Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Pembangunan ekonomi menjadi salah tujuan utama setiap negara di dunia,
mengingat bidang ekonomi merupakan tolok ukur pertumbuhan suatu negara,
maju dan tidaknya suatu negara dapat dinilai dari segi ekonomi negara tersebut.
Dalam era globalisasi seperti saat ini, setiap negara harus mampu membangun dan
berkembang sesuai dengan kemajuan jaman, di mana setiap sektor ekonomi yang
ada harus mampu dipacu agar tumbuh dan berkembang secara bersama-sama dan
seimbang.
Sejak terjadinya revolusi industri pada akhir abad 18, industri dianggap
sangat penting diawali dengan adanya perubahan teknis dalam cara produksi,
yaitu dipakainya tenaga mesin oleh industri dan pemusatan produksi dalam
pabrik-pabrik. Kemajuan industri juga terjadi pada masa kapitalis yang dipelopori
oleh Karl Marx dan Engels pada tahun 1848 (dalam Heilbroner, 1986:183) bahwa
dasar teknis kapitalis yang melandaskan realitas ialah produksi industri yang
terorganisir, menyeluruh dan berpautan satu sama lain, sedangkan struktur atasnya
ialah hak milik pribadi yang sosialis.
Industrialisasi yang diyakini oleh negara-negara di dunia dapat memacu
pertumbuhan

ekonomi,

harus

ditempatkan

sebagai

motor

penggerak

pembangunan. Pelaksanaan proses industrialisasi harus didasarkan pada


kepemilikan sumber daya lokal (endowment factor) dan keunggulan komparatif
yang dimiliki oleh suatu negara atau suatu daerah. Industrialisasi dalam
pembangunan tidak semata-mata terbatas pada industri manufaktur, tetapi
industrialisasi dapat dilaksanakan dalam pengembangan sektor-sektor non
industri, seperti industrialisasi sektor pertanian (Huzaemi, 2003;6).
Sebagai negara agraris, Indonesia dituntut untuk terus memajukan
pertanian, mengingat sektor pertanian sangat luas dan tersebar di seluruh wilayah
nusantara. Indonesia kaya akan sumber daya alamnya di mana dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu sumber terbesar pendapatan negara, salah satunya pada bidang
pertanian. Kemajuan jaman membuat bidang pertanian terus berkembang pesat,

seperti saat ini peralihan bidang pertanian ke agroindustri dan agrobisnis (Hanani,
2004:1).
Sumber pertumbuhan utama agroindustri adalah konsumsi masyarakat
(private consumption) artinya, perkembangan agroindustri selama ini kurang
memberatkan bagi anggaran pemerintah di samping turut memacu pembentukan
modal, pengembangan agroindustri menjadi agribisnis sesuai dengan asas
kemandirian ekonomi yang diharapkan, bahkan mendukung (Saragih, 1996:16).
Lidah buaya (Aloe Vera (L.) Webb.) merupakan tanaman yang telah lama
dikenal di Indonesia karena kegunaannya sebagai tanaman obat untuk aneka
penyakit. Belakangan tanaman ini menjadi semakin popular karena manfaatnya
yang semakin luas diketahui yakni sebagai sumber penghasil bahan baku untuk
aneka produk dari industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Pada saat ini,
berbagai produk lidah buaya dapat kita jumpai di kedai, toko, apotek, restoran,
pasar swalayan, dan internet yang kesemuanya mengisyaratkan terbukanya
peluang ekonomi dari komoditi tersebut bagi perbaikan ekonomi nasional yang
terpuruk dewasa ini.
Tanaman lidah buaya meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia
ternyata dapat tumbuh baik di negara kita, bahkan di Propinsi Kalimantan Barat,
khususnya di Kota Pontianak, tanaman ini beradaptasi jauh lebih baik daripada di
tempat-tempat lainnya. Hal ini diakui oleh pakar lidah buaya mancanegara yang
karenanya juga turut menyayangkan bilamana keunggulan komparatif yang
dimiliki oleh tanaman ini tidak dimanfaatkan oleh Indonesia. Kepentingan pasar
global, setidaknya regional, terhadap lidah buaya Indonesia perlu ditindaklanjuti
dengan berbagai program yang mendukung pengembangan komoditi ini dari
mulai pembudidayaannya di lahan petani, pengolahan hasilnya menjadi berbagai
produk agroindustri, dan pemasaran produk-produk tersebut baik secara domestik
maupun global. Tulisan ini akan menyajikan informasi berdasarkan hasil studi
lapang yang mencakup aspek-aspek teknik produksi, pemasaran, keuangan, dan
ekonomi-sosial yang terkait dengan pengembangan lidah buaya tersebut.
Pengembangan tanaman Lidah Buaya berpusat di Kota Pontianak karena
kawasan ini terdapat hamparan lahan gambut yang cukup luas, sementara tanaman

Lidah Buaya dapat tumbuh subur pada lahan gambut. Di samping itu Kota
Potianak terdapat pusat penelitian tanaman Lidah Buaya ini. Produksi Lidah
Buaya berupa daun pelepah, pada satu pohon tanaman lidah buaya dapat di panen
12 pelepah setiap bulannya. Produksi lidah buaya Pontianak Kalimantan Barat
minimal 40 ton setiap bulannya dan dipasok ke sejumlah negara seperti
Hongkong, Taiwan, Singapura dan Malaysia. Lidah buaya produksi Pontianak
tersebut baru memenuhi sebagian kebutuhan pasar internasional. Kapasitas
produksi lidah buaya dari lahan pertanaman di Pontianak itu seluas 52,75 hektar
pada sekitar beberapa tahun lalu baru mencapai 1.274 ton lebih per bulannya.
Sebagian dari produksi inilah yang digunakan untuk memenuhi pasar ekspor, dan
sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri yang
kecenderungannya kian meningkat dari waktu ke waktu.
Gambaran tersebut menunjukkan besarnya peluang agroindustri di
Pontianak Kalimantan Barat untuk dapat berkembang untuk dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Hal tersebut didukung dengan kondisi
lingkungan alam, di mana bidang pertanian lidah buaya sangat cocok dengan
iklim dan kondisi lahan gambut. Kota Pontianak Kalimantan Barat memiliki
keunggulan produk dari sektor pertanian yang sekarang telah berkembang
menjadi

agroindustri,

contohnya

agroindustri

lidah

buaya

yang

terus

dikembangkan hingga saat ini menjadi berbagai macam produk olahan seperti
selai lidah buaya, teh lidah buaya, dodol lidah buaya, rendang daun lidah buaya,
sop lidah buaya, cake multi gizi lidah buaya, dan olahan lainnya.
Perkembangan sektor pertanian di Pontianak Kalimantan Barat membantu
mewujudkan strategi pembangunan pertanian yang tangguh mendukung proses
industrialisasi yang berkesinambungan. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi
pemerintah, yaitu menyiapkan rencana dan strategi pembangunan daerah sehingga
diperlukan perencanaan pembangunan yang tepat dengan memperhatikan berbagai
hal.

I.2 Perumusan Masalah


Dengan dominannya masyarakat pertanian di, maka pengembangan
agroindustri sudah saatnya dilaksanakan secara serius, sehingga menjadi unggulan
daerah baik keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut : Bagaimanakah prospek dan peluang usaha agribisnis lidah buaya di
Pontianak Kalimantan Barat.

I.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prospek dan peluang usaha
agribisnis lidah buaya di Pontianak Kalimantan Barat.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1

Pembangunan Pertanian Berbasis Agroindustri dan Agrobisnis


Tujuan pengelolaan sumber daya alam untuk mencapai tingkat

penggunaan yang optimal dan lestari pada hakekatnya akan sangat tergantung
pada tingkat pemanfaatan. Keterkaitan yang erat antara pertanian, industri dan
jasa menuntut kebijaksanaan pembangunan pertanian yang dinamis, sejalan
dengan berlangsungnya transformasi perekonomian (Suprapto, 1997:9).
Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian penting dan tidak
terpisahkan dari pembangunan ekonomi maupun pembangunan nasional.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bekerja dan
menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Untuk mencapai tujuan
pembangunan dalam mencapai pemerataan, pembangunan utamanya dilaksanakan
untuk mengembangkan sektor pertanian.
Hasil kajian ekonomi di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat
mekanisme keterkaitan antara pembangunan pertanian, industri dan jasa.
Keberhasilan

pembangunan

pertanian

terutama

dalam

peningkatan

dan

ketersediaan pangan masyarakat yang dapat memacu perkembangan sektor


industri dan jasa serta mempecepat transformasi ekonomi. Dalam lingkungan
yang strategis yang berubah cepat, penjamin arah kebijaksanaan dan perencanaan
pembangunan pertanian yang akan datang menjadi sangat penting. Oleh karena
itu, konsepsi pembangunan berorientasikan industri dan agrobisnis merupakan
tumpuan harapan bagi perkembangan pertanian pada masa yang akan datang
(Suprapto, 1997:9).
II.2

Pembangunan Wilayah Berbasis Pertanian


Pembangunan nasional tidak akan terlepas dari peran serta pembangunan

daerah, karena pembangunan daerah secara utuh dan terpadu merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional. Masalah pokok dalam pembangunan daerah
adalah penekanan terhadap kebijaksanaan pembangunan yang didasarkan pada

kekhasan daerah yang bersangkutan dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan


potensi sumber daya fisik secara lokal (Arsyad, 1997:274).
Peran besar daerah dan masyarakatnya sangat diperlukan dalam rangka
pembangunan yang berkesinambungan guna mengembangkan potensi daerah,
sehingga dapat tercapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan terjadi
pemerataan pendapatan dalam masyarakat dan menciptakan lapangan kerja.
Disnilah letak kekuatan demokrasi ekonomi yaitu, terjadinya partisipasi yang
sedemikian rupa antara masyarakat dengan pemerintah dalam terwujudnya
rencana pembangunan di seluruh pelosok tanah air.
Pembangunan wilayah dengan pembangunan agroindustri sebagai langkah
industrialisasi pertanian merupakan pilihan yang tepat di masa mendatang, dengan
mendasarkan pemikiran bahwa dalam industrialisasi, pertanian dan pedesaan
harus dibenahi dahulu agar dapat dicapai transformasi ekonomi yang seimbang
agar agroindustri tidak menjadi beban pembangunan di masa yang akan datang.
Dapat dipahami bahwa kerangka pembangunan pertanian bertumpu pada
kerangka agroindustri yang berbasiskan pengembangan agrobisnis yang
seharusnya menjadi wawasan, sistem dan strategi pembangunan pertanian, guna
menghadapi berbagai dinamika di masa depan baik globalisasi maupun otonomi
dan desentralisasi (Rahmat, 1997:23).

II.3

Tanaman Lidah Buaya (Aloe Vera)


Tanaman lidah buaya (Aloe Vera) dewasa ini merupakan salah satu

komoditas pertanian daerah tropis yang mempunyai peluang sangat besar untuk
dikembangkan di Indonesia sebagai usaha agribisnis dengan prospek yang cukup
menjanjikan. Hal tersebut mengingat potensi sumber daya alam Indonesia yang
telah terbukti sangat sesuai untuk budidaya tanaman lidah buaya, yaitu seperti
yang telah ditunjukkan dari pengalaman budidaya tanaman tersebut di berbagai
daerah terutama di pulau Jawa dan Kalimantan. Budidaya lidah buaya di Kota
Pontianak Propinsi Kalimantan Barat mampu menghasilkan produksi 8.000 kg/ha,
dengan bagian pelepah yang dipanen dapat mencapai 1,5 kg per pelepah dan
panjang pelepah mencapai 70 cm.

Tumbuhan liar di tempat yang berhawa panas atau ditanam orang di pot
dan pekarangan rumah sebagai tanaman hias. Daunnya agak runcing berbentuk
taji, tebal, getas, tepinya bergerigi/ berduri kecil, permukaan berbintik-bintik,
panjang 15-36 cm, lebar 2-6 cm, bunga bertangkai yang panjangnya 60-90 cm,
bunga berwarna kuning kemerahan (jingga), Banyak di Afrika bagian Utara,
Hindia Barat. a. Batang Tanaman Aloe Vera berbatang pendek. Batangnya tidak
kelihatan karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam
tanah. Melalui batang ini akan muncul tunas-tunas yang selanjutnya menjadikan
anakan. Aloe Vera yang bertangkai panjang juga muncul dari batang melalui
celah-celah atau ketiak daun. Batang Aloe Vera juga dapat disetek untuk
perbanyakan tanaman. Peremajaan tanaman ini dilakukan dengan memangkas
habis daun dan batangnya, kemudian dari sisa tunggul batang ini akan muncul
tunas-tunas baru atau anakan. b. Daun Daun tanaman Aloe Vera berbentuk pita
dengan helaian yang memanjang. Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang,
berwarna hijau keabu-abuan, bersifaat sukulen (banyak mengandung air) dan
banyak mengandung getah atau lendir (gel) sebagai bahan baku obat. Tanaman
lidah buaya tahan terhadap kekeringan karena di dalam daun banyak tersimpan
cadangan air yang dapat dimanfaatkan pada waktu kekurangan air. Bentuk
daunnya menyerupai pedang dengan ujung meruncing, permukaan daun dilapisi
lilin, dengan duri lemas dipinggirnya. Panjang daun dapat mencapai 50 - 75 cm,
dengan berat 0,5 kg - 1 kg, daun melingkar rapat di sekeliling batang bersaf-saf. c.
Bunga Bunga Aloe Vera berwarna kuning atau kemerahan berupa pipa yang
mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunga berukuran kecil, tersusun dalam
rangkaian berbentuk tandan, dan panjangnya bisa mencapai 1 meter. Bunga
biasanya muncul bila ditanam di pegunungan. d. Akar Akar tanaman Aloe Vera
berupa akar serabut yang pendek dan berada di permukaan tanah. Panjang akar
berkisar antara 50 - 100 cm. Untuk pertumbuhannya tanaman menghendaki tanah
yang subur dan gembur di bagian atasnya.
Lidah buaya mempunyai kandungan zat gizi yang diperlukan tubuh
dengan cukup lengkap, yaitu vitamin A, B1, B2, B3, B12, C, E, choline, inositol
dan asam folat. Kandungan mineralnya antara lain terdiri dari kalsium (Ca),

magnesium (Mg), potasium (K), sodium (Na), besi (Fe), zinc (Zn) dan kromium
(Cr). Beberapa unsur vitamin dan mineral tersebut dapat berfungsi sebagai
pembentuk antioksidan alami, seperti vitamin C, vitamin E, vitamin A,
magnesium dan Zinc. Antioksidan ini berguna untuk mencegah penuaan dini,
serangan jantung dan berbagai penyakit degeneratif. Daun lidah buaya segar
mengandung enzim amilase, catalase, cellulase, carboxypeptidase dan lain - lain.
Selain itu, lidah buaya juga mengandung sejumlah asam amino arginin, asparagin,
asam aspatat, alanin, serin, valin, glutamat, treonin, glisin, lisin, prolin, hisudin,
leusin dan isoleusin.
II.4

Manfaat dan Khasiat Lidah Buaya


Secara umum bagian - bagian dari tanaman lidah buaya yang sering

dimanfaatkan adalah :
1. Daun dapat digunakan langsung, baik secara tradisional maupun dalam bentuk
ekstra.
2. Eskudat (getah daun yang keluar bila dipotong, berasa pahit dan kental) secara
tradisional biasanya digunakan langsung untuk pemeliharaan rambut,
penyembuhan luka dan sebagainya.
3. Gel (bagian berlendir yang diperoleh dengan menyayat bagian dalam daun
setelah eksudat dikeluarkan), bersifat mendinginkan dan mudah rusak karena
oksidasi sehingga dibutuhkan proses pengolahan lebih lanjut agar diperoleh
gel yang stabil dan tahan lama.
4. Gel lidah buaya mengandung karbohidrat tercerna, sehingga dapat digunakan
sebagai minuman diet. Gel lidah buaya tersusun oleh 96 persen air dan 4
persen padatan yang terdiri dari 75 komponen senyawa berkhasiat. Khasiat
hebat yang dimiliki aloe vera sangat terkait dengan 75 komponen tersebut
secara sinergis.
5. Selain menyuburkan rambut, lidah buaya juga dikenal berkhasiat untuk
mengobati sejumlah penyakit. Di antaranya diabetes melitus dan serangan
jantung. Seorang peracik obat-obatan tradisional berkebangsaan Yunani
bernama Dioscordes, menyebutkan bahwa lidah buaya dapat mengobati
berbagai penyakit. Misalnya bisul, kulit memar, pecah-pecah, lecet, rambut

rontok, wasir, dan radang tenggorokan.Dalam laporannya, Fujio L.


Panggabean, seorang peneliti dan pemerhati tanaman obat, mengatakan bahwa
keampuhan lidah buaya tak lain karena tanaman ini memiliki kandungan
nutrisi yang cukup bagi tubuh manusia. Hasil penelitian lain terhadap lidah
buaya menunjukkan bahwa karbohidrat merupakan komponen terbanyak
setelah air, yang menyumbangkan sejumlah kalori sebagai sumber tenaga.
6. Dari sekitar 200 jenis tanaman lidah buaya, yang baik digunakan untuk
pengobatan adalah jenis Aloe vera Barbadensis miller. Lidah buaya jenis ini
mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh.Di antara ke-72 zat yang
dibutuhkan tubuh itu terdapat 18 macam asam amino, karbohidrat, lemak, air,
vitamin, mineral, enzim, hormon, dan zat golongan obat. Antara lain
antibiotik, antiseptik, antibakteri, antikanker, antivirus, antijamur, antiinfeksi,
antiperadangan, antipembengkakan, antiparkinson, antiaterosklerosis, serta
antivirus yang resisten terhadap antibiotik.
7. Lidah buaya juga ada yang berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami.
Misalnya vitamin C, vitamin E, dan zinc. Antioksidan itu berguna untuk
mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan beberapa penyakit degeneratif.
Lidah buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam
lendir lidah buaya terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap
ke dalam kulit. Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari
permukaan kulit. Hasilnya, kulit tidak cepat kering dan terlihat awet muda.
8. Lidah buaya bisa mengatasi bengkak sendi pada lutut, batuk, dan luka. Lidah
buaya juga membantu mengatasi sembelit atau sulit buang air besar karena
lendirnya bersifat pahit dan mengandung laktasit, sehingga merupakan
pencahar yang baik.
Pemanfaatan lidah buaya semakin lama semakin berkembang. Mula - mula
lidah buaya hanya dikenal sebagai obat luar, dengan berbagai kegunaan.
Diantaranya sebagai penyubur rambut, penyembuh luka (luka bakar/tersiram air
panas), obat bisul, jerawat/noda hitam, pelembab alami, antiperadangan,
antipenuaan, serta bibir surya alami.
Kegunaan lain lidah buaya yang berkhasiat untuk obat cacingan, susah
kencing, susah buang air besar (sembelit), batuk, radang tenggorokan,

hepatoprotektor

(pelindung

hati),

imunomodulator

(pembangkit

sistem

kekebalan), diabetes melitus, penurun kolesterol dan penyakit jantung koroner.


Daun lidah buaya juga dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan
minuman, berupa sejenis jeli, minuman berupa sejenis jeli, minuman segar sejenis
jus, nata de aloe, dawet, dodol, selai dan lain - lain. Makanan dan minuman hasil
olahan lidah buaya sangat berpotensi sebagai makanan / minuman kesehatan. Hal
tersebut disebabkan oleh kombinasi kandungan zat gizi dan non gizi yang
memiliki khasiat untuk mendongkrak kesehatan.

III. PEMBAHASAN
3.1 Profil Petani Tanaman Lidah Buaya
Pengusaha tanaman lidah buaya adalah para petani setempat dan
pendatang dengan taraf pendidikan yang relatif rendah. Pada umumnya mereka
berpendidikan sekolah dasar, di antaranya bahkan tidak sampai tamat. Namun, di
antara mereka ada pula yang pernah mengikuti kursus pertanian dan terus
mendapat bimbingan budidaya tanaman lidah buaya dari Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) setempat. Saling tukar pengalaman dalam praktek budidaya

terjadi antar petani tanaman ini meskipun mereka belum terikat dalam suatu
bentuk organisasi profesi.
Usia petani tanaman lidah buaya pada umumnya tergolong usia produktif.
Kepala keluarga bekerja di kebun bersama isteri dan anak-anaknya yang telah
dewasa. Terdapat juga petani yang dibantu oleh anaknya yang masih berusia
sekolah, dimana anak-anak tersebut bekerja di kebun ketika tidak ada kegiatan
sekolah.
Pengusahaan tanaman lidah buaya di daerah survei pada umumnya tidak
merupakan kegiatan khusus. Petani juga menanam komoditi lainnya, terutama
pepaya dalam skala usaha dan perhatian yang sebanding dengan tanaman lidah
buaya. Pengalaman bertani lidah buaya mereka juga dapat dikatakan masih relatif
baru, setelah pengusaha asing datang ke daerahnya membawa informasi mengenai
prospek produk lidah buaya yang baik di pasaran mancanegara.
3.2 Aspek Pemasaran Agribisnis Lidah Buaya
Komoditi lidah buaya baru disadari nilai ekonomiknya belakangan ini,
bahkan oleh instansi pemerintah terkait sekali pun. Karena itu, tidak ada dokumen
resmi tentang besaran permintaannya di Dinas Pertanian Tingkat Provinsi, Dinas
Urusan Pangan Kota Pontianak, dan Biro Pusat Statistik Kota Pontianak.
Sehubungan dengan hal ini, lidah buaya belum tercatat sebagai komoditi ekspor
penghasil devisa yang terukur kontribusinya bagi pendapatan pemerintah daerah
oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pontianak. Demikian juga, nilai pajak
yang dikenakan pada penjualan komoditi tersebut tidak dapat diketahui.
Pengakuan para petani pun sejalan dengan hal tersebut, mereka tidak pernah
dikenai pajak penjualan untuk produk daun lidah buayanya yang dijual kepada
pengumpul.
Secara kuatitatif, hasil survei menunjukkan bahwa daun lidah buaya
dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk obat atau manuman segar.
Perdagangan antarpulau terjadi ke Jakarta dan ke Surabaya; perdagangan ekspor
berlangsung ke Malaysia dan Singapura melalui Kuching dan pengiriman
langsung ke Hongkong. Menurut masyarakat setempat, pengusaha asing yang

pernah datang ke Pontianak dan menunjukkan minatnya untuk membeli produk


lidah buaya berupa daun segar berasal dari Amerika Serikat, Korea, dan Malaysia.
Pengusaha Kuching lebih berminat membeli produk segar daun lidah buaya
daripada membuka pabriknya di Pontianak. Saat ini diketahui bahwa, menurut
petani, seorang pengusaha Korea telah membeli (via penduduk setempat) lahan
untuk memproduksi lidah buaya, bahkan ingin memperluasnya, tetapi tidak
didukung oleh petani setempat (kasus di Jalan Kebangkitan Nasional, Siantan
Utara).
Besaran permintaan saat ini mungkin dapat didekati dari jumlah pedagang
pengumpul yang kini beroperasi, yakni 5 orang di Kota Pontianak. Jika diduga
bahwa kapasitas pembelian oleh mereka sama, berdasarkan kasus seorang
pedagang pengumpul yang mampu membeli rata-rata 11 ton per bulan, dan
menjualnya antarpulau (ke Jakarta) dan ekspor (ke Hongkong) atas nama suatu
perusahaan swasta, besaran permintaan nyata lidah buaya itu adalah 55 ton per
bulan. Namun, jika didekati dari luas sentra lidah buaya yang kini ada di Provinsi
Kalimantan Barat, yakni 50 ha, dengan asumsi moderat dari Dinas Urusan Pangan
Kota Pontianak bahwa populasinya 10 000 pohon per ha, hasil daun segar
minimal 0.5 kg per panen, dan frekuensi panen 2 kali per bulan, permintaan
potensial daun lidah buaya itu tidak kurang dari 500 ton per bulan. Permintaan
potensial minimal tersebut terdiri dari 55 ton per bulan untuk diperdagangkan
antarpulau dan diekspor dan 445 ton per bulan untuk konsumsi masyarakat
setempat.
3.3 Kompetisi dan Peluang Usaha
Persaingan pasar produk lidah buaya belum terasa menyulitkan para petani
pada saat ini. Meskipun di sekitar lahannya juga tersebar lahan-lahan lidah buaya
milik petani lainnya, para petani telah memiliki pembeli produknya atau pedagang
pengumpul langganannya masing-masing. Persaingan pasar antarpedagang
pengumpul juga tidak ada karena status mereka yang hanya merupakan tangantangan atau konsultan mutu pengekspor belaka. Peluang pasar lidah buaya
dianggap besar dengan alasan sebagai berikut.

1.

Masyarakat setempat mengkonsumsi produk minuman dari lidah buaya yang


belakangan dianggap sebagai minuman khas Kalimantan Barat, yang dijual di

2.

kedai-kedai, toko-toko,dan pasar-pasar swalayan;


Lidah buaya segar (setelah dikupas kulitnya) dapat digunakan sebagai obat,

3.

bahkan kulitnya pun dapat digunakan sebagai substitusi teh;


Lidah buaya dapat diproses menjadi aneka produk

berupa

gel,

konsentrat/ekstrak, produk-produk makanan dan minuman (nata de aloe,


dawer, dodol, dan lain-lain), atau bubuk yang selanjutnya menjadi bahan baku
4.

dalam industri farmasi, kosmetik, dan pupuk daun;


Hingga saat ini pedagang lidah buaya dianggap belum mampu memenuhi
permintaan pasar luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, dan

5.

Australia secara kontinyu;


Pemerintah daerah menganggap lidah buaya sebagai produk unggulan daerah
sehingga dapat memberikan jaminan bagi petani mengenai prioritas
pengembangannya di masa depan.

IV. KESIMPULAN
Tanaman lidah buaya (Aloe vera) dewasa ini merupakan salah satu
komoditas pertanian daerah tropis yang mempunyai peluang sangat besar untuk
dikembangkan di Indonesia sebagai usaha agribisnis dengan prospek yang cukup
menjanjikan. Hal ini karena selain mempunyai manfaat fisiologis sebagai obat,
lidah buaya juga dapat dimanfaatkan untuk produk-produk makanan dan
minuman, kosmetik, industri farmasi serta budidayanya yang mudah.
Dipandang dari kemudahan petani menjual produk daun lidah buaya yang
dihasilkannya, yakni kepada pedagang pengumpul dan kepada industri
pengolahan setempat, tidak ada kendala pemasaran yang langsung dirasakan oleh
petani. Namun, dipandang dari peluang meningkatkan perolehan keuntungan,

kemudahan menjual produk kepada para pedagang pengumpul itu pada


kenyataannya telah mengurangi peluang petani dapat memasarkan sendiri
produknya kepada industri pengolahan setempat atau di luar pulau dan langsung
mengekspornya ke luar negeri. Meskipun demikian, dengan rata-rata taraf
pendidikan petani, petani diduga akan mengalami kesulitan jika hendak menjual
produk daun lidah buaya ke luar pulau (antar pulau), lebih-lebih jika
mengekspornya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad L. 1997. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Rahmat, M. 1997. Struktur dan Kinerja Agroindustri di Indonesia Analisa
Perubahan Tahun 1974-1993. Dalam Prosiding Industrialisasi, Rekayasa
Sosial dan Peranan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian. Bogor:
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Suprapto, A. 1997. Pengembangan Agribisnis-Agroindustri yang Berakar di
Pedesaan. Jakarta: Departemen Pertanian.
Budidaya
Lidah
Buaya,
artikel
digital,
diakses
dari
http://www.lautanindonesia.com/serbarasa/artikel/in-topic/lidah-buayaaloevera-tanaman-hias-yang-sarat-manfaat, diakses tanggal 19 Oktober
2008

Anda mungkin juga menyukai