Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSEP ISLAM TERHADAP ILMU PENGETAHUAN


(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat)

Guru Pembimbing :

Dr. Abdul Kholid Achmad M.Pd

Disusun oleh :

1. Kind Abdullah Fahmi 200501026


2. Novita Anggraini 200501030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Konsep Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan"
dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang sumber ilmu pengetahuan menurut islam, paradigma
sains dalam islam, sains islam, dan pandangan islam terhadap sains dan teknologi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Abdul Kholid Achmad M.Pd
selaku dosen Mata Kuliah Filsafat. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Gresik , 09 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................3
A. Sumber Ilmu Pengetahuan Menurut Islam......................................................................................3
B. Paradigma Sains Dalam Islam..........................................................................................................5
C. Sains Islam.......................................................................................................................................9
D. Pandangan Islam Terhadap Sains dan Teknologi Modern.............................................................11
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................................14
A. Kesimpulan....................................................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam telah lahir sejak 1400 tahun silam. Sepanjang sejarah itu, selain menyiarkan
ajaran agama, para pemimpin Islam juga turut menyebarkan budaya, ilmu pengetahuan,
dan teknologi pada setiap wilayah masyarakat yang didatanginya. Sejak zaman Nabi
Muhammad, Islam telah menyebar luas hingga ke luar wilayah jazirah Arab. Dan pada
masa-masa puncak kejayaan kekuasaan para khalifah agung, Islam merambah masuk
(sebagian menjadi penguasa) di Afrika, Asia Pasifik, dan Eropa bahkan juga ke
Amerika.1 Islam yang begitu cepat menyebar hampir ke seluruh dunia membawa
pandangan baru dan nilai-nilai baru dalam kehidupan masyarakat. Islam datang dengan
membawa pesan-pesan untuk sebuah kemajuan peradaban yang bernilai dan bertujuan
pada kebahagiaan yang haq bagi seluruh ummat manusia. Peradaban yang dibangun di
atas pondasi ilmu yang kuat. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam, adalah
pegetahuan sebagai kebudayaan.2 Islam yang sangat memperhatikan bahkan menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan Kedatangan Islam sendiri dengan diutusNya Nabi Muhammad
telah membawa manusia untuk berfikir, beranjak dari sebuah kemunduran dan
keterbelakangan mereka menuju kemajuan peradaban yang ideal. Kemajuan peradaban
tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam kepada umatnya agar selalu menggunakan
instrumen ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menuju kemajuan peradaban. Kemajuan
peradaban umat Islam dalam ilmu pengetahuan dapat dilihat pada era dinasti Abbasiyah
maupun pada abad pertengahan, ketika umat Islam tidak hanya tampil sebagai komunitas
ritual namun juga sebagai komunitas intelektual.3
Dapat dikatakan bahwa majunya sebuah peradaban adalah karena majunya ilmu
pengetahuan di kalangan umat manusia. Begitu juga sebaliknya kemunduran suatu
peradaban selalu diawali dengan memudarnya budaya ilmu dalam masyarakat di suatu
negeri. Ketika materi menjadi satu-satunya ukuran dalam pencapaian individu maka hal
itu harus diiringi dengan kehancuran berbagai aspek kehidupan. Termasuk bidang
1
Heri Ruslan dkk. Menyusuri Kota Jejak Kajayaan Islam. (Jakarta: Harian Republika, 2011), hlm. ii
2
Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), hlm. 8
3
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Inteletual Barat, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,
(Surabaya: Risalah Gusti, 2003), hlm. 213

1
pendidikan yang seharusnya menjadi ruh dari peradaban itu sendiri. Kondisi tersebut
terjadi karena umat Islam tidak menjadikan pendidikan sebagai sarana strategis untuk
mengembalikan kembali peradaban Islam yang telah lama tidak berkembang karena telah
tertinggal jauh dari perdaban materialistik Barat. Tanpa terciptanya tradisi intelektual
yang dilandasi oleh iman kepada Allah SWT dalam sebuah masyarakat, cita-cita tentang
kebangkitan Islam adalah utopis.4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sumber Ilmu Pengetahuan Menurut Islam?
2. Bagaimana Paradigma Sains Dalam Islam?
3. Bagaimana Sains Islam?
4. Bagaiman Pandangan Islam Terhadap Sains dan Teknologi Modern?

C. Tujuan
1. Mengetahui Sumber Ilmu Pengetahuan Menurut Islam
2. Mengetahui Paradigma Sains Dalam Islam
3. Mengetahui Sains Islam
4. Mengetahui Pandangan Islam Terhadap Sains dan Teknologi Modern

D. Manfaat
1. Dapat mengetahui tentang Sumber Ilmu Pengetahuan Menurut Islam
2. Daoat mengetahui tentang Paradigma Sains Dalam Islam
3. Dapat mengetahui tentang Sains Islam
4. Dapat mengetahui tentang Pandangan Islam Terhadap Sains dan Teknologi Modern

4
Dinar Dewi Kania. “Pemikiran Pendidikan dalam Muqaddimah Ibn Khaldun”. Tawazun Vol.4 No.4 – Juli 2010

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Ilmu Pengetahuan Menurut Islam
Landasan Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti
pengetahuan (al-ma’rifah), kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang hakikat
sesuatu yang dipahami secara mendalam. Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-Indonesia-
kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan
pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan
muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalan- persoalan duniawī dan ukhrāwī dengan
bersumber kepada wahyu Allah. Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang
berfungsi sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini adalah
petunjuk tentang ilmu dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’ān memberikan perhatian yang sangat
istimewa terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama kali turun berbunyi:
“Bacalah, dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang telah menciptakan”. Membaca, dalam
artinya yang luas, merupakan aktivitas utama dalam kegiatan ilmiah.
Besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, menarik perhatian Franz
Rosenthal, seorang orientalis, dengan mengatakan,”Sebenarnya tak ada satu konsep pun
yang secara operatif berperan menentukan dalam pembentukan peradaban Islam di segala
aspeknya, yang sama dampaknya dengan konsep ilmu. Hal ini tetap benar, sekalipun di
antara istilah-istilah yang paling berpengaruh dalam kehidupan keagamaan kaum
muslimin, seperti “tauhîd” (pengakuan atas keesaan Tuhan), “al-dîn” (agama yang
sebenar-benarnya), dan banyak lagi kata-kata yang secara terus menerus dan bergairah
disebut- sebut. Tak satupun di antara istilah-istilah itu yang memiliki kedalaman dalam
makna yang keluasan dalam penggunaannya, yang sama dengan kata ilmu itu.Tak ada
satu cabangpun dalam kehidupan intelektual kaum muslimin yang tak tersentuh oleh
sikap yang begitu merasuk terhadap “pengetahuan” sebagai sesuatu yang memiliki nilai
tertinggi, dalam menjadi seorang muslim.” Penjelasan-penjelasan al-Qur’ān dan al-Hadīts
di atas menunjukkan bahwa paradigma ilmu dalam Islam adalah teosentris. Karena itu,
hubungan antara ilmu dan agama memperlihatkan relasi yang harmonis, ilmu tumbuh dan

3
berkembang berjalan seiring dengan agama. Karena itu, dalam sejarah peradaban Islam,
ulama hidup rukun berdampingan dengan para ilmuwan. Bahkan banyak ditemukan para
ilmuwan dalam Islam sekaligus sebagai ulama. Misalnya, Ibn Rusyd di samping sebagai
ahli hukum Islam pengarang kitab Bidāyah al- Mujtahīd, juga seorang ahli kedokteran
penyusun kitab al-Kullīyāt fī al- Thibb.

Sumber, Sarana, dan Metode Ilmu Pengetahuan


Pembicaraan tentang sumber, sarana, dan metode ilmu pengetahuan dalam
Filsafat Ilmu dikenal dengan epistemologi atau teori ilmu pengetahuan. Jika ilmu
pengetahuan dalam Islam bisa dicapai melalui tiga sumber/alat; indra, akal budi, dan hati,
maka dalam epistemologi Barat, pengetahuan ilmiah hanya bisa diraih melalui indra dan
akal. Penggunaan kedua alat ini sebagai sumber ilmu pengetahuan didahului konflik
tajam ilmuwan Barat selama kurang lebih dua abad. Konflik tersebut tercermin dalam
dua aliran filsafat, yakni Rasionalisme dan Empirisme.
Rasionalisme yang dipelopori Rene Descartes (1596- 1650) berpandangan bahwa
sumber pengetahuan yang dipandang memenuhi syarat ilmiah adalah akal budi. Akal
merupakan satu- satunya sumber pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang diperoleh
melalui akal tidak mungkin salah. Sementara itu empirisme berpendapat bahwa sumber
satu-satunya pengetahuan manusia adalah pengalaman indrawi, yakni pengalaman yang
terjadi melalui dan berkat bantuan panca indra. Dalam pandangan kaum empiris, panca
indra memainkan peranan penting dibanding akal budi karena; pertama, semua proposisi
yang diucapkan manusia merupakan hasil laporan dari pengalaman. Kedua, manusia
tidak memiliki konsep atau ide apapun tentang sesuatu kecuali yang didasarkan pada apa
yang diperoleh dari pengalaman. Ketiga, akal budi hanya bisa berfungsi apabila memiliki
acuan ke realitas atau pengalaman. Konflik antara pendukung rasionalisme dan
empirisme akhirnya bisa didamaikan oleh Immanuel Kant dengan melakukan sintesis
terhadap keduanya, yang kemudian disebutkan dengan kritisisme atau rasionalisme kritis.
Menurut Kant terdapat dua unsur penting yang ikut melahirkan pengetahuan manusia,
yaitu; pancaindra dan akal budi. Semua pengetahuan manusia tentang dunia bersumber
dari pengalaman indrawi. Namun akal budi ikut menentukan bagaimana manusia
menangkap fenomina di sekitarnya, karena dalam akal budi sudah ada “kondisi-kondisi”

4
tertentu yang memungkinkan manusia menangkap dunia sebagaimana adanya. Kondisi-
kondisi tersebut mirip dengan kacamata yang dipakai seseorang ketika melihat berbagai
obyek di sekitarnya. Kacamata itu sangat mempengaruhi pengetahuan orang tersebut
tentang obyek yang dilihat.5

B. Paradigma Sains Dalam Islam


Peradaban islam memiliki ciri -- ciri yang menonjol yaitu rasa ingin tahu yang
bersifat ilmiah dan penyelidikan -- penyelidikan ilmiah yang sistematis. Islam memiliki
kepedulian penuh kepada umatnya agar terus untuk menggali potensi agar menjadi
peradaban yang maju. Dalam konteks ini, tidak ada pertentangan antara sains dan Al-
Qur'an.
Pandangan islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa islam tidak pernah
mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru islam sangat mendukung umatnya
untuk melakukan penelitian dalam bidang apapun, termasuk sains dan teknologi.
Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan sains dan teknologi canggih untuk
mengatasi berbagai masalah kehidupannya, namun disisi lain sains dan teknologi canggih
tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia. Untuk itu,
munculnya gagasan tentang Islamisasi Sains dan Teknologi. Tujuan gagasan tersebut
adalah agar sains dan teknologi dapat membawa kesejahteraan bagi umat manusia.
Epistimologi islam tersebut pada hakikatnya menghendaki, bahwa sains dan teknologi
harus mengakui adanya nilai -- nilai kemanusiaan yang universal.
Al - Quran adalah inspirator, maknanya bahwa dalam Al - Quran banyak
terkandung teks - teks (ayat - ayat) yang mendorong manusia untuk melihat, memandang,
berpikir, serta mencermati fenomena - fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang
menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al - Quran menantang manusia
untuk menggunakan akal pikirannya seoptimal mungkin.
Al - Quran memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah
diketahui maupun belum diketahui. Innormasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi
disebutkan berulang - ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan
nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian

5
Kosim, M. (2008). Ilmu Pengetahuan Dalam Islam (Perspektif Filosofis-Historis). Tadris: Jurnal Pendidikan
Islam, 3(2).

5
ilmiah terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap
lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa - bangsa zaman dahulu. Menurut
firman Allah SWT: "Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan
menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ..." ( QS.
Yunus ayat 101).
Memahami lebih dalam tentang sains dan teknologi adalah satu -- satunya alat
untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang Allah SWT dan
menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat islam. Oleh sebab itu sains dipelajari
untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT dengan mencoba memahami ayat -- ayatNya.
Prinsip -- prinsip pandangan islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui dari
analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW: "Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam (tulis baca). Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."
(QS al-'Alaq: 1-5)
Kata Iqra' diambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun
lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui
ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun tidak. Sedangkan dari segi
obyeknya, perintah iqra' itu mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh manusia.
Ayat tersebut merupakan suatu dukungan yang Allah berikan kepada hambanya untuk
terus menggali, memperdalam dan memperhatikan apa yang ada di alam semesta
termasuk sains dan teknologi. Selain memuat banyak tentang pengembangan sains, Al-
Quran juga dijadikan inspirasi ilmu dan pedoman dalam pengembangan pemikiran
sehingga dapat terciptanya penemuan -- penemuan baru yang bermanfaat bagi kehidupan.
Dalam pandangan Islam sains dan teknologi juga di gambarkan sebagai cara mengubah
suatu sumber daya menjadi sumber daya lain yang lebih tinggi nilainya hal ini tercermin
dalam surat Ar Ra'd ayat 11 yaitu : "Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu
kaum sehinggamereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Al-Quran telah
mendorong manusia untuk berteknologi supaya kehidupan mereka meningkat. Upaya ini
harus merupakan rasa syukur atas keberhasilannya dalam merubah nasibnya. Dengan

6
perkataan lain rasa syukur atas keberhasilannya dimanifestasikan dengan
mengembangkan terus keberhasilan itu sehingga dari waktu ke waktu keberhasilan itu
akan selalu maningkat terus. 
Ilmuwan muslim seharusnya menaruh perhatian pada ajaran agama baik ketika
akan melakukan riset, menerima teori atau mengembangkan sains dan teknologi sebab
apa yang dihasilkannya sepenuhnya untuk kebutuhan manusia, sedangkan agama (Islam)
suatu sistem nilai hidup didunia yang mengantarkan hidup yang kekal dan sesungguhnya
kehidupan. 
Jadi, yang dimaksud menjadikan aqidah Islam sebagai landasan sains dan
teknologi bukanlah bahwa konsep sains dan teknologi bersumber kepada Al-Quran dan
al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa sains dan teknologi harus berstandar pada Al-
Quran dan al-Hadits. Ringkasnya, Al-Quran dan al-Hadits adalah standar sains dan
teknologi, dan bukannya sumber sains dan teknologi. 
Artinya, apa pun konsep sains dan teknologi yang dikembangkan, harus sesuai
dengan Al-Quran dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangandengan Al-Quran dan al-
Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan Al-Quran dan al-Hadits, maka
konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa
manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun
berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi
manusia modern sekarang.
Maka Paradigma Islam ini menyatakan bahwa aqidah Islam harus dijadikan
landasan pemikiran bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi
aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi
standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, harus
ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Manusia yang beriman dan bertaqwa akan memanfaatkan kemajuan sains dan
teknologi. menjaga, memelihara, melestarikan, keberlangsungan hidup manusia dan
keseimbangan ekologi dan bukan untuk kerusakan di bumi. Firman Allah SWT: "Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,

7
supaya Allah merasakan kepada merekasebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS.Ar.Ruum ayat 41)
Dari ayat diatas menjelaskan kerusakan yang disebabkan oleh tangan-tangan
manusia yang akan berdampak kembali pada manusia itu sendiri. Kejadian ini telah
terasa salah satunya disebabkan oleh penyalahgunaan sains dan teknologi. 
Pada dasarnya sains dan teknologi dalam islam di arahkan untuk meningkatkan
kualitas kemanusiaan. Sains dan teknologi merupakan alat atau media bukan tujuan. Oleh
karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi jangan sampai mengatur manusia sebagai
penciptannya. Untuk itu diperlukan upaya - upaya untuk menyertakan nilai - nilai ke
dalam sains dan teknologi yang disebut dengan Islamisasi ilmu pengetahuan "Islamisasi
ilmu pengetahuan bertujuan untuk menyertakan nilai - nilai islam ke dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ilmu tidak berdiri sendiri di tempat netral namun
menjadi dasar pemikiran ilmiah saat ini"
Jadi cara islam sendiri memflter ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu sesuai
dengan paradigma islam yaitu Aqidah islam sebagai dasar sains dan teknologi dan syariat
islam menjadi standarisasi sains dan teknologi.
Di dalam Al-Quran disebutkan juga secara garis besar tentang teknologi. Yaitu
tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya tentang penciptaan
mahluk hidup termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya dipacu akalnya
untuk menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya.
Pada dasarnya sains dan teknologi dalam islam di arahkan untuk meningkatkan
kualitas kemanusiaan. Sains dan teknologi merupakan alat atau media bukan tujuan. Oleh
karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi jangan sampai mengatur manusia sebagai
penciptannya. Untuk itu diperlukan upaya - upaya untuk menyertakan nilai - nilai ke
dalam sains dan teknologi yang disebut dengan Islamisasi ilmu pengetahuan "Islamisasi
ilmu pengetahuan bertujuan untuk menyertakan nilai - nilai islam ke dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ilmu tidak berdiri sendiri di tempat netral namun
menjadi dasar pemikiran ilmiah saat ini"

8
Jadi cara islam sendiri memfilter ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu sesuai
dengan paradigma islam yaitu Aqidah islam sebagai dasar sains dan teknologi dan syariat
islam menjadi standarisasi sains dan teknologi.6

C. Sains Islam
Dalam kajian Filsafat Ilmu, problem demarkasi dipopulerkan oleh Karl R. Popper
pada awal abad 20. Popper adalah seorang ahli filsafat ilmu asal Wina Austria yang
awalnya bergabung dalam kelompok Vienna Circle yang mengembangkan Positivisme
Logis, namun akhirnya berbalik menjadi filsuf yang paling lantang mengkritik pendapat
kelompok tersebut. Inti gagasan Popper ini adalah menemukan garis pemisah antara ilmu
dan yang bukan ilmu, antara yang ilmiah dengan yang tidak ilmiah, dengan memberikan
kriteria secara ketat terhadap apa yang disebut dengan ilmu (science) itu. Jika melihat
maksud demarkasi ini, sebenarnya bisa juga dikatakan bahwa ia merupakan isu tertua
dari filsafat keilmuan, karena sepanjang sejarahnya, refleksi kefilsafatan memang selalu
dalam kerangka kebenaran pengetahuan dengan merontokkan “godaan” apa saja yang
mengurangi tingkat kebenaran pengetahuan. Tampaknya pokok pembicaraan filsafat
semacam ini terus berlangsung hingga hari ini, maka bisa jadi “demarkasi” menjadi
persoalan keilmuan sepanjang masa (perennial problem). Kaitannya dengan Sains Islam,
persoalan filsafat keilmuan yang muncul kemudian adalah, apakah Sains Islam dapat
lolos dari “ujian” demarkasi ini? Sebagai bangunan keilmuan (scientific building) sudah
tentu Sains Islam tidak dapat menghindar untuk tidak memasuki diskursusnya. Maka mau
tidak mau, “ujian” demarkasi itu harus dilalui Sains Islam sebagaimana pengetahuan pada
umumnya, sekaligus untuk membuktikan bahwa Sains Islam itu juga ilmiah.
Jika dirunut dari awal perkembangan filsafat, pembicaraan tentang hakikat hidup,
hakikat realitas, dan hakikat pengetahuan oleh para filsuf klasik, seperti Socrates, Plato,
dan Aristoteles, sejarah mencatat, merupakan awal tumbuh kembangnya satu “spesies”
pengetahuan filsafat yang membedakan diri dengan “pengetahuan” mitologi yang telah
lebih dulu mewabah pada masyarakat manusia. Garis pembedanya, jika yang disebut
pertama dapat dijelaskan proses penemuannya, sedangkan yang disebut kedua umumnya
berkembang dari generasi ke generasi pada tradisi tertentu, sehingga hanya diterima saja

6
https://www.kompasiana.com/dindaborumufarrokhahsiregar2275/5d25e1d9097f3634b204b232/paradigma-
islam-terhadap-sains-dan-teknologi?page=2 ( diakses pada tanggal 9 juni 2021)

9
tanpa ada penjelasan yang cukup. Pada tahap ini, problem demarkasi bisa juga dimaknai
sebagai genderang perang melawan mitos yang dimengerti tidak memenuhi kriteria
pengetahuan yang benar.
“Penjelasan” yang cukup terhadap proses penemuan pengetahuan (untuk ini
Popper menyebutnya dengan logic of scientific discovery) tampaknya merupakan kata
kunci dari kriteria ilmiah yang paling dasar. Disebut demikian, karena pembicaraan ini
sudah dimulai oleh para filsuf Yunani generasi awal sebagaimana disebut di atas.
Socrates dan Plato misalnya mengajukan proses “transendensi” untuk menggapai
idealisme atau pengetahuan hakiki.5 Sedangkan Aristoteles menjelaskannya dengan
proses abstraksi untuk membangun konsep yang benar sebelum dibuat suatu proposisi,
dan dari proposisi lalu dibuat silogisme. Proses demikian ini menjadi jalan bagi manusia
untuk membangun pengetahuan yang benar, yang oleh Aristoteles disebut dengan
hylemorphy, yaitu menyatunya antara form dan matter, antara hukum pikir dengan isi
pemikiran. Konsep-konsep kunci dari Aristoteles ini menjadi pembahasan menarik dalam
Ilmu Logika/ mantik, suatu ilmu yang membicarakan satu model berpikir yang menjadi
basis bagi terbangunnya pengetahuan yang benar.7 Maka kata “penjelasan” berarti juga
logis atau rasional, karena memang hanya yang logis yang bisa dijelaskan, dan sebaliknya
tak akan ada penjelasan untuk hal-hal yang tidak logis.
“Aroma” demarkasi juga tercium oleh para filsuf muslim generasi awal, tak
terkecuali juga oleh para mutakallimun (teolog muslim), dan tentu saja juga oleh para
teolog Barat di Abad Pertengahan. Maka wajar jika tawaran Aristoteles menjadi sangat
mudah diterima, bahkan kemudian menjadi satu mode pemikiran tersendiri yang terkenal
dengan masya>’i (peripatetik) yang diidentikkan dengan pemikiran Aristoteles. Beberapa
filsuf Muslim seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Gazali, dan Ibn Rusyd, tidak hanya
berjasa mengembangkan ilmu mantiq di dunia Islam, tetapi juga menjadikannya sebagai
basis filosofis untuk pengembangan keilmuan yang mereka bangun. Tidak jauh berbeda
dengan apa yang terjadi pada para filsuf Yunani di atas, karya-karya para filsuf Muslim
yang sarat mantiq ini juga kemudian menjadi semacam pencerahan di tengah-tengah
tradisi nujūm dan kahn yang menjadi spirit dari karya syair dan karya-karya mitologi
lainnya. Demikian juga bagi para mutakallimun, mantiq kecuali digunakan untuk
membangun argumen dan keilmuan juga menghindari kesesatan berpikir dalam

10
menghadapi “lawan” debatnya. Hal yang kurang lebih sama juga terjadi pada para teolog
Barat. Intinya, penjelasan logis terhadap proses penemuan, menjadi garis pemisah antara
ilmu dan yang bukan ilmu, yang kala itu didominasi oleh mitos.
Lahirnya Renaisance pada abad ke-16 adalah akhir dari abad Pertengahan
sekaligus menandai lahirnya masyarakat modern dengan Rene Descartes sebagai juru
bicaranya. Sejak itu, hasil kreatifitas alam pikir Abad Pertengahan diruntuhkan satu
persatu. Semua makna dunia objektif tradisional dipertanyakan dan disangsikan secara
metodis, sehingga Descartes sampai pada suatu kesimpulan: cogito ergo sum (aku
berpikir maka aku ada). Penyangsian secara radikal untuk mencapai kesadaran murni nan
sejati inilah hakikat pengetahuan yang digagas Descartes.9 Maka kabar apapun dan dari
manapun termasuk dari tradisi, budaya, dan agama, jika tidak lolos dari ujian
“penyangsian” akan ditolak, sebaliknya jika dapat lolos dari ujian rasional ini akan
diterima sebagai kebenaran. Apa yang ditemukan Descartes pada taraf epistemologis ini
adalah peranan mutlak subjek dalam membentuk realitas. Maka dalam sejarah
epistemologi, filsuf ini telah membawa isu pengetahuan dari wilayah objek ke subjek.
Subjeklah yang membangun dan menciptakan realitas yang diketahui, sehingga menjadi
ada. Penekanan pada sisi subjek ini berkembang terus dalam filsafat rasionalis Prancis
dan Jerman, dari Descartes melewati Leibniz sampai pada Kant di satu pihak, tetapi juga
dalam tradisi Anglo-Saxon yang epistemologinya lebih berorientasi psikologis, seperti
tampak dalam filsafat Hobbes, Locke, Berkeley, dan Hume di lain pihak. Adalah jasa
Immanuel Kant yang bukan hanya meradikalkan penekanan Descartes atas subjek,
melainkan juga memperlihatkan the conditions of possibility dari pikiran manusia.
Seperti kita ketahui, konsepsi Kant tentang proses pengetahuan manusia adalah suatu
proses sintesa antara apa yang ia sebut dengan apriori dan aposteriori. Yang pertama
merupakan aktivitas rasio yang aktif dan dinamis dalam membangun dan berfungsi
sebagai bentuk (form) pengetahuan, yang terdiri dari kategori-kategori.
Pada wilayah paradigma ini, historisitas sains menjadi terbukti, karena memang
ada beberapa faktor lain di luar keilmuan yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam
bangunan keilmuan, seperti faktor ekonomi, politik, budaya, bahkan ideologi. Maka

11
semakin membuka jalan bagi masuknya berbagai nilai dalam bangunan keilmuan sains,
termasuk nilai etis-religious sebagaimana dicita-citakan Sains Islam.7

D. Pandangan Islam Terhadap Sains dan Teknologi Modern


Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam tidak pernah
mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung umatnya
untuk melakukan penelitian dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan
teknologi. Bagi Islam, sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu
digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini
merupakan anugerah bagi manusia sebagai khalifatullah di bumi untuk diolah dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya
dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

َ ُّ‫)ا ْق َرْأ َو َرب‬٢( ‫ق‬


‫) َعلَّ َم اإل ْن َسانَ َما لَ ْم‬٤( ‫) الَّ ِذي َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬٣( ‫ك األ ْك َر ُم‬ ٍ َ‫ق اإل ْن َسانَ ِم ْن َعل‬ َ ِّ‫ا ْق َرْأ بِاس ِْم َرب‬
َ َ‫ك الَّ ِذي َخل‬
َ َ‫) خَ ل‬١( ‫ق‬
)٥( ‫يَ ْعلَ ْم‬

Artinya:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5).
Ayat lain yang mendukung pengembangan sains adalah firman Allah Swt. yang
berbunyi bahwa:
‫)الَّ ِذينَ يَ ْ•ذ ُكرُونَ هَّللا َ قِيَا ًم•ا َوقُعُ•ودًا‬١٩٠( ‫ب‬ ْ ‫ت ألولِي‬
ِ ‫األلبَ•ا‬ ٍ ‫•ار آليَ•ا‬ ِ َ‫الف اللَّي ِْل َوالنَّه‬
ِ ِ‫اخت‬ ْ ‫ض َو‬ ِ ْ‫ت َواألر‬ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬ ِ ‫ِإ َّن فِي خَ ْل‬
)١٩١ ( ‫ار‬ ِ َّ‫اب الن‬ َ ‫ك فَقِنَ••ا َع• َذ‬ ِ •َ‫ض َربَّنَ••ا َم••ا َخلَ ْقتَ هَ• َذا ب‬
َ َ‫•اطال ُس•ب َْحان‬ ِ ْ‫ت َواألر‬ ِ ‫اوا‬ َّ ‫•ق‬
َ ‫الس• َم‬ ِ •‫َو َعلَى ُجنُ••وبِ ِه ْم َويَتَفَ َّكرُونَ فِي خَ ْل‬
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-si. Maha Suci Engkau, Maka peliharalah
kami dari siksa neraka. QS. Ali-Imran: 190-191).
7
Muslih, M. (2014). Sains Islam Dalam Diskursus Filsafat Ilmu. Kalam, 8(1), 1-26.

12
Ayat-ayat di atas adalah sebuah support yang Allah berikan kepada hambanya
untuk terus menggali dan memperhatikan apa-apa yang ada di alam semesta ini. Sebuah
anjuran yang tidak boleh kita abaikan untuk bersama-sama melakukan penggalian
keilmuan yang lebih progresif sehingga mencapai puncak keilmuan yang dikehendaki
Tuhan. Tak heran, kalau seorang ahli sains Barat, Maurice Bucaile, setelah ia melakukan
penelitian terhadap Alquran dan Bibel dari sudut pandang sains modern, menyatakan
bahwa:
“Saya menyelidiki keserasian teks Qur’an dengan sains modern secara objektif dan tanpa
prasangka. Mula-mula saya mengerti, dengan membaca terjemahan, bahwa Qur’an
menyebutkan bermacam-macam fenomena alamiah, tetapi dengan membaca terjemahan
itu saya hanya memperoleh pengetahuan yang ringkas. Dengan membaca teks Arab
secara teliti sekali saya dapat menemukan catatan yang membuktikan bahwa Alquran
tidak mengandung sesuatu pernyataan yang dapat dikritik dari segi pandangan ilmiah di
zaman modern”.
Selain banyak memuat tentang pentingnya pengembangan sains, Alquran juga
dapat dijadikan sebagai inspirasi ilmu dan pengembangan wawasan berpikir sehingga
mampu menciptakan sesuatu yang baru dalam kehidupan. Hanya saja, untuk menemukan
hal tersebut, dibutuhkan kemampuan untuk menggalinya secara lebih mendalam agar
potensi alamiah yang diberikan Tuhan dapat memberikan kemaslahatan sepenuhnya bagi
keselarasan alam dan manusia. Lebih jauh Osman Bakar mengungkapkan bahwa dalam
Islam, kesadaran religius terhadap tauhid merupakan sumber dari semangat Ilmiah dalam
seluruh wilayah pengetahuan. Oleh karena itu, tradisi intelektual Islam tidak menerima
gagasan bahwa hanya ilmu alam yang ilmiah atau lebih ilmiah dari ilmu-ilmu lainnya.
Demikian pula, gagasan objektivitas dalam kegiatan ilmiah menurutnya tidak dapat
dipisahkan dari kesadaran religius dan spiritual.
Kendati demikian, Alquran bukanlah kitab sains dan terlebih lagi pada
pendekatan Bucaillisme melekat bahaya besar. Yaitu meletakkan sains ke dalam bidang
suci dan membuat wahyu Ilahi menjadi objek pembuktian sains Barat. Jika suatu teori
tertentu yang “dibenarkan” Alquran dan diterima luas saat ini, kemudian satu ketika teori
ini digugurkan, apakah itu berarti bahwa Alquran itu sah hari ini dan tidak sah hari esok?
Yang tepat dilakukan ilmuwan muslim adalah memposisikan Alquran sebagai petunjuk

13
dan motivasi untuk menemukan dan mengembangkan sains dan teknologi dengan ilmiah,
benar dan baik.8

8
http://mahadaljamiah.uinjkt.ac.id/?p=705 (diakses pada tanggal 9 juni 2021)

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam yang begitu cepat menyebar hampir ke seluruh dunia membawa pandangan
baru dan nilai-nilai baru dalam kehidupan masyarakat. Islam datang dengan membawa
pesan-pesan untuk sebuah kemajuan peradaban yang bernilai dan bertujuan pada
kebahagiaan yang haq bagi seluruh ummat manusia. Peradaban yang dibangun di atas
pondasi ilmu yang kuat. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam, adalah pegetahuan
sebagai kebudayaan.
Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam tidak pernah
mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung umatnya
untuk melakukan penelitian dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan
teknologi. Bagi Islam, sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu
digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini
merupakan anugerah bagi manusia sebagai khalifatullah di bumi untuk diolah dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kendati demikian, Alquran bukanlah kitab sains
dan terlebih lagi pada pendekatan Bucaillisme melekat bahaya besar. Yaitu meletakkan
sains ke dalam bidang suci dan membuat wahyu Ilahi menjadi objek pembuktian sains
Barat. Jika suatu teori tertentu yang “dibenarkan” Alquran dan diterima luas saat ini,
kemudian satu ketika teori ini digugurkan, apakah itu berarti bahwa Alquran itu sah hari
ini dan tidak sah hari esok? Yang tepat dilakukan ilmuwan muslim adalah memposisikan
Alquran sebagai petunjuk dan motivasi untuk menemukan dan mengembangkan sains
dan teknologi dengan ilmiah, benar dan baik.

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh sebab
itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan
makalah di atas.

15
DAFTAR PUSTAKA
Dinar Dewi Kania. “Pemikiran Pendidikan dalam Muqaddimah Ibn Khaldun”. Tawazun
Vol.4 No.4 – Juli 2010

Heri Ruslan dkk. Menyusuri Kota Jejak Kajayaan Islam. (Jakarta: Harian Republika,
2011), hlm. Ii

https://www.kompasiana.com/
dindaborumufarrokhahsiregar2275/5d25e1d9097f3634b204b232/paradigma-
islam-terhadap-sains-dan-teknologi?page=2

Kosim, M. (2008). Ilmu Pengetahuan Dalam Islam (Perspektif Filosofis-


Historis). Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, 3(2).

Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), hlm. 8

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Inteletual Barat, Deskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), hlm. 213

Muslih, M. (2014). Sains Islam Dalam Diskursus Filsafat Ilmu. Kalam, 8(1), 1-26.

16

Anda mungkin juga menyukai