Anda di halaman 1dari 18

INTEGRASI ILMU DALAM PANDANGAN ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Islam dalam Sisdiknas

DOSEN PEMBIMBING: ASWAN, S.Ag, MM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11

FIRMAN AMANDA MATONDANG 1901020061


LAILY ALVIANTHI 1901020085
SUCI ANJANI 1901020166

PRODI : PAI SEMESTER VII

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM
ASAHAN-KISARAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan


nikmat dan petunjuk-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan
tugas ini dengan efisien dan tepat waktu. Selain itu, sholawat dan salam kami
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengangkat derajat manusia
dari alam kegelapan ke alam terang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Buya ASWAN, S.Ag, MM, seorang
guru besar mata kuliah Pendidikan Agama Islam Sistem Pendidikan Nasional,
yang telah memberikan wawasan dan bimbingan untuk tugas makalah ini.
Makalah ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa dukungan dari teman-
teman yang bersedia bekerjasama dan memberikan bantuan. Kami berharap
dokumen ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan
informasi dan wawasan bagi perbincangan seputar penelitian ini. Amin. Tentunya
masih terdapat beberapa kesalahan dalam penugasan makalah ini yang mungkin
tidak kami sadari; oleh karena itu, kami sangat menginginkan umpan balik dan
rekomendasi pembaca untuk meningkatkan penugasan artikel mendatang.

Kisaran, 27 Desember 2022


Penyusun

Kelompok 11

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. Sejarah Munculnya Dikotomi Antara Ilmu Dan Agama Islam.................2
B. Pengertian Integritas dan Ilmu...................................................................3
C. Sumber Ilmu..............................................................................................5
D. Integrasi Ilmu Pengetahuan Dalam Islam..................................................6
E. Sumber Pengetahuan Menurut Islam.........................................................7
F. Ruang Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam............................9
G. Membangun Ilmu Pengetahuan Yang Berwawasan Islam........................12

BAB III PENUTUP....................................................................................................14


A. Kesimpulan ...............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Munculnya konsep Integrasi Ilmu di dalam agama Islam dipegandhi
oleh adanya Sekulerisasi di Barat. Dimana antars mu dan agama menjadi
terpisah satu sama lain dan tidak ada terkaitan antara keduanya. Maka
berkembangalah ilmu atau sains yang tidak punya kaitannya sama sekali
dengan agama atau lepas dari teologi apapun. Perceraian sains dari nilai-nilai
teologis akan berdampak negatif.
Dari aspek ontologis, sains melihat alam beserta bukum dan polanya,
termasuk manusia sendiri hanya sebagai wujud material yang eksis tanpa
intervensi tuhan. Karena itu dalam aplikasinya, manusia bisa mengeksploitir
kekayaan alam dengan tanpa perhitungan. Aspek metodologis, sains ini
menjadi mengesampingkan teks wahyu sebagai sumber pengetahuan sehingga
tidak sesuai dengan pandangan masyarakat muslim. yang justru bersikap
sebaliknya. Sedangkan aspek aksiologis, barat tidak mengaitkan
pengembangan ilmu pengetahuan dengan tata nilai, moralitas, spiritualitas
dan religius Dan kebenaran dan validitas sains dalam Paradigina Barat hanya
dapat dilalui dengan metode empirik-rasional.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana Sejarah Munculnya Dikotomi Antara Ilmu Dan Agama Islam?
2. Bagaimana Pengertian Integritas dan Ilmu?
3. Bagaimana Sumber Ilmu dalam integrasi?
4. Bagaimana Integrasi Ilmu Pengetahuan Dalam Islam?
5. Bagaimana Ruang Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam?
6. Bagaimana Membangun Ilmu Pengetahuan Yang Berwawasan Islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Dikotomi Antara Ilmu Dan Agama Islam


Dalam studi sejarah, perpecahan ilmiah berkembang bersamaan dengan
Renaisans di Barat. Diawali dengan penentangan komunitas intelektual Barat
terhadap dominasi gereja atas kehidupan sosial-keagamaan dan sosial-
intelektual di Eropa. Saat itu, gereja menetapkan doktrin Kristen sebagai
penentu kebenaran ilmiah. Demi otoritas gerejawi, penemuan-penemuan
ilmiah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ini harus ditiadakan. Akibat
tekanan ini, para ilmuwan menentang kebijakan gereja. Mereka membentuk
aliansi dengan raja untuk berkontribusi pada dominasi otoritas agama. Pada
akhirnya aliansi yang terbentuk efektif, dominasi geja tercerai-berai,
kemudian terjadi sekularisasi era Renaisans dan lahirnya dikotomi ilmu
pengetahuan dalam sekularisasi. 1

Budaya Yunani dan Romawi berkembang lagi di Eropa selama


Renaisans, yang terjadi pada abad ke-15 dan ke-16. Ini adalah periode ketika
orang mulai memberontak terhadap ide-ide kaku Abad Pertengahan.
Kebangkitan menandai awal baru untuk ekspresi individu dan ide-ide bebas.
Revolusi yang mengadvokasi pemulihan kebebasan manusia. Otoritas gereja,
yang sampai sekarang membatasi kebebasan berekspresi dalam filsafat dan
sains, terus dibongkar oleh manusia modern. Sering disepakati bahwa kita
sekarang hidup di Zaman Humanis. Pernyataan ini mengacu pada saat ketika
orang menjadi milik mereka sendiri, ketika mereka dipercaya dengan lebih
banyak tanggung jawab, dan ketika mereka mendapat bagian yang lebih besar
dari kue. Karena diyakini secara luas bahwa setiap masalah dapat dijelaskan
secara rasional dan karenanya diselesaikan dengan logika. Karena manusia
memiliki pemikiran rasional dan dapat mengatur dirinya sendiri dan dunia
tanpa bantuan gereja, humanisme mencari pertumbuhan pribadi manusia
daripada pertumbuhan gereja. Sebagai masa peralihan dari Abad Pertengahan
1
Aswan, Diktat Penidikan Islam Dala Sistem pendidikan nasional, (Asahan: Fakultas
Tarbiyah, IADU, 2016), h. 104

2
ke Era Modern, juga dikenang sebagai masa ketika peradaban, seni, dan
sastra mengalami kebangkitan. Integrasi seni visual, komposisi musik,
analisis sastra, wacana filosofis, penyelidikan ilmiah, dan inovasi teknologi
menerima studi ekstensif.
Jelas bahwa penanda zaman ini adalah terwujudnya dominasi manusia
atas kosmos dan kesadaran bahwa perkembangan dunia sangat bergantung
pada tindakan dan hasil individu manusia. Dengan demikian, komunitas
ilmiah pada periode waktu tersebut memunculkan nama, konsep, dan
penemuan baru. Francis Bacon percaya bahwa pengalaman langsung adalah
dasar dan tujuan akhir dari penyelidikan ilmiah. Matematika adalah mesin
yang menggerakkan segala ilmu pengetahuan. Beberapa menganggapnya
sebagai nenek moyang filsafat ilmiah.

B. Pengertian Integritas dan Ilmu


Kata integrasi, berasal dari bahasa Inggris, yang berarti "utuh".
Integrasi mengacu pada proses di mana bagian-bagian yang terpisah dibawa
bersama untuk membentuk keseluruhan. Berbeda dengan pendekatan
pengkotak-kotakan seperti pemisahan, pendekatan integratif berusaha
menyatukan domain yang berbeda. Istilah integrasi juga dapat merujuk pada
penggabungan atau pencampuran entitas yang terpisah.
Integrasi, sebagaimana ditegaskan oleh Poerwandar Minta, adalah
menyatu dengan tujuan untuk menjadi satu. Menurut Sanusi, integrasi adalah
satu kesatuan yang utuh, bukan sesuatu yang dapat dipecah-pecah. Sebagai
hasil dari hubungan mereka yang erat, harmonis, dan pribadi, anggota unit
yang terintegrasi lebih mampu memenuhi kebutuhan dan fungsi satu sama
lain secara keseluruhan. Dimungkinkan untuk menggunakan kata "integrasi"
dalam berbagai situasi yang mengacu pada penggabungan dua atau lebih hal
yang berbeda satu sama lain.2
Terdapat Tiga jenis dari integrasi

2
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung:
Alumni, 2002), h. 133

3
1. Kata kerja To Integrat, yang berarti menggabungkan, mengintegrasikan,
dan menyatukan.
2. Sebagai kata benda, seperti Integrity, yang menunjukkan ketulusan,
kejujuran, dan kelengkapan, atau Integration, yang menunjukkan
integrasi.
3. Istilah ini berkaitan dengan kata sifat integrai, yang menunjukkan
keseluruhan, hitungan integral. 3
Istilah ilmu sering dihubungkan dengan kata Arab Ma'rifah
(pengetahuan), Fiqh, yang menunjukkan pengetahuan dan merupakan
antitesis dari Jahal, yang berarti kebodohan atau ketidaktahuan (pemahaman).
Hikmah (Hikmah) dan Syu'ur (perasaan). Berakar pada kerinduan dunia Islam
untuk memahami wahyu-wahyu yang tercakup dalam Al-Qur'an dan ajaran
Nabi Muhammad tentang wahyu-wahyu tersebut. Al-'ilm dianggap sebagai
kualitas utama Allah SWT. Allah juga dikenal sebagai al-'ilm dan a'lim, yang
masing-masing diterjemahkan menjadi "Yang Maha Mengetahui dan Maha
Mengetahui". Jujun, bagaimanapun, menegaskan bahwa pengetahuan adalah
informasi yang berusaha mengungkap misteri alam untuk membuat kejadian
alam kurang misterius.
Sudut pandang tertentu atau metode pendekatan penelitian yang
menyatukan dikenal sebagai "integrasi ilmu". Tidak hanya itu, upaya
dilakukan untuk mempertemukan Sunnatullah (hukum alam) dan Al-Qur'an
karena keduanya merupakan manifestasi Tuhan. Selain itu, integrasi
dimaksudkan untuk menyatukan pandangan Barat dan Islam, serta cara
berpikir dan berbuat masing-masing (Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis).
Muh. Hatta berpendapat ilmu pengetahuan adalah yang didapat lewat
keterangan. Ada juga yang membedakan antara ilmu dengan pengetahuan,
kalau ilmu diperoleh lewat hipotetis deduktif-verifikatif, sedangkan
pengetahuan tidak diperoleh dengan cara demikian.
Menurut Koento Wibisono, pengetahuan dibagi kepada tiga macam:

3
Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam, ( Bandung : Citapusta, 2016), h. 89

4
1. Pengetahuan non ilmiah
2. Pengetahuan pra-ilmiah
3. Pengetahuan ilmiah

C. Sumber Ilmu
1. Rasionalisme, yakni aliran ini berpendapat bahwa akallah yang paling
utama memperoleh ilmu pengetahuan. Penggagasnya ialah Rene
Descartes (1596- 1650)
2. Empirisme, yakni menurut aliran ini, nalar hanya bertugas memproses
informasi yang dipelajari melalui pengalaman daripada berfungsi
sebagai sumber utama untuk mengetahui. John Locke adalah
pelopornya.
3. Kritisisme, yakni aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan bukanlah
sumber dari akal dan empirisme semata-mata. Penggagasnya ialah
Immanuel Kant (1724- 1804)
4. Positivisme, yakni: aliran ini menggabungkan antara rasionalisme dan
empirisme. Penggagasnya ialah August Comte (1798-1857).
5. Fenomenologis, khususnya gelombang yang melepaskan diri dari ide-
ide tetap dan bias pribadi. Husserl adalah pelopor dalam hal ini (1859-
1938).
6. Intuisi dan wahyu, intuisi adalah Semacam informasi yang Allah
kirimkan kepada para Rasul dan disampaikan para Rasul kepada
umatnya adalah ilmu yang diperoleh tanpa melalui pengolahan dan
wahyu tertentu. 4
D. Integrasi Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Sains adalah kumpulan informasi yang dikategorikan, disistematisasi,
dapat diukur, dan dapat diverifikasi dengan cara empiris. Al-Qur'an
mendefinisikan ilmu sebagai kumpulan informasi yang berasal dari Allah dan
diberikan kepada manusia secara pribadi atau melalui Rasul-Nya tentang

4
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta: Raja Grafindo
Persada: 2012) h. 96

5
kosmos sebagai ciptaan Allah yang bergantung pada persediaan dan
kepastian-Nya.
Ilmu pengetahuan merupakan satu kesatuan yang logis dengan tiga
bagian yang saling berkaitan yang harus ada dan berurutan.
1. Mengidentifikasi pokok bahasan yang akan menjadi fokus kajian dalam
ilmu-ilmu yang dikandungnya disebut integrasi ontologis.
2. Penggabungan kategorisasi dari ilmu pengetahuan. Al-Farabi dan filosof
Muslim lainnya memberikan kategorisasi pengetahuan berdasarkan tiga
kelompok utama, yaitu: (a) Metafisika, yang berkaitan dengan wujud dan
sifat-sifatnya, wujud wujud, dan wujud bukan benda. (b) Mata pelajaran
matematika seperti aljabar, geometri, astronomi, musik, optik, fisika, dan
alat-alat mekanik. (c) Ilmu alam diklasifikasikan menjadi mineral, botani,
dan zologi. Bidang-bidang ini mempelajari benda-benda alam dan
kecelakaan di dalamnya.
3. Integrasi metode. Teknik ilmiah yang diciptakan oleh para intelektual
Muslim sangat berbeda dengan yang diciptakan oleh para pemikir Barat
yang hanya menggunakan observasi sebagai pendekatan ilmiah. Menurut
hirarki atau tingkatannya, para filosof Muslim menggunakan tiga
metodologi yang berbeda: teknik pengamatan (tajrîbi), pendekatan logis
atau demonstratif (burhani), dan metode intuitif (irfâni), yang masing-
masing menekankan pada indera, akal. , dan hati. 5
Pengetahuan, baik metafisik maupun fisik, semuanya adalah
pengetahuan yang tidak teratur. Dimungkinkan juga untuk mendefinisikan
pengetahuan sebagai informasi akal sehat, namun pengetahuan sudah
merupakan bagian yang lebih besar dari akal sehat karena teknik dan
prosedurnya yang spesifik. Islam adalah agama yang mempromosikan
koeksistensi dan saling melengkapi antara sains dan agama. Ilmu adalah alat
untuk menerapkan ajaran agama secara utuh, dan agama adalah sumber ilmu.
Ada lebih dari 750 ayat dalam Al-Qur'an yang terkait secara ilmiah, yang

5
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi, dan Etika,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 49-50

6
menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mengutamakan kemajuan ilmu
pengetahuan.

E. Sumber Pengetahuan Menurut Islam


1. Instring (gharizah)
Ghazirah adalah salah satu potensi manusia yang dapat mendorong mereka
untuk bersandar pada al-asyya dan al-a'maal atau menyebabkan mereka
mundur darinya. Itu semua berkaitan dengan manusia yang memenuhi
semua potensi yang dimilikinya.
2. Indra
Sekumpulan proses fisiologis yang memungkinkan manusia untuk
mendeteksi, menafsirkan, dan bereaksi terhadap input eksternal. Indera
bekerja sama untuk menghasilkan kesan dan tindakan sebagai tanggapan
atas apa yang diketahui ketika organ indera mendeteksi atau
merasakannya.
3. Akal (rasional)
Menurut pandangan dunia Islam, penalaran berbeda dari
pemahaman. Akal, dalam pemahaman Islam, mengacu bukan pada otak
tetapi pada kekuatan penalaran yang melekat pada jiwa manusia, yang
berbeda dari otak.
4. Pengalaman (empiris)
Empiris adalah sebuah disiplin yang mengandalkan pengamatan dan
akal sehat daripada teori.
5. Intuitif
Intuisi adalah Berdasarkan informasi yang diperoleh dari keadaan
emosional atau respons emosional terhadap pengalaman sebelumnya,
pengetahuan tentang objek asing diperoleh dengan cepat dan tiba-tiba
melalui proses mental tanpa kesadaran, membimbing perilaku dengan
tepat.
6. Qalbu

7
Qalb bertindak sebagai penggerak dan pengontrol bagian tubuh
lainnya, itu adalah berkah dari Allah SWT. diberikan kepada orang-orang
dengan tempat dan peran utama dan penting.
7. Wahyu
Kata bahasa Arab untuk wahyu adalah al-wahy, yang juga berarti
suara, api, dan kecepatan. Makna bisikan, gerak tubuh, tulisan, dan kitab
juga terkandung dalam wahyu.
8. Mimpi yang benar
Mimpi yang benar adalah yang mencerminkan kenyataan, juga disebut
sebagai kasyaf dan syuhud (menyaksikan) dalam tidur. Selain istilah
Ru'yah al-Sadiqah, istilah lain seperti Ru'yah al-Hasanah dan Ru'yah Al-
Shalihah juga digunakan dalam mimpi nyata.
9. Anugrah ilahi.
bagian dari kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. 6

F. Ruang Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam


Sains adalah informasi yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik
ilmiah (metode ilmiah). Cara lain untuk mendefinisikan sains adalah sebagai
kumpulan pengetahuan sistematis yang dikembangkan melalui eksperimen
dan observasi. Dengan kata lain, pengetahuan hanya dapat dibangun,
dikembangkan, dan dipupuk. Pengetahuan tidak datang dari menonton secara
pasif. “Ilmu tidak akan maju tanpa penelitian,” demikian pepatah umum di
lapangan. Landasan untuk memajukan kemajuan ilmu pengetahuan dalam
konteks ini adalah penelitian.
Adanya kegiatan penelitian sangat penting bagi kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan penelitian adalah upaya
merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan
menemukan fakta dan memberikan interpretasi yang benar. Namun secara
6
Afifuddin Harisah, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Depublish, 2018), h.
166

8
lebih dinamis, penelitian juga berfungsi dan bertujuan untuk bersifat inventif,
yaitu terus memperbarui kesimpulan dan teori yang telah diterima
berdasarkan fakta dan kesimpulan yang telah ditemukan.
Tradisi pemikiran Islam abad pertengahan (masa klasik) menunjukkan
bahwa ilmu-ilmu agama berhasil dikembangkan oleh para ulama zaman
klasik. Pencapaian yang cukup membanggakan ini merupakan hasil penelitian
yang tak kenal lelah.
Pada tahap awal harus disadari bahwa penelitian agama sebagai ikhtiar
akademik berarti menjadikan agama sebagai sasaran penelitian. Secara
metodologis, agama harus dijadikan sebagai fenomena nyata, betapapun
abstrak rasanya. Dari sudut pandang ini, tiga kategori agama sebagai
fenomena dapat dibedakan. Yang menjadi pokok bahasan penelitian yaitu
1. Agama sebagai doktrin;
2. Dinamika dan struktur masyaraka yang dibentuk oleh agama
3. Sikap masyarakat terhadap doktrin.
Ilmu dan pengetahuan selalu berkembang dalam upaya mengikuti
perkembangan zaman. Itu masuk akal dalam terang teologi Islam. Prof. Kunto
mengatakan bahwa ada tiga cara utama untuk memperluas pengetahuan:
1. Sains diciptakan dalam lingkungan yang tertutup bagi sains atau memiliki
prinsip panduan "sains hanya untuk sains". Di lingkungan ini, para
ilmuwan tinggal di menara gading tanpa dampak pada orang atau benda di
masyarakat. Akibatnya, nilai-nilai universalis—yang tidak lebih dari
koneksi dan pengurungan abadi—berperan.
2. Sains cenderung berkembang karena bergantung pada konteks, kadang-
kadang mengambil prinsip asimilasi, kemampuan beradaptasi, dan
toleransi untuk memajukan agenda tertentu. Oleh karena itu, sains tidak
memiliki identitas yang berbeda dan memainkan fungsi berbasis identitas
semu. Dalam situasi ini, filsafat, seperti pada Abad Pertengahan,
menopang agama. Akibatnya, di bawah kendali kelompok tertentu,
kebenaran dan kenyataan.

9
3. Konteks dan pengetahuan saling berinteraksi, mendukung, dan bergantung
satu sama lain. Sains, etika, agama, seni, dan bahkan interkoneksi berbagai
disiplin ilmu semuanya memiliki tujuan dalam pengaturan ini. Lingkungan
ini melestarikan prinsip dasar "sains untuk tujuan kemajuan manusia".
Nampaknya, taktik (konteks) ketiga ini dapat mendukung tumbuhnya
pemahaman teologi Islam secara utuh dan mantap. Tiga pilar pengetahuan
(ontologi, epistemologi, dan aksiologi) adalah landasan filosofis yang harus
terus dipijak oleh pendekatan untuk kemajuan ilmu agama Islam ini.
Mengembangkan pengetahuan agama Islam membutuhkan pertimbangan baik
dari landasan filosofisnya maupun fitur operasionalnya, atau cara-cara di
mana teori-teori pengetahuan agama Islam dapat digunakan dalam dunia
nyata dan empiris.
Iman Islam melihat dirinya sebagai ilmiah. Ilmu merupakan syarat
ibadah dalam Islam. Ilmu adalah cahaya kebenaran dan jalan menuju
kemakmuran di dunia ini dan di akhirat dalam Islam, sehingga mereka yang
mencarinya dengan semangat sangat terpuji.
Menurut Kamsul Abraha, tidak ada agama lain dalam sejarah manusia
yang sebanding dengan Islam dalam hal dedikasinya terhadap penyelidikan
ilmiah. Akibatnya, pemikiran Islam pada umumnya sangat menghargai
pengetahuan, dan para penganutnya berkomitmen untuk mengoreksi
kesalahan apa pun dalam penyelidikan informasi ini. Dan pemikiran rasional
adalah saluran untuk menyelidiki kedalaman realitas. Menurut norma atau
standar pembangunan, ilmu pengetahuan terus diperbarui dan ditingkatkan.
Pengetahuan ada di ruang di mana yang tidak lengkap menjadi lengkap, yang
kabur menjadi jernih, yang terputus-putus menjadi menyatu, yang salah
menjadi lebih akurat, dan yang spekulatif menjadi lebih pasti.
Upaya umat Islam untuk memahami teks suci mengungkapkan
kekhasan ilmu yang diperoleh. Tidak ada keutamaan lain yang mengangkat
harkat dan martabat seseorang selain ilmu. Allah berfirman:

10
‫ج‬
ِ ِ‫ٰياَيُّ َه ا الَّ ِذيْ َن اٰ َمُن ْوا اِ َذا قِْي ل لَ ُك ْم َت َف َّس ُح ْوا ىِف الْ َم ٰجل‬
‫س فَافْ َس ُح ْوا َي ْف َس ِح ال ٰلّ هُ لَ ُك ْم‬ َ
ٍ ‫واِ َذا قِيل انْ ُشزوا فَانْ ُش زوا يرفَ ِع ال ٰلّه الَّ ِذين اٰمُن وا ِمْن ُكم والَّ ِذين اُوتُوا الْعِْلم در ٰج‬
‫ت‬ ‫ال‬
ََ َ ْ َْ َ ْ ْ َ َْ ُ َْ ْ ُ ُْ َ ْ َ
‫قلى َوال ٰلّهُ مِب َا َت ْع َملُ ْو َن َخبِْيٌر‬
Artinya: "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu Berlapang-
lapanglah dalum lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu, dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan
Allah Maha Mengetahui ara yang kamu kerjakan" (QS. Al-Mujadilah:
11) 7

Jadi, Al-Qur'an tidak berlawanan atau bertentangan dengan ilmu,


dengan pemahaman yang sesuai dengan kredo, terutama dalam ilmu alam.
Manfaat utama Islam adalah mengajak umat Islam untuk memasuki pintu-
pintu ilmu sekaligus mendorong mereka untuk melakukannya dalam rangka
mengejar dan memajukan ilmu tersebut. Mereka hanya percaya bahwa
mereka telah diberi izin oleh Al-Qur'an untuk maju dalam kehidupan dengan
mempelajari ilmu-ilmu yang berbeda dan dengan posisi mereka sebagai
khalifah Allah di bumi, sehingga tidak ada keuntungan membuat mereka
malas dalam mencari ilmu dan melarang mereka. untuk memperluas
penelitian dan penalaran mereka.

I. Membangun Ilmu Pengetahuan Yang Berwawasan Islam


1. Landasan Filosofis
Pada landasan filosofis ini akan diuraikan tentang landasan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Landasan oatologis perlu dikemukakan
bahwa keberadaan sesuatu itu bukan hanya materi tapi immateri juga.
Pendekatan terhadap immateri ini tidak sama dengan pendekatan materi.
Filsafat barat hanya mengakui keberadaan materi, sedangkan filsafat
keilmuan islam mengaku adanya hakikat ilmu bersifat materi dan immateri

Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya , (Semarang : Toha


7

Putra , 2016), h. 353

11
Landasan epistemologi yakni bahwa pencapaian dan dari mana ilmu
itu diperoleh tidak hanya berdasarkan positivistik dan rasionalistik tetapi
lebih dari itu yakti kebenaran etik dan transedental Landasan aksilogi
bahwa filsafat barat menganggap ilmu itu tidak terkait dengan nilai adapun
ilmu menurut pandangan islam tidak bisa dilepaskan diri dari
keterkaitannya dengan nilai. Oleh karena itulah dalam landasan aksiologi
iptek itu mesti berwawasan nilai-nilai

2. Landasan Metodologis
Hingga saat sekarang ini diakui bahwa masih langka sekali pemikiran
yang diungkapkan melaui landasan metodologis ini. Dalam perspektif
Islam diperlukan tiga langkah yaitu :
a. Mengkontruksi suatu bangunan ilmu tertentu berdasarkan konsep Iptek
yang valid
b. Menghimpun menyusun-menelaah ayat al-Quran dan hadis yang
relevan
c. Berupaya merekonstruksi bangunan teori iptek kembali berdasarkan
dari nash
Untuk mengkonstruksi ilmu yang berwawasan Islan diperlukan dua
landasan pokok yakni landasan filosofia des landasan metodologis. 8

8
Aswan, Ibid, h.113

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut studi sejarah, dikotomi ilmiah berkembang selama Renaisans
Barat. dimulai dengan penentangan komunitas intelektual Barat terhadap
kekuasaan gereja atas sektor sosio-religius dan sosio-intelektual Eropa. Pada
saat itu, gereja menetapkan ajaran Kristen sebagai standar kebenaran ilmiah.
Oleh karena itu, demi supremasi gerejawi, hasil-hasil ilmiah yang
bertentangan dengan ajaran tersebut harus ditolak.
Sudut pandang atau metode pendekatan penelitian tertentu yang
menyatukan dikenal sebagai "integrasi sains". Tidak hanya itu, upaya
dilakukan untuk mempertemukan Sunnatullah (hukum alam) dan Al-Qur'an
karena keduanya merupakan manifestasi Tuhan.
Rasionalisme, empirisme, kritik, positivisme, intuisi dan wahyu
fenomenologis, dan intuisi adalah sumber pengetahuan.
Integrasi ontologis, integrasi klasifikasi ilmiah, integrasi metodologis,
Pengalaman (empiris), Intuitif, Hati, Wahyu, Mimpi Sejati, dan rahmat Ilahi
adalah tiga komponen yang saling terkait yang membentuk sains. Komponen-
komponen ini adalah unit logis yang harus ada dan dalam urutan itu.
Adanya kegiatan penelitian sangat penting bagi kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan mengumpulkan informasi dan

13
menawarkan interpretasi yang akurat, operasi penelitian bertujuan untuk
mengembangkan masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini.
Membangun ilmu dengan perspektif Islam, khususnya melalui landasan
metodologis dan filosofis.

DAFTAR PUSTAKA

Aswan, Diktat Penidikan Islam Dala Sistem pendidikan nasional, Asahan:


Fakultas Tarbiyah, IADU, 2016

Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya , Semarang : Toha


Putra , 2016

Harisah, Afifuddin.Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta : Depublish, 2018


Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi, dan Etika,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung:
Alumni, 2002

Nata, Abuddin Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Raja Grafindo
Persada: 2012

Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Citapusta, 2016

14
15

Anda mungkin juga menyukai