Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ISLAM DAN PERSOALAN PRANATA SOSIAL

Kelompok 5

Ersa Yulia Sari (G1E121013)

Wahyu Eka Suryani (G1E21017)

Aura Rayshanda Adisty (G1E121031)

Veni Kurniati (G1E121043)

Hanifah Dinofitri (G1E121045)

Neviaisyah Zevani Putri (G1E121069)

Dosen Pengampu :

Eva Iryani, S.Pd.I., M.PdI.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“ISLAM DAN PERSOALAN PRANATA SOSIAL”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Kenyataan bahwa semua itu, Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat atau tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka, kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ISLAM DAN
PERSOALAN PRANATA SOSIAL” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Jambi, Ferbruari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 2
1.4 MANFAAT ..................................................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 2
2.1 KELUARGA SAKINAH MAWADAH WARAHMAH ............................................. 3
2.1.1 Pengertian Keluarga ............................................................................................... 3
2.1.2 Pengertian Sakinah Mawadah Warahmah .......................................................... 3
2.1.3 Konsep Keluarga Sakinah,Mawadah Warahmah ............................................... 5
2.1.4 Karakteristik Sakinah Mawadah Warahmah ..................................................... 7
2.1.5 Manfaat Sakinah Mawadah Warahmah .............................................................. 7
2.2 UKHUWAH ISLAMIYAH DAN UKHUWAH WATHONIYAH .......................... 10
2.2.1 Ukhuwah Islamiyah .............................................................................................. 10
2.2.2 Ukhuwah Wathaniyah .......................................................................................... 15
2.3 ISLAM DAN POLITIK ............................................................................................... 17
2.3.1 Pengertian Islam Dan Politik ............................................................................... 17
2.3.2 Fondasi Etis Sistem Politik Islam ........................................................................ 18
2.3.3 Praktek Politik Islam Dalam Sejarah ................................................................. 27
BAB III......................................................................................................................................... 29
PENUTUP .................................................................................................................................... 29
3. 1 KESIMPULAN ............................................................................................................. 29
3. 2 SARAN .......................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Agama dan nilai-nilai agama merupakan fakta yang konstan yang ada pada setiap
masyarakat manusia sepanjang masa. Agama dan nilai-nilai agama bersatu dengan unsur-
unsur budaya membentuk system dan structural yang membina dan yang memunculkan arah
kehidupan manusia yang secara nyata telah membedakan kehidupan dan kualitas kehidupan
dan kualitas kehidupan manusia dari makhluk lainnya dibandingkan dengan factor-faktor
social budaya, maka factor agama itulah yang sangat berpengaruh pada semua segi
kehidupan.

Hukum Islam dan pranata sosial mengandung arti normatif dalam penataan kehidupan
bermasyarakat yang berpangkal dan penerimaan terhadap sumber ajaran Islam. Hukum deduksi
dari pra penataan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam suatu komunitas. Kedua hal
tersebut di atas menjadi unsur penata tentang berbagai bidang kehidupan dari suatu sistem sosial
yang bersifat otonom.

Dalam penduduknya sebagai unsur normatif dalam penataan kehidupan hukum, dalam
bentuk dan jenis apa pun berkenaan dengan pengaturan dan kekuasaan. Sedangkan kekuasaan
dapat diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi atau mengarahkan kepada manusia untuk
melakukan atau meninggalkan perbuatan sesuai dengan kehendak perintah atau larangan yang
berkuasa. Kekuasaan melekat pada Tuhan, melekat pada manusia dan melekat pada organ dalam
organisasi masyarakat yakni negara.

Hukum Islam merupakan rangkaian kata “Hukum” dan kata “Islam”. Kedua kata itu,
secara terpisah, merupakan kata yang digunakan dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-
Quran, juga berlaku dalam bahasa Indonesia. Untuk memahami hukum Islam, perlu diketahui
lebih dahulu kata “hukum” dalam bahasa Indonesia, kemudian disandarkan kepada kata “Islam”.
Pengertian hukum secara sederhana yaitu: “Seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia
yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh
masyarakat itu; berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya”. Bila “pengertian hukum”
tersebut dihubungkan kepada “Islam” atau “Syara”, maka “Hukum Islam” akan berarti:

1
Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia
mukhallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam”.

Berdasarkan pengertian “hukum Islam” tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
“hukum Islam” adalah peraturan tentang tingkah laku manusia didasarkan pada Wahyu Allah
dan Sunnah Rasul. Dari uraian-uraian di atas dalam pembahasan hukum Islam dan pranata sosial
penulis mengangkat suatu permasalahan “Bagaimana hukum Islam dengan pranata sosial.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diketahui rumusan masalah sebagai
berikut.

 Apa yang dimaksud dengan pranata sosial ?


 Bagaimana hukum islam dengan pranata sosial ?
 Apasajakah masalah social-politik yang terjadi dalam kehidupan umat islam?
 Apa yang dimaksud dengan ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathoniyah ?
 Bagaimana konsep keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah dalam islam ?
1.3 TUJUAN

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan dari


pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pranata social dalam islam


 Untuk mengetahui perkembangan serta pelaksanaan hukum islam dengan pranata
social di Indonesia.
 Sebagai sarana atau media pembelajaran segi-segi kehidupan umat islam yang
berkisar pada masalah social-politik bagi mahasiswa pada umumnya.

1.4 MANFAAT
Adapun manfaat dari makalah ini adalah agar dapat dimanfaatkan sebaik mungkin
sehingga dapat memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam yang diberikan dan sebagai sarana
media pembelajaran serta menambah wawasan pengetahuan.

BAB II

PEMBAHASAN

2
2.1 KELUARGA SAKINAH MAWADAH WARAHMAH

2.1.1 Pengertian Keluarga


Keluarga adalah unit terkecil dari sebuah komunitas, biasanya terdiri dari ayah,ibu
dan anak. Sebagai unit terkecil, pembinaan keluarga menjadi sangat penting karena disitulah
pondasi awal pembangunan sebuah bangsa. Oleh karena itu, sudah lumrah bahwa salah
satuharapan dan cita-cita setiap insan adalah mendapatkan sebuah keluarga yang
sakinah,mawaddah dan rahmah.

2.1.2 Pengertian Sakinah Mawadah Warahmah


Kalimat sakinah mawadah warahmah sebenarnya telah tertulis di dalam Al-Quran.
Kalimat tersebut menjadi bagian dari fungsi dan tujuan dari menikah dalam agama Islam.
Kalimat ini juga sering diucapkan ketika dalam khotbah pernikahan atau pun dalam undangan
pernikahan. Berikut penjelasan dari Q.S. Ar-Rum ayat 21.

“Wa min Aayaatihiii an khalaqa lakum min anfusikum azwaajal litaskunuuu ilaihaa wa
ja‟ala bainakum mawad datanw wa rahmah; inna fii zaalika la Aayaatil liqawminy
yatafakkaruun”

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
(Q.S. Ar-Rum: 21).

Di dalam ayat tersebut terdapat kata “litaskunu” atau juga sakinah, lalu mawadah, dan
rahmah. Ketiga kata tersebut sering digabung menjadi satu kalimat yaitu, sakinah mawadah
warahmah. Jika diubah ke dalam bahasa Indonesia, sakinah artinya tenang atau tenteram,
mawadah artinya cinta kasih, dan warahmah artinya rahmat.

Kalimat sakinah mawadah warahmah ini sesuai dengan apa yang ada di dalam ayat 21
Surat Ar-Rum tersebut. Di dalam ayat tersebut Allah Swt. memberikan firmannya bahwa
manusia diciptakan untuk saling berpasangan yaitu, antara istri dan suami untuk mendapatkan
ketenangan, ketenteraman, dan juga kasih sayang.

3
a. Arti Sakinah

Sakinah berasal dari bahasa Arab yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia
dengan ketenangan, ketenteraman, aman, dan juga damai. Sedangkan lawan kata dari
ketenteraman dan ketenangan adalah keresahan, kehancuran, dan keguncangan. Yang
diharapkan dari pernikahan seperti pada arti sakinah yaitu ketenteraman, ketenangan,
keamanan, dan kedamaian dalam anggota keluarga. Sedangkan keluarga yang tidak memiliki
sakinah berarti keluarga yang penuh keresahan, kehancuran, dan keguncangan, itulah yang
harus dihindari.

Contoh keluarga yang tidak sakinah adalah keluarga yang di dalamnya penuh dengan
perdebatan, perkelahian, dan kecurigaan. Dengan banyaknya konflik yang terjadi di dalam
keluarga tentu bisa memicu sebuah perceraian. Ketidakpercayaan pada pasangan merupakan
salah satu pemicu retaknya keluarga. Jika pasangan saling curiga dan tidak ada kepercayaan
satu sama lain, serta ada orang lain yang sengaja mengguncang rumah tangga atau
perlawanan istri terhadap suami maka digolongkan sebagai keluarga yang tidak sakinah.

Dengan memiliki ketenangan, ketenteraman, keamanan, dan kedamaian maka


konflik-konflik dalam keluarga tidak akan terjadi. Dengan adanya ketenangan maka anggota
keluarga akan dapat memikirkan cara memecahkan masalah dengan tenang karena memiliki
pikiran yang jernih. Konflik keluarga akan mudah terjadi jika tidak ada sakinah di dalam
keluarga.

b. Arti Mawadah

Mawadah juga berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti kasih sayang dan cinta
yang membara. Kata mawadah ini memiliki arti khusus untuk seseorang yang memiliki
perasaan menggebu-gebu dengan pasangannya. Perasaan menggebu ini muncul karena aspek-
aspek lain yang dimiliki oleh pasangan antara lain, kecantikan, ketampanan, moral,
kedudukan, pola pikir dan hal-hal lain dalam diri pasangan.

Di dalam Islam, mawadah juga merupakan sebuah fitrah yang dimiliki oleh manusia.
Dengan adanya mawadah di dalam keluarga akan membuat keluarga menjadi penuh cinta dan
kasih sayang. Tidak mungkin di sebuah keluarga tidak memiliki cinta, tentu rasanya akan
hambar. Perasaan cinta memberikan rasa saling memiliki dan menjaga antar anggota
keluarga.

4
Keluarga yang memiliki mawadah di dalamnya pasti memiliki hal-hal positif di dalam
keluarga itu. Jika tidak memiliki mawadah maka keluarga tidak akan saling memberikan
dukungan karena tidak memiliki rasa kasih sayang. Bahkan, perselingkuhan bisa saja terjadi
karena tidak adanya rasa kasih sayang antar pasangan.

Keluarga yang memiliki mawadah tidak terbentuk secara instan, namun


dikembangkan melalui proses dipupuknya melalui cinta suami, istri, dan anak-anak. Setiap
keluarga pasti menginginkan keluarga yang mawadah, karena merupakan suatu fitrah pada
setiap makhluk.

c. Arti Warahmah

Rahmah memiliki arti rezeki, ampunan, karunia, dan rahmat. Rahmat terbesar tentu
berasal dari Allah Swt. Keluarga yang mendapat rahmat terbesar tentu keluarga yang
memiliki cinta, kasih sayang, dan juga kepercayaan. Keluarga yang memiliki warahmah juga
bukan dengan proses yang instan, namun proses yang cukup panjang karena membutuhkan
pemahaman, saling menutupi kekurangan, dan memberikan pengertian.

Dengan kesabaran hati serta pengorbanan dari suami dan istri tentu akan membuat
keluarga memiliki warahmah atau karunia di dalamnya. Dari adanya proses kesabaran
tersebut, warahmah akan diberikan oleh Allah Swt. sebagai bentuk cinta tertinggi dalam
sebuah keluarga.

Perlu diperhatikan bahwa warahmah tidak akan muncul jika di dalam keluarga
memiliki sifat saling durhaka antara suami dan istri. Keluarga harus tenang, damai, dan
memiliki kasih sayang agar warahmah dapat terwujud.

2.1.3 Konsep Keluarga Sakinah,Mawadah Warahmah


Konsep keluarga Sakinah, mawadah warahmah sebetulnya merupakan konseptatanan
dan hubungan sosial yang harmonis dalam wujudnya yang paling kecil .

Menurut Quraish shihab,kata “litaskunu” yang diambil dari kata dasar “sakana” yang
artinya “diam”, tenang setelah sebelunya goncang. Dari sini , rumah dalam bahasa arab
dinamakan sakankarena dia merupakan tempat memperoleh ketenangan-ketenangan batin
karena hidup barusempurna setelah bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangan
nya.Allah SWTmenciptakan dalam diri setiap makhluk dorongan untuk menyatu dengan
pasangannya apalagi masing-masing ingin mempertahankan eksistensi jenisnya. Dari sisi

5
Allah SWTmenciptakan pada diri mereka naluri seksual. Bila naluri ini tidak dipenuhi maka
biasanya secara alamiyah jiwa akan terus begejolak .Karena itu Allah SWT mensyari‟atkan
bagi manusia perkawinan ,agar kekacauan pikiran dan gejolak jiwa itu mereda dan masing-
masingmemperoleh ketenangan.Demikian antara lain ,makna dari liitaskunu ilaiha
Katamawaddah mengandung arti cinta dan harapan. Dan juga bisa berarti kelapangan
dankekosongan. Ia adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk .
Sehinggakata ini bermakna cinta , tetapi ia adalah cinta plus.

Menurut al-Biqa‟i, ia adalah “cinta yang tampak buahnya dalam sikap dan
perlakuan,serupa dengan kepatuhan sebagai hasil rasa kepada seseorang”. Firman Allah SWT
QS: al-Baqarah ayat 221-222 Artinya: “ Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun Diamenarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
yang mukmin lebih baikdari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak
ke neraka, sedangAllah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah
menerangkan ayat-ayat- Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran”. Makna yang hampir serupa dengan makna mawaddah adalah rahmah
(sehinggadisebut mawaddah wa rahmah), hanya saja rahmah tertuju kepada orang yang
membutuhkanatau orang yang lemahsedangkan mawaddah tidak demikian halnya.Cinta yang
dilukiskandengan kata mawaddah harus terbukti dalam sikap dan tingkah laku,sedangkan
rahmah tidakharus demikian.

Orang yang dihiasi dengan mawaddah harus terbuki dalam sikap dan tingkahrela
melakukan apa saja demi kebaikan orang yang dicintainya, sehingga siapa saja yangdihiasi
dengan perasaain ini tidak akan pernah memutuskan hubungan , apapun yang
terjadi.Kesediaan seorang suami untuk membela istri sungguh merupakan suatu
keajaiban.Kesediaan seorang wanita untuk hidup bersama seorang lelaki, meninggalkan
orang tua dankeluarga yang membesarkanya dan mengganti semua itu dengan penu8h
kerelaan untukhidup bersama seorang lelaki yang menjadi suaminya, serta bersedia membuka
rahasia yang paling dalam , semua itu adalah hal-hal yang tidak akan mudah dapat terlaksana
tanpa adanyakuasa Allah SWT dalam hati suami istri yang hidup harmonis, kapan dan
dimana manusia berada.Pentingnya membina keluarga yang skinah,mawaddah dan rahmah
tidak bisadilepaskan dari peranan islam sebagai agama sosial . Sebuah negara baru akan
menjadi baikmanakah ia ditopang oleh unit-unit keluarga yang sehat yangditandai dengan

6
kehidupan yangharmonis.Maka dari itu, perhatian islam terhadap kesempurnaan sebuah
keluarga padadasarnya dapat diartikan sebagai perhatian islam terhadap sebuah tatanan
masyarakat yang ideal dan bertamadun.

2.1.4 Karakteristik Sakinah Mawadah Warahmah


Keluarga yang memiliki sakinah mawadah warahmah tentu ada karakteristik atau ciri-
ciri yang terlihat. Berikut adalah beberapa karakteristik dari keluarga yang memiliki sakinah
mawadah warahmah.

 Memiliki ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian di dalam sebuah keluarga;


 Memiliki cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang selalu terjaga di antara anggota
keluarga;
 Memiliki cinta yang mengarah kepada Allah Swt. dan juga nilai-nilai pada agama,
bukan hanya cinta pada makhluk atau hanya hawa nafsu saja;
 Jauh dari kecurigaan, ketidakpercayaan, dan juga perasaan waswas dengan pasangan;
 Dapat menjaga pergaulan di dalam agama Islam, tidak ada aturan yang dilanggar
dalam pernikahan termasuk perselingkuhan;
 Memiliki perannya masing-masing sebagai anggota keluarga dengan keikhlasan dan
ketulusan. Peran yang dimiliki baik suami sebagai kepala keluarga, istri sebagai ibu
yang menjalankan amanah suami, dan anak sebagai amanah dari Allah Swt. untuk
dididik dengan benar;
 Dapat menjaga aspek keimanan dan ibadah antar masing-masing anggota keluarga,
bukan yang saling menghancurkan atau menjerumuskan satu sama lain;
 Mendukung pekerjaan atau profesi dari antar pasangan untuk dapat mewujudkan
keluarga yang terbangun sebagai amanah dari Allah Swt.
 Dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga termasuk rezeki, kebutuhan seksual,
dan juga rasa saling memiliki satu sama lain.

2.1.5 Manfaat Sakinah Mawadah Warahmah


Keluarga bukan hanya hubungan antara suami, istri, dan anak saja. Keluarga memiliki
hubungan dan tugas dalam masyarakat. Allah Swt. tidak akan menciptakan sesuatu tanpa
memiliki manfaat yang akan diperoleh. Semua aturan tentu ada di tangan Allah Swt, sebagai
pencipta alam semesta.

7
Keluarga sakinah mawadah warahmah merupakan sebuah perintah Allah Swt. yang
diberikan kepada keluarga untuk diwujudkan manfaatnya. Dengan adanya sakinah mawadah
warahmah tentu akan membantu tujuan dalam keluarga yang Islami agar terwujud.

1. Menjalankan Misi Kekhalifahan Manusia

Manusia diciptakan oleh Allah Swt. semata-mata hanya untuk ibadah kepada-Nya.
Dengan keluarga yang memiliki sakinah mawadah warahmah tentu dapat menuntun,
mengondisikan, dan mendukung keluarga untuk selalu beribadah kepada Allah Swt.

Keluarga yang seperti ini setiap anggota keluar baik suami, istri, dan anak harus
saling mengarahkan dalam hal agama dan kebaikan. Keluarga sakinah mawadah warahmah
tidak hanya cinta dengan apa yang ada di dunia saja, namun cinta kepada Allah Swt. Hal ini
sudah dituliskan dalam Q.S Az-Zariyat ayat 56.

Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya‟buduun.

Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku.” (Q.S. Az-Zariyat: 56).

Allah Swt. juga menciptakan manusia sebagai khalifah fil ard. Artinya manusia
diciptakan untuk membangun dan melaksanakan beberapa hal yang dapat memberikan
manfaat untuk kemakmuran di muka bumi. Manfaat bisa diberikan dengan kedudukan yang
dimiliki sekarang dengan profesi yang dimiliki juga.

Misi kekhalifahan dapat dilakukan dengan semangat jika memiliki keluarga sakinah
mawadah warahmah. Adanya karier yang dimiliki oleh suami dan istri tidak akan saling
menjauhkan satu sama lain, apalagi menjauhkan diri kepada Allah Swt. Namun, dengan
adanya karier yang sedang dibangun tentu akan sanga berguna bagi diri sendiri maupun orang
lain yang terkena dampak dari kita.

2. Banyak Beribadah dan Amal Saleh

Allah memerintahkan manusia untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka.
Artinya, manusia diperintahkan untuk menjauhi api neraka dan memperbanyak ibadah dan
amal saleh. Hal ini memang tidak akan mudah jika kamu melakukannya sendiri. Oleh karena
itu, keberadaan keluarga yang baik dan tentunya sesuai dengan harapan Allah Swt. dapat

8
menjadi ladang ibadah dan amal saleh karena banyak hal yang bisa dilakukan bersama
keluarga. Hal tersebut telah tertulis dalam Q.S. At-Tahrim ayat 6.

‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬


‫ٱ‬

Yā ayyuhallażīna āmanụ qū anfusakum wa ahlīkum nāraw wa qụduhan-nāsu wal-


ḥijāratu „alaihā malā`ikatun gilāẓun syidādul lā ya‟ṣụnallāha mā amarahum wa yaf‟alụna
mā yu`marụn.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6).

Seorang ayah yang bekerja mencari nafkah untuk menghidupi keluarga dan anak-
anaknya tentunya akan menjadi pahala dan amal ibadah bagi keluarganya sendiri. Demikian
pula, seorang ibu yang merawat keluarganya dan membantu suaminya menghidupi
keluarganya adalah termasuk ladang ibadah dan amal saleh untuk dirinya sendiri. Kewajiban
istri terhadap suaminya dalam Islam dapat menjadi ladang ibadah dan amal saleh. Demikian
pula kewajiban suami terhadap istri merupakan pahala tersendiri bagi keluarga suami.

Membesarkan anak dalam Islam juga merupakan bagian dari ladang ibadah dan amal
saleh. Amal saleh hanya bermanfaat dilakukan oleh keluarga yang dirawat dengan cinta,
kasih sayang dan ketulusan di dalamnya. Untuk melakukan hal tersebut, kita membutuhkan
keluarga yang memiliki sakinah mawadah warahmah untuk dapat beribadah dan beramal
saleh sebanyak-banyaknya.

3. Tempat dalam Menuai Cinta dan Kasih Sayang

Allah memberikan rezeki yang baik, salah satunya adalah untuk menyenangkan
keluarga dan keturunannya. Hal ini tentu saja menjadi sesuatu yang mahal dalam ikatan
keluarga, karena tidak semua orang dapat menikmatinya. Padahal, keluarga, rasa aman dan
kasih sayang adalah kebutuhan alami semua manusia. seorang wanita yang salihah dan
seorang pria yang saleh, adalah salah satu bentuk kebahagiaan keluarga. Seperti dalam Q.S.
An-Nahl ayat 72.

9
‫ٱ‬ ‫ٱ‬
‫ٱ‬ ‫ٱ‬

Wallāhu ja‟ala lakum min anfusikum azwājaw wa ja‟ala lakum min azwājikum
banīna wa ḥafadataw wa razaqakum minaṭ-ṭayyibāt, a fa bil-bāṭili yu`minụna wa
bini‟matillāhi hum yakfurụn.

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah?”

Sakinah Mawaddah Warahman dapat memenuhi kebutuhan anggota. Kebutuhan


tersebut dimulai dari ketenangan jiwa, kedamaian, rezeki berupa kekayaan, cinta, hubungan
seksual dengan pasangan, kehormatan, dan tentu saja bentuk ibadah lainnya yang dapat
diamalkan dalam amal keluarga.

Istri adalah misi suami dan juga sebaliknya. Karena pernikahan dalam Islam
didasarkan atas nama Allah Swt. maka membangun rumah dalam Islam bukan hanya
kewajiban laki-laki dan perempuan, tetapi juga kewajiban Allah. Rumah tangga dan keluarga
pasti memiliki guncangan dan ujian, namun berdasarkan nilai-nilai agama, semua ini bisa
teratasi sampai guncangan itu hilang.

2.2 UKHUWAH ISLAMIYAH DAN UKHUWAH WATHONIYAH

2.2.1 Ukhuwah Islamiyah


A. Pengertian Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah Islamiyah adalah hubungan yang dijalani oleh rasa cinta dan didasari oleh
akidah dalam bentuk persahabatan bagaikan satu bangunan yang kokoh.

Ukhuwah bearti persaudaraan, dari akar kata yang mulanya bearti memperhatikan.
Ukhuwah fillah atau persaudaraan sesama muslim adalah suatu model pergaulan antar
manusia yang prinsipnya telah digariskan dalam al-quran dan al-hadis. Yaitu suatu wujud
persaudaraan karena Allah.

10
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Belum dikatakan beriman salah seorang
diantara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendri” (HR.
Bukhari)

Maka kewajiban pertama umat islam itu ialah menggiatkan dakwah agar agama dapat
berkembang baik dan sempurna sehingga banyak pemeluk-pemeluknya. Dengan dorongan
agama akan tercapilah bermacam-macam kebaikan sehingga terwujud persatuan yang kokoh
dan kuat. Dari persatuan yang kokoh tersebut akan timbullah kemampuan yang besar untuk
mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Mereka yang memenuhi syarat-syarat
perjuangan itulah orang-orang yang sukses dan beruntung.

B. Hakikat Ukhuwah Islamiyah

Hakikat ukhuwah Islamiyah antara lain :

1. Nikmat Allah

Sebagaimana firman Allah Swt di dalam Al-quran surat Al-Imran ayat 103: “Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-cerai,
dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Ketika dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menajadilah kamu karena nikmat Allah
orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapatkan petunjuk”. (qs. Ali Imran [3]:103).

2. Perumpamaan Tali Tasbih

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagianya menjadi musuh bagi Sebagian yang
lain kecuali orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Az-Zukhruf[43]:67).

3. Merupakan Arahan Rabbani

“Dan Yang mempersatukan hati mereka ( orang-orang yang beriman ). Walaupun


kamu membelanjakan ( kekayaan ) yang berada dibumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya dia Maha Perkasa lagi maha bijaksana”. (QS. Al-Anfal [8]:63).

4. Merupakan Cermin Kekuatan Iman

11
“Sesungguhnya orang-orang mu‟min adalah bersaudara karena itu daminkanlah
anatara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan rahmat”.
(QS. Al-Hujurat [49]:10).

C. Keutamaan Ukhuwan Islamiyah Untuk Mewujudkan Organisasi FKPAI Yang


Mandiri Dan Profesional

Keutamaan ukhuwah Islamiyah yang terjalin antar sesame umat islam, diantaranya :

1. Ukhuwah Menciptakan Wihdah ( Persatuan)

Sebagai contoh dapat kita lihat dalam kisah heroic perjuangan para pahlawan bangsa
negeri yang bisa dijadikan landasan betapa ukhuwah benar-benar mampu
mempersatukan para pejuang pada waktu itu.

2. Ukhuwah Menciptakan Quwwah (Kekuatan)

Adanya perasaan ukhuwah dapat menciptakan kekuatan (quwwah) karena rasa


persaudaraan atau ikatan keimanan yang sudah ditanamkan dapat menentramkan dan
menenangkan hati yang awalnya gentar menjadi tegar sehingga ukhuwah yang telah
terjalin dapat menimbulkan kekuatan yang maha dahsyat

3. Ukhuwah Menciptakan Mahabbah (Cinta Dan Kasih Sayang)

Sebuah kerelaan yang lahir dari rasa ukhuwah yang telah terpatri dengan baik pada
akhirnya memunculkan rasa kasih sayang antar sesama saudara se-iman. Yang dulunya
belum kenal sama sekali namun setelah dipersaudarakan semuanya dirasakan Bersama.
Inilah puncak tertinggi dari ukhuwah yang terjalin anatar sesama umat islam

Ukhuwah juga bukanlah sekedar persaudaraan akan tetapi dengan ukhuwah ini juga
akan menciptakan persaudaraan yang kokoh, solid serta menciptakan kasih sayang di antara
sesame.

D. Peran Ukhuwah Islamiyah Dalam Mewujudkan Organisasi FKPAI Yang Mandiri


Dan Profesional

Ukhuwah membangun umat yang kokoh. Ia merupakan bangunan maknawi yang


mampu menyatukan masyarakat manapun. Ia lebih kuat dari bangunan materi, yang suatu

12
saat bisa saja hancur diterpa badai atau ditelan masa. Sedangkan bangunan ukhuwah
Islamiyah akan tetap kokoh. Ukhuwah merupakan karakteristik istimewa dari seorang
mukmin yang saleh. Peran ukhuwah Islamiyah sangatlah penting untuk terwujudnya umat
islam yang utuh dan Bersatu padu dalam kekompakan serta kebersamaan.

E. Hal-Hal Yang Menguatkan Ukhuwah Islamiyah Dalam Organisai FKPAI


1. Sering bersilaturrahmi

Imam Malik meriwayatkan :”Berkata Nabi bahwa Allah berfirman ; “pasti akan
mendapat cinta-Ku orang-orang yang mencintai karena Aku, dimana keduanya saling
berkunjungan karena Aku dan saling memberi karena Aku”.

2. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluanya

“Siapa yang meringankan beban penderitaan seorang mukmin didunia pasti Allah
akan meringankan beban penderitaan di akhir kelak. Siapa yang memudahkan orang yang
dalam keadaan susah pasti Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Siapa
yang menutup aib seoarang muslim pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.
Dan Allah akan selalu menolong hamba-nya jika hamba tersebut menolong saudaranya”.(H.R
Muslim).

3. Memenuhi hak ukhwah saudaranya

“Hak seorang muslim atas muslim ada enam, yaitu jika bertemu maka ucapkanlah
salam kepadanya, jika diundang maka penuhilah, jika dia minta dinasehati maka nasehati
pulalah dia, jika bersin maka doakanlah, jika sakit maka kunjingilah dan jika meninggal maka
antarlah ke kubur.” (H.R Muslim dari Abu Hurairah).

4. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat kerberhasilan

“ Barang siapa mengucapkan selamat kepada saudaranya Ketika saudaranya


mendapat kebahagiaan niscaya Allah menggembirakannya pada hari kiamat.” ( H.R
Thabrani).

F. Perusak Ukhwah Islamiyah Dalam Organisasi FKIPAI

Ada enam hal yang harus kita hindari agar ukhuwah Islamiyah tetep terjaga dan
terpelihara, yaitu :

13
1. Memperolok-olokan baik antar individu maupun anatar kelompok, baik dengan kata-
kata maupun dengan Bahasa isyarat karena hal ini dapat menimbulkan rasa sakit
hati, kemarahan dan permusuhan.
2. Mencaci atau menghina orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, apalagi bila
kalimat penghinaan itu bukan sesuatu yang benar.
3. Memanggil orang lain dengan panggilan gelar-gelar yang tidak disukai. Kekurangan
secara fisik bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk memanggil orang lain dengan
keadaan fisiknya itu.
4. Berburuk sangka merupakan sikap yang bermula dari iri hati ( hasad) yang akibatnya
akan selalu buruk sangka apabila seseorang mendapatkan kemikmatan atau
keberhasilan.
5. Mencari-cari kesalahan orang lain untuk merendahkannya. Bukan mencari kesalahan
diri lebih baik agar bisa memperbaiki diri dari sebelumnya.
6. Bergunjing dengan membicarakan keadaan orang lain yang bila ia ketahui tentu
tidak menyukainya, apalagi bila hal itu menyangkut rahasia pribadi seseorang.
Manakala kita mengetahui rahasia orang lain yang ia tidak suka apabila ada orang
lain yang mengetahuinya, maka menjadi Amanah bagi kita untuk tidak
membicarakanya.

G. Kendala-Kendala Ukhwah Islamiyah Dalam Organisasi FKPAI

Tiga kendala yang dihadapi dalam merelasasi nilai-nilai ukhuwah Islamiyah yaitu :

1. Jiwa yang tidak di rawat

Ukhuwah Islamiyah sangat erat dengan keimanan. Iman merupakan sentuhan hati dan
Gerakan jiawa; kerenanya jiwa dan hati yang tidak diperhatikan atau jarang diperiksa atau
tidak dibersihkan akan menjadi lahan subur bagi munculnya virus-virus jiwa yang
membahayakan kelangsungan ukhuwah, seperti ; takabur, hasud, dendam, cenderung
menzholimi, kemunafikan, dll.

Betapa banyak orang tidak memahami adanya virus ukhuwah pada dirinya, kecuali
setelah ia merasakan bahwa orang-orang di sekitarnya membencinya, tidak senang
kepadanya. Oleh karenanya, proses pembersihan hati dan merawat jiwa hendaknya dilakukan
secara intens dan kontinyu, agar nilai-nilai ukhuwah dapat terpatri pada diri setiap hamba
Allah yang mukmin.

14
2. Lidah yang tidak dikendalikan

Menjaga lidah dengan berkata baik dan jujur sera menjauhi kata-kata merusak dan
tercela, merupakan salah satu Indikasi takwa kepada Allah swt. Firman Allah swt. “Wahai
oaring-orang beriman bertakwalah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang
benar“ ( Q.S al-Ahzab: 70 ). Bahkan memelihara lidah merupakan tanda kesempurnaan iman,
sabda Nabi saw : (Dan siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya ia
berkata baik atau diam). Karenanya lidah tidak boleh lepas kontrol, berfikir positif dan
cermat sebelum berbicara dan bersikap merupakan sikap orang bijak. Seringkali lidah tanpa
kontrol dan berbicara tanpa berfikir menyebabkan perselisihan dan permusuhan di
masyarakat. Dengan lisan orang bisa tersinggung, merasa tidak dihargai, merendahkan orang
lain, menyebut-yebut aib seseorang dan sejumlah racun ukhuwan lainnya yang keluar dari
mulut yang tidak dikendalikan.

3. Lingkungan yang kurang / tidak kondusif

Kepribadian seseorang seringkali dibentuk dan dipengaruhi oleh lingkungannya.


Apalagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan ta‟tsir ( mempengaruhi orang lain ),
sehingga dengan mudah ia dipengaruhi lingkungan dimana dia harus berinteraksi. Oleh sebab
itu Allah memerintahkan Nabi saw untuk senantiasa bersabar Bersama orang-orang yang
multazim ( komitmen ) dengan ajaran Allah, senantiasa taqorrub ( mendekatkan diri ) kepada
Allah swt, firman-Nya : “perumpamaan orang yang shalih dengan orang yang tidak shalih
ibarat pembawa minyak wangi dan peniup bara, pembawa minyak wangi bisa memberikan
minyak itu kepadamu, atau kamu membeli darinya atau ( minimal ) kamu memperoleh harum
wangi itu. Peniup bara api bisa membakar bajumu atau kamu memperoleh bau tak sedap”
(H.R Muslim, Bab : al-Birr dst, no:4762 ).

2.2.2 Ukhuwah Wathaniyah


Ukhuwah Wathaniyah merupakan salah satu metode dakwah yang digencarkan oleh
Nabi Muhammad saw dalam rangka menghidupkan rasa cinta dan memiliki terhadap Negara,
yang dalam hal ini adalah Madinah.

Dakwah Melalui Ukhuwah Wathaniyah

Dakwah melalui Ukhuwah Wathaniyah ialah menyampaikan Islam dengan


menanamkan rasa cinta terhadap tanah air. Rasa mencintai dan memiliki (sense of belonging)
tanah air merupakan hal yang penting untuk menciptakan suasana yang kondusif di suatu

15
Negara. Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw telah mencontohkan bahwa ajaran Islam tidak
hanya berorientasi pada hal-hal ukhrawi, melainkan juga pada aspek duniawi. Sebagaimana
yang terjadi pada masyarakat Madinah, Nabi Muhammad saw berhasil menyatukan mereka
dalam ikatan persaudaraan, namun belum mencapai pada tingkatan sense of belonging tanah
air (Madinah). Ada beberapa alasan yang akhirnya menjadikan Nabi Muhammad saw
memilih ukhuwah wathaniyah sebagai salah satu strategi dakwahnya di Madinah. Alasan
pertama adalah terkait perbedaan rasa cinta dan memiliki Madinah yang terjadi di antara
kaum Anshor dan Muhajirin. Kaum Anshor merupakan etnis asli yang berasal dari Madinah.
Dengan demikian, sense of belonging kaum Anshor terhadap Madinah lebih besar
dibandingkan dengan kaum Muhajirin yang berasal dari Makkah.

Alasan kedua, datang dari pihak eksternal muslim yang ada di Madinah, yaitu kaum
Yahudi. Sebagai penduduk asli Madinah, kehadiran dan eksistensi Muslim di Madinah
menyebabkan eksistensi kaum Yahudi dalam hal politik dan wilayah kekuasaan semakin
menyempit dan terbatas.

Alasan ketiga adalah dampak dari menyempitnya eksistensi kaum Yahudi. Mereka
segera melakukan gerakan-gerakan guna menghalangi gerakan dakwah Nabi Muhammad saw
di Madinah.

Alasan keempat adalah bukti nyata dari gerakan yang dilancarkan oleh Yahudi untuk
menghalangi dakwah nabi. Mereka membangkitkan semangat kesukuan (syu‟ubiyah) di
kalangan bangsa Arab Madinah yang bertujuan untuk memecah belah persatuan di antara
umat Islam di Madinah. Dalam hal ini mereka menggunakan isu-isu permusuhan antara kaum
Anshor dan Muhajirin yang sebenarnya telah mampu diredam oleh nabi. Alasan kelima
adalah ancaman dan serangan yang berasal dari kaum Kafir Quraisy yang ada di Mekkah.
Mereka mengganggu umat Islam di Mekkah untuk mengganggu ketenangan umat Islam di
Madinah yang akhirnya akan berimbas pada terganggunya kestabilitasan kota Madinah.
Menghadapi realita seperti itu, Nabi Muhammad saw merespon dengan menyusun langkah-
langkah strategis untuk memupuk ukhuwah wathaniyah masyarakat Islam di Madinah.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan ialah :

 Memberika penjelasan tentang pentingnya cinta tanah air.


 Melakukan latihan ketangkasan dan bela diri.
 Memanah dan mengunggang kuda.

16
 Melakukan berbagai ekspedisi.

Ada beberapa surah dalam al- Quran yang membahas tentang hal tersebut, di
antaranya:

a. Al-Quran pada surat al-Anfal (8) ayat 59.

Artinya : Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan
dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah).

b. Al-Quran surat An-Nisa ayat 84, yang berkaitan dengan seruan untuk berjihad dan
berinfaq.

Artinya : Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani
melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk
berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang.

2.3 ISLAM DAN POLITIK

2.3.1 Pengertian Islam Dan Politik


Islam & politik adalah dilema yg selalu aktual, lantaran sejalan menggunakan
pandangan para ahli islam, islam lebih menurut sekedar sistem teologis(kepercayaan), namun
ia merupakan sebuah sistem kehidupan yg lengkap. Untuk tahu contoh politik islam
umumnya orang menggunakan gampang merujuk eksklusif pada praktek politik dimasa
Rasulullah ,khususnya dimasa madinah , dimana keterkaitan antar kepercayaan & politik
sangat erat , bahkandikatakan bahwa Nabi Muhammda SAW merupakan nabi & Negarawan
sekaligus

Firman Allah SWT dalam QS: an-Nisa ayat 58-59

17
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supayakamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.(ayat59) Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri diantara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlahia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepadaAllah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.”

Ayat ini memerintahkan kita khususnya pada penguasa untuk menjaga dan
menyampaikan amanah yang diberikan Allah untuk semua manusia yang kemudian bagi
umat Islam diwajibkan untuk mentaati penguasa selama itu penguasa tersebut menjalankan
amanah Allah. Oleh sebab itu konsep politik yang dibangun dalam Islam tidak sepenuhnya
demokrasi dan tidak juga sepenuhnya absolute murni tetapi mengutamakan musyawarah
sebagai upaya membangkitkan semangat kebersamaan untuk mencapai kesepakatan,
sehingga tidak yang merasa dirugikan dan terabaikan.

2.3.2 Fondasi Etis Sistem Politik Islam


Islam & politik adalah masalah yg selalu aktual, lantaran sejalan menggunakan
pandangan para ahli Islam, Islam lebih berdasarkan sekedar sistem teologis (kepercayaan ),
namun beliau adalah sebuah sistem kehidupan yg lengkap. Untuk tahu contoh politik Islam

18
umumnya orang menggunakan gampang merujuk eksklusif dalam praktek politik pada masa
Rasulullah, khususnya pada masa Madinah, pada mana keterkaitan antara kepercayaan &
politik sangat erat, bahkan dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan Nabi &
negarawan sekaligus.

Boleh dibilang bahwa setiap bangsa niscaya mempunyai konsep politik yg asal
berdasarkan falsafah hayati bangsa tersebut. Demikian jua umat Islam, konsep politik adalah
artikulasi berdasarkan nilai-nilai Islam yg tertuang pada Al-Quran & Sunnah menjadi
panduan (hudan) bagi umat manusia. Dengan demikian, secara umum, holistik praktek politik
sang umat Islam, semenjak masa Rasulullah SAW sampai ketika kini ini adalah bisnis
membumikan nilai-nilai Islam rahmatan lil-alamin.

Bagi masyarakat modern pranata sosial politik ditandai dengan semakin


berkembangnya kesadaran berpolitik, partisipasi aktif rakyat dalam mensukseskan pemilu
eksekutif dan legislatif sehingga politik mampu menciptakan situasi ketertiban dan
keamanan. Akan tetapi, jika terjadi sebaliknya, tercipta situasi yang rusuh dan konflik karena
kepentingan politik atau sentimen politik sebagimana yang telah terjadi pada beberapa
Wilayah Indonesia, rusuh sebab pemilihan kepala daerah di Maluku, Manado dan lain-
lain.Maka ini menunjukkan Masyarakat Indonesia belum siap sepenuhnya menghadapi
perkembangan politik Indonesia yang salah sebabnya lemahnya sistem keamanan dan
kesadaran masyarakat. Sikap emosinal dan tidak siap berbeda pendapat dari para tokoh
politik juga menjadi salah satu faktor penyebab kelemahan politik Indonesia sehingga dengan
ini dapat kita katakan bahwa Masyarakat Indonesia belum modern dibidang sosial
politik.Untuk ini perlu kiranya kita bercermin kepada Rasulullah SAW empat belas abad
yang lalu, beliau membangun Masyarakat Muslim di Makkah dan Madinah berdasarkan
prinsip musyawarah mufakat dan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab, maka
tipelogiyang dilakukannya dalam memimpim Umat Islam terpusat pada keteladanan sikap
pribadi beliau. Nabi Muhammad SAW berperan ganda sebagai tokoh agama dan kepala
pemerintahan. Selama kepemimpinan Nabi Muhammad SAW ketika beliau menyelesaikan
permasalahan yang bernuansa agama/ibadah maka banyak keputusan yang dibuatnya
dibantuoleh Wahyu Tuhan, bahkan terkadang beliau sendiri menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an
dalam memeberikan suatu jawaban atas pertanyaan sahabat. Ketika beliau menyelesaikan
permasalahan yang bernuansa sosial politik maka beliau mengutamakan musyawarahmufakat
yang banyak dibantu oleh sahabat-sahabatnya. tidak ada diskriminasi terhadap kelompok
tertentu termasuk pada kaum wanita bahkan orang kafir sekalipun, justruRasulullah SAW

19
sebaliknya berusaha menghilangkan diskriminasi sebagaimana yang telah terbangun jauh
sebelumnya oleh Arab Jahiliyah dimana kaum wanita dianggap kaum yang lemah bahkan
merusak sehingga banyak bayi wanita dibunuh, bagi Masyarakat Arab dahulu juga sudah
terbangun sistem kasta (bany) antara kasta yang terhormat dan kasta budak.

Hukum yang berlaku adalah syari`at Islam, akan tetapi Rasul tidak pernah
menunjukkan sikap tentang Negara Islam di Makkah dan Madinah. Jadi salah kaprah jika
sebagian orang Islam bersikeras membentuk negara Islam Indonesia, yang perlu untuk
diperjuangkan adalah penegakan kembali piagam Jakarta yang mana salah satu isinya adalah
kewajiban orang Islam menjalankan Syari`at Islam di Indonesia.Contoh, ketika Rakyat Aceh
menuntut merdeka dan mendirikan Negara Islam, walaupun hal ini gagal mereka lakukan,
mereka hanya mendapatkan hak istimewa untuk menjalankan Hukum Islam. Ternyata dalam
praktekknya dilakukan terlalu over dosisi sehingga Syari`at Islam berlaku juga untuk orang
non Islam Aceh sehingga yang terjadi adalah didaerah-daerah tertentu yang minoritas muslim
(Irian Jaya dan Maluku) Orang Islam ditekan dan tidak boleh mendakwahkan Islam secara
bebas dan terbuka. Maka situasi sosial politik seperti ini sangat berpotensi menjadi bom
waktu bagi masyarakat Indonesia terjadi perang suku dan agama.

Sejauh menyangkut tentang prinsip-prinsip dasar sistem politik Islam, para pakar
tidak sama pada melihat pilar-pilarnya menggunakan pembagian yg majemuk jua.
Muhammad Azizi Nazami Salim, misalnya, beropini bahwa dasar-dasar khilafah (baca:
pemerintahan) Islam berporos dalam 3 hal, yaitu prinsip bahwa syari`ah merupakan asal
konstitusi negara Islam, prinsip persamaan (musawah) & prinsip keadilan („merupakan). Di
lain pihak, dari Muhammad Abu Zahrah, prinsip pemerintahan Islam berdasarkan dalam 3 hal
pokok, yaitu keadilan, musyawarah, & kepatuhan dalam ulil amri. Adapun dari Munawwir
Sadzali, prinsip bagi ketatanegaraan Islam merupakan prinsip-prinsip musyawarah, ketaatan
pada pemimpinnya, keadilan, persamaan & kebebasan.

1. Prinsip Syura

Musyawarah, menurut para pemikir modernisme dianggap sebagai doktrin


fundamental masyarakat dan negara bukan hanya karena teksnya yang jelas tetapi karena
juga ditopang oleh Sunnah atau hadits Nabi. Praktik pemerintahan pada masa Nabi
menggambarkan proses syura (konsultasi) yang dilakukan sebagai forum konsultasi
mengenai pengambilan keputusan meskipun forum tersebut bukan merupakan organisasi
posisi berdiri.

20
Selama praktik Nabi Muhammad ia hanya melihat urusan dunia yang disengaja.
Terkadang para sahabat bertanya kepadanya apakah keputusan atau pendapatnya didasarkan
pada petunjuk wahyu atau inisiatifnya sendiri. Jika tidak mendapat petunjuk wahyu maka
mereka menggunakan haknya atas pendapat. Menurut Ad al-Qadir Audat yang dikutip dalam
buku Suyuthi Pulungan tidak terjadi dua hal muncul dalam musyawarah yaitu pertama
mempertanyakan tatanan yang secara jelas ditetapkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Kedua keputusan menimang tidak oleh bertentangan dengan perintah dan hukum Al-Quran
dan Sunnah. Sejalan dengan hal pertama Rasyid Ridho menyatakan bahwa materi yang
dimusyawarahkan hanya yang berkaitan dengan urusan dunia saja bukan urusan agama.

Dalam Piagam Madinah bisa kita lihat bagaimana prinsip musyawarah walaupun itu
tidak di sebutkan secara tegas tetapi bisa kita pahami dari salah satu pasalnya yaitu pasal 17
yang menyatakan bahwa bila orang mukmin hendak mengadakan perdamaian harus atas
dasar persamaan dan adil di antara mereka ini mengandung konotasi bahwa untuk
mengadakan perdamaian itu harus disepakati dan diterima bersama. Hal ini tentu saja hanya
bisa dicapai dengan bermusyawarah.

Didalam musyawarah semua peserta yang ikut adil didalamnya memiliki persamaan
hak untuk mendapatkan kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan
pandangan masing-masing terhadap masalah yang dirundingkan jadi bisa kita pahami bahwa
persamaan hak dan adil merupakan suatu prinsip dalam bermusyawarah.

2. Prinsip Persamaan

Dalam konsep modern, yang dimaksud prinsip persamaan adalah kesamaan dalam
kesempatan (equality of opportunity), yakni kesamaan dengan cara menghapus hambatan
yang bisa menghalangi individu dalam mewujudkan potensinya, dengan menghapus hukum
dan hak-hak istimewa lain yang tidak dibenarkan, yang hanya menyediakan posisi-posisi
sosial, ekonomi dan politik bagi kelas dan tertentu. Tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi
dari yang lain, sehingga tidak dapat memaksakan kehendaknya. Maksudnya, penguasa
ataupun pemerintah tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, dan bersikap
otoriter. Prinsip persamaan (Al-Musawah) ini penting dalam suatu pemerintahan, demi
menghindari sikap sewenang-wenang penguasa atau pemerintah atas rakyat.

Dalam ilmu sosial, Al-Musawah sering disebut dengan HAM, yakni bahwa manusia
memiliki hak yang sama di depan hukum dan pengadilan, dimana manusia memiliki hak-hak

21
kemanusiaan yang sama, untuk mewujudkan keadilan adalah mutlak mempersamakan
manusia di hadapan hukum. Dalam fatwa di bidang HAM pun disebutkan tentang hak
persamaan dan larangan diskriminasi. Adapun sebagian ulama memahami prinsip Al-
Musawah ini sebagai konsekuensi logis dari prinsip alsyura dan al-adalah.

Dari uraian tentang pengertian istilah Al-Musawah dari segi etimologi dan
terminolog, dapat disimpulkan bahwa AlMusawah ialah salah satu prinsip-prinsip hukum
Islam yang menjelaskan tentang persamaan hak sesama manusia tanpa memandang warna
kulit, suku bangsa, bahasa dan lain sebagainya, Karena pada dasarnya semua manusia adalah
hamba Allah SWT, yang menjadi tolak ukur pembedaan manusia dihadapan Allah yaitu
ketaqwaannya, yakni berdasarkan ketaatannya kepada Allah SWT dan menjauhi
laranganlarangannya, maka tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lainnya,
sekalipun itu penguasa atau pemerintah tidak berhak berprilaku sewenang-wenang terhadap
rakyatnya, ataupun sebaliknya seseorang tidak dapat memberlakukan orang lain secara
diskriminatif. Jadi Islam tidak mengenal diskriminasi berdasarkan ras, suku, golongan,
keturunan dan lainnya. Oleh karena itu Islam senantiasa menjungjung tinggi prinsip
persamaan atau kesetaraan derajat manusia.

3. Prinsip Keadilan

Dari sekian ayat yang telah ditampilkan, terkesan bahwa keadilan itu merupakan
salah satu prinsip dalam ajaran Islam yang mencakup semua hal. Seperti yang telah
disinggung bahwa Allah swt menciptakan dan mengelolah alam raya ini dengan keadilan, dan
menuntut agar keadilan mencakup semua aspek kehidupan. Keadilan yang dituntut dalam
kehidupan sehari-hari, pada prinsipnya dalam dirinci ke dalam beberapa bagian;

a. Berlaku Adil dalam Timbangan dan Ucapan (Lurus)

Dalam QS. al-An‟ām (6): 152 Allah swt, berfirman:

22
Artinya: Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan
adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat
(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
ingat.

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia dalam kehidupan bermasyarakat,
adalah sangat dituntut untuk berlaku jujur dalam hal kepengurusan harta anak yatim; dan
berlaku adil dalam ucapan. Dalam sisi lain, ayat tersebut menerangkan bahwa ukuran-ukuran
input keadilan harus terukur secara benar, tepat, dan sesuai dengan kenyatannya; realitas yang
sesungguhnya, tanpa melibatkan wilayah yang temaram, kelabu, dan buram. Semua serba
jelas, bisa diuji oleh siapa pun juga, yang dalam bahasa teknis disebut “persidangan terbuka
untuk umum”.

Berlaku adil atau jujur terhadap harta anak yatim, adalah yang dalam kepengawasan
yang memeliharanya sampai harta tersebut diserahkan kepada anak yatim (pemilik harta).
Demikian juga, berlaku adil dalam bermuamalah, seperti dalam timbangan dan takaran baik
terhadap diri maupun orang lain. Berlaku adil dalam hal bermuamalah tersebut dimaksudkan
agar seseorang tidak terjerumus ke dalam sifat curang, seperti yang difirmankan Allah swt
dalam QS. al-Muthaffin: 1-3 yakni

23
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, [yaitu] orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.

Yang dimaksud curang dalam ayat ini, adalah orang yang tidak berlaku adil dalam
menakar dan atau menimbang

b. Berlaku Adil dalam Kesaksian

Dalam QS. al-Nisa (4): 135 Allah swt, berfirman:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.

Mengenai sebab turun ayat ini adalah berdasarkan riwayat Asbāt dari al-Suddiy, ia
berkata, dua orang telah singgah di rumah Nabi saw seraya mengadukan sengketanya. Salah
seorang dari keduanya adalah fakir miskin dan yang lain kaya. Nabi menunjukkan untuk
membela si fakir dengan suatu asumsi bahwa si fakir tidak bertindak aniaya terhadap si kaya.
Lalu Allah tidak berkenaan dengan sikap Nabi saw. Allah menghendaki Nabi saw bersikap
adil baik terhadap si kaya maupun si fakir. Lalu turun ayat sebagai berikut

24
Kata qawwāmīna dalam ayat di atas, berarti berdiri tegak, sadar dan membela,
tegasnya tidak mau tunduk kepada siapapun yang hendak mencoba meruntuhkan keadilan
yang ditegakkan itu. Dengan kata lain, orang yang benar-benar menjalankan sesuatu dengan
sempurna tanpa kekuarangan di dalam menjalankan dengan secara berkesinambungan.
Seperti dalam menegakkan shalat, kesaksian dan timbangan dengan adilm sebagai penekanan
terhadap perhatian akan perkara itu. Dengan demikian, kata qawwāmīna bi al-qisth dan kata
al-ta‟dilū dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa keadilan itu harus ditegakkan, tanpa
ada tendensi lain, misalnya belas kasihan. Dengan ayat itu dipahami bahwa prinsip keadilan
adalah menegakkan kesaksian karena Allah. Jadi, menegakkan keadilan dalam kesaksian,
adalah tidak berlaku aniaya yerhadap orang yang bersengketa, disebabkan kesaksian yang
tidak adil.

c. Berlaku Adil dengan Lawan

Dalam QS. al-Maidah (5): 8 Allah swt, berfirman:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.

Dari ayat di atas dipahami bahwa tidak dibenarkan seseorang untuk tidak berlaku
adil terhadap suatu kaum, karena kemarahan/kebencian terhadap mereka itu. Tetapi
senantiasa dianjurkan untuk berlaku adil kepada siapapun dan di mana pun, bahkan sekalipun
ia adalah seorang musuh.

Ayat tersebut juga menegaskan bahwa janganlah bermusuhan dan kebencianmu


terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk bersikap tidak adil terhadap mereka. Untuk
itu putuslah mereka sesuai dengan kebenaran, karena orang mukmin mesti mengutamakan
25
keadilan daripada berlaku aniaya dan berat sebelah. Keadilan harus ditempatkan diatas hawa
nafsu, rasa cinta, dan benci, apapun alasannya. Karena hal demikian itulah yang lebih dekat
kepada takwa, dan terhindar dari murka-Nya. Dapat dirumuskan bahwa ayat di atas
menekankan bahwa berlaku dan berbuat baik dalam suasana yang menyenangkan atau
suasana netral sungguh patu dipuji, namun seseorang akan benar-benar diuji bila mampu
berlaku adil terhadap orang-orang yang membencinya (memusuhinya/melawannya) atau
terhadap orang-orang yang ia tidak sukai, setidak-tidaknya ia dituntut mempunyai kesadaran
moral yang lebih tinggi.

4. Prinsip Kebebasan

Prinsip kebebasan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dalam
Islam, kebebasan dijamin di dalam Al-Quran sebagai bagian dari hak asasi yang langsung
diberikan oleh Tuhan. Kebebasan ini diberikan dalam kaitannya dengan pertanggung jawaban
akhir manusia. Orangorang Mu„tazilah percaya bahwa kebebasan diberikan kepada setiap
manusia karena dengan cara seperti inilah manusia dapat dimintai pertanggungjawabannya di
akhirat kelak. Manusia memiliki kebebasan penuh untuk menentukan nasibnya. Ketika
seorang individu menentukan pilihannya atas dasar kebebasan yang ia miliki, maka itu akan
melahirkan sikap tanggung jawab. Gagasan mengenai kebebasan berfikir atau berkeyakinan
serta tanggung jawab individu dinyatakan dalam banyak tempat di dalam Al-Quran, antara
lain dalam surat al-An„am ayat 164 yang berbunyi:

“Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah
Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya
kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa
yang kamu perselisihkan". (Al-An„am/6:164).

Dengan demikian, kepercayaan bahwa manusia merupakan makhluk yang bebas


merupakan kepercayaan bahwa manusia juga adalah makhluk yang (sejatinya) bertanggung
jawab. Konsep kebebasan manusia di dalam Islam tidaklah dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa Tuhan tidak bisa memaksa manusia. Sesungguhnya Tuhan adalah Maha Perkasa dan

26
Maha Memaksa. Artinya Tuhan memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk dapat
memaksakan kehendak-Nya kepada manusia. Tetapi karena sifat pengasih Tuhan, sehingga
Tuhan tidak menggunakan keperkasaan-Nya untuk memaksa manusia, termasuk dalam
urusan menyembah-Nya.

2.3.3 Praktek Politik Islam Dalam Sejarah


Dalam Islam, negara didirikan atas dasar prinsip tertentu sebagaimana digariskan
oleh Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Prinsip pertama adalah bahwa kekuasaan
di alam semesta hakikatnya adalah milik Allah karena Ia adalah Zat Pencipta. Dalam
keyakinan sesorang Muslim, hanya Allah SWT saja yang wajib ditaati dan orang boleh ditaati
bila Allah SWT memerintahkannya. Prinsip kedua, bahwa hukum Islam ditetapkan oleh
Allah SWT dan Sunnah Nabi, sedangkan Sunnah Nabi merupakan penjelasan terhadap Al-
Quran. Menurut ‗Abdullah Ahmed An-Naim, sumber konstitusional paling otoritatif di
bawah syari„ah adalah model negara Madinah yang dibangun sendiri oleh Nabi dan
diteruskan oleh empat khulafa al-Rasyidin, yang disebut dengan generasi salaf.

Umat Islam sejak masa Nabi SAW telah berhasil melahirkan sebuah tatanan sosial-
politik yang sangat modern, segi-segi modern itu ialah tingkat yang tinggi dalam komitmen,
keterlibatan dan partisipasi yang diharapkan dari seluruh jajaran anggota masyarakat, dan
keterbukaan posisi kepemimpinannya terhadap ukuran kecakapan pribadi yang dinilai atas
dasar pertimbangan yang bersifat universal dan dilambangkan dalam percobaan untuk
melembagakan puncak kepemimpinan yang tidak bersifat keturunan. Pandangan ini seolah-
seolah ingin menggambarkan betapa jeniusnya pemimpin saat itu yang tidak lain adalah Nabi
Muhammad SAW. Bukan itu saja, kejeniusan Nabi juga ditopang oleh kemurnian hati dan
kesempurnaan fikirannya dalam mengembang tugas kenabian dan kenegaraan, sehingga
membuat beliau menjadi tokoh yang paling berhasil dalam sejarah umat manusia.

Mengapa pemerintahan ketika itu dianggap terlalu modern? Ini disebabkan karena
setelah berlalunya masa Khulafa al-Rasyidin praktek dan nilai-nilai universal Islam yang
modern itu ternyata sulit untuk dilaksanakan. Ini lantaran setelah masa ini, pemerintahan
Islam meninggalkan nilai-nilai demokratis di atas, dan menggantinya dengan sistem
keturunan, sejak masa Dinasti Umayyah (Dinasti setelah Ali bin Abi Thalib), dengan
Khalifah pertamanya adalah Mu„awiyah bin Abi Sufyan. Sejak masa itu kekuasaan politik
Islam sudah kemasukan unsur-unsur hirqaliyah atau ―Herakliusme‖ karena menerapkan
sistem keturunan seperti Kaisar Heraklius, penguasa Yunani saat itu yang tidak Islami. Dari

27
sejak itu pula, kesatuan politik umat Islam mulai dikenal sebagai negara yang sebutannya
selalu dikaitkan dengan keturunannya, misalnya Dawlah (Dinasti) „Umawiyah, maksudnya
kerajaan (milik) keturunan ‗Umawiyah; Dawlah „Abbasiah, Dawlah Fathimiyah, Dawlah
„Utsmaniyah, dan seterusnya.

Namun demikian, meskipun dengan fakta bahwa sistem politik Islam setelah masa
Khulafa alRasyidin sudah meninggalkan pelaksanaan penuh tatanan Islam itu dan dianggap
kembali kepada tatanan pra-Islam, tetapi dapat ditegaskan bahwa antara Islam dan politik itu
tidak terpisah sama sekali, seperti pemahaman para sekularis (kaum yang memisahkan antara
etika agama dan negara), sebab dalam Islam secara mendasar antara Islam dan politik
mempunyai keterkaitan, dan keterkaitan ini terutama dari segi etisnya, di mana sistem politik
Islam selalu mempertimbangkan nilai-nilai agama. Artinya, dalam kehidupan berpolitik –
yang sebetulnya merupakan urusan duniawi– tidak bisa dilepaskan dari tuntutan moral yang
tinggi, yakni agama. Menurutnya, berpolitik haruslah dengan standar akhlak yang mulia,
yang sekarang dikenal dengan istilah etika berpolitik sebagaimana yang dengan sempurna
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan Khalifah yang empat.

Dalam konteks Indonesia, peran politik Islam tidak dilihat dari apakah negara
berdasarkan agama atau tidak, tetapi harus dilihat sejauh mana Islam dapat memainkan
peranan bagi kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia khususnya umat Islam, apalagi
dewasa ini kehidupan Islam di Indonesia semakin terlihat dominan, Nanggru Aceh
Darussalam (NAD) yang menerapkan sistem syari„ah Islam dan berbagai kebijakan dan
Undang-Undang yang secara khusus memperlihatkan peran dan urgensi Islam dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, menunjukkan eksistensi Islam di Indonesia pada
hakikatnya sudah menggambarkan harmonisnya hubungan Islam dan negara. Keadaan dan
sistem ini tentunya harus tetap dipertahankan hingga masa-masa yang akan datang, sebagai
upaya memantapkan sendi-sendi bernegara dan menerapakan nilai-nilai Islam di dalamnya.

28
BAB III

PENUTUP

3. 1 KESIMPULAN
Dengan adanya sakinah mawadah warahmah tentu akan membantu tujuan dalam
keluarga yang Islami agar terwujud, yaitu Menjalankan Misi Kekhalifahan Manusia, Banyak
Beribadah dan Amal Saleh, Tempat dalam Menuai Cinta dan Kasih Sayang

Sakinah Mawaddah Warahman dapat memenuhi kebutuhan anggota. Kebutuhan


tersebut dimulai dari ketenangan jiwa, kedamaian, rezeki berupa kekayaan, cinta, hubungan
seksual dengan pasangan, kehormatan, dan tentu saja bentuk ibadah lainnya yang dapat
diamalkan dalam amal keluarga.

Ukhuwah Islamiyah adalah hubungan yang dijalani oleh rasa cinta dan didasari oleh
akidah dalam bentuk persahabatan bagaikan satu bangunan yang kokoh.

Hakikat ukhuwah Islamiyah antara lain Nikmat Allah, Perumpamaan Tali Tasbih,
Merupakan Arahan Rabbani, Merupakan Cermin Kekuatan Iman.

Ukhuwah Wathaniyah merupakan salah satu metode dakwah yang digencarkan oleh
Nabi Muhammad saw dalam rangka menghidupkan rasa cinta dan memiliki terhadap Negara,
yang dalam hal ini adalah Madinah.

Islam & politik adalah dilema yg selalu aktual, lantaran sejalan menggunakan
pandangan para ahli islam, islam lebih menurut sekedar sistem teologis(kepercayaan), namun
ia merupakan sebuah sistem kehidupan yg lengkap.

3. 2 SARAN
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
yang dapat menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan kritik
dan kritik dari pembaca sehinga kami bisa lebih berorientasi baik pada makalah kami
selanjutnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Al-Musawah, “Prinsip Persamaan Dalam Islam”, https://Fikriainul blogspot.com/2015/01


prinsip-prinsip-al-musawah-dalam-Islam.html, diakses pada 29 Jan. 2020, pukul
22:46 WIB.

Al-Musyrakah, “Penerapan Prinsip Al-Musawah dalam Kegiatan Produksi Dan Distribusi


Yang Berbentuk Kemitraan” http://sangasiji-ngajiblogspot.com/2017/08/makalah-
penerapan-prinsip-prinsip-al-musawah.html, diakses pada 19 Jan. 2020, pukul 20:33
WIB.

Al-Wahidi, op. cit., h. 408-409, dengan mengutip riwayat Bukhāri dari Musaddad dan
Muslim dari Muhammad bin Abd. al-A‟la, keduanya meriwayatkan dari al-Mu‟tamir.

Arti Sakinah Mawadah Warahmah (Samawa) - Gramedia Literasi.

H. Dadang Kahmad, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial Fatwa Ulama Tentang Masalah-
Masalah Sosial Keagamaan Budaya Politik Ekonomi Kedokteran dan HAM,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h. 380.

ISLAM DAN PRANATA SOSIAL | fifi silviyani - Academia.edu.

J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintah Dalam Piagam Madinah Ditinjau dari


Pandangan Al-Quran,( Jakarta: Raja Grafindo Persada 1996) h.209

Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga..., h. 310

Zulhamdi, “Demokrasi Dalam Teori Politik Islam”, Jurnal Syarah, Vol. 8, No. 2 (Juli-
Desember 2019) UIN AR-RANIRY Banda Aceh, h. 134.

30

Anda mungkin juga menyukai