Anda di halaman 1dari 18

PARADIGMA PENGEMBANGAN IPTEK

MAKALAH

Disiapkan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


AIK

OLEH:

GHINA SYAFIYAH ISHMA QONITA


NIM: 20.11.0101.0012

Dosen Pembimbing

Fatahuddin,T.S.Ag, M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TANJUNG REDEB
2022

1
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat ALLAH SWT


yang senantiasa melimpahkan segala nikmat dan karuniaNya, karena berkat
karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah AIK . Shalawat serta
salam senantiasa kita panjatkan kepada Rasulullah SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Rekan-rekan yang senantiasa
mendukung dan memotivasi serta memberi masukan yang sangat berguna dalam
penyelesaian tugas makalah ini. Makalah ini berjudul “PARADIGMA
PENGEMBANGAN IPTEKS DAN POTENSI MANUSIA SERTA RAMBU –
RAMBU PENGEMBANGAN IPTEKS DALAM AL-QUR’AN“ yakni makalah yang
menerangkan tentang potensi manusia dalam perkembangan iptek dan rambu-
rambu perkembangan IPTEKS.

Tanjung Redeb, 02 Maret 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................6
A. Paradigma Pengembangan IPTEKS..........................................................6
1. Pengertian Paradigma.....................................................................6
2. Pengertian IPTEKS........................................................................7
B. Potensi Manusia dalam
PengembanganIPTEKS........................................8
C. Rambu – Rambu pengembangan IPTEKS dalam Al-
Qur’An..................13

BAB III
PENUTUP.............................................................................................16
A. Kesimpulan.............................................................................................16

B. Saran........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dizaman modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (yang kemudian disingkat IPTEK),
sangatlah berpengaruh terhadap segala aspek dalam kehidupan manusia.
Tidak dapat dipungkiri, keberadaan IPTEK tidak pernah lepas dengan
keberadaan manusia. Manusia sebagai subjek dari berkembangnya ilmu
pengetahuan itu sendiri. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka
berkembanglah pula teknologi. Keberadaan yang tidak akan pernah
terpisahkan tersebut, kemudian memunculkan beberapa dampak terhadap
kehidupan manusia didunia. Dampak tersebut berupa dampak positif dan
negatif. Adanya dampak negatif terhadap kehidupan manusia ini, akan
menimbulkan beberapa yang kurang di inginkan.
Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2
(dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu
pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam,
bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini
menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran
(qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti bahwa
Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan
menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan
yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang
yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai

4
standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari. Standar
atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan
standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang.
Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK,
didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam).
Umat Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah dihalalkan oleh Syariah
Islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK dan telah diharamkan oleh
Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia
menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi IPTEK ?
b. Bagaimana paradigma hubungan agama dan iptek?
c. Bagimana integrasi iman, IPTEK dalam islam?

C. Tujuan
a. Mengetahui apa maksud dan definisi dari IPTEK
b. Mengetahui paradigma hubungan agama dan IPTEK
c. Mengetahui integrasi iman, IPTEK dalam islam

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Paradigma Pengembangan IPTEKS


1. Pengertian Paradigma
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang
seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan
mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan
bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat
asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam
memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama,
khususnya, dalam disiplin intelektual.
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di
Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun
1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa
Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk
"membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan
(deik).
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola
pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan
membentuk citra subjektif seseorang – mengenai realita – dan
akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi
realita itu.
Pengertian Paradigma secara etimologis paradigma berarti
model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan
secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para
ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi,paradigma
ilmu pengetahuan adalah model atau kerangka berpikir beberapa
komunitas ilmuan tentang gejala-gejala dengan pendekatan

6
fragmentarisme yang cenderung terspesialisasi berdasarkan
langkah-langkah ilmiah menurut bidangnya masing- masing.
2. Pengertian IPTEKS
IPTEKS adalah singkatan dari Ilmu Pengetahuan Teknologi
dan Seni. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi,
diorganisasi, disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan
kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji
ulang secara ilmiah. Di dalam Al- Qur’an kata “ilmu” dalam
berbagai bentuk terdapat 854 kali disebutkan (Quraish Shihab,
1996). Sedangkan ilmu pengetahuan atau Sains adalah himpunan
pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian
dan dapat dinalar atau dapat diterima oleh akal. Dengan kata lain,
sains dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang sudah
sistematis (science is systematic knowledge). Dalam pemikiran
sekuler, sains mempunyai tiga karakteristik, yaitu obyektif, netral
dan bebas nilai, sedangkan dalam pemikiran Islam, sain tidak boleh
bebas nilai, baik nilai lokal maupun nilai universal.
a. Pandangan Islam dalam Pengembangan IPTEKS
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia kini
telah dikuasai peradaban Barat, kesejahteraan dan kemakmuran
material yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern
tersebut membuat banyak orang mengagumi kemudian meniru-
niru dalam gaya hidup tanpa diseleksi terlebih dulu terhadap
segala dampak negatif dimasa mendatang atau krisis
multidimensional yang diakibatkannya. Islam tidak menghambat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga tidak anti
terhadap barang-barang produk teknologi baik dimasa lampau,
sekarang maupun yang akan datang.
Dalam pandangan Islam, menurut hukum asalnya segala
sesuatu itu mubah termasuk segala apa yang disajikan berbagai
peradaban, semua tidak ada yang haram kecuali jika terdapat
nash atau dalil yang tegas dan pasti, karena Islam bukan agama

7
yang sempit. Adapun peradaban modern yang begitu luas
memasyarakatkan produk-produk teknologi canggih seperti
televisi vidio alat-alat komunikasi dan barang-barang mewah
lainnya serta menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang
tua, muda atau anak-anak yang tentunya alat-alat itu tidak
bertanggung jawab atas apa yang diakibatkannya, tetapi menjadi
tanggung jawab manusia yang menggunakan dan
mengopersionalkannya. Produk iptek ada yang bermanfaat
manakala manusia menggunakan dengan baik dan tepat dan
dapat pula mendatangkan dosa dan malapetaka manakala
digunakannya untuk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan
semata.
Islam tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak anti
produk teknologi, tidak akan bertentangan dengan teori-teori
pemikiran modern yang teratur dan lurus, asalkan dengan
analisa-analisa yang teliti, obyekitf dan tidak bertentangan
dengan dasar al-Qur`an.
B. Potensi manusia (jasmani dan rohani) dalam pengembangan IPTEKS
Sebelum membahas potensi manusia dalam pengembangan
IPTEKS terlebih dahulu kita akan kaji apa sebenarnya IPTEKS itu?
IPTEKS adalah singkatan dari Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni.
Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi,
disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan kebenaran obyektif,
sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Di dalam
Al-Qur’an kata “ilmu” dalam berbagai bentuk terdapat 854 kali disebutkan
(Quraish Shihab, 1996). Sedangkan ilmu pengetahuan atau Sains adalah
himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses
pengkajian dan dapat dinalar atau dapat diterima oleh akal. Dengan kata
lain, sains dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang sudah sistematis
(science is systematic knowledge). Dalam pemikiran sekuler, sains
mempunyai tiga karakteristik, yaitu obyektif, netral dan bebas nilai,

8
sedangkan dalam pemikiran Islam, sain tidak boleh bebas nilai, baik nilai
lokal maupun nilai universal.
Adapun sumber ilmu pengetahuan dalam pemikiran Islam ada dua
sumber ilmu, yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak boleh
dipertentangkan. Ilmu yang bersumber dari wahyu Allah bersifat abadi
(perennial knowledge) dan tingkat kebenaran mutlak (absolute).
Sedangkan Ilmu yang bersumber dari akal pikiran manusia bersifat
perolehan (acquired knowledge), tingkat kebenaran nisbi (relative), oleh
karenanya tidak ada istilah final dalam suatu produk ilmu pengetahuan,
sehingga setiap saat selalu terbuka kesempatan untuk melakukan kajian
ulang atau perbaikan kembali.
Al-qur’an menganggap “anfus” (ego) dan “afak” (dunia) sebagai
sumber pengetahuan. Tuhan menampakka tanda-tanda-Nya dalam
pengalaman batin dan juga pengalaman lahir. Ilmu dalam Islam memiliki
kapasitas yang sangat luas karena ditimbang dari berbagai sisi pengalaman
ini. Pengalaman batin merupakan pengembaraan manusia terhadap seluruh
potensi jiwa dan inteleknya yang atmosfernya telah dipenuhi dengan
nuansa wahyu Ilahi. Sedangkan Al-qur’an membimbing pengalaman lahir
manusia kearah obyek alam dan sejarah.
Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi 
karena sesungguhnya hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi
kemanusiaan itu sendiri. Manusia adalah makhluk satu-satunya yang
secara potensial diberi kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan.
Penghargaan ini dapat dilihat dari beberapa aspek.
Turunnya wahyu pertama ( Al-Alaq : 1-5), ayat yang dimulai
dengan perintah untuk membaca, ini mencerminkan betapa pentingnya
aktivitas membaca bagi kehidupan manusia terutama dalam menangkap
hakikat dirinya dan lingkungan alam sekitarnya. Membaca dalam arti luas
adalah kerja jiwa dalam menangkap dan menghayati berbagai fenomena di
dalam dan di sekitar diri hingga terpahami betul makna dan hakikatnya.

9
Banyaknya ayat Al-qur’an yang memerintahkan manusia untuk
menggunakan akal, pikiran dan pemahaman (Al-Baqarah 2 : 44, Yaa siin
36 : 68, Al-An’aam 6 : 50). Ini menandakan bahwa manusia yang tidak
memfungsikan kemampuan terbesar pada dirinya itu adalah manusia yang
tidak berharga.
Allah memandang rendah orang-orang yang tidak mau
menggunakan potensi akalnya sehingga mereka disederajatkan dengan
binatang, bahkan lebih rendah dari itu (al-A’raf 7 : 179).
Allah memandang lebih tinggi derajat orang yang berilmu
dibandingkan orang-orang yang bodoh (Az-Zumar 39 : 9).
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia dan
sempurna (melebihi malaikat) apabila dapat memerankan tugas
kekhalifahannya. Namun jika manusia tidak dapat bertanggungjawab
sebagai khalifatullah dengan baik dan benar, maka kedudukan manusia
lebih rendah dari binatang. Allah berfirman dalam kitabnya Q.S Ar Ra’du:
2 memilih kata ”sakhkhara” yang berarti ”menundukkan” atau
”merendahkan”, hal tersebut menunjukkan bahwa alam dengan segala
manfaat yang dapat diperoleh darinya harus tunduk dan dianggap sebagai
sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.
‫ ِري‬P ْ‫ ٌّل يَج‬P‫ َر ُك‬P‫س َو ْالقَ َم‬ ِ ْ‫ت بِ َغي ِْر َع َم ٍد ت ََروْ نَهَا ثُ َّم ا ْست ََوى َعلَى ْال َعر‬
َّ ‫ش َو َس َّخ َر‬
َ ‫ ْم‬P ‫الش‬ ِ ‫هّللا ُ الَّ ِذي َرفَ َع ال َّس َما َوا‬
ِ ‫َأل َج ٍل ُّم َس ّمًى يُ َدبِّ ُر اَأل ْم َر يُفَصِّ ُل اآليَا‬
َ‫ت لَ َعلَّ ُكم بِلِقَاء َربِّ ُك ْم تُوقِنُون‬
Artinya: Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang
(sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy,
dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga
waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini Pertemuan (mu)
dengan Tuhanmu{ Q.S Ar Ra’du: 2}
Allah menciptakan manusia memiliki potensi akal dan pikiran
sebagai bekal untuk hidup di dunia. Melalui akal dan pikiran tersebut,
manusia dapat memahami dan menyelidiki elemen-elemen yang terdapat di
alam serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan mereka. Akal dan pikiran

10
tersebut merupakan kelebihan dan keistimewaan yang diberikan oleh Allah
kepada manusia sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Isra 70:
ٍ ِ‫ت َوفَض َّْلنَاهُ ْم َعلَى َكث‬
‫ا‬PPَ‫ير ِّم َّم ْن َخلَ ْقن‬ ِ ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَاهُ ْم فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َرزَ ْقنَاهُم ِّمنَ الطَّيِّبَا‬
ِ ‫تَ ْف‬
‫ضيال‬
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan..{ Q.S. Al Isra 70}
Dengan demikian, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan memanfaatkan alam yang ”ditundukkan” oleh Allah untuk
manusia, manusia hendaknya memahami konsep dan tugasnya sebagai
khalifah di Bumi. Manusia jangan sampai “ditundukkan” oleh alam melalui
nilai-nilai materialistik dan keserakahan karena sesungguhnya hal tersebut
melanggar kodrat manusia yang diberikan oleh Allah. Untuk itu, Tuhan
menganugerahkan kepada manusia potensi-potensi (fithrah) yang dapat
dikembangkan melalui proses pendidikan. Ada beberapa pendapat yang
membahas tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, di antaranya
adalah sebagai berikut.
Menurut Jalaluddin, ada tiga potensi yang dimiliki oleh manusia,
yaitu potensi ruh, jasmani (fisik), dan rohaniah. Pertama, ruh; berisikan
potensi manusia untuk bertauhid, yang merupakan kecenderungan untuk
mengabdikan diri kepada Sang Pencipta. Kedua, jasmani; mencakup
konstitusi biokimia yang secara materi teramu dalam tubuh. Ketiga, rohani;
berupa konstitusi non-materi yang terintegrasi dalam jiwa, termasuk ke
dalam naluri penginderaan, intuisi, bakat, kepribadian, intelek, perasaan,
akal, dan unsur jiwa yang lainnya.
Imam al-Ghazali menyatakan manusia mempunyai empat kekuatan
(potensi), yaitu; pertama, qalb; merupakan suatu unsur yang halus, berasal
dari alam ketuhanan, berfungsi untuk merasa, mengetahui, mengenal, diberi
beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya yang pada hakikatnya tidak bisa
diketahui; kedua, ruh; yaitu sesuatu yang halus yang berfungsi untuk

11
mengetahui tentang sesuatu dan merasa, ruh juga memiliki kekuatan yang
pada hakikatnya tidak bisa diketahui; ketiga, nafs; yaitu kekutan yang
menghimpun sifat-sifat tercela pada manusia; keempat, aql; yaitu
pengetahuan tentang hakikat segala keadaan, maka akal ibarat sifat-sifat
ilmu yang tempatnya di hati.
Jalaluddin dan Usman Said, secara garis besar manusia memiliki
empat potensi dasar, yaitu : pertama, hidayah al-ghariziyyah (naluri), yaitu
kecenderungan manusia untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, seperti,
makan, minum, seks, dan lain-lain, dalam hal ini antara manusia dengan
binatang sama; kedua, hidayah al-hisiyyah (inderawi), yaitu kesempurnaan
manusia sebagai makhluk Allah SWT (ahsan at-taqwim); ketiga, hidayah al-
aqliyyah, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat dididik dan
mendidik (animal educandum); dan keempat, hidayah diniyyah, yaitu bahwa
manusia merupakan makhluk yang mempunyai potensi dasar untuk beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Apabila dikaitkan dengan konteks pengembangannya, potensi ruh
diarahkan kepada ibadah mahdhah (khusus) secara rutin dan kontinu. Oleh
karena dengan melalui program ini diharapkan tercipta tingkah laku
lahiriah-batiniah sebagai suatu pola hidup makhluk yang bertuhan. Potensi
jasmaniah diprogramkan lebih dini agar manusia makan dan minum dari
yang manfaat, baik dan benar (halalan thayyiban).
Hal ini dianggap penting karena benih (nuthfah) berasal dari
makanan dan minuman, yang pada akhirnya akan menjadi bahan baku
pengembangan sumberdaya insani. Potensi rohaniah, seperti naluri
mempertahankan diri dan naluri untuk berkembang biak harus disalurkan
dengan jalan yang diridlai Allah SWT. Sementara itu, dengan potensi
fithrah dan gharizah menuntut manusia untuk senantiasa belajar dari
lingkungannya.
Salah satu aspek potensial dari fitrah adalah kemampuan berpikir
manusia, di mana rasio menjadi pusat perkembangannya. Adapun potensi
akal merupakan ciri khas manusia sebagai makhluk yang memiliki

12
kemampuan untuk memilih (baik dan buruk) dan manusia berpotensi untuk
menentukan jalan hidupnya.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa Allah telah
menganugerahkan beberapa potensi kepada manusia yang dapat
dikembangkan dengan seoptimal mungkin dalam rangka melaksanakan
tugas kekhalifahannya di dunia. Dari potensi-potensi dasar tersebut,
menunjukkan pada kita akan pentingnya pendidikan untuk mengembangkan
dan mengolah sampai di mana titik optimal itu dapat capai. Apalagi kita
saksikan kondisi manusia pada waktu dilahirkan di dunia ini, mereka dalam
keadaan yang sangat lemah, yang secara tidak langsung membutuhkan
pertolongan dari kedua orangtuanya.
Tanpa adanya pertolongan dan bimbingan kedua orangtuanya, maka
bayi yang lahir dengan bentuk tubuh yang sempurna itu akan mengalami
pertumbuhan secara tidak sempurna. Sebagaimana dialami oleh Mr. Singh,
ketika menemukan dua orang anak manusia dalam sarang serigala. Kedua
anak tersebut diasuh dan dibesarkan oleh serigala sehingga segala gerak
gerik, kemampuan, dan tingkah lakunya sangat menyerupai serigala.
Demikian halnya anak yang diasuh oleh monyet, maka ia juga akan
menyerupai monyet. Dengan demikian, pendidikan merupakan faktor yang
sangat menentukan kepribadian anak, potensi jasmaniah dan rohaniah tidak
secara otomatis tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, tetapi
membutuhkan adanya bimbingan, arahan, dan pendidikan. ini

C. Rambu-rambu Pengembangan IPTEK dalam Al-Qur’an.


Iptek dan segala hasilnya dapat diterima oleh masyarakat Islam
manakala bermanfaat bagi kehidupan manusia. Jika penggunaan hasil
iptek akan melalaikan seseorang dari dzikir dan tafakkur, serta
mengantarkan pada rusaknya nilai-nilai kemanusiaan, maka bukan hasil
teknologinya yang ditolak, melainkan manusianya yang harus
diperingatkan dan diarahkan dalam menggunakan teknologi.

13
Adapun tentang seni, dalam teori ekspresi disebutkan bahwa Art is
an expression of human feeling adalah suatu pengungkapan perasaan
manusia. Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang dan hasil ekspresi jiwa
tersebut berkembang menjadi bagian dan budaya manusia. Seni identik
dengan keindahan, keindahan yang hakiki identik dengan kebenaran, dan
keduanya memiliki nilai yang sama, yaitu keabadian. Dan seni yang lepas
dari nilai-nilai ketuhanan tidak akan abadi karena ukurannya adalah hawa
nafsu, bukan akal budi.
Islam sebagai agama yang mengandung ajaran aqidah, akhlak dan
syariah, senantiasa mengukur segala sesuatu (benda-benda, karya seni,
aktivitas) dengan pertimbangan-pertimbangan ketiga aspek tersebut. Oleh
karenanya, seni yang bertentangan atau merusak akidah, syariat, dan
akhlak tidak akan diakui sebagai sesuatu yang bernilai seni. Dengan
demikian, semboyan seni untuk seni tidak dapat diterima dalam Islam.
Dalam prespektif Islam, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni,
merupakan pengembangan potensi manusia yang telah diberikan oleh
Allah berupa akal dan budi. Prestasi gemilang dalam pengembangan iptek,
pada hakikatnya tidak lebih dan sekedar menemukan bagaimana proses
sunnatullah itu terjadi di alam semesta ini, bukan merancang atau
menciptakan hukum baru di luar sunnatullah (hukum alam hukum Allah).
Seharusnya temuan-temuan baru di bidang iptek membuat manusia
semakin mendekatkan diri pada Allah, bukan semakin angkuh dan
menyombongkan diri. Sumber pengembangan iptek dalam Islam adalah
wahyu Allah. Iptek yang Islami selalu mengutamakan dan mengedepankan
kepentingan orang banyak dan kemaslahatan bagi kehidupan umat
manusia. Untuk itu iptek dalam pandangan Islam tidak bebas nilai.
Adapun integrasi antara Iman, IPTEKS, dan Amal adalah sangat
erat kaitannya. Islam merupakan ajaran agama yang sempurna.
Kesempurnaannya dapat tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Ada
tiga inti ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga inti ajaran itu
terintegrasi di dalam sebuah sistem ajaran yang disubut Dienul Islam.

14
Rambu-rambu pengembangan IPTEKS, yaitu:
a. Pertama , menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma
pemikiran dan ilmu pengetahuan.
b. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar
penggunaan IPTEKS, dan
c. Ketiga , pengembangan IPTEKS terkandung muatan etika
yang selalu menyertai hasil teknologi pada saat akan
diterapkan.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan
pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam
perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah
Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua,
menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek dan seni. Jadi,
syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang
seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.
Untuk itu setiap muslim harus bisa memanfaatkan alam yang ada
untuk perkembangan iptek, tetapi harus tetap menjaga dan tidak merusak
yang ada. Yaitu dengan cara mencari ilmu dan mengamalkanya dan tetap
berpegang teguh pada syari’at Islam. Kesimpulan:
Umat Islam adalah umat yang terbaik jika mengamalkan amar
ma’ruf, nahi munkar, dan beriman kepada Allah. Dengan potensi-potensi
yang diberikan diharapkan umat Islam mampu memegang kepemimpinan
Dengan memahami Al Quran, umat Islam mampu mengembangkan Ilmu
pengetahuan dan Teknologi. Ulama terdahulu ketika memahami Al Quran
mereka berhasil membuat penemuan

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca memahami
bagaimana sebenarnya paradigma islam itu dalam menyaikapi Ilmu
pengetahuan, Teknologi dan seni tersebut. Selain itu, para pembaca juga
diharapkan mampu memahami bagaimana integrasi Imtaq (Iman dan
Taqwa) dalam Iptek tersebut.
Karena semakin berkembangnya zaman, keberadaan Iptek sangat
berpengaruh terhadap kepribadian hidup manusia. Untuk itu diperlukan

16
pegangan yang berfungsi sebagai pengendali akan adanya perubahan-
perubahan tersebut.
Akan tetapi makalah kami masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan
saran dari pembaca sangat kami butuhkan guna pembuatan makalah kami
berikutnya yang lebih baik.

17
Daftar Pustaka

Al Faruqi, Ismail R,  2001. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah


peradaban, Bandung; Cet. III Gemilang Mizan.
Daim, Abdullah. 1984. Tarbiyah ‘Abdru Tarikh, Min Ushuri Qadimah
hatta Qarnu Isyrin. Beirut; Darul ‘Ilmi lil Mu’allim. Cet. Ke 5.
Nasution, Harun, 1986. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta; Bulan
Bintanghttps://rahmatabubassam.wordpress.com/2020/03/30/paradigma-
pengembangan-ipteks/

18

Anda mungkin juga menyukai