Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH INTEGRASI SAINS ISLAM

Konsep dasar integrasi keilmuan dan

Konsep integrasi dalam pandangan Al-Ghazali

DOSEN PENGAMPU :

Nur Hayati Mufida, ST., M.Pd.

KELOMPOK 6

1. Yunita Dwi Rizki Kayati (200106059)

2. A’isatun Al Aini (200106046)

3. Sasua Septia Parina Nazira (200106048)

KELAS : VII B

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2023

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunianya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat

pada waktunya, makalah ini membahas tentang " Konsep dasar integrasi keilmuan dan

Konsep integrasi dalam pandangan Al-Ghazali " Penulis berharap semoga makalah ini bisa

menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa

makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik

serta saran demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................1

KATA PENGANTAR ........................................................................................................2

DAFTAR ISI ......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................5

A. Latar Belakang ...............................................................................................................5

B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................5

C. Tujuan ............................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6

A. Pengertian integrasi ilmu .............................................................................................6

B. Integrasi ilmu dalam islam sangat penting ...................................................................6

C. Konsep integrasi ilmu dalam Al-Qur’an ......................................................................9

D. Konsep integrasi ilmu dalam pandangan Al-Ghazali...................................................10

BAB III PENUTUP............................................................................................................16

A. Kesimpulan ...................................................................................................................16

B. Saran .............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu hal utama yang diperlukan suatu bangsa untuk tetap

membentuk sebuah peradaban. Dimana seluruh elemen masyarakat diharapkan memiliki

kemajuan dalam bidang fisik maupun non-fisik. Menurut Ibnu Khaldun tanda

terwujudnya peradaban dalam suatu bangsa adalah berkembangnya ilmu pengetahuan

seperti fisika, biologi, astronomi dan lain sebagainya.

Ilmu merupakan hal penting dalam islam. Ia merupakan kebutuhan utama bagi

manusia dalam mengemban peran sebagai khalifah di bumi ini. Tanpa ilmu pengetahuan

mustahil seorang manusia mampu melangsungkan kehidupan.

Al-Ghazali berpendapat bahwa untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat, seseorang itu hendaklah mempunyai ilmu dan kemudian wajib untuk diamalkan

dengan baik dan ikhlas. Keutamaan ilmu tersebut sebenarnya adalah peluang manusia

untuk mendapatkan derajat yang lebih baik, dengannya dapat menzahirkan eksistensi

manusia itu sendiri. Karena itulah Allah SWT membedakan antara orang yang

mengetahui dan tidak mengetahui, keduanya tidak sama.

4
Pentingnya mengkaji lebih lanjut mengena konsep ilmu menurut Al-Ghazali yang

mana Al-Ghazali juga membenarkan mengenai adanya kerusakan ilmu. Al-Ghazali

menjelaskan bahwa hilang atau matinya ilmu agama bermula dari merosotnya mutu

pemimpin muslim khususnya setelah masa khulafaurrasyidin.

Dampak yang paling terlihat dari adanya perubahan posisi agama dalam suatu

peradaban adalah munculnya dikotomi ilmu pengetahuan, antara ilmu pengetahuan agama

dan ilmu pengetahuan umum. Dikotomi ini menyebabkan kesenjangan pemikiran dalam

masyarakat modern. Menimbulkan persepsi umum yang berbeda yang mana pendidikan

agama sudah dianggap kuno dan tidak penting. Masyarakat urban pasti lebih memilih

belajar teknologi dan sains dibandingkan dengan belajar moral dan norma agama, karena

pintar dalam bidang teknologi dan sains lebih menjamin prospek masa depan dari pada

belajar akidah, syariah, dan akhlak. Sehingga pelajaran agama sering dipandang sebelah

mata dan kurang diminati. Hal inilah yang menyebabkan perlunya integrasi antara ilmu

pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Dengan adanya integrasi opini

masyarakat tentang pendidikan keagamaan dapat diluruskan, bahwa antara pendidikan

umum dan pendidikan agama merupaka satu kesatuan. Penyatuan ilmu ini bertujuan

untuk mewujudkan manusia modern yang beradab.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian integrasi ilmu ?

2. Mengapa integrasi ilmu dalam islam sangat penting ?

3. Bagaimana konsep integrasi ilmu dalam Al-Qur’an ?

4. Apa konsep integrasi ilmu dalam pandangan Al-Ghazali

C.Tujuan

5
1. Dapat memgetahui pengertian integrasi ilmu

2. Dapat mengetahui integrasi ilmu dalam islam sangat penting

3. Dapat mengetahui konsep integrasi ilmu dalam Al-Qur’an

4. Dapat mengetahui konsep integrasi ilmu dalam pandangan Al-Ghazali

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian integrasi ilmu

Integrasi ilmu pengetahuan adalah proses mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid.

Sasaran integrasi ilmu adalah para pencari ilmu bukan ilmu pengetahuannya sendiri. Upaya

integrasi ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsitran yang didasarkan pada

idiologi secular. Maksudnya adalah menggeser dan mengganti pemahaman tersebut dengan

pengertian yang berorientasi pada islam ketika menelaah dan mengembnagkan ilmu

pengetahuan.1

Pengertian integrasi ilmu dapat diartikan sebagai sikap profesionalisme atau

kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi dibidang tertentu, dibarengi dengan

pondasi kesadaran ketuhanan yang dibangun melalui pengetahuab tentang ilmu-ilmu agama.2

B. Urgensi Integrasi Ilmu dalam Islam

1. Problematika Dikotomi ilmu pengetahuan

Berkenaan dengan timbulnya kesenjangan tentang sumber ilmu, yakni ilmu

agama-agama dengan ilmu umum. Para pendukung ilmu agama hanya menganggap

1
Op.Cit.,hal 39
2
Ibid., hal 43

6
valid atau shahih sumber-sumber ilahi dalam bentuk kitab suci dan tradisi kenabian,

menolak sumber-sumber non spiritual sebagai sumberotoritatif untuk menjelaskan

kebenaran yang sejati. Sementara itu ilmuan barat asyik dengan dirinya sendiri

mengembangkan ilmu pengetahuan dengan paradigmanya yang sekuler, lepas dari

agama, lepas dari kepercayaan kepada tuhan, dan menganggap apa yang dibawa oleh

agama sebagai khayalan, tidak masuk akal, dan tidak ada gunanya. Dipihak lain,

kamu agama asyik dengan dirinya sendiri, menganggap bahwa apa yang mereka kaji

sudah mendapat jaminan dari tuhan sebagai kebenaran yang mutlak yang mejamin

kebahagiaan hidup diakhirat nanti. Dua kubu ini masing-masing saling tersekat dalam

ruangan masing-masing, tidak saling mengenal, dan masing-masing menganggap

maju dengan ukurannya masing-masing. Mereka tidak ingin bertegur sapa, karena

masing-masing memiliki persepsi yang berbeda dan masing-masing merasa unggul

idealnya antara sumber-sumber ilmu itu saling bersinergi. Sumber ilmu yang berasal

dari fenomena alam dan fenomena sosial, pada dasarnya ciptaan dan ayat tuhan, dan

semua orang diperintahkan mendalami dan mengkajinya. Demikian pula ilmu yang

berasal dari wahyu tuhan, kitab suci atau yang berasal dari batin manusia, pada

dasarnya juga ayat-ayat allah. Oleh karena itu seharusnya antara ilmu yang

dikembangkan kaum sekuler dan ilmu yang dikembangkan kaum agama hendaknya

disandingkan, sehingga antara keduanya tidak ada kesenjangan.3

2. Dampak Dikotomi Keilmuan bagi Dunia Islam dan Dunia Barat

Dikotomi ilmu memiliki dampak yang luas sebagai berikut. Pertama masing-

masing ilmu menjadi sempit, sudut pandang masing- masing ilmu sangat terbatas

sehingga antara satu dan ilmu lainnya tidak bertegur sapa. Akibat dari keadaan ini,

fungsi dan tanggung jawab ilmu sebagai cahaya kebenaran, petunjuk dan pegangan

3
Abuddin Nata. Islam dan Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: PrenadaMedia Grup, 2018). Hlm, 9

7
bagi manusia dalam menyelesaikan masalah menjadi tidak efektif. Kedua, masing-

masing ilmu memberikan panduan yang sempit bagi para penganutnya, sehingga

kehidupan mereka timpang. Akibat dari keadaan demikian, masyarakat tidak dapat

merasakan kehadirannya sebagai rahmat bagi kehidupan. Ketiga, masing-masing ilmu

menjadi lemah. Ilmu umum tanpa agama secara etika dan moral menjadi lemah,

sehingga ilmu tersebut bisa disalah gunakan. Ilmu agama tanpa ilmu umum secara

praktis dan teknis menjadi sulit dilaksanakan. Seharusnya ilmu pengetahuan

memberikan pencerahan, panduan, arahan dan pegangan bagi masyarakat dalam

memecahkan masalah yang dihadapi. Setiap ilmu hendaknya tidak hanya memberikan

pendampingan yang bersifat moral tetapi juga yang bersifat teknis operasional.4

3. Integrasi Ilmu yang Ideal Menurut Perspektif Islam

Semua ilmu, yaitu ilmu agama (ulum al-din), ilmu pengetahuan (sains), atau

ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial, ilmu filsafat, dan tasawuf saling bergandengan

tangan dalam memberikan kontribusi bagi kehidupan umat manusia. Ilmu agama yang

berdasarkan kajian terhadap wahyu allah dalam al-quran seharusnya berperan menjadi

pengarah dan landasan spiritual, moral, dan akhlak mulia. Ilmu alam yang

berdasarkan kajian terhadap fenomena alam jagat raya berperan menjadi pemberi

petunjuk yang lengkap dan komperhensif tentang bagaimana cara memanfaatkan

berbagai sumber daya alam, mulai dari energi: api, air, udara, tanah, tumbuh-

tumbuhan, binatang ternak. benda-benda yang ada dilaut, gunung, dan ruang angkasa

untuk kehidupan manusia. Selanjutnya, ilmu sosial yang berdasarkan kajian terhadap

fenomena sosial berperan menjadi pemberi petunjuk yang lengkap tentang bagaimana

cara membangun sineritas yang harmoni, aman, damai dan saling menguntungkan

diantara manusia. Selanjutnya, filsafat yang berdasarkan kajian terhadap hakikat

4
Ibid., hlm 17

8
segala sesuatu dengan menggunakan akal pikiran yang didukung oleh berfikir induktif

dan deduktif secara sistematik, radikal. universal, mendalam dan menerawang sampai

batas-batas yang bisa dijangkau manusia, berperan dalam memberikan pencerahan

dalam menentukan arah yang benar dalam setiap tindakan. Melalui filsafat, setiap

orang akan mengetahui tentang hakikat segala sesuatu, seperti hakikat iman, hakikat

manusia, hakikat alam jagat raya, hakikat masyarakat, hakikat ilmu, hakikat kebaikan,

hakikat keindahan, dan lainnya.

C. Konsep integrasi ilmu dalam Al-Quran

Albert Einstein, seorang ilmuwan terbesar pada abad ke 20 mengatakan bahwa

"Science without religion is lame, religion without science is blind". Ilmu tanpa

agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Kalimat ini mengandung makna

bahwa betapa pentingnya agama bagi setiap individu. Posisi ilmu dalam pandangan

islam menempati tingkat yang sangat tinggi, karena itu maka tidaklah heran jika

banyak nash baik Al-Quran dan Al-Hadis yang memerintahkan kepada ummat

manusia untuk menuntut ilmu. Sesugguhnya Al-Quran dan hadis tidak membedakan

antara ilmu- ilmu agama islam dan ilmu-ilmu umum, yang ada dalam Al-Quran dan

ilmu berasal dari Allah SWT. Dengan kata lain, bahwa antara agama dan ilmu

pengetahuan saling membutuhkan. Islam tidak pernah mendiskriminasikan ilmu satu

dengan yang lain. Karena, dalam pandangan islam, ilmu agama dan ilmu umum sama-

sama bersumber pada Allah SWT.5

Agama dan ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau

berjalan sendiri-sendiri, karena ketika membiarkannya berjalan secara terpisah, maka

hal tersebut merupakan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Tentunya kita bisa

5
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Integrasi Pendidikan Islam dan Sains, (Ponogoro : CV Uwais Inspirasi
Indonesia, 2018) hlm, 17

9
membayangkan bagaimana jika ilmu lepas dari agama, bagaimana jika kloning

diterapkan pada manusia. bagaimana jika peledakan nuklir dibenarkan dengan alasan

uji coba, walaupun hal tersebut akan semakin memajukan ilmu pengetahuan, padahal

kita tahu bahwa hal itu jelas melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang tentu selalu

dijaga oleh agama manapun. Sejarah membuktikan bahwa pemisahan ilmu

pengetahuan (sains) dari agama (keimanan) telah menyebabkan kerusakan.6

D. Konsep integrasi ilmu dalam pandangan Al-Ghazali

Ilmu menurut al-Ghazali adalah jalan menuju hakikat. Dengan kata lain agar

seseorang sampai kepada hakikat itu haruslah ia tahu atau berilmu tentang hakikat itu. Ilmu

dalam bahasa Arab, berasal dari kata kerja ‘alima yang bermakna mengetahui. Jadi ilmu itu

adalah masdar atau kata benda abstrak dan kalau dilanjutkan lagi menjadi ‘alim, yaitu orang

yang tahu atau subjek, sedangkan yang menjadi objek ilmu disebut ma’lum, atau yang

diketahui. Menurut alGhazali, ilmu adalah mengetahui sesuatu menurut apa adanya, dan ilmu

itu adalah sebagian dari sifat-sifat Allah. Al-Ghazali mengatakan dalam al-Risalah

alLadunniyah, bahwa ilmu adalah penggambaran jiwa yang berbicara (al-NafsanNatiqah) dan

jiwa yang tenang menghadapi hakikat berbagai hal.

1. Karakteristik Ilmu

Ilmu merupakan sumber kebutuhan bagi setiap manusia, karena tanpa ilmu

manusia akan bodoh dan tidak mengetahui arah hidup dalam prikehidupan. Sebagai

seorang ilmuwan besar, al-Ghazali berupaya membuat sebuah karya tulis yang bersifat

memotivasi seseorang untuk selalu menggali ilmu pengetahuan, khususnya ilmu

agama. Di dalam karyanya al-Ghazali yang berjudul Ihya ‘Ulumuddin yang artinya
6
Ibid., hlm 174

10
menghidupkan ilmu-ilmu agama. Ini merupakan sebuah karya al-Ghazali yang banyak

dipakai oleh para ulama-ulama kalam sebagai bahan kajian untuk amalan-amalan baik

manusia. Karena di dalam karya itu banyak menjelaskan tentang ilmu-ilmu keagamaan

Islam, ke-Esaan Allah, dan ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan syari’at. Dalam

memahami karakteristik ilmu al-ghazali, al-Ghazali mendasarkan pemikirannya pada

ajaran-ajaran agama Islam. Oleh karena itu sebagian ahli mengatakan bahwa dasar

epistemologi al Ghazali adalah epistemologi Islam.7

Di lain karyanya yang berjudul The Juwels of the Qur’an (mutiara alQur’an)

dan Mizan al-Amal (timbangan), al-Ghazali menjadikan konsep ilmu sebagai karakter

landasan awal dalam pemikirannya, al-Ghazali membagikan menjadi empat bagian :

1. Pembagian ilmu-ilmu menjadi bagian teoritis dan praktis.

2. Pembagian pengetahuan menjadi pengetahuan yang dihadirkan (hudhuri) dan

pengetahuan yang dicapai (hushuli).

3. Pembagian atas ilmu-ilmu religius (sya’iyyah) dan intelektual (aqliyah).

4. Pembagian ilmu menjadi ilmu-ilmu fardhu’in (wajib atas setiap individu) dan

fardhu kifayah (wajib atas umat).

Di antara empat hal di atas sebagai landasan awal karakter pemikiran al

Ghazali mengenai ilmu yang telah diuraikannya, yang paling luas di bahas olehnya

dalam melakukan pengajaran/diskusi adalah pembagian ilmu menjadi ilmu-ilmu

intelektual dan religius. Namun menurutnya, yang jelas keempat sistem di atas sangat

absah, dan mempunyai derajat yang sama. Jika dilihat pemikiran dari al-Ghazali, maka

akan terlihat pendapatnya yang banyak menentang aliran-aliran filsafat. Menurutnya

banyak orang-orang yang menyimpang dari ajaran agama saat mempelajari filsafat,
7
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Positivisme, Post Positivisme, dan Post Modemisme, ( Yogyakata: Rekasarasin,
2001), hlm, 72

11
karena kebanyakan manusia di saat mempelajari filsafat tanpa sebuah pegangan yang

kuat atau dasar yang kuat. Filsafat menurutnya lebih banyak mengedepankan akal dari

pada dalil untuk mencari sebuah kebenaran. Oleh sebab itu, al-Ghazali banyak dikenal

oleh para masyarakat seorang ahli tasawuf, akan tetapi ia tidak melibatkan dirinya

kedalam aliran tasawuf yang terkenal saat itu, yakni tasawuf inkarnasi dan tasawuf

pantheisme. Sedangkan pengetahuan yang dimiliki oleh al-Ghazali berdasarkan atas

rasa yang memancar dalam hati, bagaikan sumber air yang bersih atau jernih, bukan

dari penyelidikan akal, dan tidak pula dari hasil argumen-argumen ilmu kalam.8

2. Urgensi Ilmu Dalam Pemikiran Al- Ghazali

Manusia diciptakan lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah

yang lain. Kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya tersebut adalah

denga pemberian akal pikiran dalam penciptaannya. Akal inilah yang dapat membedakan

manusia dari makhluk lainnya. Dengan akal itu Allah SWT telah memuliakan manusia,

mengangkat derajatnya dengan derajat yang tinggi. Akal adalah alat untuk berpikir, Allah

swt menjadikan akal sebagai sumber tempat bermula dan dasar dari ilmu pengetahuan. Al-

Ghazali mengatakan sebagaimana dikutip oleh Wahbah Al-Zuhaili, penyebutan kata yang

terkait dengan “al-‘Aqlu” dalam al-Qur’an sedikitnya ada lima puluh kali dan penyebutan

‘Ulin-Nuhaa’ sebanyak dua kali. 9


Agama Islam datang dengan memuliakan sekaligus

mengaktifkan kerja akal serta menuntutnya kearah pemikiran Islam yang rahmatun

lil’alamin.10 Manusia harus dapat menggunakan kecerdasan yang dimilikinya untuk

kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Akal sebagai dasar dari ilmu

pengetahuan memberikan kemampuan kepada manusia untuk membedakan antara yang

baik dan yang buruk dan dapat memberikan argumen tentang kepercayaan dan
8
A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bndung : Putaka Setia, 1999), hlm, 237-238
9
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Qur’an Menjawab Tantangan Zaman, (Jakarta : Muttaqim, 2002), hlm, 112.
10
Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains Teknologi dan Islam, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1998), hlm
71.

12
keberagamaannya. Dengan kemampuan akal untuk berpikir ini manusia mampu

menentukan pilihan yang terbaik untuk dirinya dan agamanya. Islam juga meluaskan

cakrawala manusia mengenai potensi intelektual, psikologis dan unsur-unsur penting

penghidupan lainnya.11 Islam mengajarkan manusia untuk menggunakan kemampuan

berpikirnya untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan

menggunakan akal yang dimilikinya manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan.

Manusia harus terus menimba ilmu karena ilmu terus berkembang mengikuti zaman.

Apabila manusia tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, niscaya

pandangannya akan sempit yang berakibat lemahnya daya juang menghadapi jalan

kehidupan yang cepat ini.12

Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekananya

terhadap ilmu (sains). Al-Qur’an dan al-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan

mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan

pada derajat yang tinggi.13 Allah swt telah menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang-

orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.

Al-Ghazali menjelaskan kemuliaan ilmu pengetahuan, wujud ini adalah suatu

kesatuan yang utuh, selaras bentuk dan sistemnya, disiapkan, sesuai dan membantu wujud

kehidupan secara umum dan wujud manusia khususnya. Wujud ini bukanlah musuh

kehidupan dan manusiaManusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam jagat ini,

yang harus dikaji, dipahami dan dikenal rahasianya. Cara manusia mengkaji, memahami

dan memikul tanggung jawab alam jagat ini adalah dengan ilmu (pengetahuan) yaitu, yang

memungkinkan ia menunaikan risalahnya dalam kehidupan dan menyebarkan kebenaran,

11
Abdul Hamid Mursi, SDM yang Produktif, Pendekatan al-Qur’an &Sains, (Jakarta: Gema Insani Press ,
1997), hlm 36.
12
D. Qonita, “Peranan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Pembentukan Mental Kaum Muslim”, (Skripsi
Fak, Tarbiyah IAIN SUKA, 1995), hlm,73.
13
Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,1990), 39.

13
keadilan dan kebaikan. Ini tidak berlaku kalau tidak ada hubungan baik antara dia dengan

alam jagat dimana dia hidup memahami rahasianya, mengeksploitasikan

potensipotensinya dan menggunakan perbendaharaan serta hasil-hasil yang disimpan

Allah di situ. Terdapat permusuhan kekal antara ilmu dan agama. Dan permusushan kekal

ini memberi bekas terhadap pandangan kepada alam jagat dan hubungan dengannya.

Islam tidaklah memusuhi ilmu dan tidak membenci para pakar ilmu (ilmuwan), malah

dijadikannya ilmu yang membawa kepada mengenal Allah.

Demikian yang diyakini oleh al-Ghazali. dan menurut al-Ghazali, sebenarnya

semua ilmu yang betul membawa kepada tujuan itu, sebagai kewajiban suci yang

termasuk dalam kewajiban-kewajiban agama. Dengan demikian, ilmu atau pengetahuan

menurut al-Ghazali tidak hanya menjauhkan dari segala keraguan, tetapi juga menghidari

segala kemungkinan untuk salah dan sesat. Dalam mencari kebenaran kepada obyek,

sehingga timbul keyakinan bahwa hasil penelitian itu benar. Jadi tingkat keyakinan inilah

tingkat kebenarannya. Atau dengan kata lain, bahwa pandangan al-Ghazali mengenai ilmu

pengetahuan adalah mengalami proses yang panjang dalam rangka mencapai ilmu

pengetahuan yang hakiki.14

Dalam menentukan hakikat ilmu al-Ghazali sependapat dengan gurunya, al-

Juwayni, yaitu bersifat nazari, yakni bahwa ilmu itu dihasilkan dari penalaran yang

mendefinisikannya sangat sulit dan hanya bisa dikonsepsi dengan analisis/klasifikasi dan

contoh. Meskipun dalam hal ini ia mengikuti gurunya, tetapi konsep dasar yang melatar

belakanginya berbeda, yaitu mengenai hakikat “ada” yang membentuk konsepnya

mengenai hubungan lafazh, makna, dan definisi. Dari sini al-Ghazali lebih banyak muncul

sebagai seorang filosof dari pada sebagai mutakallimin. 15

14
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991). Hlm, 29.
15
Saeful Anwar, Filsafat Ilmu Al-Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2007).
hlm 93.

14
Al-Ghazali menghubungkan antara ilmu dan agama, al-Ghazali mengatakan ilmu

adalah imamnya amal dan amal adalah makmumnya. Ilmu adalah pemimpin dan

pengamalan adalah pengikutnya. Ilmu ibarat permata yang harus digali dan terus dicari

oleh semua orang.16 Dari segi akal, ilmu merupakan keutamaan yang harus dimiliki dan

diraih oleh manusia demi mendekatkan diri kepada Tuhannya. Orang yang berilmu,

ilmunya akan mengantarkannya menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan baik di dunia

maupun di akhirat kelak.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Integrase ilmu pengetahuan adalah proses mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid.

Sasaran integrasi ilmu adalah para pencari ilmu bukan ilmu pengetahuannya sendiri. Integrasi

ilmu adalah penggabungan struktur ilmu yang dikotomik dan sudah seharusnya diubah.

Dikotomi ilmu memiliki dampak yang luas yaitu, masing-masing ilmu menjadi sempit,

masing- masing ilmu memberikan panduan yang sempit bagi para penganutnya, dan masing-

masing ilmu menjadi lemah. seharusnya antara ilmu Umum dikembangkan kaum sekuler dan

ilmu yang dikembangkan kaum agama hendaknya disandingkan, sehingga antara keduanya

tidak ada kesenjangan.

Al-Ghazali menjelaskan pentingnya ilmu bagi manusia, Kesempurnaan manusia

dibandingkan dengan makhluk lainnya tersebut adalah pemberian akal pikiran dalam

penciptaannya untuk mencari ilmu. Dalam hal ini ilmu suatu kesatuan yang utuh, selaras

bentuk dan sistemnya, disiapkan, sesuai dan membantu wujud kehidupan secara umum dan
16
Al-Ghazali, Minhajul Abidin, Terj. Abd. Hiyadh (Surabaya : Mutiara Ilmu, 1995). hlm,16.

15
wujud manusia khususnya. Wujud ini bukanlah musuh kehidupan dan manusia. Manusia

adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam jagat ini, yang harus dikaji, dipahami dan

dikenal rahasianya. Cara manusia mengkaji, memahami dan memikul tanggung jawab alam

jagat ini adalah dengan ilmu (pengetahuan) yaitu, yang memungkinkan ia menunaikan

risalahnya dalam kehidupan dan menyebarkan kebenaran, keadilan dan kebaikan.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas, penulis merasa ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan:

Dengan adanya tulisan ini dan tulisan lainnya dengan maksud dan tujuan yang sama,

supaya kiranya bisa dijadikan bahan pertimbangan bahwa dunia dan ilmu terus berkembang,

namun tidak selalu ditandai dengan moralitas yang memadai, artinya tulisan ini akan

bermanfaat jika yang memahaminya melihat dengan pemahaman yang jelas dengan ilmu yang

luas, disertai dengan hikmah yang diperoleh. Bila pantas ambillah dan bila tidak janganlah

diambil, tetapi untuk bahan pertimbangan, maka itu boleh saja. Setiap tulisan kiranya bisa

memberikan motivasi bagi pembaca untuk meningkatkan wawasan dalam berkarya dan

beramal, karena dengan berkarya akan selalu hidup,dan masih banyak karya-karya dari Al-

Ghazali untuk dapat diteliti lebih lanjut dalam pembahasan yang lainnya, semoga tulisan ini

dapat memberikan manfaat bagi orang lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. “Islam dan Ilmu Pengetahuan” Jakarta: PrenadaMedia Grup, 2018
Abdul Hamid Mursi, SDM yang Produktif. “Pendekatan al-Qur’an &Sains” Jakarta: Gema
Insani Press , 1997
D. Qonita, “Peranan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Pembentukan Mental Kaum
Muslim” Skripsi Fak, Tarbiyah IAIN SUKA, 1995
A. Mustofa. “Filsafat Islam” Bandung : Putaka Setia, 1999
Al-Ghazali, Minhajul Abidin, Terj. Abd. Hiyadh Surabaya : Mutiara Ilmu, 1995
Lalu Muhammad Nurul Wathoni “Integrasi Pendidikan Islam dan Sains” Ponogoro : CV
Uwais Inspirasi Indonesia, 2018

Mahdi Ghulsyani.” Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an” Bandung: Mizan,1990


Noeng Muhadjir. “ Filsafat Ilmu Positivisme, Post Positivisme, dan Post Modemisme”
Yogyakata: Rekasarasin, 2001
Sahirul Alim, “Menguak Keterpaduan Sains Teknologi dan Islam” Yogyakarta: Titian Illahi
Press, 1998
Zainuddin. “Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali” Jakarta: Bumi Aksara, 1991
Saeful Anwar. “Filsafat Ilmu Al-Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi” Bandung:
Pustaka Setia, 2007

17
Wahbah Al-Zuhaili. “Al-Qur’an Menjawab Tantangan Zaman” Jakarta : Muttaqim, 2002

18

Anda mungkin juga menyukai