Anda di halaman 1dari 12

ISLAM & ILMU PENGETAHUAN

Pendidikan Agama Islam (PAI)

Dewa Arya Nugraha


(42323010014)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas
topik yang sangat relevan dan signifikan dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan agama
Islam.

Kami mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing dan dosen pengampu mata kuliah yang
telah memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berharga dalam penyusunan makalah ini. Tanpa
bantuan mereka, makalah ini tidak akan mencapai bentuk dan kualitas yang baik.

Kami juga ingin menyampaikan apresiasi kepada teman-teman sejawat yang telah memberikan
masukan dan diskusi yang memperkaya isi makalah ini. Diskusi dan pandangan dari berbagai sudut
memperluas wawasan kami dalam menggali topik yang kompleks ini.

Dalam makalah ini, kami berusaha menyajikan informasi yang akurat dan mendalam mengenai
hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan, mencakup aspek sejarah, filosofi, dan kontribusi Islam
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Kami juga membahas relevansi nilai-nilai Islam dalam
konteks ilmu pengetahuan modern.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu,
kami sangat menghargai kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan yang berguna bagi
pembaca dalam memahami kompleksitas hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan. Semoga
makalah ini dapat menjadi bahan referensi yang bermanfaat dan membuka pintu diskusi yang lebih
luas mengenai topik ini.

Jakarta, 11 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii
I. Latar Belakang...................................................................................................................................1
II. Pembahasan......................................................................................................................................2
II. a. Pendidikan dalam Islam............................................................................................................2
II. b. Ilmu Pengetahuan dan Keilmuan dalam Islam..........................................................................4
II. c. Keseimbangan Antara Agama dan Pengetahuan........................................................................5
II. d. Peran Islam dalam Ilmu Pengetahuan Kontemporer.................................................................6
II. e. Tantangan & Peluang................................................................................................................7
III. Kesimpulan & Saran........................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................9

ii
I. Latar Belakang

Islam sebagai agama yang memiliki ajaran-ajaran universal dan ilmu pengetahuan sebagai wahana
manusia untuk memahami alam semesta, telah memiliki hubungan yang erat sepanjang sejarah. Sejak
zaman keemasan Islam di abad pertengahan, peradaban Islam telah memberikan kontribusi signifikan
dalam perkembangan ilmu pengetahuan, matematika, astronomi, kedokteran, filsafat, dan banyak
disiplin ilmu lainnya.

Namun, dalam konteks modern, hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan seringkali menjadi
subjek diskusi yang kompleks. Bagaimana Islam memandang ilmu pengetahuan dalam era
kontemporer, sejauh mana ajaran agama mendukung atau mungkin bertentangan dengan temuan-
temuan ilmiah modern, dan bagaimana kaum intelektual Muslim merespons tantangan-tantangan ilmu
pengetahuan saat ini adalah pertanyaan-pertanyaan penting yang perlu dijelaskan.

Melalui makalah ini, kami bertujuan untuk menyelidiki dan menganalisis latar belakang historis dan
kontemporer hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan. Kami akan menyusuri peran ilmuwan
Muslim dalam menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran ilmiah, serta mendalami pandangan
agama Islam terhadap ilmu pengetahuan di era modern.

Dengan memahami latar belakang ini, kami berharap dapat memberikan gambaran yang lebih utuh
tentang bagaimana Islam dan ilmu pengetahuan telah saling memengaruhi sepanjang sejarah, dan
bagaimana hubungan ini berkembang dalam dinamika zaman kontemporer.

1
II. Pembahasan

Islam & Ilmu Pengetahuan - Memahami hubungan antara Islam dan pengetahuan adalah penting
dalam merangkul keberagaman dan mempromosikan dialog antarbudaya. Islam, sebagai agama global
dengan lebih dari satu miliar penganut, memiliki dampak besar pada perkembangan ilmu
pengetahuan. Dalam konteks ini, artikel ini akan membahas bagaimana Islam telah mempengaruhi
pengetahuan dalam berbagai bidang.

Dr. Abdurrazaq Naufal dalam buku Baina Dien Wa Ilmi (Antara Agama dan Ilmu Pengetahuan)
mengemukakan tiga pertanyaan dan jawaban ketika mengurai konflik agama dan ilmu pengetahuan di
dunia Barat semenjak abad ke-17, yaitu: (1) kapan dimulainya ilmu dan kapan agama? (2) apa tujuan
ilmu dan tujuan agama? (3) dari mana sumber ilmu dan sumber agama? Abdurrazaq Naufal lalu
menjelaskan berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 30-39 yang berbicara tentang sejarah Nabi Adam.

Pertama, ilmu maupun agama dimulai dari nenek-kakek manusia pertama Nabi Adam, yang
diturunkan ke muka bumi ini untuk menjadi khalifah dengan tugas meramaikan, memakmurkan dan
menguasai bumi dengan segala isinya. Adam dianugerahi ilmu pengetahuan dan juga diberi agama
yang akan menjadi way of life baginya.

Kedua, tujuan ilmu dan tujuan agama adalah satu ialah menciptakan kebahagiaan, jasmani dan ruhani
manusia, sebagaimana tercantum dalam ayat-ayat Al Quran itu. Ketiga, sumber ilmu dan sumber
agama ialah satu yang tidak terpisahkan yaitu Allah SWT.

Keempat, karena semuanya satu, maka akhirnya antara ilmu dan agama tidak mungkin ada konflik.
Jika diciptakan pertentangan antara keduanya dan masing-masing menempuh jalannya sendiri,
niscaya hidup manusia akan rusak dan dunia akan kacau.

Kelima, oleh karena itu, Islam memanggil segala macam ilmu pengetahuan supaya mempersatukan
diri dengan agama, dan para ahli, baik ahli ilmu pengetahuan dan ahli agama agar bersatu
mengabdikan diri kepada Tuhan dan mempersatukan tekadnya untuk kebahagiaan manusia dan alam
seluruhnya.

II. a. Pendidikan dalam Islam

Sejak kemunculannya, Islam adalah agama yang konsen dengan pendidikan. Ayat yang pertama turun
dan misi kenabian Muhammad menunjukkan hal tersebut. Kondisi kebodohan yang mendominasi
masyarakat Arab pada waktu itu berusaha untuk dirubah oleh Islam. Pendidikan Islam sering
diistilahkan dengan tarbiyah dan ta’lim al-tarbiyah yang berarti pendidikan yang mencakup aspek
ilmu dan akhlak. Oleh karena itu, pendidikan menurut Islam ialah menumbuhkan pikiran manusia,
serta mengatur akhlak dan perangainya berdasarkan ajaran Islam. Sedangkan al-ta'lim dalam dunia
pendidikan berarti pengajaran, yang hanya memberikan ilmu semata kepada anak didik. Menurut
ajaran Islam, manusia itu mempunyai dua potensi (jahat dan takwa atau positif). Ajaran Islam
mengakui adanya perbedaan bakat pembawaan pada diri seseorang, namun perbedaan tersebut bukan

2
berarti tidak bisa dibentuk sama sekali. Agar mencapai sasaran dan berhasil dengan baik, pendidikan
perlu disesuaikan dengan perkembangan anak didik.

Pengertian Pendidikan - Istilah pendidikan yang sering digunakan dalam bahasa arab adalah tarbiyah
dan ta’lim. Kedua istilah tersebut diambil dari kata dasar rabba dan ‘allama. Dr. Ahmad Syarabashi
membedakan antara ta’lim dan tarbiyah. Ta’lim adalah pengajaran dan penghimpunan informasi-
informasi, biasanya dalam otak, sedangkan tarbiyah mengandung pengertian pengarahan, pendidikan,
dan latihan. Ta’lim mengarahkan pertama-tama kepada pencerdasan akal, ingatan, dan hafalan,
sedangkan tarbiyah pertama-tama mengarahkan kepada pendidikan jiwa, rohani, dan hati.

Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa al-ta’lim dalam dunia pendidikan berarti pengajaran,
yang hanya memberikan ilmu semata kepada anak didik. Sedangkan al-tarbiyah berarti pendidikan
yang mencakup aspek ilmu dan akhlak. Oleh karena itu, pendidikan menurut Islam ialah
menumbuhkan pikiran manusia, serta mengatur akhlak dan perangainya berdasarkan ajaran Islam.

Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Ny. Aisyah Dahlan bahwa pendidikan adalah membina
pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kedewasaan dalam arti kata yang seluas-
luasnya, baik rohani atau jasmani, serta memupuk kemampuan anak, baik mental, fisik, dan teknis
untuk dapat berdiri sendiri menghadapi tantangan-tantangan hidup.

Penyesuaian Materi dan Masa Pendidikan - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah
mengambil kebijakan link and match yang bertujuan untuk meningkatkan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan pembangunan pada umumnya dan kebutuhan dunia kerja, dunia usaha, dan dunia
industri pada khususnya.

Kebijaksanaan tersebut sesuai dengan ajaran Islam, sebagaimana diungkapkan oleh Ali bin Abi Talib,
yang artinya: “Didiklah anak-anak mu, karena mereka diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan
zamanmu.”

Agar mencapai sasaran dan berhasil dengan baik, pendidikan perlu disesuaikan dengan perkembangan
anak didik. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi, yang artinya: “Berbicaralah kepada manusia sesuai
dengan tingkat perkembangan akalnya.”

Masa pendidikan dalam Islam tidak dibatasi, tetapi dimulai sejak masih dalam buaian sampai keliang
lahat (meninggal dunia). Hal ini diungkap dalam sebuah hadits Nabi, yang artinya: “Tuntutlah ilmu
sejak dari buaian hingga keliang lahat.”

Pelaksanaan Pendidikan - Jika ilmu pendidikan membahas pertumbuhan dan perkembangan manusia,
al-Qur’an membahas pendidikan segala yang ada, termasuk pendidikan manusia. Kata rabbil ‘alamin
dalam surat al-Fatihah mempunyai arti Murabbi al- ’alamin (pendidik semesta alam). Dengan
demikian, Allah SWT adalah pendidik Yang Maha Besar di dalam alam semesta ini.

Allah menciptakan manusia di alam ini, menurut al- Qur’an, sebagai khalifah (pengganti)-Nya.
Artinya bahwa manusia telah menerima amanah Allah yang akan diminta pertanggungjawabannya
oleh Allah di akhirat kelak. Oleh karena itu, setiap manusia harus dapat memakmurkan dan
melestarikan alam dunia ini. Sebab, manusia semuanya adalah murabbi (pemelihara dan pendidik).
Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah, yang artinya: “Dia telah menciptakan kamu
dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.”

3
Untuk itu, Rasulullah menganjurkan kepada semua manusia agar menyampaikan (mengajarkan) apa
yang disampaikan beliau walaupun satu ayat. Hal ini ditegaskan dalam sabdanya, yang artinya:
“Sampaikanlah, wahai manusia, dariku walau satu ayat.”

Berdasarkan hadits di atas, jelaslah bahwa tanggung jawab pendidikan tidak terbatas pada guru
sekolah atau para kyai di pesantren, tetapi pada semua pihak, keluarga, masyarakat (lingkungan) dan
pemerintah, bahkan seluruh individu manusia.

II. b. Ilmu Pengetahuan dan Keilmuan dalam Islam


Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti pengetahuan (al-
ma’rifah), kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang dipahami secara
mendalam. Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu
pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang
sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalanpersoalan
duniawī dan ukhrāwī dengan bersumber kepada wahyu Allah.

Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi sebagai petunjuk (hudan) bagi umat
manusia, termasuk dalam hal ini adalah petunjuk tentang ilmu dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’ān
memberikan perhatian yang sangat istimewa terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama
kali turun berbunyi ; “Bacalah, dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang telah menciptakan”.
Membaca, dalam artinya yang luas, merupakan aktivitas utama dalam kegiatan ilmiah. Di samping
itu, kata ilmu yang telah menjadi bahasa Indonesia bukan sekedar berasal dari bahasa Arab, tetapi juga
tercantum dalam al-Qur’ān. Kata ilmu disebut sebanyak 105 kali dalam al-Qur’ān. Sedangkan kata
jadiannya disebut sebanyak 744 kali. Kata jadian yang dimaksud adalah; ‘alima (35 kali), ya’lamu
(215 kali), i’lām (31 kali), yu’lamu (1 kali), ‘alīm (18 kali), ma’lūm (13 kali), ‘ālamīn (73 kali), ‘alam
(3 kali), ‘a’lam (49 kali), ‘alīm atau ‘ulamā’ (163 kali), ‘allām (4 kali), ‘allama (12 kali), yu’limu (16
kali), ‘ulima (3 kali), mu’allām (1 kali), dan ta’allama (2 kali).

Selain kata ‘ilmu, dalam al-Qur’ān juga banyak disebut ayat-ayat yang, secara langsung atau tidak,
mengarah pada aktivitas ilmiah dan pengembangan ilmu, seperti perintah untuk berpikir, merenung,
menalar, dan semacamnya. Misalnya, perkataan ‘aql (akal) dalam al- Qur’ān disebut sebanyak 49
kali, sekali dalam bentuk kata kerja lampau, dan 48 kali dalam bentuk kata kerja sekarang. Salah
satunya
adalah :”Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk melata di sisi Allah adalah mereka (manusia) yang
tuli dan bisu, yang tidak menggunakan akalnya”. Kata fikr (pikiran) disebut sebanyak 18 kali dalam
al- Qur’ān, sekali dalam bentuk kata kerja lampau dan 17 kali dalam bentuk kata kerja sekarang.
Salah satunya adalah; “…mereka yang selalu mengingat Allah pada saat berdiri, duduk maupun
berbaring, serta memikirkan kejadian langit dan bumi”. Tentang posisi ilmuwan, al-Qur’ān
menyebutkan: “Allah akan meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu beberapa derajat”.

Di samping al-Qur’ān, dalam Hadīts Nabi banyak disebut tentang aktivitas ilmiah, keutamaan
penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam menuntut ilmu. Misalnya, hadits-hadits yang berbunyi;
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah” (HR. Bukhari- Muslim).
“Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, malaikat akan melindungi dengan kedua
sayapnya” (HR. Turmudzi). “Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, maka ia selalu
dalam jalan Allah sampai ia kembali” (HR. Muslim). “Barang siapa menuntut ilmu untuk tujuan
menjaga jarak dari orang-orang bodoh, atau untuk tujuan menyombongkan diri dari para ilmuwan,
atau agar dihargai oleh manusia, maka Allah akan memasukkan orang tersebut ke dalam neraka” (HR.
Turmudzi).

Besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, menarik perhatian Franz Rosenthal, seorang
orientalis, dengan mengatakan: ”Sebenarnya tak ada satu konsep pun yang secara operatif berperan

4
menentukan dalam pembentukan peradaban Islam di segala aspeknya, yang sama dampaknya dengan
konsep ilmu. Hal ini tetap benar, sekalipun di antara istilah-istilah yang paling berpengaruh dalam
kehidupan keagamaan kaum muslimin, seperti “tauhîd” (pengakuan atas keesaan Tuhan), “al-dîn”
(agama yang sebenar-benarnya), dan banyak lagi kata-kata yang secara terus menerus dan bergairah
disebut-sebut. Tak satupun di antara istilah-istilah itu yang memiliki kedalaman
dalam makna yang keluasan dalam penggunaannya, yang sama dengan kata ilmu itu.Tak ada satu
cabang pun dalam kehidupan intelektual kaum muslimin yang tak tersentuh oleh sikap yang begitu
merasuk terhadap “pengetahuan” sebagai sesuatu yang memiliki nilai tertinggi, dalam menjadi
seorang muslim.”

Penjelasan-penjelasan al-Qur’ān dan al-Hadīts di atas menunjukkan bahwa paradigma ilmu dalam
Islam adalah teosentris. Karena itu, hubungan antara ilmu dan agama memperlihatkan relasi yang
harmonis, ilmu tumbuh dan berkembang berjalan seiring dengan agama. Karena itu, dalam sejarah
peradaban Islam, ulama hidup rukun berdampingan dengan para ilmuwan. Bahkan banyak ditemukan
para ilmuwan dalam Islam sekaligus sebagai ulama. Misalnya, Ibn Rusyd di samping sebagai ahli
hukum Islam pengarang kitab Bidāyah al- Mujtahīd, juga seorang ahli kedokteran penyusun kitab al-
Kullīyāt fī al- Thibb.

II. c. Keseimbangan Antara Agama dan Pengetahuan


Banyak manusia sekarang yang cenderung secara total kepada ilmu pengetahuan mengkesampingkan
beban rohani yang khususnya orang-orang barat dikatakan menguasai dunia, bahkan dikatakan
sebagai penguasa tunggal dalam kehidupan manusia. “ Barang siapa yang buta ilmu pengetahuan,
maka butalah kehidupannya,” demikian yang sering mereka katakan.

Dunia dan manusianya semakin meningkat demikian pesatnya. Penguasaan terhadap teknologi
demikian pesat pula, makin hari makin bertambah kemajuannya. Pertambahan semakin cepat dan
semakin meledak, sehingga patutlah kita di sebut sebagai “Abad ledakan teknologi dan ilmu
pengetahuan”.

Tanggapan terhadap kemajuan begitu pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi begitu besarnya.
Berapapun besarnya biaya yang harus dikeluarkan, bagaimanapun susahnya jalan yang harus
ditempuh, akan selalu diperjuangkan demi menggait ilmu pengetahuan. Bagai cagak kehidupan tanpa
ilmu pengetahuan hidup akan roboh, jatuh miskin, hidup terlantar dan segalanya serba hina, inilah
yang membuat manusia lupa dan kehilangan kesadarannya. Dikira hidup itu hanya di dunia saja.
Habis usai, sudah bebas tak menanggung apa akibat perbuatannya.

Kalau kita sebagai manusia yang beragama maka akan sangat tahu tentang kedudukan ilmu
pengetahuan, tidak lebih sebagai pengantar belaka demi kehidupan selanjutnya. Hal ini diisyaratkan
oleh Allah SWT dalam Alquran surat Al-Qashash ayat 77 yang mana menegaskan bahwa kita
diperintahkan untuk penuh perhatian dan penuh perjuangan demi mencapai tujuan hidup di akhirat
nanti, karena hal itu (kehidupan akhirat) disebutkan sebelum disebutkannya bagian yang berhubungan
dengan kehidupan dunia.

Oleh karena itu betapa pentingnya mengetahui peraturan-peraturan atau norma-norma agama
sepenuhnya, yang merupakan pegangan satu-satunya yang harus ditanamkan kedalam diri kita sekuat-
kuatnya. Tanpa berpegang kepadanya, tidak menjadikan sebagai dasar hidupnya dan segala gerak
langkah bila sudah lepas dari kontrolnya, maka akan mudah sekali terombang-ambing oleh badai
kehidupan yang siap menerkam mangsanya.

Mudah terpengaruh oleh duniawinya yang membuat manusia juga lupa daratan seperti korupsi,
manipulasi dan kejahatan-kejahatan yang lainnya. Yang semua itu timbul dari tuntutan nafsu.
Kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan itu sebagai akibat dari kurangnya jiwa dari akidah agama,

5
bahwa Allah senantiasa melihat setiap perbuatan manusia baik yang bersifat lahiriyah dan batiniyah.
Dan seluruh perbuatan manusia pasti membawa akibat yang harus dipertanggungjawabkan.

Karena itulah manusia yang selalu sadar, manusia yang mempunyai keseimbangan antara ilmu
pengetahuan dan agama, berbahagialah hidupnya karena mereka tidak merasa sulit menghadapi
kenyataan hidup. Tetapi kalau manusia sudah kehilangan atau tidak mempunyai keseimbangan antara
kedua-duanya tersebut, dengan kata lain manusia yang hanya beribadah melulu tanpa mengindahkan
dorongan nafsu yang bersifat materi, maka sifat (untuk memenuhi janji yang telah di ikrarkan ketika
ia masih di dalam perut sang ibu) baik diakui atau tidak, ia merasa tertekan oleh dorongan suara hati
yang menuntut pula harus dilayani dan di penuhi segala hal yang menjadi kebutuhan dan tanggung
jawabnya.

Jika hanya fokus ke agama dan hanya melakukan ibadah saja tidak mengindahkan ilmu pengetahuan
misalnya : ia hanya beribadah dan bersujud melulu di hadapan tuhannya, berdoa sambal menangis di
malam hari agar diberi rezki yang banyak, enggan berkerja dan ogah-ogahan mencari fasilitas hidup
mungkin harta benda dipandanganya hanya sebagai perangkap setan yang menyesatkan. Atau
memang malas karena menghadapi dunia tentu akan tidak seimbanglah hidupnya dan hidup akan
miskin dan serba sulit.

Satu-satunya jalan yang tepat ialah memberi porsi atau pelayanan kepada kedua-duanya secara
seimbang dan adil. Tentunya dalam hal ini seseorang harus mempunyai ilmu, khususnya ilmu
mengenal agama sebagai pos setiap gerak dan langkah dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu yang
luas berarti akal pikiran dan hati Nurani dapat berperan dan mampu memimpin sebaik-baiknya di
dalam suatu negara kekuasaannya.

II. d. Peran Islam dalam Ilmu Pengetahuan Kontemporer


Kaum intelektual Islam bersepakat, gagasan Islamisasi ilmu masa kini bukanlah sesuatu yang baru
tetapi pernah terjadi dalam sejarah Islam di masa silam. Setelah proses Islamisasi ilmu di awal Islam,
umat Islam telah mengalami kemunduran dan kemrosotan. Dilain pihak, ilmu atau sains yang
dikembangkan di dunia Barat jauh mengalami kemajuan yang sangat pesat dan signifikan. Sedangkan
ilmu yang dikembangkan tersebut secara diametral berbeda dengan ilmu dalam pandangan Islam.

Kemrosotan umat akibat ilmu pengetahuan, yang dalam istilah Al-Attas disebut dengan ilmu
pengetahuan kontemporer, yang mana telah diuraikan panjang lebar oleh para ilmuan Muslim.
Bahkan menurut Wan Daud, dalam memasuki abad ke-15 Al-Attas telah menemukan tiga temuan
ilmiah terpenting di dunia Islam yang sangat berpotensi mempengaruhi perjalanan kehidupan umat
Islam secara mendalam dan menyeluruh. Tiga temuan tersebut adalah: 1) Problem terpenting yang
dihadapi umat Islam saat ini adalah masalah ilmu pengetahuan; 2) Ilmu pengetahuan modern tidak
bebas nilai (netral) sebab dipengaruhi oleh pandangan-pandangan keagamaan, kebudayaan dan
filsafat, yang mencerminkan kesadaran dan pengalaman manusia Barat; 3) Umat Islam, oleh karena
itu, perlu mengislamkan ilmu pengetahuan masa kini dengan mengislamkan simbol-simbol linguistic
mengenai realitas dan kebenaran (Wan Daud, 1998: 317).

Walaupun ide Islamisasi ilmu ini telah disentuh oleh beberapa sarjana Islam, namun penjelasan yang
sistematik secara konseptual bermula dari Al-Attas. Beliau dianggap sebagai seorang sarjana Islam
yang pertama kali mengupas dan menegaskan tentang perlunya Islamisasi pendidikan sains. Al-Attas
telah melahirkan ide-ide beliau pada satu persidangan pendidikan yang sangat penting dalam sejarah
umat Islam kontemporer, yaitu, persidangan Pertama Pendidikan Islam Sedunia di Makkah pada 1977
(Handrianto, 1990: 129).

Usaha Islamisasi ilmu secara perlahan mulai marak dan beberapa karya telah pula dihasilkan. Al-
Attas sendiri telah menunjukkan satu model usaha Islamisasi ilmu yang baik melalui karya beliau,

6
The Concept of Education in Islam. Dalam teks ini beliau berusaha menunjukkan hubungan antara
Bahasa dan pemikiran. Beliau menganalisis istilahistilah yang sering dimaksudkan untuk mendidik
seperti ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Ia akhirnya menyimpulkan bahwa ta’dib merupakan istilah yang
paling sesuai dan komprehensif untuk pendidikan Islam (Wan Daud, 1998: 24).

Jadi, pandangan hidup Islam mencakup dunia dan akhirat. Aspek dunia harus dihubungkan dengan
cara yang sangat mendalam kepada aspek akhirat yang memiliki signifikansi yang terakhir dan final.
Pandangan hidup Islam, tidak berdasarkan kepada metode dikotomis seperti objektif dan subjektif,
historis dan normatif. Namun realitas dan kebenaran dipahami dengan metode menyatukan (tauhid).
Pandangan hidup Islam bersumber kepada Wahyu yang didukung oleh akal dan intuisi. Substansi
agama, seperti nama keimanan, dan pengalamannya, ibadahnya, doktrinnya, serta sistem teologinya,
telah ada dalam Wahyu dan dijelaskan oleh Nabi (Zarkasyi, 2010: 83).

Pandangan hidup Islam terdiri dari berbagai konsep yang saling terkait seperti konsep Tuhan, Wahyu,
penciptaan, psikologi manusia, ilmu, agama, kebebasan, nilai dan kebaikan, serta kebahagiaan.
Konsep-konsep tersebut yang menentukan bentuk perubahan, perkembangan, dan kemajuan.
Pandangan hidup Islam dibangun atas konsep Tuhan yang unik, yang tidak ada pada tradisi filsafat,
budaya, peradaban, dan agama lain (Zarkasyi, 2010: 86).

II. e. Tantangan & Peluang


Tantangan dalam kajian tentang Islam dan ilmu pengetahuan termasuk mencari keseimbangan antara
keyakinan agama dan pengetahuan ilmiah. Beberapa orang mungkin menghadapi konflik antara
pandangan keagamaan dan teori ilmiah, yang memerlukan dialog dan pemahaman mendalam untuk
mencapai keselarasan.

Sementara itu, ada peluang besar dalam menjembatani pemahaman antara Islam dan ilmu
pengetahuan. Dengan pendekatan yang terbuka dan inklusif, ilmu pengetahuan dapat membantu
menjelaskan banyak aspek kehidupan yang diperdebatkan dalam konteks keagamaan. Ini termasuk
menjelaskan fenomena alam, evolusi, dan aspek lain dari kehidupan yang seringkali menjadi titik
sengketa.

Pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan juga dapat
memunculkan diskusi yang konstruktif dan menghasilkan penelitian baru yang menggabungkan nilai-
nilai agama dengan pengetahuan ilmiah. Ini dapat menciptakan kerangka kerja baru yang
memungkinkan perkembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman agama secara bersamaan.

7
III. Kesimpulan & Saran
Kesimpulan dari studi tentang Islam dan ilmu pengetahuan adalah bahwa ada potensi besar untuk
menggabungkan nilai-nilai agama dengan pengetahuan ilmiah secara harmonis. Meskipun ada
tantangan dalam menyelaraskan keyakinan agama dengan konsep-konsep ilmiah tertentu, pendekatan
terbuka, dialog, dan pemahaman yang mendalam dapat membantu mengatasi kesenjangan ini.

Saran yang dapat diambil dari materi ini adalah:

1. *Mendorong Dialog Antarumat Beragama:* Penting untuk memfasilitasi dialog antara para
ilmuwan agama dan ilmuwan ilmu pengetahuan untuk saling memahami perspektif masing-masing.
Hal ini dapat membantu meredakan ketegangan dan membangun pengertian yang lebih baik.

2. *Pendidikan yang Inklusif:* Sekolah dan institusi pendidikan harus mempromosikan pendekatan
inklusif yang menghormati keyakinan agama sambil mengajarkan prinsip-prinsip ilmiah. Ini akan
membantu membentuk generasi yang memahami pentingnya harmoni antara agama dan ilmu
pengetahuan.

3. *Penelitian Interdisipliner:* Mendorong penelitian yang mengintegrasikan konsep-konsep agama


dengan ilmu pengetahuan modern dapat membuka jalan bagi pemahaman yang lebih dalam tentang
hubungan antara keduanya. Institusi penelitian dapat memberikan dukungan khusus untuk penelitian
interdisipliner ini.

4. *Kesadaran Masyarakat:* Mengedukasi masyarakat tentang hubungan antara Islam dan ilmu
pengetahuan melalui kampanye publik, seminar, dan acara komunitas dapat membantu mengatasi
miskonsepsi dan memperkuat toleransi antarkeyakinan.

5. *Pemimpin Beretika:* Pemimpin agama dan ilmu pengetahuan memiliki peran penting dalam
membentuk pandangan masyarakat. Pemimpin agama harus membimbing umatnya untuk memahami
nilai-nilai ilmiah, sementara pemimpin ilmu pengetahuan harus menghormati dan menghargai
keberagaman keyakinan agama dalam masyarakat.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat menciptakan lingkungan di mana Islam dan ilmu
pengetahuan dapat hidup berdampingan, saling mendukung, dan berkontribusi pada kemajuan
manusia secara bersamaan.

8
DAFTAR PUSTAKA

M. Fuad Nasar, (2021), Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan.

H. Anshhori, (2017), PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM.

Abdul Latif Mukhtar, (1995), Tujuan Pendidikan Islam dan Tujuan Pendidikan Nasional.

Aisyah Dahlan, (1968), Prinsip-prinsip Pendidikan Agama Islam.

Wardiman Djoyonegoro, (1993), Arah dan Sasaran PJPT II Sepuluh Tahun Pertama Bidang
Pendidikan (Pendidikan Tinggi).

Muhammad Fadlila Jamali, (1993), Konsep Pendidikan al-Qur'an.

Ahmad Warson Munawwir, (1984), Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia.

A. Qadri Azizy, (2003), Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman.

Al-Qur’ān surat al-‘Alaq : 96 : 1.

M. Dawam Rahardjo, (1990), Ensiklopedi al-Qur’ān: Ilmu.

Al-Qur’ān surat al-Anfāl : 8: 22


.
Al-Qur’ān surat Āli ‘Imrān : 3: 191.

Al-Qur’ān surat al-Mujādalah : 58: 11.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium


Baru, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 13.

Sayid ‘Alawī ibn ‘Abbās al-Mālikī, Fath al- Qarīb al-Mujīb ‘ala Tahdzīb al-
Targhīb wa al-Tarhīb, (Mekah; t.p, t.t), hlm. 40.

Abī Zakariā Yahyā ibn Syarf al-Nawāwī, Riyād al- Shālihīn, (Kairo; al-Maktabah
al-Salafīyah, 2001), hlm. 710

Al-Mālikī, Fath al-Qarīb, hlm. 42.

Rahardjo, “Ensiklopedi al-Qur’ān: Ilmu”, hlm. 57. Ungkapan Rosenthal tersebut


dikutip oleh Dawam dalam karya Rosenthal berjudul Knowledge Triumphant: The
Concept of Knowledge in Medieval Islam (Leiden: E.J. Brill, 1970).

Devi Rahmawati, (2021), Perlunya Keseimbangan Antara Ilmu Pengetahuan Dan Agama.

Anda mungkin juga menyukai