Anda di halaman 1dari 6

Lembaga menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah bakal dari sesuatu.

[3] Asal mula yang

akan menjadi sesuatu, bakal, bentuk, wujud, rupa, acuan, ikatan, badan atau organisasi yang

mempunyai tujuan jelas terutama dalam bidang keilmuan.

Menurut ensiklopedi Indonesia, lembaga pendidikan yaitu suatu wadah pendidikan yang dikelola

demi mencapai hasil pendidikan yang diinginkan.[4]

Badan pendidikan sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat pendidikan, jadi badan/lembaga

pendidikan yaitu organisasi atau kelompok manusia yang karena sesuatu dan lain hal memikul

tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan

wajar. Secara terminology lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat

berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu mengandung konkirit berupa

sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma- norma dan

peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.[5]

BENTUK-BENTUK LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

a. Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Dalam Islam, keluarga dikenal dalam istilah usra, nasl,Ali, dan nasb. Keluarga dapat diperoleh

melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, isteri), persusuan dan pemerdekaan.Sebagai

pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban yang berbeda karena perbedaan

kodratnya. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya melalui

pemanfaatan karunia Allah SWT di muka bumi.


Artinya : Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah

karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumuah :

10).[7]

Dan selanjutnya dinafkahkan pada anak isterinya

Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi

yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian

kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar

kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang

ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih

(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas

keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu

apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan

Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 233).[8]

Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara, dan mengelola keluarga di rumah suaminya,

terlebih lagi mendidik dan merawat anak-anaknya. Dalam Sabda Nabi SAW, dinyatakan :Dan

perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinannya itu(H.R.

Bukhari-Muslim).[9]

Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar

mempunyai kepribadian yang kemudian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-

lembaga berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan

mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara pendidikan
keluarga dengan pendidikan tersebut, sehingga mesjid, pondok pesantren, dan sekolah

merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga.

b. Masjid sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Secara harfiah mesjid adalah tempat untuk bersujud, namun dalam arti terminologi, mesjid

diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktifitas ibadah dalam arti yang luas.

Pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan dimesjid sebagai lembaga pengembangan

pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan suatu lingkaran (lembaga) dan ditumbuhkannya.

Al-Abdi dalam bukunya Al-Madkhal menyatakan bahwa mesjid merupakan tempat terbaik untuk

kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam mesjid, akan terlihat

hidupnya sunah-sunah Islam, menghilangnya bidah-bidah, mengembangnya hukum-hukum

Allah, serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam pendidikan.[10]

Oleh karena itu, mesjid merupakan lembaga kedua setelah pendidikan keluarga. Implikasi mesjid

sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :

1. Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada allah swt.

2. Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial,

serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial dan warga

negara.

3. Memberikan rasa ketenteraman, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia

melalui pendidikan kesabaran, keberanian kesadaran, perenungan, optimisme dan mengadakan

penelitian.

c. Pondok Pesantran sebagai lembaga Pendidikan Islam


Kehadiran kerajaan Bani Umaiyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga anak-anak

masyarakat Islam tidak hanya belajar di mesjid tetapi juga pada lembaga-lembaga yang ketiga,

yaitu Kuttab (pondok pesantren). Kuttab ini dengan karakteristik khasnya merupakan wahana

dan lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem

halaqoh.

Pada tahap berikutnya Kuttab mengalami perkembangan pesat , karena di dukung dana dari iuran

pendidikan dari masyarakat, serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan

anak didik.Di Indonesia istilah Kuttub lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren yaitu suatu

lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat seorang Kiai (pendidik) yang mengajar dan

mendidik para santri (anak didik) dengan sarana mesjid yang digunakan untuk

menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pondok sebagai tempat tinggal

para santri. Dengan demikian, ciri-ciri pondok pesantren adalah adanya Kiai, santri, mesjid dan

pondok.[11]

d. Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai empat latar

belakang, yaitu :

1. Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.

2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren kearah suatu sistem pendidikan yang

lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.

3. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau

pada barat sebagai sistem pendidikan mereka.


4. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan

oleh pesantren disistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.

Tidjani Djauhari, Masa Depan Pesantren, Agenda yang Belum Terselesaikan, (Jakarta: Taj

Publishing, 2008), 2.

[2]Ibid., 2.

[3]Pius Partanto & Dahlan, Kamus ilmiyah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), 412.

[4] http://darshenie.blogspot.com/2012/09/pengembangan-lembaga-pendidikan-islam_20.html

[5] http://darshenie.blogspot.com/2012/09/pengembangan-lembaga-pendidikan-islam_20.html

[6]Ibid.

[7]Al-Quran

[8]Al-Quran

[9] http://darshenie.blogspot.com/2012/09/pengembangan-lembaga-pendidikan-islam_20.html

[10]http://darshenie.blogspot.com/2012/09/pengembangan-lembaga-pendidikan-islam_20.html

[11]Tidjani Djauhari, (Jakarta: Taj Publishing, 2008), 72.

[12] Irsyad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam (Ciputat: Karsa Utama Mandiri,

1998), Cet. I, hlm. 3.

[13] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: PT. Lkis Printing Cemerlang, 2009), 15.

[14]Ibid., 17-18.
[15] http://annamemperoore.blogspot.com/2013/03/kedudukan-ilmu-pendidikan-islam-

dalam.html

[16] http://bang-zaim.blogspot.com/2012/02/hakikat-ilmu-pendidikan-islam.html

Anda mungkin juga menyukai