Disusun oleh:
Kelompok 4
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul
Demi kelancarannya mengerjakan tugas ini saya ucapkan terima kasih kepada keluarga
dan semua teman – teman yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peran Islam dalam perkembangan ipteks pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan
Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya
dimiliki umat Islam. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib
dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan
berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan,
melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan
dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam
(yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan
sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam,
Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan ipteks, didasarkan pada
ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan
iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek ipteks dan
telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau
pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dunia , yang kini dipimpin oleh perdaban
barat , mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan
kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern
membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa
dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Padahal pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah
SWT.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran Islam?
2. Bagaimana paradigma ilmu tidak bebas nilai?
3. Bagaimana paradigma ilmu bebas nilai?
4. Bagaimana perlunya akhlak islami dalam dan penerapan ipteks?
C. TUJUAN
1. Mendeskripsikan sinergi ilmu dan peng integrasiannya dengan nilai dan ajaran agama
2. Mendeskripsikan paradigma ilmu tidak bebas nilai
3. Mendeskripsikan paradigma ilmu bebas nilai
4. Mendeskripsikan akhlak islami dalam penerapan ipteks
D. MANFAAT
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu agar dapat menambah dan memperluas
wawasan penyusun dan pembaca mengenai “Etika pengembangan dan penerapan ipteks
dalam pandangan islam”
BAB II
PEMBAHASAN
b. Pengertian nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada
dalam kehidupan dan berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan
manusia. Teori nilai berfungsi mirip dengan agama yang menjadi pedoman
kehidupan manusia. Dalam teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia
mengalami kehidupan dan memberi makna terhadap kehidupan ini.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa
kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung
pada kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak pernah mengalami
perubahan (pembawa nilai bisa berubah).
c. Paradigma ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan
ilmu terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound)
Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak
memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan terkait
dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu
menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu
sendiri.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat
dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal
tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin
melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan
teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada lingkungan
sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas
nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat perkembangan ilmu.
Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di luar
ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu
pengetahuan itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan
untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri.
Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan penentuan dari luar. Jika
dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori yang
semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di anggap suatu pelanggaran
kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari luar memberi petunjuk teori mana
harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri berdasarkan satu – satunya
alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan akan benarnya teori. Apa yang
menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmiah disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian
penentuan diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun
penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan
yang kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya
tentang kebenaran.
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi
ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika para
ilmuwan sosial melakukan aktivitasnya seperti mengajar dan menulis mengenai bidang
ilmu sosial mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus
diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu sosial jika praktik itu mengandung tujuan
atau rasional. Tanpa keinginan melayani kepentingan segelintir orang, budaya, maka
ilmuawan sosial tidak beralasan mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu sikap
moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah.
Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada
setiap kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang
mendukung bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah berdasarkan
nilai yang khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi
sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni dan semua nilai lain di
kesampingkan
.
D. Perlunya Akhlak Islami dalam Penerapan IPTEKS
Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru
dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh
perkembangan ipteks modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya
hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang
diakibatkanya.
Padahal Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni dalam kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan oleh
peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Islam sangat mendukung umatnya untuk
melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk dalam IPTEKS. Bagi
Islam, IPTEKS adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari
keberadaannya.
Artinya: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan
menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”( QS.
Yunus ayat 101)
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam ipteks, yaitu aqidah Islam harus
dijadikan basis segala konsep dan aplikasi ipteks. Inilah paradigma Islam sebagaimana
yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini.
Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam
telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya;
dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem
pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis
serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula
mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan
keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang
dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan
fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada
saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham
sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam
dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-
Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar
salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga
bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah
Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan
syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits
yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan
iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya[528].
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs. al-Araaf [7]: 3).
[528] Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.
Sabda Rasulullah Saw:
Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka
perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim].
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat diperhatikan
dalam Islam, martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada
Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu Islam mewajibkan setiap umat muslim untuk menuntut ilmu, karena
manusia adalah makhluk yang telah dikaruniai potensi akal yang sepatutnya
diperintahkan untuk berfikir dan berilmu. Tetapi IPTEK dan Seni pada zaman
sekarang ini telah dikuasai oleh peradaban Barat yang mana banyak yang melenceng
dari syara’. Sejatinya, ilmu adalah amal jariyah maka IPTEK dan Seni haruslah
dijalankan sesuai dengan hukum dan syara dan yang patut dipertimbangkah adalah
mengenai halal-haramnya, bukan manfaatnya saja
B. SARAN
Sebagai makhluk yang diciptakannya, sudah sepatutnya kita berjalan di dunia ini
sesuai dengan aturan pencipta kita, Allah Azza wa Jalla, karena akan telah dikaruniai
kepada kita, maka kewajiban menuntut ilmu harus segera kita jalankan. Tentunya,
sesuai dengan aturan Allah SWT
DAFTAR PUSTAKA