Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SPIRITUALITAS SEBAGAI JALAN


MENUJU TUHAN

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1 :

SRI HARTINI
WIDAYATUL HASMA YANTI
WINDY HERY OCTARI
WIWID NURUL ASMI
ZULIA WIDIA UTAMI

UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kelancaran dan kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentu kami tidak akan sanggup untuk merampungkan makalah
ini dengan baik. Tak lupa, sholawat serta salah selalu tercurahkan kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat
kelak.

Makalah ini selesai kami susun dengan maksimal atas bantuan beberapa pihak,
untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang sudah
berkontribusi dalam proses pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna dan di dalamnya masih banyak terdapat kesalahan. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar makalah ini
nantinya dapat menjadi lebih baik lagi.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.

Mataram, 19 Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………................ i

Kata pengantar………………………………………………………................. ii

Daftar isi……………………………………………………………………….. iii

Bab I : Pendahuluan………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang…………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………. 1
C. Tujuan dan Manfaat……………………………………………….. 2

Bab II : Pembahasan…………………………………………………………. 3

Bab III : Penutup……………………………………………………............... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam Al-Qur’an kata “Tuhan” dipakai untuk sebutan tuhan selain Allah, seperti
menyebut berhala, hawa nafsu dan dewa. Namun, kata “Allah” adalah sebutan
khusus dan tidak dimiliki oleh kata lain selain-Nya, karena hanya Tuhan Yang
Maha Esa yang wajib wujud-Nya itu yang berhak menyandang nama tersebut,
selain-Nya tidak ada, bahkan tidak boleh. Hanya Dia yang berhak memperoleh
keagungan dan kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih
agung dari nama-Nya itu.

A. Latar Beakang
Eksistensi Tuhan adalah salah satu masalah paling fundamental manusia,
karena penerimaan maupun penolakan terhadapnya memberikan konsekuensi
yang fundamental. Alam luas yang diasumsikan sebagai produk sebuah
kekuatan yang maha sempurna dan maha bijaksana dengan tujuan yang
sempurna berbeda dengan alam yang diasumsikan sebagai akibat dari
kebetulan atau insiden.

Manusia yang memandang alam sebagai hasil ciptaan Tuhan Yang Maha
Bijaksana adalah manusia yang optimis dan bertujuan. Sedangkan manusia
yang memandang alam sebagai akibat dari serangkaian peristiwa acak atau
chaos adalah manusia yang pesimis, nihilis, absurd dan risau akan
kemungkinan-kemungkinan yang tidak dapat diprediksi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Tuhan?
2. Apa konsep Tuhan dalam Al-Qur’an?
3. Bagaimana teori evolusionisme ketuhanan?
4. Mengapa manusia harus bertuhan dan bagaimana kaitannya dengan
spiritualitas?

1
5. Apa esensi (makna) dan urgensi (pentingnya) spiritualitas dalam
pengembangan karakter manusia?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengkaji definisi Tuhan.
2. Mengetahui bagaimana konsep ketuhanan dalam Islam.
3. Mengetahui evolusionisme ketuhanan.
4. Mengetahui alasan mengapa manusia harus bertuhan.
5. Mengetahui pentingnya spiritualitas dalam pengembangan karakter
manusia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tuhan

Kalau kita menengok ke belakang, mempelajari kepercayaan umat manusia,


maka yang kita temukan adalah hampir semua umat manusia mempercayai
adanya "Tuhan" yang mengatur alam raya ini. Orang-orang hindu masa
lampau juga mempunyai banyak Dewa yang diyakini sebagai tuhan-tuhan.
Masyarakat mesir meyakini adanya Dewa Laziz, Dewi Oziris dan yang
tertinggu adalah Ra'. Masyarakat Persia pun demikian, mereka percaya bahwa
ada Tuhan Gelap dan Tuhan Terang. Begitulah seterusnya.

Pengaruh keyakinan tersebut merambah ke masyarakat Arab, walaupun jika


mereka ditanya tentang penguasa dan pencipta langit dan bumi, maka mereka
menjawab "Allah". Tetapi dalam waktu yang bersamaan mereka juga
menyembah berhala-berhala al-Lata, al-Uzza dan Manat, tiga berhala terbesar
mereka dan di samping ratusan berhala lainnya. Al-Qur'an datang untuk
meluruskan keyakinan tersebut, dengan membawa ajaran Tauhid, yaitu
mengesakan tuhan.

Kata "Tuhan" selalu diterjemahkan dengan perkataan Illah yang artinya


adalah “Tuhan”. Sedangkan dalam beberapa ayat AL-Qur’an kata Illah
dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan
manusia, seperti dalam Q.S Al-Furqon : 43

“Terangkanlah kepada-Ku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai Illahnya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

Begitu juga dalam Al-Qur’an surah Al-Qashash ayat 38, perkataan Illah
digunakan oleh Fir’aun untuk menyebut dirinya sebagai Tuhan.

Dan berkata Fir’aun, “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan
bagimu selain aku, maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian

3
buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat
Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk
orang-orang pendusta.”

Contoh ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa perkataan Illah bisa


mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (Nafsu atau keinginan pribadi)
maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi atau dipuja).
Perkataan Illah dalam Al-Qur’an juga dipakai dalam bentul tunggal (Mufratd
: illaahun), ganda (Mutsanna : illaahaini), dan banyak (jama’ : aalihatun).

Adapun definisi Tuhan (Illah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap


penting) oleh manusia, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-
Nya.

Perkataan dipentingkannya hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di


dalamnya yang di puja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat
memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang
ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa Tuhan bisa berbentuk apa saja,
yang dipentingkan oleh manusia, yang penting Illah manusia “Tidak mungkin
atheis”, tidak mungkin tidak bertuhan. Berdasarkan logika Al-Qur’an setiap
manusia pasti menyukai sesuatu yang dipertuhankannya. Oleh karena itu,
orang-orang komunis pada hakikatnya bertuhan juga, adapun tuhan mereka
ialah ideologi atau angan-angan (Utopia) mereka.

B. Konsep Ketuhanan dalam Al-Qur’an

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan


dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab
Tuhan adalah sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang
hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan
maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang asal-usul kepercayaan


terhadap tuhan, diantaranya adalah sebagai berikut.

4
1. Q.S Al-Anbiya ayat 92 :
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua : agama
yang satu-satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahkan Aku. Dan
mereka telah memotong-motong urusan (agama) mereka diantara mereka.
Kepada Kamilah masing-masing golongan itu akan kembali.”

Ayat tersebut diatas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya


tidak ada pembeda konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu
hingga sekarang. Melalui rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan diri-Nya
melalui ajaran-Nya, yang dibawa para rasul, Adam sebagai Rasul pertama
dan Muhammad sebagai Rasul terakhir.

Jikapun terjadi perbeda-bedaan ajaran tentang keutuhan diantara agama-


agama maka hal itu disebabkan oleh perbuatan manusia. Ajaran yang tidak
sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan
kebohongan manusia yang teramat besar.

2. Q.S Al-Maidah ayat 72 :


“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata : ”Sesungguhnya
Allah ialah Al-Masih putra Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata
: “Hai bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.”
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,
maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah
neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.”

3. Q.S Al-Ikhlas ayat 1-4 :


“Katakanlah : “Dialah Allah, Yang Maha esa, Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.”

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata
Allah adalah nama isin jamid atau personal name. Merupakan suatu
pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”,
karena dianggap sebagai isim musyataq.

5
Tuhan yang haq dalam konsep Al-Qur’an adalah Allah. Hal ini dinyatakan
antara lain dalam surah Ali-Imran ayat 62, surah Shad ayat 35 dan 65, Q.S
Muhammad ayat 19. Dalam Al-Qur’an diberitahukan pula bahwa ajaran
tentang Tuhan yang diberikan kepada para nabi sebelum Muhammad adalah
tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surah Hud ayat 84 dan surah Al-
Maidah ayat 72. Tuhan adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surah Al-
Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98 dan Shad ayat 4.

C. Teori Evolusionisme Ketuhanan

Dalam literature sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang
menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama-
kelamaan mengikat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian ditemukan oleh EB Tailor,
Robertson Smith, Lubbock dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran
tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut.
1. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitive telah mengakui adanya
ketuhanan yang berpengaruh terhadap kehidupan. Mula-mula sesuatu yang
berpengaruh tersebut ditunjukkan pada benda. Setiap benda mempunyai
pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut juga nama
benda-benda, seperti mana (Melanesia), Tuhan (Melayu), dan Syakti
(India). Mana adalah kekuatan Ghaib yang tidak dapat dilihat atau diindera
dengan panca indera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan
pengaruhnya.
2. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga
mempercayai adanya peranan roh dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh
karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai

6
rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
Roh akan senang jika kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini,
agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus memenuhu kebutuhan roh tersebut. Sajian-sajian yang sesuai dengan
saran dukun adalah salah satu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan roh.
3. Politeisme
Kepercayaaan dinamisme dan anismisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh
yang lebih dari roh yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai
tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidang-bidangnya. Ada dewa
yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah
air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
4. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama bagi kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui, diadakan seleksi karena tidak
mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama kelamaan kpepercayaan
manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya
mengakui satu dewa yang disebut dengan tuhan, namun manusia masih
mengakui tuhan (illah) bangsa lain. Kepercayaan satu tuhan untuk satu
bangsa disebut dengan henoteisme(tuhan tingkat nasional).
5. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme.
Dalam monoteisme hanya diakui satu tuhan untuk seluruh bangsa, dan
bersifat internasional.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap tuhan sebagaimana dinyatakan


oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898)
yabg menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Lang
mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama
monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai
kepercayaan pada wujud yang agung dan sifat-sifat yang khas tergadap tuhan
mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.

7
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka beangsur-angsur golongan
Evolusionisme menjadi rendah dan sebaliknya sarjana-sarjana agama
terutama di Eropa Barat mulai menantang Evolusionisme dan
memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang tuhan tidak databg secara evolusi, tetapi
debgan cara relevansi atau wahyu.

Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-


macan kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif.
Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan
masyarakat primitif adalah monoteisme yang berasal dari ajaran wahyu
Tuhan. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat ketuhanan terbagi dalam tiga
paham yaitu deisme, pank monoteisme dan teisme.

D. Alasan Manusia harus Bertuhan


Tuhan berada di dalam hati orang-orang suci. Apabila kita ingin mudah
merasakan kehadiran Tuhan, maka kita hendaknya berawal dari penyucian
hati, maka jiwa manusia akan menerima pancaran nikmat Tuhan sehingga
dirinya terpencar energy positif yang kemudian mempengaruhi penilaian dan
sikapnya.
Ada tiga alasan mengapa kita membutuhkan spiritualitas dalam mengerjakan
panggilan hidup di dunia ini :
1. Karena manusia adalah mahluk ciptaan yang terbatas, yang memiliki
kebebasan untuk memilih.
2. Untuk menjaga integritas diri kita ditengah realita dunia yang fana dan tak
menentu.
3. Untuk mengembangkan hati nurani yang takut akan Tuhan.

8
E. Esensi (makna) dan Urgensi (pentingnya) Spiritualitas dalam Pengembangan
Karakter Manusia.

Spiritualitas dalam kehidupan manusia memegang peranan sangat penting,


tanpa spiritualitas maka tujuan hidup tidak menentu. Mengembangkan
karakter manusia berlandaskan spiritualitas akan membantu insan untuk
selalu berada pada jalan Allah SWT, selalu mengingat kebesaran Allah dan
senantiasa merenungkan dosa-dosa yang telah diperbuatnya baik yang
disengaja ataupun tidak disengaja.
Pentingnya spiritualitas dalam pengembangan karakter manusia diantaranya,
dapat menjadi pedoman bagi setiap orang dalam mencapai tujuan akhir dari
hidupnya, membangun karakter masyaralat yang berbasis kecerdasan moral,
krisis spiritual dapat menyebabkan berbagai penyakit jiwa yang dapat
menimbulkan mudharat bagi diri sendiri dan orang lain, akan menurunkan
martabat manusia ke jurang kehancuran yang mengancam peradaban dan
eksistensi manusia.
Dengan dikembangkannya spiritualitas dalam karakter manusia modern, akan
mendapatkan ketenangan hati yang akan membuahkan kebahagiaan.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuhan dipahami sebagai Roh Mahakuasa dan asas dari kepercayaan. Tidak
ada kesepakatan bersama mengenai konsep ketuhanan, sehingga ada
berbagai konsep ketuhanan meliputi teisme,deisme dan panteisme.
Dalam pandangan teisme, Tuhan merupakan pencipta sekaligus pengatur
segala kejaidan di alam semesta. Menurut deisme, Tuhan merupakan
pencipta alam semesta, namun tidak ikut campur dalam kejadian di alam
semesta. Menurut panteisme, tuhan merupakan alam semesta itu sendiri.
Dari beberapa konsep ketuhanan diatas, yang patut disadari oleh khalayak
ialah spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari itu diperlukan, demi
tercapainya kehidupan yang tenang, tentram dan damai.
B. Daftar Pustaka
Aminuddin,dkk.2014. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi
Umum. Ghalia indonesia : Bogor
Malik,Abduh. 2009 . Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama
Islam pada Perguruan Tnggi Umum.departemen agama : Jakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.sli
deshare.net/mobile/chusnaqumillaila/pendidikan-agama-islam-
mengenal-bagaimana-manusia-
bertuhan&ved=2ahUKEwiX6uHbkJPkAhX76nMBHSdVCOwQFjAC
egQICBAC&usg=AOvVaw2LIGdcQVEQs2BnHznCyxM1
Tolchah, Moch. 2016. Pendidikan Agama Islam. Madani: Surabaya

10

Anda mungkin juga menyukai