga  berpendapat
bahwa  warganegara sebagai  pemegang otoritas untuk menentukan  pilihan  dan hak.
Berdasarkan aksioma teori ini memandang warganegara  secara individual memaksimalkan
keuntungan yang dimilikinya, yakni menentukan pilihan tindakan yang akan mengantarkan pada
hasil tertinggi dikalikan peluang situasi yang akan terjadi. Perspektif ini bercirikan penekanan
pada individu, dan kapasitas individu untuk mengubah identitas kelompok atau kolektif, untuk
menghancurkan belenggu identitas pasti (status sosial, hirarkis, peran tradisional), untuk
menentukan ulang tujuan seseorang. Teori kewarganegaraan liberal  menekankan pada konsep
kewarganegaraan yang berbasis pada hak. Teori ini juga berpendapat bahwa warganegara
sebagai pemegang otoritas untuk menentukan pilihan dan hak. Teori kewarganegaraan liberal
menekankan pada konsep kewarganegaraan yang berbasis pada hak. Peter H Scuck dalam liberal
Liberal Citizenship (2002) menyatakan bahwa pengaruh besar dari teori ini diawali oleh

8
penjelasan secara sistematis melalui John Locke dan J.S Mill. Menurut Locke individu
dianugerahi dan dihiasi oleh Tuhan dengan hukum alam dan berupa hak- hak alamiah. Teori
Locke tentang kepemilikian (Locke’s  theory of property) menyebutkan ada tiga elemen sentral
bagi  kewarganegaraan liberal. Pertama,individu dapat menciptakan kekayaan atau kepemilikan 
dan menambah dominasi kepemilikan itu melalui kerja. Kedua, perlidungan terhadap
kepemilikan merupakan fungsi utama hukum dan pemerintahan dan Ketiga, pelaksanaan yang
sah menurut hukum atas hak-hak kepemilikan secara alamiah mengasilkan ketidakmerataan yang
adil.
Teori kewarganegaraan liberal muncul  pada  abad 17 dan 18 serta berkembang kuat pada
abad 19 dan 20. Teori ini tentang kewarganegaraan dimulai dari pandangan yang bersifat
individualistis. Teori ini bersumber dari ideologi individualisme yang berpahamkan kebebasan
individu terutama kebebasan dari campur tangan negara dan masyarakat. Teori ini juga
berpendapat bahwa warga negara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan pilihan dan hak.
Berdasarkan aksioma teori ini memandang warganegara secara individual memaksimalkan 
keuntungan yang dimilikinya, yakni menentukan pilihan tindakan yang akan mengantarkan pada
hasil tertinggi dikalikan peluang situasi yang akan terjadi.
Menurut  Peter H Suchuk ada 5 Prinsip Dasar Teori Liberal Klasik. Pertama, mengutamakan
 kebebasan individu yang dipahami sebagai kebebasan dari campur tangan negara. Kedua,
proteksi yang  luas  terhadap kebebasan berpikir, berbicara dan beribadah. Ketiga, kecurigaan 
yang dalam terhadap kekuasaan negara dalam mengatasi individu. Keempat, pembatasan
kekuasaan negara pada bidang atau aktivitas individu dalam berhubungan dengan yang lain,
serta Kelima, anggapan yang kuat dapat dibantah mengenai kebaikan hati dalam hal masalah
pribadi seta bentuk lain yang mendukung pribadi.
Sedangkan salah satu Teori Liberal Modern, adalah yang dikemukakan oleh TH
Marshall dalam bukunya Citizenship and Social Class (1950), menurutnya kewarganegaraan
diartikan sebagai status yang dianugerahkan bagi mereka sebagai anggota komunitas yang
mencakup hak sipil, hak politik, dan hak sosial. Jadi kewarganegaraan di dasarkan atas elemen
hak dan berdasar ini terdapat bentuk kewarganegaraan sipil, kewarganegaraan politik dan
kewarganegaraan sosial. Kewarganegaraan sosial muncul di abad 19, misal hak mendapat
kesejahteraan dan keamanan. Hak sosial menjadi unsur yang penting  untuk menggerakan hak
sipil dan politik bagi mereka yang dimarjinalkan dan dalam situasi yang tidak beruntung.
Menurut dia hak merupakan hal yang penting dan ketiadaan hak menjadikan warganegara
tidak  dapat berperan aktif secara efektif. Baginya kewarganegaraan (hak) dapat memperbaiki
konflik dalam kelas di masyarakat.

9
2. Teori Kewarganegaraan Komunitarian
a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Komunitarian
Komunitarian adalah Teori Kewarganegaraan yang Menekankan pada kelompok etnis atau
kelompok budaya, solidaritas diantara orang-orang yang memiliki sejarah atau tradisi yang sama,
kapasitas kelompok tersebut untuk menghargai identitas orang-orang yang dibiarkan
“teratomisasi” oleh kecenderungan untuk menggali akar masyarakat liberal.
Teori kewarganegaraan Komunitarian sangat menekankan pada fakta bahwa setiap orang,
warganegara perlu memiliki sejarah perkembangan masyarakat. Individualitas yang dimiliki
warganegara berasal dan dibatasi oleh masyarakat (Sapriya, 2007). Hal itu berdasar keyakinan
teori ini bahwa individu dibentuk oleh masyarakat. Di masyarakat ada norma yang disepakati
sebagai code of conduct yang harus dipenuhi anggota karena dengan cara inilah eksistensi dan
keberlangsungan masyarakat terjamin.
Perspektif komunitarian menekankan pada kelompok etnis atau kelompok budaya, solidaritas
diantara orang-orang yang memiliki sejarah atau tradisi yang sama, kapasitas kelompok tersebut
untuk menghargai identitas orang-orang yang dibiarkan “teratomisasi” oleh kecenderungan yang
mengakar pada masyarakat liberal (Ronald Beiner, 1995). Dikatakan bahwa Kommunitarian
menekankan pada kebutuhan untuk menyeimbangkan hak-hak dan kepentingan individu dengan
kebutuhan komunitas sebagai kesatuan dan bahwa individu terbentuk dari budaya dan nilai-nilai
komunitas.
Ciri-ciri Utama Teori Kewarganegaraan ini adalah Individu dibentuk oleh masyarakat,
karena di masyarakat terdapat sistem norma yang disepakati sebagai rule of conduct., Tindakan
individu harus sesuai dengan batas-batas yang diterima masyarakat., Identitas dan stabilitas
individu WN akan terbentuk dengan baik ketika didukung oleh masyarakat. Masyarakat
merupakan hal sangat vital bagi adanya kewarganegaraan (tiada kewarganegaraan tanpa
masyarakat).

b) Dasar Teori Kewarganegaraan Komunitarian


Teori kewarganegaraan komunitarian muncul dan berkembang pada abad-20 sebagai reaksi
atas teori kewarganegaraan liberal. Berbeda dengan liberalisme klasik, yang memahami bahwa
komunitias berasal dari tindakan sukarela individu-individu dari masa pra-komunitas,
komunitarianisme menekankan peranan komunitas dalam mendefinisikan dan membentuk
individu. Kaum komuitarian percaya bahwa nilai komunitas tidak cukup diakui dalam teori-
teori liberal tentang keadilan. Selain itu kemunculan teori ini berlandaskan pandangan bahwa

10
identitas dan karakter pribadi tidak mungkin terbentuk tanpa dukungan lingkungan masyarakat.
Berbeda dengan teori kewarganegaraan liberal dimana masyarakat terbentuk dari pilihan-pilihan
bebas individu, teori ini berpendapat justru masyarakatlah yang menentukan dan membentuk
individu baik karakternya, nilai dan keyakinan-keyakinannya.
Komunitarian menekankan pentingnya komunitas dan nilai sosial bersama. Negara yang
menganut teori kewarganegaraan ini dalam prakteknya memiliki Pokok- pokok ajaran 
komunitarianisme antara lain, adalah sebagai berikut:
- Komunitas adalah abtirer dalam kehidupan bersama
- Nilai-nilai sosial adalah kerangka moral kehidupan bersama
- Nilai-nilai sosial tersebut pada gilirannya merupakan croos societal moral dialoge.
Adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah komunitas
tersebut diperlakukan sama oleh warga negara maupun negara.
Dapat dikatakan bahwa Teori Kewarganegaraan ini termasuk sebagai keberanggotaan dalam
suatu komunitas memberikan dimensi eksklusif bagi konsep mengenai warga. Dalam perspektif
ini, kewarganegaraan membentuk identitas dan ikatan khusus yang bersifat lebih tertutup dalam
suatu kelompok tertentu yang mana itu semua dipengaruhi oleh etnis, sejarah dan kebudayaan
yang sama.
Kaum komunitarian menolak negara netral. Mereka percaya bahwa negara netral seharusnya
ditinggalkan demi ’politik kebaikan bersama’ (the politics of common good).Pembedaan antara
‘politik netralitas’ dan ’politik kebaikan bersama’ dari komunitarianisme ini dapat menyesatkan.
Ada ’kebaikan bersama’ yang juga nampak dalam politik liberal, karena berbagai kebijaksanaan
negara liberal ditujukan untuk mempromosikan kepentingan-kepentingan berbagai anggota
masyarakat. Proses-proses politik dan ekonomi yang dengan ini berbagai preferensi individu
dipadukan dalam sebuah fungsi pilihan sosial merupakan cara kaum liberal menentukan
kebaikan bersama. Karena itu, menegaskan netralitas negara bukanlah menolak gagasan tentang
kebaikan bersama, melainkan memberikan sebuah interpretasi mengenainya. Dalam sebuah
masyarakat liberal, kebaikan bersama merupakan hasil dari sebuah proses memadukan berbagai
preferensi, yang semuanya dihitung secara sama (jika konsisten dengan prinsip-prinsip keadilan).
Semua preferensi memiliki bobot pengaruh yang sama ’bukan dalam arti bahwa terdapat sebuah
ukuran yang disepakati publik atas nilai intrinsik yang membuat semua konsepsi ini menjadi
sama, melainkan dalam arti bahwa berbagai preferensi itu sama sekali tidak dievaluasi dari sudut
pandang publik. Seperti yang sudah kita saksikan, penegasan anti-perfeksionis pada netralitas
negara ini mencerminkan kepercayaan bahwa kepentingan orang dalam membawakan sebuah

11
kehidupan yang baik tidak meningkat ketika masyarakat melakukan diskriminasi terhadap
proyek-proyek yang mereka percayai sebagai paling berharga bagi mereka. Maka, kebaikan
bersama dalam sebuah masyarakat liberal diatur agar sesuai dengan pola berbagai preferensi dan
konsepsi tentang kebaikan yang dipegang oleh individu.
Akan tetapi, dalam sebuah masyarakat komunitarian, kebaikan bersama diterima sebagai
sebuah konsepsi mendasar tentang kehidupan yang baik yang menentukan ’pandangan hidup’
komunitas. Kebaikan bersama ini, alih-alih menyesuaikan dirinya sendiri pada pola preferensi
orang, menyediakan ukuran untuk mengevaluasi berbagai preferensi itu. Pandangan hidup
masyarakat membentuk dasar bagi tata jenjang (rangking) publik mengenai berbagai konsepsi
tentang yang baik, dan bobot yang diberikan pada preferensi individu bergantung pada seberapa
besar ia menyesuikan dengan dan memberikan sumbangan pada kebaikan bersama ini. Pencarian
publik akan tujuan-tujuan yang dirasakan bersama yang menentukan pandangn hidup 
komunitas,
karena itu, tidak terhambat oleh persyaratan netralitas. Ia berada mendahului klaim individu-
individu terhadap sumberdaya dan kebebasan diperlukan untuk mengejar konsepsi-konsepsi
mereka sendiri akan kebaikan. Sebuah negara komunitarian dapat dan seharusnya mendorong
orang untuk menerima konsepsi-konsepsi tentang kebaikan yang sesuai dengan pandangan hidup
masyarakat, sementara mencegah berbagai konsepsi tentang kebaikan yang bertentangan dengan
pandangan hidup komunitas ini. Sebuah negara komunitarian, karena itu, merupakan negara
perfeksionis, karena melibatkan penjenjangan nilai publik  dari berbagai pandangan hidup yang
berbeda. Namun, walaupun erfeksionis Marxis merangking pandangan hidup menurut penilaian
trans-historis atas kebaikan manusia, komunitarianism merangking pandangan hidup itu menurut
kesesuaiannya dengan praktek-praktek yang ada.

3. Teori Kewarganegaraan Republikan


a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Republikan
Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan sipil (civic bonds) suatu hal
yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal) ataupun ikatan kelompok (tradisi
komunitarian). Teori kewarganegaraan republikan baik yang klasik maupun yang humanis
merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat, bahwa bentuk ideal dari suatu
negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic virtue wargannya dan pemerintahan yang
republik karena ini  merupakan hak yang esensial, sehingga disebut civic republic. Jadi
kewarganegaraan ini menekankan pentingnya kewajiban (duty), tanggung  jawab  
(responsibility) dan civic virtue (keutamaan kewarganegaraan) dari warganegaranya. Civic

12
virtue dalam republic Romawi berarti kesediaan  mendahulukan kepentingan publik.

b) Dasar Teori Kewarganegaraan Republikan


Teori Kewarganegaraan Republikan berpendirian bahwa kebebasan individual hanya
mungkin ada dalam suatu jaminan keamanan negara yang berada dibawah rule of law dan
kebajikan warga negara (civic Virtues) untuk berpartisipasi didalamnya. Dari perspektif
republikan, kewarganegaraan memiliki dimensi etis dan legal (hukum). Status Hukum
warganegara akan berkaitan erat dengan kepemilikan privileges) yang memuat hak-hak dan
kewajiban terhadap kepentingan publik. Kewarganegaraan republikan memerlukan komitmen
aktif dalam urusan-urusan publik. (Dagger, 2002:147-149).
Teori ini berpendapat bahwa masyarakat sebagai komunitas politik adalah pusat
kehidupan politik (sapriya, 2006). Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan
sipil (civic bonds) suatu hal yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal)
ataupun ikatan kelompok (tradisi komunitarian). Sementara kewarganegaraan liberal lebih
menekankan pada hak (right), sedangkan kewarganegaraan republikan menekankan pada
kewajiban (duty) warganegara.
Kewarganegaraan Republikan merupakan bentuk kewarganegaraan yang paling tua dari pada
komunitarian, yang menyatakan pentingnya partisipasi warga dalam pengambilan keputusan di
wilayah republik, bukan hanya sebagai hak dan kewajiban tetapi sebagai esensi dari adanya
ikatan sipil. Ia menempatkan tanggung jawab sosial pada masyarakat daripada negara, percaya
bahwa tradisi budaya bukan negara yang dapat menguatkan civil society. Dalam tradisi Yunani
dan Romawi, masyarakat adalah negar itu sendiri sebagai lembaga publik. Warganegara akan
mempunyai arti jika mereka terlibat dalam kehidupan publik, kehidupan politik atau kehidupan
bernegara. Teori kewarganegaraan republikan baik  yang klasik maupun yang humanis
merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat, bahwa bentuk ideal dari suatu
negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic virtue wargannya dan pemerintahan yang
republic karena ini merupakan hak yang esensial, sehingga disebut civic republic. Jadi
kewarganegaraan ini menekankan pentingnya kewajiban (duty), tanggung jawab (responsibility)
dan civic virtue (keutamaan kewarganegaraan) dari warganegaranya. Civic virtue dalam republik
Romawi berarti kesediaan mendahulukan kepentingan publik. Warganegara yang baik menurut
Republik Klasik (Teori  JJ  Rousseau) adalah yang mendahulukan kepentingan umum, jika ada
warganegara yang mendahulukan kepentingan pribadinya diatas kepentingan umum (publik)
berarti dia melakukan korupsi. Kepentingan umum (publik) itu diformulasikan melalui apa yang
yang dinamakan general will/volonte generale (kehendak umum). Negara yang ideal adalah

13
negara yang warganya tidak mementingkan dirinya sendiri, negara yang diatur oleh general
will/volonte generale. Di dalam kewarganegaraan republikan memiliki karakteristik etis
demikian juga status legal/hukum. Warganegara dalam suatu republik tidak hanya dilindungi
oleh hukum, tetapi juga tunduk pada hukum. Kewarganegaraan mempunyai dimensi etis yang
dimunculkan dalam dua cara. Pertama, bahwa warganegara yang baik adalah yang memiliki
semangat publik (public spirit), yaitu menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan
pribadi, Kedua komitmen pada masalah publik yang dimanivestasikan sebagai suatu komitmen
keterlibatan sipil. Warganegara yang baik akan mengambil tanggungjawab publik ketika muncul
tanpa harus menunggu yang lainnya, bahkan ia akan mengambil bagian yang aktif didalam
masalah publik. Warganegara republikan dapat mengambil bagian dengan berbagai bentuk
dalam masalah publik maupun untuk kepentingan umum. Secara nyata dapat melalui
pengorbanan/loyalitas warganegara, misalnya ikut serta dalam pembelaan negara (perang),
membayar pajak serta mentaati hukum yang berlaku.

4. Teori Kewarganegaraan Demokrasi Radikal


a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Demokrasi Radikal
- Kewarganegaraan itu  merupakan keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik
tertentu (secara khususnya ialah negara) yang dengannya membawa hak untuk
berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian
disebut warga negara (sesuai dengan Pasal 26 UUD 1945).
- Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan
dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak. Karena perkataan demokrasi itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan kratos/cratein(pemerintahan).
Maka, demokrasi itu secara harafiah berarti pemerintahan rakyat. Dan yang seperti
dikemukakan oleh Abraham Lincoln, bahwa demokrasi itu adalah “pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.”
- Radikal itu merupakan pemikiran yang keras atau pemikiran yang sangat mendasar. R
Radikal bisa diorientasikan pada pemikiran, sudut pandang atau paham tertentu tanpa
berpijak pada aturan yang berlaku di Negara Indonesia. Radikal itu juga hampir
mengenai ke konsep keotoriteran karena sifatnya yang keras, terlalu kaku dan tidak ada
toleransi terhadap orang lain sehingga tidak dapat menyesuaikan dengan kehidupan
berdemokrasi saat ini.
Berdasarkan pengertian di atas, jelaslah bahwa konsep demokrasi dan radikal itu sangat
berbenturan, apalagi jika dikaitkan dengan kewarganegaraan. Karena secara singkatnya,

14
kewarganegaraan itu menitik beratkan pada konsep kewargaan, demokrasi itu menitik beratkan
pada konsep kebebasan untuk kepentingan rakyat, sedangkan radikal itu lebih menitik beratkan
pada konsep keras sehingga kemajuannya terhambat.
Secara teoritis, kewarganegaraan demokrasi radikal ini hanyalah merupakan pemahaman.
Karena jika konsep radikal ini diterapkan dalam kehidupan berdemokrasi seperti sekarang ini,
maka demokrasi yang ada akan kacau balau karena demokrasi tidak pernah sejalan dengan
konsep radikal.
Secara teori, bisa saja konsep demokrasi dan konsep radikal digabungkan karena kita
berbicara pada konsep teoritisnya. Namun, tidak begitu dengan prakteknya. Artinya, bahwa
secara praktek, konsep demokrasi dan konsep radikal jelas tidak bisa digabungkan karena
memang kedua konsep ini sungguh tidak sejalan dan sangat berbenturan.
Konsep demokrasi radikal ini memang banyak negara yang memahaminya (lebih kepada
tokoh-tokoh politik dalam negara itu), namun bukan berarti konsep demokrasi radikal ini dianut
oleh negara-negara itu (dalam hal penerapannya). Hanya saja konsep ini pernah terjadi di
Indonesia sewaktu kepemimpinan Soeharto, dimana kita dapat melihat kepemimpinan Presiden
Soeharto sangat cenderung ke arah otoriter dan keras.
Dalam chapter 11 Handbook of Citizenship oleh Claire Rasmussen and Michael Brown
Studies dijelaskan bahwa teori demokrasi radikal ini ada untuk menghidupkan kembali teori
politik. Dimana teori demokrasi radikal merupakan sebuah istilah yang diperoleh melalui kerja
Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, mencoba untuk menghidupkan sentralitas
kewarganegaraan,
sebuah identitas yang dipercaya dapat melemahkan atau menghilangkan teori Liberal dan Marxis
lewat membatasi hubungan politik dengan bidang negara atau ekonomi.
Untuk mengembangkan pentingnya kewagarnegaraan, demokrasi radikal menurut chapter 11
Handbook of Citizenship oleh Claire Rasmussen and Michael Brown Studies maju sebagai
konsepsi demokrasi yang merupakan pandangan hidup, sebuah perjanjian yang
berkesinambungan bukan untuk komunitas ataupun negara tetapi lebih kepada pemikiran
mengenai politik sebagai sebuah tantangan yang tetap pada batasan politik itu sendiri. Jelaslah,
bahwa fokus utama demokrasi radikal terlihat dalam batasan praktek memperjuangkan politik
secara berkelanjutan. Dalam hal ini, kewarganegaraan dipahami sebagai perjuangan atau
perebutan untuk memperluas daerah kekuasaan  politik dan berkemungkinan pula untuk dapat
berdemokrasi.

15
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Adapun beberapa teori-teori kewarganegaraan ialah
1. Teori Kewaganegaraan liberal
Teori ini berpendapat bahwa warganegara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan
pilihan dan hak. Teori kewarganegaraan liberal menekankan pada konsep kewarganegaraan
yang berbasis pada hak. Peter H Scuck dalam Liberal Citizenship (2002) menyatakan bahwa
pengaruh besar dari teori ini diawali oleh penjelasan secara sistematis melalui John Locke
dan J.S Mill.

2. Teori Kewarganegaraan komunitarian


Fokus utama komunitarianisme dalam kajian kewarganegaraan ialah peran serta warga
negara dalam komunitas. Komunitarianisme bukanlah merupakan reaksi terhadap liberalisme
Klasik, namun kepada kewarganegaraan yang berdasarkan Dimensi sosial, kewarganegaraan
(civic) dan politik dari komunitas Politik. Perspektif komunitarian menekankan pada
kelompok etnis atau kelompok budaya, solidaritas diantaranya orang-orang yang memiliki
sejarah atau tradisi yang sama, kapasitas kelompok tersebut untuk menghargai identitas
orang-orang yang dibiarkan teratomisasi oleh kecenderungan yang mengakar pada
masyarakat liberal. Teori kewarganegaraan komunitarian sebagai reaksi dari teori
kewarganegaraan liberal, kalau teori kewarganegaraan liberal yang berpendapat bahwa
masyarakat terbentuk dari pilihan-pilihan bebas individu, sedangkan teori ini berpendapat
justru masyarakatlah yang menentukan dan membentuk individu baik karakternya, nilai
keyakinan-keyakinannya. Komunitarianisme menekankan pentingnya komunitas
dan nilai sosial bersama.

3. Teori Kewarganegaraan Republikan


Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan sipil (civic bonds) suatu
hal yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal) ataupun ikatan kelompok

16
(tradisi komunitarian). Teori kewarganegaraan republikan baik yang klasik maupun yang
humanis merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat, bahwa bentuk
ideal dari suatu negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic virtue wargannya dan
pemerintahan yang republik karena ini  merupakan hak yang esensial, sehingga disebut civic
republic. Jadi kewarganegaraan ini menekankan pentingnya kewajiban (duty), tanggung
jawab (responsibility) dan civic virtue (keutamaan kewarganegaraan) dari warganegaranya.
Civic virtue dalam republic Romawi berarti kesediaan  mendahulukan
kepentingan publik.

4. Teori Kewarganegaraan demokrasi radikal


Teori demokrasi radikal, berusaha untuk menghidupkan kembali sentralitas
kewarganegaraan: sebuah identitas diyakini enervated atau dihilangkan di liberal dan Marxis
teori dengan membatasi hubungan politik dengan ranah negara atau perekonomian, akhirnya
mengurangi kewarganegaraan untuk tidak efisien bendera melambaikan, radikal demokrasi
berusaha mengedepankan konsepsi demokrasi sebagai jalan hidup, sebuah komitmen terus
menerus untuk tidak komunitas atau negara tapi ke politik dipahami sebagai tantangan
konstan untuk batas politik. Teori demokrasi radikal demokrasi untuk merangkul komitmen
untuk kesetaraan dan partisipasi tetapi mencakup radikalisasi politik melalui komitmen untuk
perubahan sosial yang konstan - dan tindakan seperti tampilan selimut melakukan mengubah
keadaan.
Dengan demikian, dalam apa yang berikut radikal demokrasi ditempatkan baik dari segi
nya dasar-dasar teoritis dan empiris melalui praktek. Untuk memahami kedua commonalties
dan perbedaan antara radikal bentuk demokratis dan lainnya kewarganegaraan, kita
menelusuri sejarah dari tahap awal di mana ia berusaha untuk mendefinisikan kembali
kategori dari 'politik' untuk mendemokratisasikan kategori dari 'kewarganegaraan.'

B. SARAN
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan.
Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis memohon maaf dan harap pembaca untuk
memaklumi hal tersebut. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Terimakasih.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36350040/
MAKALAH_TEORI_TEORI_KEWARGANEGARAAN

18

Anda mungkin juga menyukai