Anda di halaman 1dari 20

KONSEP ISLAM

SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN ILMIAH

Tim Dosen :
Dr. Abdul Syukur, M.Ag
Dr. Umi Hiriyah, M.Pd

Disusun Oleh :
Nama : Nurlela
NPM : 1686108036
Kelas :A
Jurusan : PAI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LAMPUNG


(IAIN) RADEN INTAN LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR

Alhamduliilahirobbil'alamin, penulis memuji syukur kehadirat Allah SWT


karena sampai detik ini Allah SWT masih bermurah hati memberikan segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah " KONSEP ISLAM
SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN ILMIAH" yang disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah. Salam sejahtera semoga tetap tercurahkan pada nabi
Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil'alamin. Semoga kelak kita menjadi salah
satu umatnya yang mendapatkan syafa'at dari beliau. Amin, Ya Robbal'alamin.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik dan segi moril maupun materil
dan yang secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai hamba Allah Swt,
penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari sempurna.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi memperoleh basil yang lebih baik dikesempatan
mendatang.

Pringsewu, 24 Januari 2016


Penyusun

NURLELA, S.Ag

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan ................................. 4
2.2 Telaah Islamisasi Pengetahuan ....................................................... 5
2.3 Tantangan Ilmu-ilmu Islam di Tengah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Moderen ................................................................... 10
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN Seiring dengan perkembangan
kemajuan sains dan teknologi di Barat, nilai-nilai agama berangsur-angsur
bergeser bahkan bersebrangan dengan ilmu. Bagi kalangan ilmuwan Barat,
agama adalah penghalang kemajuan karena beranggapan jika ingin maju
agama tidak boleh lagi mengurus masalah-masalah yang berkaitan dengan
dunia seperti politik dan sains. Revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial
politik di Perancis pada paruh ke-dua abad ke-18, merupakan titik awal
pencerahan (renaissance) di Eropa menuju peradaban modern. Hal inilah
yang mengantarkan Barat mencapai sukses luar biasa dalam
pengembangan teknologi masa depan. Sedangkan ummat Islam malah
mengalami kemunduran-kemunduran sistematik dalam alur peradabannya.
Praktis dunia Islam dewasa ini merupakan kawasan bumi yang paling
terbelakang di antara penganut-penganut agama besar di dunia dikarenakan
begitu rendahnya kemajuan yang diraih dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bahkan ummat Islam menjadi penonton bahkan terbuai oleh
kenikmatan semu yang disuguhkan oleh Barat dengan kecanggihan
teknologinya.
Sejak terjadinya pencerahan di Eropa, perkembangan ilmu-ilmu
rasional dalam semua bidang kajian sangat pesat dan hampir keseluruhannya
dipelopori oleh ahli sains dan cendikiawan Barat. Akibatnya, ilmu yang
berkembang dibentuk dari acuan pemikiran filsafah Barat yang dipengaruhi
oleh sekularisme dan materialisme. Sehingga konsep, penafsiran dan makna
ilmu itu sendiri tidak bias terhindarkan dari pengaruh pemikirannya. Ummat
Islam mempelajari sains barat tanpa menyadari kaitan temali historis Barat
dan ilmu-ilmu Barat, sehingga ummat Islam pun terjatuh dalam hegemoni
Barat dan proses ini mengakibatkan esensi peradaban Islam semakin tidak
berdaya di tengah kemajuan peradaban Barat yang sekuler.

1
Menghadapi keadaan yang demikian itu, ummat Islam mencari sebab-
sebabnya. Sebab-sebab tersebut yang utama di antaranya karena ummat Islam
tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya
perpecahan. Di kalangan ummat Islam paling kurang timbul sikap
menghadapi keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut
sebagai berikut:
1. Sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal
dari Barat sebagai ilmu pengetahuan yang sekuler. Karena itu ilmu
tersebut harus ditolak.
2. Sikap yang didasarkan pada asumsi bahw ailmu pengetahuan Barat
sebagai ilmu yang bersifat netral. Karenanya ilmu tersebut harus diterima
apa adanya tanpa disertai rasa curiga dan sebagainya.
3. Sikap yang diadasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang
berasal dari Barat sebagai ilmu yang bersifat sekuler dan materialisme.
Namun diterima oleh ummat Islam dengan terlebih dahulu dilakukan
proses Islamisasi.[1]

Islamisasi ilmu pengetahuan telah menjadi tema dan term popular di


kalangan intelektual Islam, di Indonesia maupun di negara-negara lain. Hal
tersebut tidak lepas dari kesadaran ber-Islam di tengah pergumulan dunia
global yang sarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di
Ameriaka istilah ini telah menjadi simbol dari sebuah keinginan besar untuk
member warna Islam pada berbagai disiplin ilmu. Dengan sebuah konsep
bahwa ummat Islam akan maju dan dapat menyusul Barat mana kala mampu
mentransformasiakan ilmu pengetahuan dalam memahami wahyu atau
memahami wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.[2]
Hal inilah yang memunculkan untuk mempertemukan kelebihan-
kelebihan di antara keduanya, sehingga lahir keilmuan baru yang modern
tetapi tetap bersifat relegius dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian
dikenal dengan istilah Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dari latar belakang masalah di atas, penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang melatar belakangi adanya Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
2. Bagaimana telaah Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologi Islamisasi
Ilmu Pengetahuan?
3. Bagaimana tantangan ilmu-ilmu keIslaman di tengah perkembangan ilmu
pengetahuan modern?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Pandangan Islam terhadap ilmu menjadi landasan bagi pengembangan
ilmu disepanjang sejarah kehidupan ummat Islam, sejak dari zaman klasik
sampai sekarang. Sejak kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan
yang begitu besar terhadap ilmu dan menawarkan cahaya untuk mengubah
jahiliyah menuju masyarakat yang berilmu dan beradab.
Proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung
sejak permulaan Islam hingga zaman kita sekarang ini. Ayat-ayat yang
diwahyukan kepada Nabi saw secara jelas menegaskan semangat Islamisasi
Ilmu Pengetahuan, yaitu ketika Allah menekankan bahwa Dia adalah sumber
dan asal ilmu manusia.
Pada sekitar abad ke-8 masehi, pada masa pemerintahan Daulah
Abbasiyah, proses Islamisasi ilmu ini berlanjut secara besar-besaran dengan
dilakukannya penerjemahan terhadap karya-karya dari Persia dan Yunani.
Salah satu karya besar tentang usaha Islamisasi ilmu adalah hadirnya karya
Imam al-Ghazali Tahafut al-Falasifah. Hal yang demikian walaupun tidak
menggunakan pelabelan Islamisasi, tetapi aktivitas yang sudah mereka
lakukan semisal dengan makna Islamisasi.
Ada dua tokoh yang dianggap sebagai pencetus gagasan Islamisasi
Pengetahuan yaitu Ismail Raji al-Faruqi (seorang sarjana yang mendirikan
lembaga International Institute of Islam Thought di Amerika Serikat) serta
Syed M. Naquib al- Attas (seorang sarjana Budaya Melayu yang membentuk
lembaga International Institute of Islam Thought and Civilization di Kuala
Lumpur).[3]Gagasan ini timbul sejak dasawarsa 1970-an.
Munculnya ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan disebabkan adanya premis
bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Ilmu-ilmu yang terkontaminasi
oleh premis demikian dan telah melalui proses sekularisasi dan westernisasi
yang tidak lagi sesuai dengan kepercayaan, justru ini akan membahayakan
ummat Islam. Naquib al-Attas menegaskan bahwa ilmu itu tidaklah bebas

4
nilai tapi sarat akan nilai. Sedangkan al Faruqi menjelaskan bahwa akibat
kemunduran ummat Islam, karena adanya system pendidikan yang berusaha
menjauhkan ummat Islam dari agamanya sendiri dan dari sejarah
kegemilangan yang seharusnya dijadikan kebanggaan tersendiri atas agama
Islam. Oleh sebab itu ia memberikan solusi, yaitu perlunya perbaikan system
pendidikan yang memadukan antara ilmu-ilmu umum dan agama sebagai
langkah membentuk peradaban Islam yang sempurna.[4]
Pada akhir abad 20-an, konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan mendapat
kritikan dari kalangan pemikir Muslim sendiri, seperti Fazlul Rahman,
Muhsin Muhdi, Abdus Salam Soroush, Bassam Taibi dan lainnya. Fazlul
Rahman misalnya mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat di
Islamkan karena tidak ada yang salah dalam ilmu pengetahuan.[5]
Walaupun dalam perkembangannya Islamisasi Ilmu Pengetahuan
dikritik, tetapi gagasan Islamisasi ini merupakan suatu revolusi epistemologis
yang merupakan jawaban terhadap krisis epistemology yangh bukan hanya
melanda dunia Islam tapi juga budaya dan peradaban Barat Sekuler.

2.2 Telaah Islamisasi Pengetahuan


1. Telaah Ontologis
Islamisasi berasal dari kata Islamization yang berarti peng-
Islaman.[6]Islamisasi merupakan salah satu istilah yang paling popular
dipakai dalam konteks integrasi ilmu-ilmun agama dan ilmu-ilmu umum.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan menurut al-Attas adalah pembebasan
manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur nasional( yang
bertentangan dengan Islam) dan belenggu paham sekuler dan tidak adil
terhadap hakikat diri atau jiwayanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya
cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya dan berbuat
tidak adil terhadapnya. Sedangkan al-Faruqi berpendapat bahwa Islamisasi
Ilmu Pengetahuan adalah usaha untuk mendefenisi kembali, menyusun
ulang data, memikirkan kembali argument dan rasionalisasi yang berkaitan
dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran,
memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu

5
sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam
dan bermanfaat bagi cita-cita.[7]
Secara ontologis, Islamisasi Ilmu Pengetahuan memandang bahwa
dalam relitas alam semesta, sosial dan historis ada hukum-hukum yang
mengatur. Pandangan akan adanya hukum alam tersebut sama dengan
kaum sekuler tetapi dalam pandangan Islam hukum tersebut adalah ciptaan
Allah.
Al-Quran berisi petunjuk tentang obyek studi (ontologis) yang lengkap
dengan perintah mempelajari segala apa yang ada di langit dan di bumi
dan di antara keduanya. Allah telah menunjukkan obyek ilmu itu tidaklah
berarti pembatasan bagi manusia untuk membatasi diri hanya mempelajari
obyek yang ada, namun bagi manusia untuk mengembangkan lebih maju
lagi pencarian ilmunya. Yang perlu diperhatinkan bahwa petunjuk
ontologis dari al-Quran boleh jadi sederhana tapi mempunyai makna
konotasi yang luas dan mendalam.[8]Sebagaimana contoh QS Abasaa
(80): 24 Allah berfirman:


Artinya: Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.

Dengan perintah yang sangat singkat ini, manusia dapat menentukan


objek ilmu untuk dipelajari yang tiada akhirnya. Dalam konteks ini untuk
memahami nilai-nilai kewahyuan, ummat Islam harus memanfaatkan ilmu
pengetahuan. Karena realitasnya saat ini, ilmu pengetahuanlah yang amat
berperan dalam menentukan tingkat kemajuan ummat manusia. Dengan
demikian dapat dipahami untuk mengulang kembali kesuksesan yang
pernah diraih di masa silam, Islamisasi Ilmu Pengetahuan harus tetap
digalakkan.

2. Telaah Epistemologis
Epistemologi adalah ilmu yang membahas apa pengetahuan itu dan
bagaimana cara memperolehnya. Sehingga dapat dipahami bahwa

6
epistemology mempersoalkan metodologi penerapan ilmu pengetahuan,
dalam hal ini proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
Al-Quran merupakan kitab yang sangat sempurna dalam menjelaskan
metode pengembangan ilmu. Misalnya perlu mengingat dan menghafal
tersirat dalam QS al-Baqarah (2) : 31





Artinya: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang benar orang-orang yang benar.

Di samping perlu mengingat dan menghafal di atas, diperlukan juga


metode observasi, eksperimen, demonstrative dan metode intuitif.[9]Hal
ini misalnya ketika Allah Swt memperlihatkan kepada Qabil dengan
mengirimkan burung gagak menggali tanah untuk menguburkan burung
yang mati. Dalam pengembangan ilmu dan teknologi, observasi dan
meniru kerja ciptaan-Nya merupakan yang lazim misalnya meniru konsep
fungsi sayap dan ekor dalam pesawat terbang. Selain observasi yang
merupakan landasan pengkajian ilmu pengetahuan semata juga dibutuhkan
kemampuan imajinasi, analisa dan sintesa terutama untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang susah untuk dijawab melalui observasi
laboratorium.
Sebagai contoh QS al-Ghasyiyah (88): 17-20:







7
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?.

Untuk menjawab pertanyaan di atas tidak bisa dengan observasi atau


eksperimen saja, melainkan diperlukan hipotesa yang membutuhkan
proses berfikir dan berimajinasi yang intens. Dalam al-Quran
disampaikan bahwa masih ada proses pengembangan ilmu dan teknologi
yang lebih hakiki yaitu ilham yang diberikan kepada beberapa orang.[10]
Dari keterangan di atas memberikan gambaran kepada ummat Islam
untuk melihat sisi lain yang juga menunjang keberhasilan Islam dalam
menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam Islamisasi
Ilmu Pengetahuan mengalami proses yang panjang tentang transformasi
ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke dunia Barat dalam hubungan timbal
balik, baik itu dalam bentuk kajian, penafsiran maupun dalam bentuk
penerjemahan.
Kondisi tersebut di atas dapat memungkinkan terjadi karena di dalam
al-quran sendiri terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang berbagai
macam disiplin ilmu, diantaranya:
a. Yang berhubungan dengan pengetahuan alam terdapat dalam QS
Saba(34) : 10 dan QS al-Hadid (57) : 25.
b. Yang berhubungan dengan geografi terdapat dalam QS al-Baqarah (2)
: 22 dan QS ar-Rad (13) :3.
c. Yang berhubungan dengan kesehatan terdapat dalam QS al-Baqarah
(2) :184 dan 222, al Mudatsir (74) : 74, al-Maidah (5) : 6, an-Nisa (4) :
43 dan al-Araf (7) : 31.
d. Yang berhubungan dengan sejarah terdapat dalam QS Yusuf (12) :
109, al-Ashr (103) : 2, Maryam (19) : 2-15, al-Maidah (5) : 110-120
dan al-Baqarah (2) : 30-39.
e. Yang berhubungan dengan matematika terdapat dalam QS al-Isra (17)
: 12 dan 14 serta al-Muzammil (73) : 20

8
f. Yang berhubungan dengan ekonomi terdapat dalam QS al-Baqarah (2)
: 29, al-Mulk (67) : 15, an-Naba (78) : 9-11 dan ad-Dhuha (93) : 6-
8.[11]
Dari keaneka ragaman disiplin ilmu di masing-masing bidang dapat
diperlihatkan di dunia Barat, maka dalam hal ini Juhaya S Praja
mengemukakan pendapatnya bahwa upaya Islammisasi telah menunjukkan
hasilnya di Barat. Menurutnya ini adalah gejala aneh, mengapa tidak lahir
di dunia Islam?. Alasannya mungkin karena sarjana Muslim yang hidup di
dunia Barat menghadapi langsung tantangan dunia nyata terhadap Islam
dan ummatnya.[12]
Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam memberikan peluang terjadinya
proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan , meskipun tidak dimulai dari tanah
kelahirannya. Sehingga dengan epistemology dapat dijelaskan bagaimana
sebuah ilmu pengetahuan disusun menggunakan kajian ijtihadiyah dengan
langkah-langkah yang telah teruji seperti mengingat, menghafal, observasi,
eksperimen, demonstrative, metode intuitif, mengkaji, imajinasi, analisa
dan sintesa serta adanya ilham.

3. Telaah Aksiologis
Istilah Islamisasi Ilmu Pengetahuan sering dipandang sekelompok
pemikir hanya sebagai proses penerapan etika Islam dalam pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan kriteria suatu jenis ilmu pengetahuan yang akan
dikembangkan. Konsekuensi dari epistemology Islamisasi Ilmu
Pengetahuan, maka aksiologinya yaitu mengandung nilai rohaniah atau
moral yang bersumber dari agama (Islam) sifatnya adalah absolute dan
kebenarannya bersifat permanen. Hal ini karena bersumber dari Dzat yang
absolute (mutlak) yaitu Allah Swt.
Telaah aksiologi sasarannya adalah manfaat dari hasil kajian yang
dijadikan bahasan materi, dengan artian bahwa aksiologidiartikan nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh.[13]Dalam hubungannya dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan,
dapat dikatakan bahwa dengan Islamisasi dapat diketahui dengan jelas

9
kalau Islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas dalam arti shalat,
puasa, zakat dan haji saja, melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan
segi-segi kehidupan duniawi termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain beberapa hal di atas, juga muncul para filosof dan cendikiawan
muslim tidak lain oleh karena mereka bukan hanya menguasai ilmu-ilmu
Islam saja tetapi juga menguasai ilmu-ilmu yang datang dari Barat.
Dengan ilmu, mereka dapat mempelajari gejala alam dan menciptakan
peralatan untuk mengontrol gejala-gejala alam sesuai dengan hukumnya.

2.3 Tantangan Ilmu-ilmu Islam di Tengah Perkembangan Ilmu


Pengetahuan Moderen
Ketergantungan ummat Islam dalam pendidikan, disadari sebagai faktor
terpenting dalam membina ummat hampir tidak dapat dihindari dari pengaruh
Barat.Ujung-ujungnya krisis identitas pun tidak terhindarkan oleh ummat
Islam. Menurut AM. Syaefuddinj, ketidak berdayaan ummat Islam itu
membuatnya bersifat ntaqiyyah. Artinya kaum muslimin telah
menyembunyikan identitas Islamnya, karena rasa takut dan malu.[14]
Melemahnya orientasi social ummat Islam ini secara tidak sadar telah
memilah-milah pengertian Islam yang kaffah ke dalam pengertian parsial
dalam hakikat hidup bermasyarakat. Islam hanya dipandang dari arti ritual
semata, sementara urusan lain banyak didomionasi dan dikendalikan oleh
konsep-konsep Barat. Akibatnya, ummat Islam lebih mengenal budaya Barat
dari pada budayanya sendiri.
Beberapa faktor yang menjadi tantangan ilmu- ilmu keIslaman di tengah
perkembangan sains modern, di antaranya:
1. Ambivalensi Teknologi.
Teknologi bagaimanapun bentuknya akan selalu bersifat ambivalen,
yaitu ada untung ruginya.yang dalam bahasa Fiqhinya disebut manfaat
dan mudharat bagi manusia dan alam lingkungannya.[15]Dalam
lingkungan hidup misalnya dengan muncul istilah pengikisan lapisan
ozon, radiasi nuklir, limbah industry, rekayasa genetika dan lainnya. Hal
ini penting mengingat teknologi pada kenyataannya merupakan alat bagi

10
manusia, sementara dalam kehidupan manusia memiliki tujuan dan cara
pencapaiaan yang tentunya harus mengandung nilai agama. Oleh karena
itu, seorang ilmuan Muslimharus menyadari ia harus memulai sesuatu,
kemanapun ia beranjak, ia harus melangkah dari tradisi ke-Islaman yang
merupakan identitasnya.

2. Di kalangan Islam masih banyak yang menekankan studi pustaka dari


pada studi atas realitas sosio-kultur.
Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya literature-literatur
tentang ilmu-ilmu empiris Islam seperti Sosiologi Islam, Antropologi
Islam, Psikologi Islam, ekonomi Islam dan sebagainya. Hal ini sangat
berbeda dengan tokoh ilmuan Muslim di abad renaisans Islam, di mana
hasil karyanya dijadikan sumber rujukan dalam studi pustaka. Ini dapat
dilihat dari karya Ibn Yaqub an-Nadim yang berisi tentang ensiklopedia
(al-Fihrist), bidang Astronomi oleh Mahani, bidang Zologi oleh ad-
Dinawari dan lain sebagainya.[16]
3. Belum adanya paradigma yang jelas tentang posisi nilai normative,
eksistensi dan struktur keilmuan Islam.
Sebagai misal dalam mensikapi problematika tantangan modernisasi
yang ditandai oleh pesatnya perkembangan industrialisasi, transformasi,
canggihnya alat-alat informasi, dan kuatnya paham rasionalisme yang
apabila dihadapkan kepada agama, di kalangan muslim belum mampu
menyelesaikan dengan cara dialektis tetapi masih bersifat normative. Dan
para peneliti Muslim masih kurang siap menghadapi atau menolak
gagasan-gagasan asing, karena tidak adanya persiapan secara memadai
untuk melawan mereka melalui telaah mendalam dan penolakan terhadap
promis-promis palsu. Akibat yang ditimbulkan tentang posisi nilai
normatif, eksistensi dan struktur keilmuan Islam menjadi tidak jelas. Ada
yang datang dari Barat, seperti westernisasi, rasionalisme, sekularisme,
gagasan filsafat Barat dan semua yang berbau ke Barat-Baratan semua
ditolak bahkan dikafirkannya.[17]

11
Adapun upaya untuk mengatasi hal tersebut di atas, Ismail Razi al-faruqi
melakukan langkah-langkah berikut:
1. Memadukan system pendidikan Islam, dikotomi pendidikan umum dan
islam harus dihilangkan.
2. Meningkatkan visi Islam dengan cara mengukuhkan identitas Islam
melalui dua tahap, yaitu mewajibkan bidang studi sejarah Peradaban
Islam dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
3. Untuk mengatasi persoalan metodologi, ditempuh langkah-langkah
berupa penegasan prinsip-prinsip pengetahuan Islam.Menyusun langkah
kerja sebagai berikut:
a. Menguasai disiplin modern.
b. Menguasai warisan khasanah Islam.
c. Membangun relevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau
wilayah penelitian pengetahuan modern.
d. Mencari jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kreatif antara
warisan Islam dengan pengetahuan modern.
e. Mengarahkan pemikiran Islam pada arah yang tepat yaitu
sunnatullah.[18]

Sementara al-Attas menguraikan bahwa semua ilmu pengetahuan masa


kini, secara keseluruhan dibangun, ditafsirkan dan diproyeksikan melalui
pandangan dunia, visi intelektual dan persepsi psikologi dari kebudayaan dan
peradaban Barat yang saling berkaitan. Kelima prinsip itu adalah:
a. Mengandalkan akal semata untuk membimbing manusia mengarungi
kehidupan.
b. Mengikuti dengan setia validitas pandangan dualistis mengenai realitas
dan kebenaran.
c. Membenarkan aspek temporal untuk memproyeksi sesuatu pandangan
dunia sekuler.
d. Pembelaan terhadap doktrin humanism.

12
e. Peniruan terhadap drama dan tragedy yang dianggap sebagai realitas
universal dalam kehidupan spiritual, atau transedental atau kehidupan
batin manusia.[19]

Kelima hal tersebut di atas, merupakan prinsip-prinsip utama dalam


pengembangan keilmuan Barat, yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai
Islam dan harus dihindari oleh ummat Islam.
Demikianlah pembahasan tentang Islamiasasi Ilmu pengetahuan serta
berbagai tantangannya, yang pada intinya bertujuan untuk memperoleh
kesepakatan baru bagi ummat Islam dalam berbagai bidang keilmuan yang
sesuai dan metode ilmiah tidak bertentangan dengan norma-norma Islam. Di
samping itu, Islamisasi Ilmu pengetahuan juga bertujuan untuk meluruskan
pandangan hidup modern Barat sekuler yang ingin memisahkan antara urusan
dunia dan akhirat, terutama dalam masalah keilmuan. Islamisasi ilomu
merupakan mega proyek yang belum usai dan perlu untuk diteruskan oleh
ummat Islam dari generasi-ke generasi untuk menjawab krisis epistimologis
yang melanda dunia saat ini.

13
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan makalah di atas, maka penulis dapat menyimpulkan


sebagai berikut:
1. Bahwa proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung
sejak permulaan Islam yaitu pada Rasulullah sampai sekarang. Adapun orang
yang diangap sebagai pencetus Islamisasi Ilmi Pengetahuan adalah Syeikh
Naquib al- Attas dan Ismail Raji al-Faruqi.
2. Telaah Islamisasi Ilmu Pengetahuan dapat dilihat dari segi:
a. Ontologi, yaitu Islamisasi Ilmu Penegtahuan merupakan upaya
pembebasan ilmu pengetahuan dari makna, idiologi dan prinsip-prinsip
sekuler sehingga terbentuk ilmu pengetahuan baru yang sesuai dengan
fitrah Islam.
b. Epistemologi, yaitu Islamisasi Ilmu Pengetahuan disusun dengan
menggunakan kajian ijtihadiyah dengan langkah-langkah yang telah teruji
seperti mengingat, menghafal, observasi, eksperimen, demonstrative,
metode intuitif, mengkaji, imajinasi, analisa dan sintesa serta adanya
ilham.
c. Aksiologi, yaitu Islamisasi Ilmu Pengetahuan mengandung makna nilai
rohaniah atau moral yang bersumber dari agama Islam untuk mencapai
ridha Allah Swt serta untuk membantu tugas manusia sebagai khalifah di
muka bumi ini.
d. Beberapa faktor yang menjadi tantangan ilmu- ilmu keIslaman di tengah
perkembangan sains modern, di antaranya:
a) Ambivalensi Teknologi.
b) Di kalangan Islam masih banyak yang menekankan studi pustaka dari
pada studi atas realitas sosio-kultur.
c) Belum adanya paradigma yang jelas tentang posisi nilai normative,
eksistensi dan struktur keilmuan Islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amal, Taufik Adnan, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman, Cet. VI ; Bandung : Mizan, 1996
Arief, Armai, Reformulasi Pendidikan Islam, Cet. I; Jakarta: CRSD Press, 2005.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cet; XXVI:
Jakarta: PT Gramedia, 2005
Ibrahim, Marwah Daud, Etika, Strategi Ilmu dan Teknologi Masa Depan (ed.)
Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: Pustaka mCidesendo,2000.
Ismail, Muhammad Ismail, Tiga Fase Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer,
www. Hidayatullah.com, 06 Desember 2009.
Karim, Ahmad, al-Gazwu al-Fikr, Kairo: al-Azhar, 1414 H.
Kartanegara, Mulyadi, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam,
Cet.I;Bandung: Mizan, 2003, Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jakarta:
Pustaka Cidesendo,2000
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Cet. IX; Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
Nakosteen, Mehdi, History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-
1350
with an Introduction to Medieval Muslim Education, diterjemahkan Joko S.
Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Kontribusi Islam atas dunia Intelektual
Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam , Cet. I; Surabaya: Risalah
Gusti, 1996
Raharjo, M. Dawan, Strategi Islamisasi Pengetahuan, (ed.) Moeflich Hasbullah, \
Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Pustaka,
Cidesendo,2000.
Syaefuddin, AM., Desekularisasi Pemikiran, Bandung: Mizan, 1991.

15
[1] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet. IX; Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 405-406.
[2] Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: CRSD Press,
2005), h. 124.
[3] M. Dawan Raharjo, Strategi Islamisasi Pengetahuan, (ed.) Moeflich
Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:
Pustaka Cidesendo,2000), h. xii.
[4] Muhammad Ismail, Tiga Fase Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Kontemporer,(www. Hidayatullah.com, 06 Desember 2009), h. 1.
[5] Moh. Suef, Islamisasi Ilmu: Sejarah, Dasar, Pola dan Strategi, (Ululalbab.com,
07 Mei 2009), h. 2.
[6] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Cet; XXVI:
Jakarta: PT Gramedia, 2005), h. 332.
[7] Moh. Suef, op. cit, h.5.
[8] Marwah Daud Ibrahim, Etika, Strategi Ilmu dan Teknologi Masa Depan
(ed.) Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisdasi Ilmu
Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesendo,2000), h. 100-101.
[9] Mulyadi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi
Islam, (Cet.I;Bandung: Mizan, 2003), h. 52.
[10] Marwah Daud Ibrahim, op. cit, h. 103-105.
[11] Miska Muhammad Samin, Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat
Pengetahuan Islam, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2006), h. 17-19.
[12] Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu Dalam Islam dan
Penerapannya di Indonesia, Jakarta: Teraju,2002), h. 222.
[13] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h,533.
[14] AM. Syaefuddin, Desekularisasi Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1991), h. 97.
[15] Dr. Ahmad Karim, al-Gazwu al-Fikr, (Kairo: al-Azhar, 1414 H), h. 35.
[16] Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education A. D.
800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim Education, diterjemahkan
Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Kontribusi Islam atas dunia

16
Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam (Cet. I; Surabaya:
Risalah Gusti, 1996), h. 213-217.
[17] Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman (Cet. VI; Bandung: Mizan, 1996), h. 38.
[18] Juhaya S. Praja, op. cit, h. 72-73.
[19] Moh. Suef, op. cit, h. 8.

17

Anda mungkin juga menyukai