Anda di halaman 1dari 16

PROBLEMATIKA ILMU PENGATAHUAN DALAM ISLAM

Tugas Makalah
Mata Kuliah: Islam dan Ilmu Pengetahuan
Dosen Pengampu: Azizatun Nafisah, M.Pd

Oleh:
Kelompok 1
Abdul Haris Muzakkir : 2023140385
Naila Aisyifa : 2023140397
Nurannisa Maulida : 2023140395
Nurul Husna : 2023140404
Zulfa Rahmaniah : 2023140398

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ULUM


KELAS KERJA SAMA DALAM PAGAR
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
KANDANGAN
SEMESTER GANJIL
2023/2024
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................4
A. Ilmu Pengetahuan dalam Islam ......................................................................4
B. Problematika Ilmu Pengetahuan dalam Islam ................................................5
BAB III PENUTUP ...................................................................................................12
Simpulan ....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................13

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Penyusunan
makalah ini tidak bisa selesai dengan baik tanpa bantuan dari banyak pihak. Kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Azizatun Nafisah, M.Pd atas tugas yang telah
diberikan.
Dengan tugas ini, ada banyak hal yang bisa kami pelajari melalui penelitian
dalam makalah ini. Makalah dengan judul “Problematika Ilmu Pengetahuan dalam
Islam” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan. Selain
itu, Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi penulis dan
juga bagi para pembaca.
Melalui makalah ini, diharapkan pembaca bisa mendapatkan ilmu dan
perspektif baru. Setelah berhasil menyelesaikan makalah ini, kami berharap dapat
memberikan manfaat bagi orang lain. Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kita nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kandangan, 2 Oktober 2023

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan merujuk pada informasi yang dimengerti seseorang. Ilmu, di sisi
lain, merupakan bentuk pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, berbeda
dengan pengetahuan yang bisa didapat tanpa menggunakan metode ilmiah, misalnya
melalui pengalaman sehari-hari atau informasi dari sumber berotoritas. Pengetahuan
mencakup ide, konsep, dan pemahaman manusia tentang dunia, termasuk kehidupan
manusia. Sebaliknya, ilmu pengetahuan adalah sistem pengetahuan manusia yang telah
disusun secara terstruktur dengan menggunakan metode berpikir deduktif dan induktif.
Pengetahuan bersifat lebih spontan, sedangkan ilmu pengetahuan bersifat lebih
sistematis dan reflektif. Pengetahuan memiliki cakupan yang lebih luas daripada ilmu
pengetahuan karena mencakup semua yang diketahui manusia tanpa harus disusun
secara sistematis.1
Ilmu pengetahuan memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia.
Pengajaran ilmu pengetahuan diharapkan dapat memfasilitasi manusia dalam
menjalankan berbagai aktivitas sehari-hari. Peradaban dunia Islam mencapai kemajuan
karena ilmu pengetahuan mendapat penghargaan tinggi dari umat Islam, yang didorong
oleh ajaran Islam itu sendiri sebagaimana terdapat dalam al-Qur'an. Ayat pertama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, yaitu "Iqra" atau bacalah, menyampaikan pesan
bahwa ilmu pengetahuan seharusnya mendapat perhatian tinggi di kalangan Muslim.
Ayat lain juga menegaskan bahwa orang yang memiliki ilmu pengetahuan akan
mencapai derajat yang tinggi dalam kehidupan. Hal ini sejalan dengan hadis yang
dikenal luas di kalangan Muslim, bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi semua
Muslim, baik laki-laki maupun perempuan.2

1
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam (Aceh: Bandar
Publishing, 2019), 26.
2
Firdaus Syah, “Problematika Ilmu Pengetahuan dalam Islam”, dalam Artikel Ilmiah STIT Al
Hilal Sigli, Aceh, 49.

1
Salah satu tantangan utama yang dihadapi umat Islam di era modern adalah
menurunnya semangat keilmuan di kalangan mereka, sementara dunia Barat muncul
sebagai penguasa utama ilmu pengetahuan dan teknologi. Tantangan pertama, yakni
rendahnya semangat keilmuan, menyebabkan umat Islam tampak "terisolasi" dari
panggung keilmuan global. Ini adalah situasi yang sangat ironis mengingat bahwa pada
masa klasik, selama sekitar enam abad, umat Islam memimpin dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan menjadi pusat perhatian dunia.
Di sisi lain, tantangan kedua muncul dengan dominasi dunia Barat dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal ini menimbulkan masalah serius karena perkembangan
ilmu dan teknologi di Barat cenderung memiliki karakteristik sekuler, yang
menghasilkan dampak negatif seperti sekularisme, materialisme, hedonisme,
individualisme, konsumerisme, kerusakan tatanan keluarga, pergaulan bebas, dan
penyalahgunaan obat terlarang.3
Ilmu pengetahuan dalam Islam sangat dihargai dan dianggap sebagai sarana
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, seperti halnya dalam banyak tradisi dan
budaya, ada beberapa problematika yang dapat muncul seputar ilmu pengetahuan
dalam konteks Islam. Salah satu masalahnya adalah potensi konflik antara ilmu
pengetahuan dan keyakinan agama. Beberapa orang mungkin merasa bahwa beberapa
temuan ilmiah atau konsep bertentangan dengan ajaran agama mereka. Ini bisa
menimbulkan ketegangan dan perdebatan antara penganut ilmu pengetahuan dan
agama.
Pertanyaan etika juga dapat muncul sehubungan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, seperti dalam bidang bioetika atau teknologi modern. Bagaimana
menggabungkan nilai-nilai etika Islam dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang
mungkin melibatkan isu-isu kontroversial. Ini adalah sebagian kecil dari problematika

3
Mohammad Kosim, “Ilmu Pengetahuan dalam Islam (Perspektif Filosofis-Historis)”, dalam
jurnal Tadris, 3 (2), 2008, 121.

2
yang mungkin muncul, dan respons terhadapnya dapat bervariasi tergantung pada
perspektif dan pendekatan individu terhadap ilmu pengetahuan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
pembahasan mendalam mengenai judul makalah yang dibahas yakni “Problematika
Ilmu Pengetahuan dalam Islam”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah dalam
penulisan ini adalah bagaimana problematika ilmu pengetahuan dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui problematika ilmu
pengetahuan dalam Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ilmu Pengetahuan dalam Islam


Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti
pengetahuan (al-ma'rifah), kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang
hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam. Dari asal kata 'ilm ini selanjutnya di-
Indonesia-kan menjadi 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan.' Dalam perspektif Islam, ilmu
merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari
para ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalan persoalan duniawī dan
ukhrāwī dengan bersumber kepada wahyu Allah.
Berikut penjelasannya: Al-Qur'an dan Hadits adalah wahyu Ilahi dari Allah
yang menjadi petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk petunjuk mengenai ilmu
pengetahuan dan kegiatan ilmiah. Al-Qur'an secara khusus menekankan pencarian
ilmiah, terbukti dari ayat pertama yang diwahyukan: "Bacalah dengan menyebut nama
Tuhanmu yang menciptakan." Membaca, dalam arti luas, merupakan aktivitas utama
dalam upaya ilmiah. Selain itu, istilah 'ilm' yang telah menjadi bagian dari bahasa
Indonesia, tidak hanya berasal dari bahasa Arab tetapi juga disebutkan 105 kali dalam
Al-Qur'an, sehingga menggarisbawahi maknanya.4
Al-Qur'an dan Al-hadis menjadi panduan hidup, seperti halnya dasar bagi
seorang ilmuwan dalam menerapkan pengetahuannya. Keduanya memberikan
petunjuk yang sangat jelas mengenai tata cara hidup manusia, dan sebagai seorang
ilmuwan, tanggung jawabnya adalah menjaga lingkungan dengan penuh kepedulian,
yang didasari oleh iman dan takwa.
Ketertarikan dan semangat para tokoh Islam dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, baik yang bersifat agama maupun umum, sangat diperkuat oleh
pemahaman akan pentingnya Al-Qur'an dan Hadis sebagai pedoman. Hal ini

4
Mohammad Kosim, “Ilmu Pengetahuan dalam…, 122.

4
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ajakan Al-Qur'an untuk mendalami berbagai
cabang ilmu pengetahuan, penyentuhan ayat-ayat Al-Qur'an terhadap isu-isu ilmiah
meskipun dalam konteks umum, dan keinginan ulama untuk membuktikan keagungan
ayat-ayat tersebut melalui penyelidikan yang mendalam. Selain itu, rasa tanggung
jawab ulama terhadap pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur'an mendorong mereka
untuk menciptakan serta menyusun berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa Arab dan
bidang-bidang lain yang terkait.5

B. Problematika Ilmu Pengetahuan dalam Islam


Mulyadhi Kartanegara mencatat lima permasalahan yang merugikan ilmu
pengetahuan.
1. Munculnya konflik saat ilmu-ilmu sekuler positivistik, dengan pengaruh
sekuler Barat, diperkenalkan ke dunia Islam melalui imperialisme. Hal ini
menyebabkan pemisahan yang tegas antara ilmu agama yang ditekankan dan
dikembangkan dalam lembaga pendidikan Islam tradisional, seperti pesantren
salafiyah, di satu sisi, dan ilmu sekuler yang diajarkan di sekolah umum yang
disponsori pemerintah, di sisi lain. Ilmu positivistik Barat digunakan untuk
menjajah negara-negara Islam dengan cara yang kejam, merampas kekayaan
alam, merendahkan martabat manusia, merusak mental, dan mengecilkan arti,
sehingga menimbulkan kebencian dari umat Islam. Akibatnya, banyak yang
menganggap segala sesuatu dari Barat, termasuk ilmu pengetahuan, sebagai
sesuatu yang diharamkan. Ini bahkan berujung pada larangan terhadap ilmu dan
teknologi serta semua hal yang berakar dari Barat, seperti penggunaan pakaian
modern seperti celana panjang, jas, sepatu, dasi, dan sebagainya, dengan
argumen bahwa meniru suatu kelompok dianggap sebagai kesalahan.6

5
Samuji, “Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan dalam Filsafat dan Islam”, dalam Jurnal Paradigma
12 (01), 2021, 68-69.
6
Abuddin Nata, Islam dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), 9.

5
Menilai secara umum bahwa semua yang berasal dari Barat adalah haram tentu
saja tidak cerdas. Tidak semua hal dari Barat itu buruk, begitu juga tidak semua
hal dari Barat itu baik. Sama halnya dengan yang berasal dari Timur, ada yang
baik dan ada yang buruk. Kedua wilayah tersebut memiliki elemen-elemen
positif dan negatif. Dalam pandangan Islam, Timur dan Barat adalah ciptaan
Tuhan. Baik atau buruknya sesuatu dari Timur atau Barat tidak bergantung pada
arah atau tempatnya, melainkan pada pandangan, sikap, perilaku, gagasan,
ideologi, dan cita-cita yang dikembangkan di wilayah tersebut. Sebagaimana
firman Allah SWT:
ۡ َّ
ِ‫ام َّن بِٱّللِ َّوٱل َّي ۡوم‬ َّ ‫ك ۡم ق َِّب َّل ٱل ۡ َّم ۡشرق َّوٱل ۡ َّم ۡغرب َّو َّلَٰك َّن ۡٱلب َّر َّم ۡن َّء‬ ُ َّ ُ ُ ْ ُ َّ ُ َّ َّ ۡ َّ ۡ َّ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫۞ليس ٱلبِر أن تولوا وجوه‬
ۡ ۡ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ ۡ َّ َّ ََّٰٓ َّ ۡ َّ
َّ
‫َب َّوٱليَّتَٰ َّم َٰي‬ َٰ َّ ‫ب َّوٱلنب ِ ِيۧ َّن َّو َّءاتَّي ٱل َّمال َّعل َٰي ُحبِهِۦ ذوِي ٱل ُق ۡر‬ ِ َٰ‫لئِكةِ وٱلكِت‬ َٰ ‫ٱٓأۡلخ ِِر وٱلم‬
َّ ُ ۡ َّ
َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َٰٓ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ َٰ َّ َّ ۡ َّ
‫ام ٱلصل َٰوة َّو َّءاتي ٱلزك َٰوة َّوٱل ُموفون ب ِ َّع ۡه ِده ِۡم‬ ‫اب وأق‬
ِ ‫ٱلرق‬ ‫ِف‬
ِ ِ
َّ ‫ِين‬
‫و‬ َّ ‫ٱلسائل‬
ِ ‫و‬ ‫يل‬
ِ ِ ‫ب‬ ‫ٱلس‬ ‫وٱلمسكِين وٱبن‬
ُ ْ
ُ َّ ََّٰٓ ْ َّ ْۖ ُ َّ َّ َّ َّ َّ ََّٰٓ ْ ُ ۡ ۡ
َّ َّ َّ َٰٓ َّ َّ َّ َٰٓ َّ َّ ۡ ۡ َّ َّ ْ ُ َّ َّ َّ
‫لئِك ه ُم‬ َّ
َٰ ‫لئِك ٱلذِين صدقوا وأو‬ َٰ ‫س أو‬ ِۗ ِ ‫إِذا عَٰهد ْۖوا وٱلصَٰبِرِين ف ِي ٱلبأساءِ وٱلضراءِ وحِين ٱلبأ‬
َّ ُ َّ ۡ
‫ٱل ُمتقون‬

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu keba
jikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah.
hari kemudian, malaikat-malaikatkitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang me-
minta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalatdan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya): dan
mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Baqarah [2] 177)”.7

2. Pandangan tentang fenomena alam juga menjadi perhatian. Dalam perspektif


Islam, fenomena alam tidak bersifat mandiri atau tanpa hubungan dengan
kekuasaan Ilahi. Dalam pandangan Islam, alam erat kaitannya dengan
kekuasaan Tuhan. Sebagai contoh, Muhammad Iqbal, seperti yang dikutip oleh

7
Abuddin Nata, Islam dan…,10.

6
Mulyadhi Kartanegara, menyatakan bahwa "Alam merupakan medan kreatif
Tuhan, sehingga memahami alam berarti memahami dan mengenal cara Tuhan
bekerja di alam semesta ini." Di sisi lain, Barat melihat alam tanpa hubungan
dengan kekuatan Ilahi atau aspek spiritual dan moral. Alam dipandang
sepenuhnya tunduk pada hukum alam yang beroperasi secara mekanik dan
linear. Misalnya, air mengalir ke bawah dan api menghasilkan panas yang
bergerak ke atas. Menurut pemikiran naturalisme Barat, hukum-hukum alam
ini terjadi secara alami, tanpa penciptaan oleh Tuhan. Penelitian terhadap
hukum-hukum ini dengan observasi dan eksperimen menghasilkan data,
informasi, dan simbol-simbol yang kemudian membentuk dasar teori ilmu
pengetahuan setelah melalui validasi dan verifikasi.
Selanjutnya, Barat berpendapat bahwa alam bergerak sesuai dengan hukum
evolusi, seperti yang dijelaskan dalam teori evolusi Darwin. Teori ini
menyatakan bahwa manusia merupakan hasil perkembangan dari makhluk
yang lebih sederhana, seperti kecambah, yang kemudian berubah menjadi
kecebong, ikan, kera, dan akhirnya manusia. Akibat dari pandangan ini, Barat
atau kaum ateis cenderung mengeksploitasi alam secara semena-mena.
Meskipun ilmu pengetahuan berkembang pesat di tangan mereka, tanpa kendali
moral, pemanfaatan alam dilakukan tanpa mempertimbangkan konsekuensi
baik atau buruk.8
Di sisi lain, kelompok masyarakat primitif dan penganut agama melihat alam
secara magis, sakral, dan terhubung dengan kekuatan supernatural seperti Dewa
atau Tuhan. Dalam agama Hindu, misalnya, dunia diibaratkan sebagai bola
yang ditopang oleh seekor naga, dan jika naga itu marah, maka dunia akan
mengalami malapetaka dan bencana bagi penghuninya. Pandangan dari
kalangan agama juga menyatakan bahwa dunia ini dianggap najis, hina, rendah,
dan orang yang memanfaatkannya dapat melupakan Tuhan dan mengalami

8
Abuddin Nata, Islam dan…,11.

7
nasib buruk. Akibat sikap ini, alam jagat raya dengan segala isinya tidak
dimanfaatkan sebagai karunia Tuhan. Dampaknya adalah tertinggalnya
kelompok ini dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban.
Seharusnya, pandangan yang benar adalah bahwa alam jagat raya sebagai
ciptaan Tuhan memang benar, dan di dalamnya terdapat tanda-tanda kekuasaan
Tuhan. Tuhan mengizinkan manusia untuk memanfaatkannya demi
kesejahteraan hidup, dengan syarat pemanfaatan alam harus dilakukan secara
cerdas, bermoral, bertanggung jawab, tidak berlebihan, tidak serakah, dan tidak
melampaui batas. Prinsip ini sejalan dengan firman Allah SWT:
ْۡۖ‫كم‬ ُ َّ ٗ ۡ َٰ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ ٗ َٰٓ َّ َٰٓ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ َٰ َّ َٰ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ُ َّ
ِ ‫ت وٱلأۡرض وأنزل مِن ٱلسماءِ ماء فأخرج بِهِۦ مِن ٱلثمر‬
‫ت رِزقا ل‬ ِ ‫ٱّلل ٱلذِي خلق ٱلسمو‬
َّ ۡ َّ ُ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ ۡ ُ ُ َّ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ ۡ َّ ۡ
َّ ‫ك ل َِّت ۡجر‬ َّ ۡ ُ ۡ ُ ُ َّ َّ َّ َّ َّ
َٰ
‫ي ف ِي ٱلبحرِ بِأمرِهِْۖۦ وسخر لكم ٱلأنهر وسخر لكم ٱلشمس‬ ِ ‫وسخر لكم ٱلفل‬
َّ
َّ ‫ك ُم ٱل ۡي َّل َّوٱلنَّ َّه‬ ُ َّ َّ َّ ۡ َّ َٰٓ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ
َّ َّ
‫ار‬ ‫وٱلقمر دائِبي ِنِۖ وسخر ل‬

Artinya: “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hu-
jan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai
buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera
bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan
Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menun-
dukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (da-
lam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS.
Ibrahim [14]:32-33).

Dengan hal tersebut selain akan mendapatkan manfaat dari hasil kajian terhadap
alam jagat raya, juga akan semakian membawa manusia dekat dengan Tuhan.9
3. Berkaitan dengan munculnya kesenjangan dalam sumber ilmu, yaitu ilmu
agama dan ilmu umum. Para pendukung ilmu agama hanya menganggap
sumber-sumber Ilahi dalam bentuk kitab suci dan tradisi kenabian sebagai valid
atau sahih, sementara mereka menolak sumber-sumber nonskriptual sebagai
otoritatif untuk menjelaskan kebenaran sejati. Penggunaan persepsi indra dan

9
Abuddin Nata, Islam dan…,12-13.

8
penalaran rasional sering diragukan validitas dan efektivitasnya sebagai sumber
ilmu pengetahuan.
Di sisi lain, ilmuwan Barat cenderung fokus pada pengembangan ilmu
pengetahuan dengan paradigma sekuler, terlepas dari agama dan kepercayaan
kepada Tuhan (ateistik). Mereka menganggap apa yang dibawa oleh agama
sebagai khayalan, tidak masuk akal, dan tidak berguna. Sebaliknya, kaum
agama cenderung memusatkan perhatian pada kajiannya, meyakini bahwa apa
yang mereka pelajari telah dijamin oleh Tuhan sebagai kebenaran mutlak yang
menjamin kebahagiaan di akhirat.
Kedua kubu ini terisolasi dalam ruang masing-masing, tidak saling mengakui,
dan masing-masing merasa unggul. Mereka tidak berinteraksi karena memiliki
persepsi yang berbeda dan merasa superior. Idealnya, sumber-sumber ilmu ini
seharusnya bersinergi. Ilmu yang berasal dari fenomena alam dan sosial pada
dasarnya adalah ciptaan dan tanda Tuhan, yang semua orang diinstruksikan
untuk mendalami dan mempelajarinya. Begitu pula dengan ilmu yang berasal
dari wahyu Tuhan, seperti kitab suci atau yang berasal dari batin manusia, pada
dasarnya juga adalah ayat-ayat Allah.
Oleh karena itu, seharusnya ilmu yang dikembangkan oleh kelompok sekuler
dan ilmu yang dikembangkan oleh kelompok agama seharusnya dipertemukan,
sehingga tidak ada kesenjangan di antara keduanya. Ilmu yang bersumber dari
alam dan ilmu yang bersumber dari wahyu seharusnya diintegrasikan,
menciptakan sinergi antara ilmu umum dan ilmu agama.10
4. Terkait dengan objek-objek yang diakui sebagai valid untuk suatu disiplin ilmu.
Sains modern menetapkan bahwa objek-objek ilmu yang sah adalah segala
sesuatu yang dapat diamati atau dirasakan oleh indra manusia. Oleh karena itu,
segala objek di luar cakupan benda-benda yang dapat diamati (observable)
dianggap tidak sah sebagai objek ilmu dan dikecualikan dari daftar objek yang

10
Abuddin Nata, Islam dan…,13.

9
dapat diteliti. Kelompok Barat menilai bahwa objek ilmu terbatas pada hal-hal
yang dapat diamati oleh panca indra, yakni yang bisa dilihat, didengar, diraba,
dan dirasakan oleh indera manusia. Hasil dari observasi ini berupa gejala atau
fakta yang dapat diukur, dihitung, direkam, diukur, ditimbang, disimpan, dan
direproduksi kembali, kemudian diorganisir menjadi ilmu pengetahuan.
Di sisi lain, kelompok Islam menilai bahwa objek ilmu adalah yang berasal dari
Tuhan, dari wahyu, yang mampu meyakinkan hati dan jiwa manusia serta
mendekatkan mereka pada Tuhan dengan ikhlas dalam beramal kebajikan. Ilmu
yang berasal dari panca indra yang diolah oleh akal pikiran dianggap kurang
meyakinkan. Oleh karena itu, karena keterbatasan panca indra, hasil yang
diperoleh juga terbatas. Mereka meyakini bahwa ilmu yang berasal dari objek
yang dihasilkan panca indra tidak dapat diandalkan. Yang sebenarnya adalah
bahwa objek ilmu memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, dengan
kelebihan dan kekurangan.
Objek ilmu yang berasal dari fenomena alam memang memiliki kekuatan
dalam keterukurannya, dapat diukur, ditimbang, diprediksi, dan sebagainya.
Namun, objek ini terkesan netral dan tidak membawa muatan nilai yang dapat
dirasakan secara langsung. Sebaliknya, objek ilmu yang berasal dari wahyu dan
intuisi diyakini dapat membawa pesan moral, nilai, dan spiritual, namun sulit
diukur, ditimbang, diukur, dikuantifikasi, dan sebagainya.11
5. Terkait dengan pengklasifikasian ilmu secara radikal ke dalam ilmu agama dan
ilmu umum, serta munculnya disintegrasi dalam struktur klasifikasi ilmu.
Penekanan yang sangat besar pada ilmu-ilmu agama yang diberikan oleh para
pemimpin agama (ulama), seperti yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali,
ternyata menyebabkan kesalahpahaman di kalangan para pengikutnya. Al-
Ghazali, sebagai contoh, mengelompokkan ilmu menjadi furdlu ain yang terdiri
dari ilmu-ilmu agama; dan fardlu kifayah yang terdiri dari ilmu-ilmu umum.

11
Abuddin Nata, Islam dan…,14.

10
Pembagian ilmu ini, berdasarkan paradigma fikih dan tasawuf, menempatkan
ilmu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Jika tujuannya adalah
mendekatkan diri kepada Allah dan melaksanakan ajaran agama dengan baik,
maka ilmu agama dianggap sebagai alatnya. Sebaliknya, jika tujuannya adalah
mencapai kehidupan duniawi, kemewahan, kedudukan, dan kegagahan, maka
ilmu umum dianggap sebagai alatnya.
Idealnya, kedua jenis ilmu ini seharusnya dianggap sebanding dan sejajar,
karena keduanya sama-sama dibutuhkan oleh manusia, baik sebagai alat untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat. Ajaran Islam
menekankan keseimbangan, tidak boleh condong ke satu sisi, tidak boleh
mengutamakan satu aspek dan mengabaikan yang lainnya. Al-Qur'an
menyatakan:
ُ َّ ‫ٱلد ۡن َّياْۖ َّوأَّ ۡحسِن َّك َّما َٰٓ أ َّ ۡح َّس َّن‬
‫ٱّلل‬
ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ُ َّ َّ َٰ َّ َّ َٰٓ َّ
‫ٱّلل ٱلد َّار ٱٓأۡلخِرة ْۖ ولا تنس ن ِصيبك مِن‬ ‫َّو ۡٱب َّتغِ فِيما ءاتىك‬
ۡ ۡ ُ ُ َّ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ ۡ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ
‫ين‬ ِ ‫حب ٱل ُمف‬
َّ ‫س ِد‬ ِ
ِ ‫ۡرض إِن ٱّلل لا ي‬
ِۖ ‫إِليك ْۖ ولا تبغِ ٱلفساد ف ِي ٱلأ‬

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhrat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang membuat kerusakan. (QS. Al-Qashash [28]: 77).12

12
Abuddin Nata, Islam dan…,15.

11
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan tujuan penulisan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
problematika ilmu pengetahuan dalam Islam meliput: Munculnya konflik saat ilmu-
ilmu sekuler positivistik, dengan pengaruh sekuler Barat, diperkenalkan ke dunia Islam
melalui imperialism, pandangan tentang fenomena alam juga menjadi perhatian,
munculnya kesenjangan dalam sumber ilmu, yaitu ilmu agama dan ilmu umum, terkait
dengan objek-objek yang diakui sebagai valid untuk suatu disiplin ilmu. terkait dengan
pengklasifikasian ilmu secara radikal ke dalam ilmu agama dan ilmu umum, serta
munculnya disintegrasi dalam struktur klasifikasi ilmu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kosim, Mohammad. “Ilmu Pengetahuan dalam Islam (Perspektif Filosofis-Historis)”,


dalam jurnal Tadris, 3 (2), 2008, 121.

Nata, Abuddin. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Prenadamedia Group, 2018.

Samuji. “Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan dalam Filsafat dan Islam”, dalam Jurnal
Paradigma 12 (01), 2021, 68-69.

Soelaiman, Darwis A. Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam. Aceh:
Bandar Publishing, 2019.

Syah, Firdaus.“Problematika Ilmu Pengetahuan dalam Islam”, dalam Artikel Ilmiah


STIT Al Hilal Sigli, Aceh, 49.

13

Anda mungkin juga menyukai