Anda di halaman 1dari 22

HAKIKAT IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM

Kelompok II
Irman Setiawan ( 21711190 )
Ama Alfian ( 21711215 )
Andriani ( 21711207 )

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI TIK


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KENDARI
2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Hakikat IPTEKS dalam Pandangan Islam”
ini dengan tepat waktu.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah AIK V.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi kami dan semua pihak
yang membacanya.
kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami mohon maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini,
kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat di buatnya
makalah yang lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah
pengetahuan kita.

Penulis

Kendari, 2 Oktober 2019

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim............................................... 3
B. Hubungan Antara Ilmu, Agama, dan Budaya....................................... 5
C. Hukum Sunnatullah................................................................................ 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 16
B. Saran......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni dalam kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan
oleh peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Bahkan di dalam al-
Quran sendiri Allah menyatakan bahwa hanya orang yang berilmulah yang benar-
benar takut kepada Allah.
Al-Qur’an menyebutkan juga tentang kejadian alam semesta dan berbagai
proses kealaman lainnya, tentang penciptaan makhluk hidup, termasuk manusia
yang didorong hasrat ingin tahunya dan dipacu akalnya untuk menyelidiki segala
apa yang ada di sekitarnya. Meskipun demikian,kitab suci itu bukan buku
pelajaran kosmologi, biologi atau ilmu-ilmu lain pada umumnya. Sebab ia hanya
menyatakan bagian-bagian yang sangat penting saja dari ilmu-ilmu yang
dimaksudkan. Ayat-ayat yang menuntutmanusia menuju kebahagiaan akhirat
maupun yang membimbinga manusia menuju kesejahteraan duniawi, sebenarnya
memberikan garis-garis besar saja yang harus kita cari kelengkapannya agar kita dapat
memahaminya secara utuh. karena itu,pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seniperlu untuk dilakukan. Selama, perkembangan tersebut tidak lepas dari
nilai-nilai islamagar hasil yang diperoleh memberikan manfaat yang sesuai
dengan fitrah hidup manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di peroleh rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim ?
2. Apakah Hubungan Antara Ilmu, Agama, dan Budaya ?
3. Apakah Hukum Sunnatullah ?

1
C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim
2. Untuk Mengetahui HubunganAntara Ilmu, Agama, dan Budaya
3. Untuk Mengetahui Hukum Sunnatullah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep IPTEKS dan peradaban muslim
1. Integrasi Amal, Ilmu, Amal dan Definisi IPTEKS
Istilah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sering diterjemahkan
menjadi science and technology. Namun sesungguhnya, menurut perspektif
filsafat ilmu dan pengetahuan memiliki makna yang berbeda. Pengetahuan yang
dalam bahasa inggris disebut dengan knowledge, adalah segala sesuatu yang
diketahui manusia melalui tahapan panca indra, intuisi, dan firasat. Sedangkan
ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasikan, diorganisasi,
disistemasitisasi, dan diinterpretasi, sehingga menghasilkan kebenaran yang
objektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah (webter’s
dictionary science).
Menurut pandangan dunia Timur (Arab) yang dalam hal ini diwakili Al-
Gazali, ilmu didefinisikan sebagai cahaya dalam hati (Al – ilmu Nurun fil Qulbi).
Dalam surat al- Rahman 1-13 mendefinisikan ilmu sebagai rangkaian keteranagn
teratur dari Allah menurut Sunah Rasul yang menerangkan semesta kehidupan
yang tergantung kepada Allah. Dala sejarah islam, tercatat banyak sekali ilmuwan
muslim yang ahli dalam berbagai bidang kajian ilmu. Beberapa yang bisa disebut
antara lain Ibnu Rusyid, Ibnu Sina, Al –Razi, Al-Khwarizmi dan lain-lain, adalah
sosok yang disamping sebagai filosof, mereka juga ahli kedokteran, astronomi,
metematika, fisika dan sebagainya. Jika teknologi diimbangi dengan ilmu, maka
sesungguhnya ia merupakan aktivitas atau produk dari iman, yaitu hasil amaliyah
bil arkan. Seni adalah ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya.
Menurut Sabda Nabi, “Innallaha jamilun wa yuhibbul Jamaal”, Allah itu indah
dan menyukai keindahan.
2. Syarat-syarat ilmu
Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dari pengetahuan. Suatu
pengetahuan dapat dikatagorikan sebagai ilmu apabila memenuhi tiga unsur
pokok, yaitu:

3
a ) Ontologi, yaitu suatu bidang study yang memiliki objek study yang jelas.
Subjek studi tersebut harus dapat diindentifikasikan, diberi batasan,
diuraikan, dan sifat-sifatnya essensial. Objek studi sebuah ilmu ada dua,
yaitu objek material dan objek formal.
b ) Askiologi, yaitu suatu bidang studi yang memiliki nilai guna atau
kemanfaatan. Ia dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukum-hukum,
generalisasi, kecenderungan umum, konsep-konsep, dan kesimpulan-
kesimpulan logis, sistematis dan koheren. Dalam teori dan konsep tersebut
tidak terdapat kerancuan dan kesemerawutan pikiran atau kopntradiksi
antara yang satu dengan yang lain.
c ) Epistimologi, yaitu uatu bidang studi yang memiliki metode kerja yang
jelas. Ada dua metode kerja suatu bidang studi, yaitu deduksi dan induksi.
Dalam pemikiran sekuler, sains memiliki tiga karakteristik, yaitu objektif,
netral, dan bebas nilai. Sedangkan dalam pemikiran islam, sains tidak boleh bebas
dari nilai-nilai, baik nilai local maupun nilai universal. Ia harus dikembangkan
dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kebahagiaan manusia dan kelestariamn
ekologis untuk tujuan rahmatan lil ‘alamin (Q.S al Anbiya 107).
3. Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran islam ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan akal. Islam
sendiri menegaskan bahwa, ad-dinu huwa al-‘alq wa laa diina liman laa ‘ aqla
lahu (agama adalah akal dan tidak ada agama bagi yang tidak berakal)
4. Keutaman Orang Berilmu
Manusia adalah satu-satunya mahluk Allah yang diberi anugrah akal oleh
Allah. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika manusia berkewajiban
untukmengagungkan dan mengoptimalkan potensi dengan sebaik-baiknya.
Al-Qur’an bahkan membedakan orang yang berilmu dengan orang yang
tidak berilmu (QS. 39:9). Ayat tersebut mengatakan: katakanlah, adakah sama
orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya
orang yang berakallah orang yang dapat menerima pelajaran. Demikian juga Al-
Qur’an yang menegaskan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang
berilmu apabila orang orang tersebut beriman. (QS 58:11)

4
Di samping itu, Rasulullah SAW banyak memberikan perumpamaan
tentang keutamaan orang yang berilmu dengan sabdanya, bahwa: mereka adalah
pewaris para nabi, pada hari kiamat darah mereka ditimbang dengan darah
syuhada, dan darah orang yang berilmu dilebihkan Darah darah syuhada. Nabi
juga menyarankan umatnya untuk tidak berhenti mencari ilmu kapan dan
dimanapun mereka berada, lewat sabdanya : Carilah ilmu walaupun di negeri
China, mencari ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan sejak dari
ayunan sampai ke liang lahat. Bagi orang berilmu, yang melandaskan
keilmuannya dengan keimanan , pengembangan, dan pemanfaatan IPTEK dan
seni tidaklah ditunjukan sebagai tuntunan hidup semata, tetapi juga merupakan
refleksi dari ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, hasil-hasil kemajuan IPTEK
akan dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk tujuan Rahmatan lil
alamin. (QS.21:107)
5. Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam dan Lingkungan
Proses dehumanisasi dan terancamnya keseimbangan ekologi dan
kelestarian alam,merupakan imbas negatif dari kemajuan IPTEKS. Dalam QS. Ar-
Rum 45 disebutkan : telah timbul kerusakan di daratan dan dilautan karena ulah
tangan manusia.
Oleh karena itu, ilmuwan tidak cukup hanya dengan ilmu saja,tetapi harus
dibekal dengan iman dan takwa. Ilmuwan yang beriman dan bertakwa akan
memanfaatkan kemajuan IPTEK untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan
kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan ekologi dan bukan untuk fasad fil
ardhi.
B. Hubungan antara ilmu, agama, dan budaya
1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi
memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia.
Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti
amat bermanfaat. Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan
dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua
Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif

5
karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom
atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada
tahun 1945. Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak
sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya.
Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi
internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan
untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed, 1999 ).
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting
untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita
memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak
negatifnya semiminal mungkin (Ahmed, 1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a ) berseberangan atau bertentangan,
b ) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c ) tidak bertentangan satu sama lain,
d ) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek
atau iptek mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.
Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini,
pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran
agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan
kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan
cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan
oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei.
Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja
berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo
dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan
masyarakat (Furchan, 2009).

6
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama.
Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak
dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati,
jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa
masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama
dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan. Konflik antara agama
dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada pada
wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek
tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena
keduanya berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun
komunal, pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang
lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah
terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat
(Furchan, 2009).
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini,
kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan
tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan
dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam
masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak
mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak
mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan
seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah
terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama
bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak
karena tampak terasa aneh apabila dikaitkan (Furchan, 2009).
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif.
Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan
antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak
sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran
agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak
mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi

7
ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama
mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya (Furchan, 2009).
a ) Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini.
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf
tidak saling mengganggu. Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat
pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu
pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya
diselesaikan dengan kebijaksanaan (Furchan, 2009).
Dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam
pembangunan nasional jangka panjang ke dua di Indonesia ini. Penguasaan iptek
bahkan dikaitkan dengan keberhasilan pembangunan nasional. Namun, bangsa
Indonesia juga menyadari bahwa pengembangan iptek, di samping membawa
dampak positif, juga dapat membawa dampak negatif bagi nilai agama dan
budaya yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang telah
memilih untuk tidak menganut faham sekuler, agama mempunyai kedudukan
yang penting juga dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah diharapkan
agar pengembangan iptek di Indonesia tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai
agama dan budaya luhur bangsa (Furchan, 2009).
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek
secara eksplisit adalah pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu,
secara implisit diharapkan bahwa pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan,
dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Ini merupakan tugas yang tidak mudah
karena, untuk itu, kita harus menguasai prinsip dan pola pikir keduanya (iptek dan
agama) (Furchan, 2009).
2. Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang
mengandung kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta
kekuasaan supernatural. Sistem religi ada pada setiap masyarakat sebagai
pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan
kepercayaan terdapat di hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi

8
kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang lebih tinggi kedudukannya daripada
manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan yang dilakukan manusia untuk
berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan- kekuatan gaib tersebut.
Kepercayaan yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia
sampai masa munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi
menunjukkan adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di luar
kekuasaan manusia, berdasarkan keyakinan dan kepercayaan menurut paham atau
ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh
umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya,
budaya akan tersesat tanpa agama (Sutardi, 2007).
Sebelum ilmu antropologi berkembang, aspek religi telah menjadi pokok
perhatian para penulis etnografi. Selanjutnya, ketika himpunan tulisan mengenai
adat istiadat suku bangsa di luar eropa berkembang denganluas dan cepat melalui
dunia ilmiah, timbul perhatian terhadap upacara keagamaan. Perhatian tersebut
disebabkan hal-hal berikut: upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku
bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara lahiriah, dan
bahan etnografi mengenai upacara keagamaan yang diperlukan dalam menyusun
teori-teori tentang asal-usul suatu kepercayaan (Sutardi, 2007).
Mengenai soal agama, Pater Jan Bakker menyatakan bahwa filsafat
kebudayaan tidak menanggapi agama sebagai kategori insane semata-mata, karena
bagi filsafat ini agama merupakan keyakinan hidup rohani pemeluknya;
merupakan jawab manusia kepada panggilan ilahi dan di sini terkandung apa yang
disebut iman. Iman tidak berasal dari suatu tempat ataupun pemberian makhluk
lain. Iman ini asalnya dari Tuhan, sehingga nilai-nilai yang mincul dari daya iman
ini tidak dapat disamakan dengan karya-karya kebudayaan yang lain, sebab karya
tersebut berasal dari Tuhan. Agama sebagai sistem objektif terkandung unsur-
unsur kebudayaan (Bakker, 1984).
Yang jelas dalam ilmu antropologi memang agama menjadi salah satu
unsur kebudayaan. Dalam hal ini para ahli antropologi tidak berbicara soal iman,
sebab secara empiris iman tidak dapat dilihat (Bakker, 1984).

9
a ) Perilaku Religi dalam Masyarakat
Agama memiliki posisi yang cukup signifikan dalam kehidupan
bermasyarakat. Negara mengakui keberadaan agama dan melindungi kebebasan
masyarakat dalam melaksanakan ajaran agamanya (Sutardi, 2007).
Pada saat ini, adanya kebebasan dan keterbukaan memberikan ruang yang
besar bagi masyarakat untuk mengamalkan ajarana agama sebaik mungkin.
Semangat otonomi daerah yang memberikan keleluasan dan berpartisipasi dalam
mengurus daerahnya masing- masing memberi peluang untuk mengangkat ajaran
agama sebagai ruh pengelolaan pemerintahan. Ajaran agama dikemas sebagai
dasar pengaturan pemerintahan yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Nilai-
nilai yang diangkat merupakan nilai-nilai kebaikan universal yang juga diakui
oleh agama lain (Sutardi, 2007).
Ajaran agama ketika disandingkan dengan nilai-nilai budaya lokal di era
desentralisasi dapat diserap untuk dijadikan pengangan kehidupan bermasyarakat.
Hal ini dapat dilihat dengan diberikannya otonomi khusus kepada Aceh yang
dikenal dengan Nanggroe Aceh Daussalam. Agama dan budaya di NAD sudah
melebur dan tidak bisa dipisahkan sejak dahulu, ketika kerajaan Islam masih ada
di wilayah tersebut. Dengan otonomi khusus ini hokum pidana Islam kembali
dihidupkan sehingga masyarakat merasakan keadilan sesuai dengan
keyakinannya. Hal ini menjadi awal yang baik dalam menciptakan kesejahteraan
masyarakat dengan mengangkat agama dan budaya yang ada di masyarakat
tersebut (Sutardi, 2007).
Pada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhurnya,
perilaku keagamaan juga memberikan dampak yang cukup berarti. Hal ini dapat
dilihat pada masyarakat Suku Toraja di Sulawesi Selatan. Masyarakat Suku
Toraja mempercayai bahwa kematian merupakan awal menuju kehidupan yang
kekal. Itu sebabnya dalam budaya Toraja dikenal pemeo ‘hidup manusia adalah
untuk mati’. Artinya, setelah mati, manusia akan menuju kehidupan yang kekal di
nirwana. Untuk mencapai nirwana, seseorang yang meninggal harus membawa
bekal harta sebanyak-banyaknya. Nyawa orang yang meninggal juga akan diantar

10
ke surge dengan pesta yang semarak. Semakin banyak benda yang dibawa si
mayat, semakin bahagia hidupnya di alam baka (Sutardi, 2007).
Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku keagamaan dapat
memberikan dampak dalam kehidupan bermasyarakat. Orang-orang Toraja
sampai saat ini dikenal memiliki kebiasaan menabung dan bersikap hidup hemat
agar nantinya dapat menyelenggarakan upacara kematian yang meriah. Mereka
menganggap anak keturunan berkewajiban memperlakukan leluhurnya dengan
baik sebab dengan begitu, sang leluhur juga akan melimpahkan rejeki dan
menjaga keturunannya dengan baik pula (Sutardi, 2007).
C. Hukum sunnatullah
Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature
bermacam-macam persepsi dari kalangan manusia, muslim atau non muslim
terhadap hukum yang berlaku kepada alam dan isi kandunganya, ini
menggambarkan begitu dangkal akal yang tidak mendapat petunjuk Ilahy
mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku didalamnya. Al-
Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum yang berlaku di alam ini
diatur oleh Allah s.w.t yang dipanggil sunnatullah dan ia bukan dari anggapan
sebahagian manusia sebagai hukum semula jadi yang tiada penghujungnya itu.
Persepsi yang terkeluar dari menda yang dicetak oleh hukum sekular
(keduniaan) yang menyembah mindanya sendiri. Maka beberapa perkara yang
amat perlu diperhatikan untuk sama-sama kita renungkan, setidak-tidaknya ada
tiga persepsi tentang sunnatullah dari golongan manusia. Pertama patuh secara
terpaksa, kedua, patuh sebahagian dan kufur kepada sebahagian yang lain, ketiga
patuh secara sukarela.
Golongan pertama adalah mereka yang kufur dan tidak segan silu
mengenkari undang-undang Allah dan buta mata hatinya terhadap hukum
pertumbuhan jasadnya dan apa yang berlaku kepada dirinya, mereka ini kufur dari
ketentuan Allah terhadap hukum yang berlaku kepada dirinya dan pertumbuhan
jasadnya. Golongan ke dua, mereka secara sedar atau tidak atau disebabkan
kejahilan tidak memperhatikan hukum pertumbuhan yang berlaku kepada
jasadnya, lantas dengan segala kekeliruanya engkar tehadap hukum Allah s.w.t.

11
Golongan ketiga mereka yang patuh dengan penuh keimanan dan ketaqwaan,
selalu memperhatikan apa yang berlaku kepada alam ini, mereka sesungguhnya
meyakini sepenuhnya pada dirinya dan hukum pertumbuhan serta perubahan pada
jasadnya, kesemuanya dari sunnatullah.
Hukum-hukum yang serba tetap yang mengatur alam ini, maka
sesungguhnya itulah hukum Allah s.w.t. apa yang diistilahkan Sunnatullah.
Kenyataaan ini diperkukuhkan oleh Al Qur'an. Firman Allah yang bermaksud "
Dan Allah mencipta tiap-tiap sesuatu, lalu ditetapkan padanya hukum- hukumnya"
(Q.S Al Furqan:2)
Dalam ayat yang lain ada dinyatakan. Firman Allah yang bermaksud : "
Sesungguhnya kami (Allah) telah mencipta segala sesuatu dengan ketentuan yang
pasti" (AlQamar:49)
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis dan
tidak tertulis. Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada para
Nabi dan Rasul terhimpun dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang terakhir
ialah Al Qur'an. Ciri-ciri khas hukum Allah tertulis ini reaksi waktunya ( time
response) lebih panjang, mungkin lebih panjang dari usia manusia dan tidak dapat
diketahui secara ekperimen menurut persayaratan ilmu. Umpamanya orang yang
beriman, beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang baik, sejahtera
dan kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur (kafir)
diancam dengan hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat
pedih). Hukum Tuhan pasti berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada
Tuhan dan kehinaan keatas mereka yang durhaka kepada Tuhan. Maka yang
dimaksudkan reaksi waktunya lebih panjang dari umur manusia kerana tidak
dapat dibuktikan oleh pengamatan akal yang bersifat manusiawi dan dengan
ekperimen.
Hukum Tuhan yang tidak tertulis ciri-ciri khasnya ialah reaksi waktu (time
response) pendek dari usia manusia, ia boleh dilakukan penelitian dan ekperimen
selain itu ia tidak melibatkan manusia. Contoh air yang mendidih 100°C. Jika satu
liter air dimasak memerlukan waktu 10 menit untuk mendidih, maka yang 10
minit itulah disebut reaksi waktu yang jauh lebih pendek dari umur manusia,

12
sehingga didih air dapat diketahui dengan mengukur suhu air itu mendidih, begitu
juga hukum gaya berat gravitasi, dan semuanya ini tidak diwahyukan Allah
dalam Al Qur'an. Hikmahnya supaya manusia menggunakan anugerah Tuhan
amat istimewa yang bernama akal itu akan perlu adanya ekperimen atau
pengembangan ilmu dan teknologi. Sekiranya Allah itu mewahyukan semua
hukum-hukumnya, maka tentulah manusia itu diciptakan serupa dengan robot dan
tidak dinamik lagi.
Maka inilah dinamakan hukum Allah itu pasti (exact), objektif dan tetap.
Hukum-hukum Allah itu tidak pernah berubah sejak diciptakan alam semesta ini,
dan tidak akan berubah sampai hancurnya alam ini (kiamat besar). Sejak
diciptakan, misalnya air mengalir tentunya dari tempat tinggi ke tempat rendah,
tetapi tidak pula disebaliknya. Demikian juga dalam keadaan biasa tidak pernah
air itu mendidih dalam keadaan suhu 10°C tapi selalu dalam suhu 100°C. Sebelum
Newton lahir, setiap batu yang diangkat kemudian dilepaskan tidak pernah
melayang-layang, tetapi ia jatuh dengan mudah. Hukum gravitasi adalah hukam
Allah s.w.t. yang pertama kali dipopulerkan oleh Newton(1642-1727) seorang
filosuf dan Ilmuan Barat (Inggris.)
Firman Allah s.w.t yang bermaksud : " Yang demikian adalah Sunnatullah
yang telah berlaku sejak dahulu dan kamu sekali-kali tidak akan menemukan
perubahan bagi Sunnatullah itu."(Q.S Al Fath :23)
Dalam ayat yang lain. Allah berfirman yang bermaksud : " Anda tidak
akan menjumpai dalam ciptaan Allah itu sebuah kekacauan, maka lihatlah sekali
lagi adakah kamu temui padanya kecacatan." ( Q. S Al Mulk: 3)
Oleh itu Allah selalu mengingatkan manusia supaya memperhatikan alam,
juga memerintahkan manusia supaya membuat penelitian terhadap alam semesta
dengan segala isi kandungannya dengan segala rendah hati bukan secara yang
sombong angkuh dengan ilmu dan teknologi yang dimiliki, betapa Allah telah
menciptanya segala benda-benda tersebut berlaku secara teratur, sedikitpun tidak
terdapat sesuatu yang kacau dan cacat kecuali yang merosakkan adalah terdiri
makhluk yang bernama manusia samada kecacatan itu berlaku didarat atau
dilautan, semuanya hasil dari perbuatan jahat manusia.

13
Maka oleh kerana alam semesta dengan seluruh isi kandungannya taat atau
patuh dan tunduk kepada Allah, maka menurut tata bahasa dan secara literal Al
Qur'an samada kepatuhan itu secara terpaksa dalam bentuk kekufuran (ingkar)
yang cuba mempertikaikan kekuasaan Allah s.w.t atau patuh dengan penuh rasa
keimanan dan ketakwaan, maka seluruh alam ini adalah muslim adanya.
Sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata
sunnah antara lain berarti "kebiasaan". Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-
kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. Dalam Al-Qur'an kata
sunnatullah dan yang semakna dengannya seperti sunnatuna, dan sunnatul
Awwalin, kesemuanya berbicara dalam konteks kemasyarakatan. Perlu diingat
bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun adalah kebiasaan-kebiasaan
yang dialami manusia, dan dari ikhtisar pukul rata statistik tentang kebiasaan-
kebiasaan itu, para pakar merumuskan hukum-hukum alam. Kebiasaan itu
dinyatakan Allah sebagai tidak beralih (al-Isra, 17:77) dan tidak pula berubah (al-
Fath, 48:23), dan berganti juga tidak (al-Ahzab, 33:62). Karena sifatnya demikian,
maka ia dapat dinamai "hukum-hukum kemasyarakatan" atau ketetapan-ketetapan
Allah menyangkut situasi masyarakat.
Menurut beberapa ayat Al-Qur'an, seperti al-Isra, 17:77; al-Fath, 48:23; al-
Ahzab, 33:62; ada keniscayaan bagi sunnatullah (hukum-hukum kemasyarakatan)
itu, tidak ubahnya dengan hukum-hukum alam atau yang berkaitan dengan materi.
Hukum-hukum alam sebagaimana hukum kemasyarakatan bersifat umum dan
pasti, tidak satupun di negeri manapun orang dapat terbebaskan dari sanksi bila
melanggarnya. Hukum-hukum itu tidak memperingatkan siapa yang
melanggarnya dan sanksinya pun membisu sebagaimana membisunya hukum itu
sendiri. Masyarakat dan jenis manusia yang tidak membedakan antara yang haram
dan yang halal akan terbentur oleh malapetaka, ketercabikan, dan kematian. Ini
semata-mata adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari semua
mereka yang melanggar hukum alam/ kemasyarakatan.
Al-Qur'an berbicara tentang sunnatullah dalam konteks perubahan sosial,
yaitu al-Anfal, 8:53; dan al-Ra'd, 13:11. kedua ayat diatas berbicara tentang
perubahan, ayat pertama berbicara tentang perubahan nikmat, sedang ayat kedua

14
yang menggunakan kata "ma" (apa) berbicara tentang perubahan apapun, baik dari
nikmat (positif) menuju niqmah (negatif, murka Ilahi) maupun dari negatif ke
positif.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep IPTEKS dan peradaban muslim
a ) Integrasi Amal, Ilmu, dan Definisi IPTEKS
b ) Syarat – syarat ilmu
c ) Sumber ilmu pengetahuan
d ) Keutamaan orang berilmu
e ) Tanggung jawab ilmuwan terhadap alam dan lingkungan
2. Hubungan ilmu, agama, dan budaya
a. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi
memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia.
Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti
amat bermanfaat. Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan
dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua
Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif
karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom
atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada
tahun 1945. Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak
sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya.
Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi
internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan
untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed, 1999 )
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting
untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita
memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak
negatifnya semiminal mungkin (Ahmed, 1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a ) berseberangan atau bertentangan,

16
b ) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c ) tidak bertentangan satu sama lain,
d ) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari
b. Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang
mengandung kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta
kekuasaan supernatural. Sistem religi ada pada setiap masyarakat sebagai
pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan
kepercayaan terdapat di hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi
kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang lebih tinggi kedudukannya daripada
manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan yang dilakukan manusia untuk
berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan- kekuatan gaib tersebut.
Kepercayaan yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia
sampai masa munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi
menunjukkan adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di luar
kekuasaan manusia, berdasarkan keyakinan dan kepercayaan menurut paham atau
ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh
umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya,
budaya akan tersesat tanpa agama
3. Hukum sunnatullah
Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature
bermacam-macam persepsi dari kalangan manusia, muslim atau non muslim
terhadap hukum yang berlaku kepada alam dan isi kandunganya, ini
menggambarkan begitu dangkal akal yang tidak mendapat petunjuk Ilahy
mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku didalamnya. Al-
Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum yang berlaku di alam ini
diatur oleh Allah s.w.t yang dipanggil sunnatullah dan ia bukan dari anggapan
sebahagian manusia sebagai hukum semula jadi yang tiada penghujungnya itu.

17
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis dan
tidak tertulis. Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada para
Nabi dan Rasul terhimpun dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang terakhir
ialah Al Qur'an. Ciri-ciri khas hukum Allah tertulis ini reaksi waktunya ( time
response) lebih panjang, mungkin lebih panjang dari usia manusia dan tidak dapat
diketahui secara ekperimen menurut persayaratan ilmu. Umpamanya orang yang
beriman, beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang baik, sejahtera
dan kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur (kafir)
diancam dengan hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat
pedih). Hukum Tuhan pasti berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada
Tuhan dan kehinaan keatas mereka yang durhaka kepada Tuhan. Maka yang
dimaksudkan reaksi waktunya lebih panjang dari umur manusia kerana tidak
dapat dibuktikan oleh pengamatan akal yang bersifat manusiawi dan dengan
ekperimen.
B. Saran
Dalam makalah ini penulis memiliki harapan agar pembaca memberikan
kritik dan saran yang membangun. Karena penulis sadar dalam penulisan makalah
ini terdapat begitu banyak kekurangan.
Selain itu, penulis juga menyarankan setelah membaca makalah ini kita
semua dapat lebih memahami tentang hakikat IPTEKS dalam pandangan islam.

18
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/11484170/IPTEK_dalam_pandangan_Islam
http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/hakikat-ipteks-dalam-pandangan-
islam.html

Anda mungkin juga menyukai