Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ISLAM DALAM PARADIGMA KEILMUAN DALAM BINGKAI WAHDATUL


ULUM

Dosen Pengampu: Dr. Irma Yusriani Simamora, MA

Disusun oleh

Kelompok 4:

Ezra Muharrifah (101212079)

Najla Aqilah Halim (101212055)

M. fadhli (101212072)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATRA UTARA, MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Islam Dalam
Paradigma Keilmuan Dalam Bingkai Wahdatul Ulum.” Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Sholawat
beserta salam semoga tetap tercurah kepada nabi junjungan alam, nabi Muhammad SAW.
Berkat perjuangan beliau penulis dapat merasakan indahnya ilmu pengetahuan pada saat
sekarang ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Irma Yusriani Simamora, MA


selaku dosen pembimbing mata kuliah “Wahdatul Ulum” yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dan bagi penulis
sendiri.

Harapan kami mudah mudahan makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca. kami akui makalah ini sangat jauh dari sempurna, sehingga kami
minta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu diharapkan bagi
pembaca untuk memberi masukan yang sifatnya membangun.

Dan akhir kata penulis berdoa kepada Allah Swt. apa yang diberikan kepada penulis
dapat sebagai ibadah yang berguna untuk hari esoknya menjadi amalan yang shaleh, aamiin
Ya Robbal alamiin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................

BAB II ISI...........................................................................................................................

A. Pengertian Paradigma..............................................................................................
B. Islam Dalam Paradigma Keilmuan UIN-SU...........................................................
C. Paradigma Keilmuan Dalam Islam..........................................................................
1. Fitrah atau Ilham................................................................................................
2. Panca indera.......................................................................................................
3. Akal...................................................................................................................
4. Hidayah Agama.................................................................................................
5. Hidayah Taufiq..................................................................................................

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................


Kesimpulan..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas yang mengatakan “Agama”
dan “Sains” adalah dua hal yang tidak bisa dipertemukan. Keduanya memiliki wilayah
sendiri-sendiri, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode
penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuan maupun status teori
masing-masing bahkan sampai ke institusi penyelenggaranya.

Perbedaan ini semakin hari semakin jauh ketika aktivitas pendidikan dan keilmuan di
Perguruan Tinggi Umum dan Perguruan Tinggi Agama di tahah air mirip seperti pola kerja
ilmuan awal abad Renaissance hingga Era Rovolusi Informasi. Perkembangan ilmu-ilmu
sekuler sebagai simbol keberhasilan Perguruan Tinggi Umum di satu pihak, sementara di
IAIN pihak, perkembangan dan pertumbuhan Perguruan Tinggi Agama yang hanya
menekankan ilmu agama dan teks-teks keislaman normatif. Hal ini berdampak pada
persoalan penciptaan tenaga kerja terampil dalam dunia ketenagakerjaan, serta membawa
dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sosial-budaya, sosial-
ekonomi, sosial politik, dan sosial kegamaan di tanah air.

Dari sini tergambar Reintegrasi Epistimologi Keilmuan dan konsep Wahdatul Ulum
di UIN Sumatra Utara mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan
yang serba kompleks dan tak terduga di era globalisasi ini agar tanggung jawab kemanusiaan
dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusi Indonesia menjadi berkualitas
dan sebagai Kholifatullah fi al-Ard.

B. Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan paradigma?

Apa itu islam dalam paradigma keilmuan?

Islam dalam paradigma keilmuan UIN-SU?


BAB II

ISI

A. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pertama kali di perkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962) dan
kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Menurut kuhn, paradigma
adalah cara mengetahui realitas sosial yang dikontruksikan oleh mode of thought (cara
berfikir) atau mode of inquiry (cara bertanya) tertentu. Yang kemudisn menghasilkan
mode of knowing (ragam pengetahuan) yang spesifik.
Definisi tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang
mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang
semestinya dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh Goerge Ritzer (1980),
dengan menyatakan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan
tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu
cabang atau disiplin ilmu pengetahuan.
Paradigma merupakan cara masing-masing orang memandang dunia,
memandang persoalan, alur berfikir seseorang yang terbentuk karena pengalaman dan
pilihan-pilihan. Dalam bahasa agama fungsional adalah amal. Beberapa alasan
mengapa kebijakan harus dianalisis yaitu Pertama, karena biasanya ada beberapa
faktor kebijakan yang menjadi lemah. Kedua, karena masyarakat mempunyai fungsi
kontrol. Ketiga, faktor pandangan hidup. Keempat, faktor tradisi. Kelima, faktor
wisdom. Al-Qur’an sebagai paradigma pengembangan ilmu pengetahuan yaitu:
sumber ilmu, aqidah, akhlak, sosial, ekonomi, politik, science, ibadah,  sejarah dan
hukum-hukum. Al-Qur’an sebagai paradigma yaitu dengan cara menjadikan Al-
Qur’an sebagai paradigma keilmuan islam sekaligus sebagai ideologi, terdapat dalam
Al- Qur’an surah Al-Ankabut ayat 43.

B. Islam dalam Pradigma Keilmuan UIN-SU


Sejak didirikan pada tahun 1973, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Sumatera Utara, sebagai suatu keharusan sebuah institut hanya mengembangkan ilmu-
ilmu keislaman (slamic Studies) dalam empat fakultas: Fakultas Tabiyah, Fakultas
Syari’ah, Fakultas Ushuluddin, dan Fakultas Dakwah. Universitas ini telah/dan akan
terus mengembangkan ilmu-ilmu, bukan hanya ilmu-ilmu keislaman (Islamic Studies)
tetapi juga mengembangkan ilmu pengetahuan Islam (Islamic Science), dengan
fakultas-fakultas yang memiliki spectrum yang luas semisal Fakultas Sains dan
Teknologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Sosial, dan fakultas-
fakultas lain yang akan terus berkembang.
1

Perkembangan cakupan ilmu dan departemen yang dikembangkan di


Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, membutuhkan paradigma yang
menempatkan Islam sebagai ruh dan nilai yang mendasari semua pengembangan ilmu
yang dilakukan. Pertama, universitas Islam yang mengembangkan fakultas-fakultas
atau departemen-departemen pengembangan ilmu-ilmu keislaman (Islamic Studies)
dan mengembangkan fakultas-fakultas/departemen-departemen ilmu-Ilmu
Pengetahuan Islam (Islamic Science) yang mengembangkan ilmu pengetahuan Islam
(Natural Science, Social Science, dan Humaniora). Pada model pertama, Ilmu-Ilmu
Keislaman
(Islamic Studies) dikembangkan pada fakultas-fakultas ilmu-ilmu keislaman.
Sementara pada fakultas ilmu pengetahuan Islam (Islamic Science), ilmu-ilmu
keislaman hanya dipelajari melalui mata kuliah agama Islam saja.
Meskipun dalam model ini ilmu-ilmu pengetahuan islam dikaitkan dengan
islam, pengaitannya hanya terbatas pada masukkan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits
yang relevan, atau yang dapat disebut sebagai ayatisasi ilmu pengetahuan islam.
Selain menetapkan adanya mata kuliah agama Islam pada fakultas-fakultas yang
mengembangkan ilmu pengetahuan Islam (Islamic Science), juga mengembangkan
ilmu-ilmu pengetahuan Islam (Islamic Science), yang dipahami, diyakini, dan
dijalankan sebagai ilmu yang rabbâniyah (ilmu pengetahuan yang berasal dari Tuhan
dan pengembangan serta penerapannya ditujukan sebagai pengabdian kepada Tuhan.
Dengan demikian ontologi, epistemologi, dan aksiologi-nya dikembangkan
dengan landasan nilai-nilai universal yang diajarkan Islam. Jadi, ilmu penegetahuan
apa pun yang dikembangkan diyakini sebagai ilmu pengetahuan islam dimana ruh
pengembangannya adalah nilai-nilai universal yang diajarkan islam.

C. Paradigma Keilmuan dalam Islam


Bagaimana Islam dalam memandang Ilmu Pengetahuan? dengan ilmu
pengetahuan maka setiap manusia akan bisa mendapatkan sebuah kebenaran melalui
proses-proses tertentu baik dengan melakukan penelitian ilmiah maupun dengan
1
(Salim, 2006: 78) (Salim, Agus, 2001. Teori dan paradigma penelitian sosial, PT. Tiara Kencana, Yogyakarta)
berbagai cara lainnya. Ilmu pengetahuan dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan
manusia dalam mencapai kesejahteraan hidup didunia dan memberi kemudahan
dalam mengenal Tuhan. Oleh karena itu Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan
merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban manusia sebagai mahluk Allah SWT.
Yang berakal. Dalam tradisi Islam, sebagaimana dibahas dalam usul fiqih, ada dua
garis besar ilmu, yaitu 1. Ilmu makhluk dan, 2. Ilmu Allah Ta’ala.
Prof. Wahbah Zuhaili dalam kitab beliau yang fenomenal, yaitu Al-Munir
menjelaskan konsep ilmu manusia dan makhluk lainnya sebagai bekal dalam
kehidupan ini, beliau menerangkan bahwa makhluk memiliki lima tingkatan ilmu.
2

1. Fitrah atau ilham


Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh hewan mamalia yang baru saja
dilahirkan oleh induknya. Dia akan segera mendekat untuk menyusu kepada
induknya. Inilah ilham yang Allah Ta’ala tanamkan kepada hewan.
2. Panca indera
Panca indera dimiliki oleh hewan dan manusia. Bahkan pada awal kehidupan,
panca indera hewan lebih berfungsi daripada manusia.
3. Akal
Dengan akal inilah manusia mengelola informasi yang diterima oleh panca
inderanya. Dengan akal manusia menelurkan konsep-konsep dan pemikiran yang
berpengaruh ke tingkah laku dan peradabannya sebagai manusia. Maka dengan akal
inilah peradaban manusia berkembang dan tidak statis sebagaimana hewan.
4. Hidayah agama
Akal manusia memiliki keterbatasan. Terlebih lagi, akal sering dikaburkan
dengan keinginan hawa nafsu. Hal ini membuat manusia rentan melakukan kesalahan
dalam tingkah lakunya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan panduan baku yang
bersih dari polusi hawa nafsu. Ialah hidayah/ilmu agama. Ilmu agama berasal dari
Allah Ta’ala dan terbebas dari hawa nafsu, subhanallah. Ilmu agama sudah pasti
kebenarannya, dan seharusnya digunakan oleh makhluk untuk mengatur tingkah
lakunya.
5. Hidayah taufik

2
Wahdatul Ulum-UINSU. IAIN Press Medan-Indonesia
Al-Munir
Jurnal Filsafat Indonesia, Vol. 4 No 2 Tahun 2021
Banyak orang mendapatkan nasihat dan arahan agama. Namun pada
kenyataannya, seringkali manusia berpaling dari ilmu yang telah datang kepadanya
tersebut. Hal ini terjadi karena tidak semua manusia mendapatkan hidayah taufik dari
Allah Ta’ala. Taufik adalah kecocokan hati seseorang untuk tunduk dan menerima
nasihat/ilmu agama yang datang kepadanya. Inilah hidayah yang sering kita minta
dengan lafadz ihdinash shirathal mustaqim.
Inilah perbedaan besar antara paradigma ilmu sekuler dengan paradigma ilmu
peradaban Islam. Paradigma sekuler mengingkari keberadaan “ilmu Tuhan”. Mereka
menganut empirisme untuk mengakui ilmu. Empirisme adalah suatu prinsip bahwa
semua pengetahuan didapatkan dengan pengalaman. Apa yang tidak dialami atau
tidak bisa dijelaskan dengan akal mereka, tidak diakui sebagai ilmu. Pada akhirnya
dibuanglah segala konsep agama dari bahasan ilmu pengetahuan dalam paradigma
sekuler.
3

Hal ini jelas bertentangan dengan pandangan ilmu dalam tradisi Islam.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, hasil olahan akal manusia hanyalah tingkat
ketiga dari lima tingkatan ilmu. Adapun ilmu Allah Ta’ala yang sampai kepada
manusia sampai pada tingkat keempat dan kelima. Maka ketika seseorang membatasi
ilmu dengan empirisme, maka sebenarnya dia membatasi ilmunya hanya sampai pada
tingkat ketiga, yaitu tingkat akal.
Oleh karena itulah Islam tidak membatasi ilmu dengan empirisme insani.
Dalam Islam, kebenaran bukan hanya apa yang pernah dialami oleh manusia. Selain
pengalaman manusia, ada sumber ilmu lain dalam tradisi keilmuan Islam yang disebut
dengan khabar shadiq.

BAB III
PENUTUP
3
https://dppai.uii.ac.id/paradigma-keilmuan-dalam-islam/
Kesimpulan
Sebagai seorang mukmin yang meyakini Allah Ta’ala, peran agama dalam
dinamika ilmu pengetahuan yang mana agama adalah salah satu sumber ilmu
pengetahuan yang hakiki. Dengan paradigma Islam, semakin banyak sumber ilmu
pengetahuan yang dapat dikembangkan. Dengan paradigma Islam, semakin banyak
produk ilmu yang dihasilkan untuk maslahat manusia. Pada akhirnya, dengan
paradigma keilmuan Islam muncullah produk-produk ilmu yang hakiki, bukan
pengetahuan keliru yang disusun dengan pencemaran hawa nafsu dan keterbatasan
akal.

DAFTAR PUSTAKA
(Salim, 2006: 78) (Salim, Agus, 2001. Teori dan paradigma penelitian sosial, PT. Tiara
Kencana, Yogyakarta)
Wahdatul Ulum-UINSU. IAIN Press Medan-Indonesia
Jurnal Filsafat Indonesia, Vol. 4 No 2 Tahun 2021
https://dppai.uii.ac.id/paradigma-keilmuan-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai