DOSEN PENGAMPU :
KELOMPOK 6
KELAS : VII B
2023
1
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunianya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat
pada waktunya, makalah ini membahas tentang " Konsep dasar integrasi keilmuan dan
Konsep integrasi dalam pandangan Al-Ghazali " Penulis berharap semoga makalah ini bisa
menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................1
C. Tujuan ............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. Kesimpulan ...................................................................................................................16
B. Saran .............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu hal utama yang diperlukan suatu bangsa untuk tetap
kemajuan dalam bidang fisik maupun non-fisik. Menurut Ibnu Khaldun tanda
Ilmu merupakan hal penting dalam islam. Ia merupakan kebutuhan utama bagi
manusia dalam mengemban peran sebagai khalifah di bumi ini. Tanpa ilmu pengetahuan
akhirat, seseorang itu hendaklah mempunyai ilmu dan kemudian wajib untuk diamalkan
dengan baik dan ikhlas. Keutamaan ilmu tersebut sebenarnya adalah peluang manusia
untuk mendapatkan derajat yang lebih baik, dengannya dapat menzahirkan eksistensi
manusia itu sendiri. Karena itulah Allah SWT membedakan antara orang yang
4
Pentingnya mengkaji lebih lanjut mengena konsep ilmu menurut Al-Ghazali yang
menjelaskan bahwa hilang atau matinya ilmu agama bermula dari merosotnya mutu
Dampak yang paling terlihat dari adanya perubahan posisi agama dalam suatu
peradaban adalah munculnya dikotomi ilmu pengetahuan, antara ilmu pengetahuan agama
dan ilmu pengetahuan umum. Dikotomi ini menyebabkan kesenjangan pemikiran dalam
masyarakat modern. Menimbulkan persepsi umum yang berbeda yang mana pendidikan
agama sudah dianggap kuno dan tidak penting. Masyarakat urban pasti lebih memilih
belajar teknologi dan sains dibandingkan dengan belajar moral dan norma agama, karena
pintar dalam bidang teknologi dan sains lebih menjamin prospek masa depan dari pada
belajar akidah, syariah, dan akhlak. Sehingga pelajaran agama sering dipandang sebelah
mata dan kurang diminati. Hal inilah yang menyebabkan perlunya integrasi antara ilmu
pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Dengan adanya integrasi opini
umum dan pendidikan agama merupaka satu kesatuan. Penyatuan ilmu ini bertujuan
B. Rumusan Masalah
C.Tujuan
5
1. Dapat memgetahui pengertian integrasi ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
Integrasi ilmu pengetahuan adalah proses mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid.
Sasaran integrasi ilmu adalah para pencari ilmu bukan ilmu pengetahuannya sendiri. Upaya
integrasi ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsitran yang didasarkan pada
idiologi secular. Maksudnya adalah menggeser dan mengganti pemahaman tersebut dengan
pengertian yang berorientasi pada islam ketika menelaah dan mengembnagkan ilmu
pengetahuan.1
kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi dibidang tertentu, dibarengi dengan
pondasi kesadaran ketuhanan yang dibangun melalui pengetahuab tentang ilmu-ilmu agama.2
agama-agama dengan ilmu umum. Para pendukung ilmu agama hanya menganggap
1
Op.Cit.,hal 39
2
Ibid., hal 43
6
valid atau shahih sumber-sumber ilahi dalam bentuk kitab suci dan tradisi kenabian,
kebenaran yang sejati. Sementara itu ilmuan barat asyik dengan dirinya sendiri
agama, lepas dari kepercayaan kepada tuhan, dan menganggap apa yang dibawa oleh
agama sebagai khayalan, tidak masuk akal, dan tidak ada gunanya. Dipihak lain,
kamu agama asyik dengan dirinya sendiri, menganggap bahwa apa yang mereka kaji
sudah mendapat jaminan dari tuhan sebagai kebenaran yang mutlak yang mejamin
kebahagiaan hidup diakhirat nanti. Dua kubu ini masing-masing saling tersekat dalam
maju dengan ukurannya masing-masing. Mereka tidak ingin bertegur sapa, karena
idealnya antara sumber-sumber ilmu itu saling bersinergi. Sumber ilmu yang berasal
dari fenomena alam dan fenomena sosial, pada dasarnya ciptaan dan ayat tuhan, dan
semua orang diperintahkan mendalami dan mengkajinya. Demikian pula ilmu yang
berasal dari wahyu tuhan, kitab suci atau yang berasal dari batin manusia, pada
dasarnya juga ayat-ayat allah. Oleh karena itu seharusnya antara ilmu yang
dikembangkan kaum sekuler dan ilmu yang dikembangkan kaum agama hendaknya
Dikotomi ilmu memiliki dampak yang luas sebagai berikut. Pertama masing-
masing ilmu menjadi sempit, sudut pandang masing- masing ilmu sangat terbatas
sehingga antara satu dan ilmu lainnya tidak bertegur sapa. Akibat dari keadaan ini,
fungsi dan tanggung jawab ilmu sebagai cahaya kebenaran, petunjuk dan pegangan
3
Abuddin Nata. Islam dan Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: PrenadaMedia Grup, 2018). Hlm, 9
7
bagi manusia dalam menyelesaikan masalah menjadi tidak efektif. Kedua, masing-
masing ilmu memberikan panduan yang sempit bagi para penganutnya, sehingga
kehidupan mereka timpang. Akibat dari keadaan demikian, masyarakat tidak dapat
menjadi lemah. Ilmu umum tanpa agama secara etika dan moral menjadi lemah,
sehingga ilmu tersebut bisa disalah gunakan. Ilmu agama tanpa ilmu umum secara
memecahkan masalah yang dihadapi. Setiap ilmu hendaknya tidak hanya memberikan
pendampingan yang bersifat moral tetapi juga yang bersifat teknis operasional.4
Semua ilmu, yaitu ilmu agama (ulum al-din), ilmu pengetahuan (sains), atau
ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial, ilmu filsafat, dan tasawuf saling bergandengan
tangan dalam memberikan kontribusi bagi kehidupan umat manusia. Ilmu agama yang
berdasarkan kajian terhadap wahyu allah dalam al-quran seharusnya berperan menjadi
pengarah dan landasan spiritual, moral, dan akhlak mulia. Ilmu alam yang
berdasarkan kajian terhadap fenomena alam jagat raya berperan menjadi pemberi
berbagai sumber daya alam, mulai dari energi: api, air, udara, tanah, tumbuh-
tumbuhan, binatang ternak. benda-benda yang ada dilaut, gunung, dan ruang angkasa
untuk kehidupan manusia. Selanjutnya, ilmu sosial yang berdasarkan kajian terhadap
fenomena sosial berperan menjadi pemberi petunjuk yang lengkap tentang bagaimana
cara membangun sineritas yang harmoni, aman, damai dan saling menguntungkan
4
Ibid., hlm 17
8
segala sesuatu dengan menggunakan akal pikiran yang didukung oleh berfikir induktif
dan deduktif secara sistematik, radikal. universal, mendalam dan menerawang sampai
dalam menentukan arah yang benar dalam setiap tindakan. Melalui filsafat, setiap
orang akan mengetahui tentang hakikat segala sesuatu, seperti hakikat iman, hakikat
manusia, hakikat alam jagat raya, hakikat masyarakat, hakikat ilmu, hakikat kebaikan,
"Science without religion is lame, religion without science is blind". Ilmu tanpa
agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Kalimat ini mengandung makna
bahwa betapa pentingnya agama bagi setiap individu. Posisi ilmu dalam pandangan
islam menempati tingkat yang sangat tinggi, karena itu maka tidaklah heran jika
banyak nash baik Al-Quran dan Al-Hadis yang memerintahkan kepada ummat
manusia untuk menuntut ilmu. Sesugguhnya Al-Quran dan hadis tidak membedakan
antara ilmu- ilmu agama islam dan ilmu-ilmu umum, yang ada dalam Al-Quran dan
ilmu berasal dari Allah SWT. Dengan kata lain, bahwa antara agama dan ilmu
dengan yang lain. Karena, dalam pandangan islam, ilmu agama dan ilmu umum sama-
Agama dan ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau
hal tersebut merupakan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Tentunya kita bisa
5
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Integrasi Pendidikan Islam dan Sains, (Ponogoro : CV Uwais Inspirasi
Indonesia, 2018) hlm, 17
9
membayangkan bagaimana jika ilmu lepas dari agama, bagaimana jika kloning
diterapkan pada manusia. bagaimana jika peledakan nuklir dibenarkan dengan alasan
uji coba, walaupun hal tersebut akan semakin memajukan ilmu pengetahuan, padahal
kita tahu bahwa hal itu jelas melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang tentu selalu
Ilmu menurut al-Ghazali adalah jalan menuju hakikat. Dengan kata lain agar
seseorang sampai kepada hakikat itu haruslah ia tahu atau berilmu tentang hakikat itu. Ilmu
dalam bahasa Arab, berasal dari kata kerja ‘alima yang bermakna mengetahui. Jadi ilmu itu
adalah masdar atau kata benda abstrak dan kalau dilanjutkan lagi menjadi ‘alim, yaitu orang
yang tahu atau subjek, sedangkan yang menjadi objek ilmu disebut ma’lum, atau yang
diketahui. Menurut alGhazali, ilmu adalah mengetahui sesuatu menurut apa adanya, dan ilmu
itu adalah sebagian dari sifat-sifat Allah. Al-Ghazali mengatakan dalam al-Risalah
alLadunniyah, bahwa ilmu adalah penggambaran jiwa yang berbicara (al-NafsanNatiqah) dan
1. Karakteristik Ilmu
Ilmu merupakan sumber kebutuhan bagi setiap manusia, karena tanpa ilmu
manusia akan bodoh dan tidak mengetahui arah hidup dalam prikehidupan. Sebagai
seorang ilmuwan besar, al-Ghazali berupaya membuat sebuah karya tulis yang bersifat
agama. Di dalam karyanya al-Ghazali yang berjudul Ihya ‘Ulumuddin yang artinya
6
Ibid., hlm 174
10
menghidupkan ilmu-ilmu agama. Ini merupakan sebuah karya al-Ghazali yang banyak
dipakai oleh para ulama-ulama kalam sebagai bahan kajian untuk amalan-amalan baik
manusia. Karena di dalam karya itu banyak menjelaskan tentang ilmu-ilmu keagamaan
Islam, ke-Esaan Allah, dan ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan syari’at. Dalam
ajaran-ajaran agama Islam. Oleh karena itu sebagian ahli mengatakan bahwa dasar
Di lain karyanya yang berjudul The Juwels of the Qur’an (mutiara alQur’an)
dan Mizan al-Amal (timbangan), al-Ghazali menjadikan konsep ilmu sebagai karakter
4. Pembagian ilmu menjadi ilmu-ilmu fardhu’in (wajib atas setiap individu) dan
Ghazali mengenai ilmu yang telah diuraikannya, yang paling luas di bahas olehnya
intelektual dan religius. Namun menurutnya, yang jelas keempat sistem di atas sangat
absah, dan mempunyai derajat yang sama. Jika dilihat pemikiran dari al-Ghazali, maka
banyak orang-orang yang menyimpang dari ajaran agama saat mempelajari filsafat,
7
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Positivisme, Post Positivisme, dan Post Modemisme, ( Yogyakata: Rekasarasin,
2001), hlm, 72
11
karena kebanyakan manusia di saat mempelajari filsafat tanpa sebuah pegangan yang
kuat atau dasar yang kuat. Filsafat menurutnya lebih banyak mengedepankan akal dari
pada dalil untuk mencari sebuah kebenaran. Oleh sebab itu, al-Ghazali banyak dikenal
oleh para masyarakat seorang ahli tasawuf, akan tetapi ia tidak melibatkan dirinya
kedalam aliran tasawuf yang terkenal saat itu, yakni tasawuf inkarnasi dan tasawuf
rasa yang memancar dalam hati, bagaikan sumber air yang bersih atau jernih, bukan
dari penyelidikan akal, dan tidak pula dari hasil argumen-argumen ilmu kalam.8
yang lain. Kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya tersebut adalah
denga pemberian akal pikiran dalam penciptaannya. Akal inilah yang dapat membedakan
manusia dari makhluk lainnya. Dengan akal itu Allah SWT telah memuliakan manusia,
mengangkat derajatnya dengan derajat yang tinggi. Akal adalah alat untuk berpikir, Allah
swt menjadikan akal sebagai sumber tempat bermula dan dasar dari ilmu pengetahuan. Al-
Ghazali mengatakan sebagaimana dikutip oleh Wahbah Al-Zuhaili, penyebutan kata yang
terkait dengan “al-‘Aqlu” dalam al-Qur’an sedikitnya ada lima puluh kali dan penyebutan
mengaktifkan kerja akal serta menuntutnya kearah pemikiran Islam yang rahmatun
kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Akal sebagai dasar dari ilmu
baik dan yang buruk dan dapat memberikan argumen tentang kepercayaan dan
8
A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bndung : Putaka Setia, 1999), hlm, 237-238
9
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Qur’an Menjawab Tantangan Zaman, (Jakarta : Muttaqim, 2002), hlm, 112.
10
Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains Teknologi dan Islam, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1998), hlm
71.
12
keberagamaannya. Dengan kemampuan akal untuk berpikir ini manusia mampu
menentukan pilihan yang terbaik untuk dirinya dan agamanya. Islam juga meluaskan
Manusia harus terus menimba ilmu karena ilmu terus berkembang mengikuti zaman.
pandangannya akan sempit yang berakibat lemahnya daya juang menghadapi jalan
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekananya
terhadap ilmu (sains). Al-Qur’an dan al-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan
pada derajat yang tinggi.13 Allah swt telah menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang-
kesatuan yang utuh, selaras bentuk dan sistemnya, disiapkan, sesuai dan membantu wujud
kehidupan secara umum dan wujud manusia khususnya. Wujud ini bukanlah musuh
kehidupan dan manusiaManusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam jagat ini,
yang harus dikaji, dipahami dan dikenal rahasianya. Cara manusia mengkaji, memahami
dan memikul tanggung jawab alam jagat ini adalah dengan ilmu (pengetahuan) yaitu, yang
11
Abdul Hamid Mursi, SDM yang Produktif, Pendekatan al-Qur’an &Sains, (Jakarta: Gema Insani Press ,
1997), hlm 36.
12
D. Qonita, “Peranan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Pembentukan Mental Kaum Muslim”, (Skripsi
Fak, Tarbiyah IAIN SUKA, 1995), hlm,73.
13
Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,1990), 39.
13
keadilan dan kebaikan. Ini tidak berlaku kalau tidak ada hubungan baik antara dia dengan
Allah di situ. Terdapat permusuhan kekal antara ilmu dan agama. Dan permusushan kekal
ini memberi bekas terhadap pandangan kepada alam jagat dan hubungan dengannya.
Islam tidaklah memusuhi ilmu dan tidak membenci para pakar ilmu (ilmuwan), malah
semua ilmu yang betul membawa kepada tujuan itu, sebagai kewajiban suci yang
menurut al-Ghazali tidak hanya menjauhkan dari segala keraguan, tetapi juga menghidari
segala kemungkinan untuk salah dan sesat. Dalam mencari kebenaran kepada obyek,
sehingga timbul keyakinan bahwa hasil penelitian itu benar. Jadi tingkat keyakinan inilah
tingkat kebenarannya. Atau dengan kata lain, bahwa pandangan al-Ghazali mengenai ilmu
pengetahuan adalah mengalami proses yang panjang dalam rangka mencapai ilmu
Juwayni, yaitu bersifat nazari, yakni bahwa ilmu itu dihasilkan dari penalaran yang
mendefinisikannya sangat sulit dan hanya bisa dikonsepsi dengan analisis/klasifikasi dan
contoh. Meskipun dalam hal ini ia mengikuti gurunya, tetapi konsep dasar yang melatar
mengenai hubungan lafazh, makna, dan definisi. Dari sini al-Ghazali lebih banyak muncul
14
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991). Hlm, 29.
15
Saeful Anwar, Filsafat Ilmu Al-Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2007).
hlm 93.
14
Al-Ghazali menghubungkan antara ilmu dan agama, al-Ghazali mengatakan ilmu
adalah imamnya amal dan amal adalah makmumnya. Ilmu adalah pemimpin dan
pengamalan adalah pengikutnya. Ilmu ibarat permata yang harus digali dan terus dicari
oleh semua orang.16 Dari segi akal, ilmu merupakan keutamaan yang harus dimiliki dan
diraih oleh manusia demi mendekatkan diri kepada Tuhannya. Orang yang berilmu,
ilmunya akan mengantarkannya menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan baik di dunia
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Integrase ilmu pengetahuan adalah proses mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid.
Sasaran integrasi ilmu adalah para pencari ilmu bukan ilmu pengetahuannya sendiri. Integrasi
ilmu adalah penggabungan struktur ilmu yang dikotomik dan sudah seharusnya diubah.
Dikotomi ilmu memiliki dampak yang luas yaitu, masing-masing ilmu menjadi sempit,
masing- masing ilmu memberikan panduan yang sempit bagi para penganutnya, dan masing-
masing ilmu menjadi lemah. seharusnya antara ilmu Umum dikembangkan kaum sekuler dan
ilmu yang dikembangkan kaum agama hendaknya disandingkan, sehingga antara keduanya
dibandingkan dengan makhluk lainnya tersebut adalah pemberian akal pikiran dalam
penciptaannya untuk mencari ilmu. Dalam hal ini ilmu suatu kesatuan yang utuh, selaras
bentuk dan sistemnya, disiapkan, sesuai dan membantu wujud kehidupan secara umum dan
16
Al-Ghazali, Minhajul Abidin, Terj. Abd. Hiyadh (Surabaya : Mutiara Ilmu, 1995). hlm,16.
15
wujud manusia khususnya. Wujud ini bukanlah musuh kehidupan dan manusia. Manusia
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam jagat ini, yang harus dikaji, dipahami dan
dikenal rahasianya. Cara manusia mengkaji, memahami dan memikul tanggung jawab alam
jagat ini adalah dengan ilmu (pengetahuan) yaitu, yang memungkinkan ia menunaikan
B.Saran
perlu diperhatikan:
Dengan adanya tulisan ini dan tulisan lainnya dengan maksud dan tujuan yang sama,
supaya kiranya bisa dijadikan bahan pertimbangan bahwa dunia dan ilmu terus berkembang,
namun tidak selalu ditandai dengan moralitas yang memadai, artinya tulisan ini akan
bermanfaat jika yang memahaminya melihat dengan pemahaman yang jelas dengan ilmu yang
luas, disertai dengan hikmah yang diperoleh. Bila pantas ambillah dan bila tidak janganlah
diambil, tetapi untuk bahan pertimbangan, maka itu boleh saja. Setiap tulisan kiranya bisa
memberikan motivasi bagi pembaca untuk meningkatkan wawasan dalam berkarya dan
beramal, karena dengan berkarya akan selalu hidup,dan masih banyak karya-karya dari Al-
Ghazali untuk dapat diteliti lebih lanjut dalam pembahasan yang lainnya, semoga tulisan ini
16
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. “Islam dan Ilmu Pengetahuan” Jakarta: PrenadaMedia Grup, 2018
Abdul Hamid Mursi, SDM yang Produktif. “Pendekatan al-Qur’an &Sains” Jakarta: Gema
Insani Press , 1997
D. Qonita, “Peranan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Pembentukan Mental Kaum
Muslim” Skripsi Fak, Tarbiyah IAIN SUKA, 1995
A. Mustofa. “Filsafat Islam” Bandung : Putaka Setia, 1999
Al-Ghazali, Minhajul Abidin, Terj. Abd. Hiyadh Surabaya : Mutiara Ilmu, 1995
Lalu Muhammad Nurul Wathoni “Integrasi Pendidikan Islam dan Sains” Ponogoro : CV
Uwais Inspirasi Indonesia, 2018
17
Wahbah Al-Zuhaili. “Al-Qur’an Menjawab Tantangan Zaman” Jakarta : Muttaqim, 2002
18