JURNAL AIK
Paradigma Pengembangan IPTEKS
Disusun Oleh:
PROGRAM AIK
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH
BERAU
2022
2
Abstrak: Paradigma Pengembangan IPTEKS, di zaman modern yang canggih seperti saat
ini, kemajuan akan Ilmu Pengetahuandan Teknologi (yang kemudian disingkat
IPTEK) dan seni, sangatlah berpengaruh terhadap segala aspek dalam kehidupan
manusia. Pada dasarnya ada dua paradigma Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni. Pertama, menjadikan aqidah Islam sebagai paradigma ilmu. Paradigma ini
seharusnya dimiliki oleh umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti sekarang.. Kedua,
menjadikan nilai syariah (yang lahir dari aqidah Islam) sebagai standar pemanfaatan iptek s
dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya digunakan untuk
umat Islam, bukan standar utilitas (pragmatisme/utilitarianisme) seperti sekarang. Standar
syariah mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
didasarkan pada persyaratan halal-haram (hukum syariah Islam).
PENDAHULUAN
Islam tidak pernah menuntut agar manusia mematikan akalnya, kemudian percaya
begitu saja dengan semua aqidah dan syari‟at yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
akan tetapi Islam sangat menghormati akal manusia dan menganjurkan untuk mengasah
kemampuan berpikirnya, sebab Islam dan sains tidak saling bertentangan, bahkan banyak
persoalan di dalam Islam yang dapat menjadi petunjuk dalam membangun suatu sains.
Sebagaimana penjelasan QS. Al-A‟raf: 52, QS. Ibrahim : 52, dan QS. Shaad: 87.
itu sendiri didominasi kuat oleh peradaban orang Barat. Sedangkan negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam sebagian besar merupakan negara berkembang.
Yang dimaksud paradigma dalam pembahasan di sini lebih mendekati pada
pengertian yang kedua, yaitu model, pola, ideal, dalam hal ini adalah model atau pola
ilmu menurut pandangan al-Qur`an.
Secara jelas juga telah ditunjukkan bahwa orang-orang berilmu akan memperoleh
pahala yang tidak ternilai dihari akhir. Belajar dan mengembangkan IPTEKS merupakan
bentuk keimanan seseorang dan menjadi daya penggerak untuk menggali ilmu. Memandang
betapa pentingnya mempelajari ilmu-ilmu lain (selain ilmu syariat, yakni iptek) dalam
perspektif Alquran, Mehdi Golshani dalam bukunya, The Holy Qur'an and The Science Of
Nature (2003), mengajukan beberapa alas an :
Jika pengetahuan dari suatu ilmu merupakan persyaratan pencapaian tujuan Islam
sebagaimana dipandang oleh syariat, mencarinya merupakan sebuah kewajiban karena ia
merupakan kondisi awal untuk memenuhi kewajiban syariat.
Masyarakat yang dikehendaki Al-Quran adalah masyarakat yang agung dan mulia,
bukan masyarakat yang takluk dan bergantung pada nonmuslim (QS An-Nisa’: 141). Agar
dapat merealisasikan tujuan yang dibahas Alquran itu, masyarakat Islam benar-benar harus
menemukan kemerdekaan kultural, politik, dan ekonomi.
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS Al-Baqarah: 164).
Untuk mempelajari fenomena-fenomena alam dan skema penciptaan adalah bahwa ilmu
tentang hukum-hukum alam dan karakteristik benda serta organisme dapat berguna untuk
perbaikan kondisi manusia. Ini misalnya yang tersirat dalam Alquran, “Dan Dia
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir”. (QS Al-Jatsiyah: 13)
Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan IPTEKS bukanlah
bahwa konsep IPTEKS wajib bersumber kepada Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi yang
dimaksud, bahwa IPTEKS wajib berstandar pada Al-Qur`an dan Al-Hadits. Ringkasnya, Al-
Qur`an dan Al-Hadits adalah standar (miqyas) IPTEKS, dan bukannya sumber (mashdar)
5
IPTEKS. Artinya, apa pun konsep IPTEKS yang dikembangkan, harus sesuai dengan Al-
Qur`an dan Al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al- Hadits itu.
Jika suatu konsep IPTEKS bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka konsep itu
berarti harus ditolak.
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam
harus dijadikan standar pemanfaatan IPTEKS. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan IPTEKS, bagaimana pun
juga bentuknya. IPTEKS yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh
syariah Islam. Sedangkan IPTEKS yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga
hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk
menggunakan IPTEKS) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara
lain firman Allah (artinya): “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim
dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (QS An-Nisaa` [4] : 65). “Ikutilah
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin selain-Nya…” (QS Al-A’raaf [7] : 3). Sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya,
maka perbuatan itu tertolak.” (HR Muslim).
Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi
dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari
pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui
mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki
berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah
SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.
PENUTUP
6
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam
perkembangan IPTEKS setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai
paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya
paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun
struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan
IPTEKS. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang
seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan IPTEKS.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanudin. Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial: Studi Banding Antara Pandangan
Ilmiah dan Ajaran Islam. Jakarta: Gema Insani Press,1999.
Farghal, Hasan. Pokok Pikiran Tentang Hubungan Ilmu Dengan Agama. Ttp, 1994.