Anda di halaman 1dari 11

Islam Dan Negara

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata kuliah Fikih Siyasah


Dosen Pengampu Rahmi Nurtsani, S.Sy., M.H.

Disusun Oleh:

Ade Hanasa Sofari


Wahyu Ramdani
Siska Laras

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM


PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH
CIAMIS – JAWA BARAT
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam selamanya tetap mengalir kepada Nabi Muhammad Saw.,
keluarga, para sahabat, tabiin, tabiat, dan semoga sampai juga kepada kita selaku umat
yang patuh dan taat akan ajarannya.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dan mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka penulis menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Dengan disusunnya makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca semua. Amin.

Ciamis, Oktober 2021

Penulis

i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
Pendahuluan...................................................................................................................1
1. Latar Belakang....................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...............................................................................................2
3. Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................3
Pembahasan....................................................................................................................3
1. Konsep Hubungan Negara dan Islam..................................................................3
2. Struktur Umum Negara.......................................................................................7
BAB III...........................................................................................................................8
Penutup...........................................................................................................................8
1. Kesimpulan..........................................................................................................8
Daftar Pustaka................................................................................................................9

ii
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Agama saat ini merupakan realitas yang berada di sekeliling manusia. Masing-
masing manusia memiliki kepercayaan tersendiri akan Agama yang dianggapnya
sebagai sebuah kebenaran. Agama yang telah menjadi kebutuhan dasar manusia ini
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial manusia tersebut.
Agama juga diyakini tidak hanya berbicara soal ritual semata melainkan juga
berbicara tentang nilai-nilai yang harus dikonkretkan dalam kehidupan sosial.
Termasuk dalam ranah ketatanegaraan muncul tuntutan agar nilai-nilai Agama
diterapkan dalam kehidupan bernegara. Masing-masing penganut Agama meyakini
bahwa ajaran dan nilai-nilai yang dianutnya harus ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Munculnya tuntutan konkretisasi nilai-nilai Agama dalam kehidupan bernegara
memunculkan perdebatan yang tidak kunjung selesai mengenai relasi antara Negara
dan Agama. Banyak pendapat yang dikeluarkan oleh para ahli dalam menempatkan
posisi Agama dalam kehidupan bernegara. Hampir setiap fase dalam sejarah sebuah
bangsa selalu saja muncul persoalan ini.
Hubungan Islam dan negara selalu menjadi wacana menarik untuk
diperbincangkan. Di Indonesia, perdebatan tentang perlu atau tidak peran Islam dalam
negara sudah dimulai sejak negara belum merdeka. Dalam proses awal pembentukan
negara Indonesia, persoalan paling krusial adalah menyepakati dasar negara. Hampir
seluruh anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan),
memilih bentuk republik. Namun setelah diskusi panjang tentang posisi Islam di
dalam kehidupan bernegara, para pendiri bangsa (the founding father) itu berhasil
mencapai kesepakatan bahwa Negara Republik Indonesia bukanlah sebuah Negara
Teokrasi, melainkan negara yang di dalamnya Islam dan kehidupan berislam
mendapat tempat yang sangat terhormat dan dilindungi sebagaimana tercantum di
dalam pasal 29 UUD 1945.
Namun, kesepakatan ini tidak serta merta membuat umat Islam di Indonesia
mendapatkan haknya untuk menjalankan syariat Islam secara sempurna. Wacana
menjadikan Indonesia negara sekuler masih kental terasa. Sepanjang abad ke-20, umat

1
Islam Indonesia telah berhadapan dengan tantangan serius dari begitu cepatnya arus
modernisasi dan sekularisasi yang telah mengubah beberapa aspek fundamental dari
sistem religi-politik mereka. Di sisi lain, menguatnya pengaruh Islam dan terus
munculnya partai-partai politik serta gerakan-gerakan Muslim merupakan sebuah
fakta. Dialektika antara sekularisasi dan Islamisasi terus berlanjut menjadi isu utama
dari politik dan masyarakat Indonesia, dan kedua proses itu berlangsung secara
simultan.

2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Konsep Hubungan Negara dan Islam?
2) Bagaimana Struktur Umum Sebuah Negara?

3. Tujuan Penulisan
1) Mengetahui Konsep Hubungan Negara dan Islam
2) Mengetahui Struktur Umum Sebuah Negara
3)

2
BAB II
Pembahasan
1. Konsep Hubungan Negara dan Islam
Secara literal, istilah negara merupakan terjemahan dari kata asing, yakni state
(bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman), dan etat (bahasa Prancis). Kata
state, staat, dan etat diambil dari kata bahasa Latin, yaitu status atau statum, yang
berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak
dan tetap.1
Secara singkat dapat diambil pemahaman bahwa negara adalah institusi yang
dibentuk oleh kumpulan orang-orang yang hidup dalam wilayah tertentu dengan
tujuan sama yang terikat dan taat terhadap perundang-undangan serta memiliki
pemerintahan sendiri. Negara dibentuk atas dasar kesepakatan bersama yang
bertujuan untuk mengatur kehidupan anggotanya dalam memperoleh hidup dan
memenuhi kebutuhan mereka.
Menurut kamus bahasa Indonesia, negara berarti organisasi dalam suatu wilayah
tertentu yang diatur oleh kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyat. Secara
umum dapat dikatakan bahwa negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya
diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga
negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaannya
(kontrol) mono politis terhadap kekuasaan yang sah.
Kemudian berbicara mengenai Islam tidak lepas dari kata agama, karena Islam
adalah salah satu agama Samawi yang diturunkan melalui wahyu. Agama menurut
bahasa adalah Ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia manusia dan lingkungan. Dari sumber lain agama berarti
peraturan-peraturan tradisional, ajaran-ajaran, kumpulan-kumpulan hukum yang
turun-menurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan. Dalam upadeca perkataan agama
berasal dari kata Sangsekerta yaitu a dan gama, a artinya tidak dan gama artinya
pergi, jadi kata tersebut bermakna tidak pergi, yang berarti tinggal di tempat.

1
Radian Syam dan Nurdin Muhamad, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Dian Rakyat, tt), 8.

3
Dalam mendefinisikan agama sering kali mendapati berbedaan karena setiap
agama mengandung muatan subjektivitas, sehingga pemahaman mengenai agama
tidak menemui persamaan, karena setiap agama memiliki interpretasi diri yang
berbeda dan keluasan interpretasi yang berbeda-beda, tergantung orang yang
mengartikannya.
Agama Islam adalah satu-satunya agama di sisi Allah SWT yang diridhoi, Agama
Islam juga mengatur berbagai dimensi hubungan manusia dalam menjalani aspek
kehidupan, Ia mengajarkan bagaimana melakukan hubungan baik antara manusia
dengan yang Kholiq, manusia dengan manusia dan manusia dengan makhluk lainnya.
Mempelajari dan mengamalkan Agama Islam sangat diperlukan bagi penganutnya
agar tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Di
zaman modern orang terlalu mudah terpengaruh dengan budaya luar yang tidak sesuai
dengan ajaran Agama Islam sehingga diperlukan untuk mempelajari ajaran Islam.
Pendidikan agama tidak lepas dari pengajaran agama yaitu pengetahuan yang
ditujukan pada pikiran jiwa, dan kepribadian yang berisikan hukum, syarat,
kewajiban, batas-batas dan norma-norma yang harus dilakukan. Islam sebagai agama
terakhir, memiliki karakteristik yang khas dibanding agama-agama yang datang
sebelumnya.
Salah satu ajaran Islam adalah kewajiban berislam secara kafaah. Berislam secara
kafaah memiliki makna mengamalkan syariat Islam dengan baik dan benar sesuai
dengan tuntunan yang diajarkan. Baik syariat yang mengatur hubungan manusia
sebagai makhluk dengan Allah sebagai Maha Pencipta, atau yang mengatur hubungan
manusia untuk kebutuhan dirinya sendiri seperti masalah akhlak, makanan dan
minuman, serta cara berpakaian. Termasuk juga syariat yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya (muamalah) seperti masalah sosial kemasyarakatan,
perekonomian, pendidikan, politik, pemerintahan, dan tata cara bernegara.
Islam bukan sekadar agama, melainkan sebagai sistem kehidupan. Islam meliputi
persoalan-persoalan keseluruhan bidang dari kehidupan manusia. Islam adalah orde
sosial yang memuat pokok-pokok dari kehidupan manusia. Nabi SAW telah
membangun sebuah konsep negara ideal pertama di dunia, yaitu negara Madinah.
Fakta sejarah mencatat tiga momentum penting pembentukan sebuah negara yang
dilakukan oleh Nabi SAW. Pertama, membangun masjid sebagai pusat aktivitas dan
pembentukan masyarakat Islam, sekaligus sebagai gedung parlemen untuk
bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.

4
Kedua, menyatukan dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansar dengan
ideologi yang sama, yaitu akidah Islam dan menjadi asas utama kekuatan umat Islam
dengan tidak membeda-bedakan suku, ras, dan status sosial. Ketiga, membentuk
perjanjian damai dengan kelompok non-muslim dalam satu kesepakatan yang disebut
Piagam Madinah. yang memiliki empat prinsip, yaitu: Islam sebagai faktor pemersatu
kaum Muslimin; menumbuhkan nilai solidaritas, jiwa senasib, dan sepenanggungan
antara kaum Muslimin; asas persamaan hak dan kewajiban sesama kaum Muslimin;
dan menjadikan syariat Islam sebagai dasar hukum negara.
Al-Ghazali mengumpamakan agama dan negara seperti saudara kembar, serta
saling membutuhkan satu sama lain. Sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan.
Agama adalah fondasi, negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa fondasi akan
mudah runtuh, dan sesuatu tanpa penjaga akan hilang. Keberadaan negara merupakan
keharusan bagi ketertiban dunia, ketertiban dunia merupakan keharusan bagi
ketertiban agama, dan ketertiban agama merupakan keharusan bagi tercapainya
kesejahteraan dunia dan akhirat.
Dalam hubungan agama dan negara, agama menduduki posisi penting sebagai
kebenaran yang harus diwujudkan pada realitas dan menjadi landasan pembangunan
suatu negara. Agama memiliki empat peran dalam sebuah negara; agama sebagai
faktor pemersatu, agama sebagai pendorong keberhasilan proses politik dan
kekuasaan, agama sebagai legitimasi sistem politik, dan agama sebagai sumber
moralitas.
Dalam kitab al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah alDiniyyah, al-Mawardi
menegaskan bahwa negara merupakan instrumen untuk meneruskan misi kenabian
guna memelihara agama dan pengaturan dunia.2 Pemeliharaan agama dan pengaturan
dunia merupakan dua jenis aktivitas yang berbeda, namun berhubungan secara
simbiosistik (saling membutuhkan). Keduanya merupakan dua dimensi dari misi
kenabian. Ia memosisikan negara sebagai lembaga politik dengan sanksi-sanksi
keagamaan. Dalam negara tersebut harus ada satu pemimpin tunggal sebagai
pengganti nabi untuk menjaga terselenggaranya ajaran agama dan memegang kendali
politik, serta membuat kebijakan yang berdasarkan syariat agama.
Schacht dalam Encyclopedia of the Social Science bahwa Islam tidak hanya
sebuah agama, namun juga merupakan ideologi politik dan hukum yang telah

2
Imam al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah, Terj. Abdul Hayyie dan Kamaluddin
Nurdin “Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam”, (Jakarta: GIP, Cet. I, 2000), 15

5
direalisasikan dalam sebuah kekuasaan terbesar dan meluas di berbagai negara sampai
pada hari ini. Islam menunjukkan seluruh kebudayaan yang meliputi agama dan
negara yang bersumber pada konsep negara dan ajaran Islam yang murni.3
Pada era kontemporer, anggapan para pemikir politik Islam mengenai
pemerintahan, paling tidak mengerucut ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok
konservatif, yang berasumsi bahwa Islam adalah entitas yang serba lengkap (perfect),
seluruh umatnya hanya tinggal mempraktikkan secara konsekuen dan bertanggung
jawab, kapan dan di mana pun mereka berada. Sistem pemerintahan dan politik yang
digariskan Islam tak lain hanya sistem yang pernah dilaksanakan oleh Nabi
Muhammad Saw. dan empat al-khulafā’ ur-rasyidun. Kelompok ini secara spesifik
terbagi lagi ke dalam dua aliran yakni tradisionalisme dan fundamentalisme.19
Agama dan negara ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya.
Kedua, kelompok modernisme. Kelompok ini memandang bahwa Islam mengatur
masalah keduniaan (termasuk pemerintahan dan negara) hanya pada tataran nilai dan
dasar-dasarnya saja dan secara teknis umat bisa mengambil sistem lain yang dirasa
bernilai dan bermanfaat. Negara dan agama tidak saling mengatasi atau membawahi,
tetapi tidak dipisahkan secara mutlak.
Ketiga, kelompok sekuler. Yang memisahkan Islam dengan urusan pemerintahan,
karena mereka berkeyakinan bahwa Islam tidak mengatur masalah keduniawian
termasuk pemerintahan dan negara. Negara dan agama terpisah, masing-masing
mempunyai fungsi sendiri dan wilayah sendiri. Agama di wilayah privat (pribadi),
sedangkan negara di wilayah publik (sosial).
Terlepas dari segala perbedaannya, ketiga kelompok ini sama-sama berusaha
merespons tantangan sistem politik dan pemerintahan barat, seperti nasionalisme,
demokrasi, liberalisme dan sebagainya, serta nilai-nilai dasar yang melatarinya seperti
persamaan, kebebasan, pluralisme dan sebagainya. Respons mereka bisa berupa
penolakan total, penerimaan seratus persen atau penerimaan dengan penyesuaian di
sana-sini.

3
“Islam however more than a religion, its represents also a political and juristic theory which has been at least
partially realized in one of the greatest oriental world empires and in numerous separate states extending down to
the Moslem states of the present day. Finally, Islam signifies a cultural whole, encompassing religion and states
since the concept of Islamic state and the tenets of Islamic civilization derive their authority solely from their
foundation in religion”. Joseph Schacht dalam Edwin R.A Seligman et.al, Encyclopaedia of the Social Sciences
Vol.VIII, (London: Macmillan Co), 333

6
2. Struktur Umum Negara
Struktur Umum dari Negara sebagai organisasi adalah
1) Bentuk Negara ( Kesatuan atau Federasi )
2) Bentuk Pemerintahan ( Kerajaan atau Republik )
3) Sistem Pemerintahan ( Presidensial, Parlementer, Monarki absolut)
4) Corak Pemerintahan ( Diktator Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi)
5) Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara ( Desentralisasi, meliputi jumlah, dasar,
cara dan hubungan antara pusat dan daerah)
6) Garis-garis besar tentang organisasi pelaksana ( peradilan, pemerintahan,
perundangan)
7) Wilayah Negara ( darat, laut, udara)
8) Hubungan antara rakyat dengan Negara ( abdi Negara, hak dan kewajiban rakyat
sebagai perorangan/ golongan, cara-cara pelaksanaan hak dan menjamin hak dan
sebagainya)
9) Cara-cara rakyat menjalankan hak-hak ketatanegaraan ( hak politik, sistem
perwakilan, Pemilihan Umum, referendum, sistem kepartaian/ penyampaian
pendapat secara tertulis dan lisan)
10) Dasar Negara ( arti Pancasila, hubungan Pancasila dengan kaidah-kaidah hukum,
hubungan Pancasila dengan cara hidup mengatur masyarakat, sosial, ekonomi,
budaya dan berbagai paham yang ada dalam
11) Ciri-ciri lahir dan kepribadian Negara ( Lagu Kebangsaan, Bahasa Nasional,
Lambang, Bendera dan sebagainya )

7
BAB III
Penutup

1. Kesimpulan
Keberadaan negara merupakan keharusan bagi ketertiban dunia, ketertiban dunia
merupakan keharusan bagi ketertiban agama, dan ketertiban agama merupakan
keharusan bagi tercapainya kesejahteraan dunia dan akhirat. Dapat diumpamakan
bahwa agama dan negara seperti saudara kembar, serta saling membutuhkan satu
sama lain. Sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan. Agama adalah fondasi, negara
adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa fondasi akan mudah runtuh, dan sesuatu tanpa
penjaga akan hilang.

Daftar Pustaka
Mannan, A., 2014. Islam dan Negara. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 1(2).
Supriadi, C., 2015. Relasi Islam dan Negara: Wacana Keislaman dan Keindonesiaan.
Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 13(2), pp.199-221.
Suharto, E., 2008. Islam dan negara kesejahteraan. Makalah pada Perkaderan Darul
Arqam Paripurna (DAP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Jakarta,
18.
Imam al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah, Terj. Abdul
Hayyie dan Kamaluddin Nurdin “Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan
dalam Takaran Islam”, (Jakarta: GIP, Cet. I, 2000), 15
Joseph Schacht dalam Edwin R.A Seligman et.al, Encyclopaedia of the Social
Sciences Vol.VIII, (London: Macmillan Co), 333
Radian Syam dan Nurdin Muhamad, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Dian
Rakyat, tt), 8.
dosenpendidikan. 2021. Contoh Hukum Tata Negara.
https://www.dosenpendidikan.co.id/contoh-hukum-tata-negara/ . Diakses pada
12 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai