Anda di halaman 1dari 18

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

Disusun Oleh

FAUZAN ROYHANUDDIN (23 501 00027)


GABENA YOLANDA (23 501 00033)

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Abdusima Nasution, S. Ag., M. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
TA. 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah Subhaanahu wa ta’ala, karena
berkat limpahan Rahmat dan Ridho-nya, sehingga penulis dapat menyusun makalah ini.
Salawat dan salam dihaturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas
perjuangan beliau, penulis dapat menikmati pencerahan iman dan islam dalam mengarungi
samudera kehidupan ini. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai Islamisasi
Ilmu Pengetahuan dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Sosial Pendidikan
Islam.
Tak lupa, penulis ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Abdusima Nasution, S. Ag.,
M.A selaku dosen pengampuh mata kuliah juga kepada semua teman-teman yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun penulis.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Padangsidimpuan, 24 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
B. Latar Belakang Islamisasi Ilmu............................................................................................5
1. Pengertian Islamisasi Ilmu.......................................................................................................5
2. Latar Belakang Islamisasi Ilmu............................................................................................6
3. Tokoh-tokoh Islamisasi Ilmu................................................................................................8
a. Ismail Raji Al-Faruqi............................................................................................................8
b. Syed Naquib Al-Attas...........................................................................................................9
c. Ziauddin Sardar..................................................................................................................10
4. Langkah-langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan.................................................................11
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang memiliki pendidikan yang berkesadaran dan
bertujuan. Allah SWT telah menciptakan landasan pendidikan yang jelas bagi seluruh
manusia melalui syariat Islam.
Konsep pendidikan dalam Islam adalah sebagai berikut; Pertama, Pendidikan
merupakan kegiatan yang harus memiliki tujuan, sasaran dan target yang jelas; Kedua,
Pendidik yang sejati dan mutlak adalah Allah SWT. Dialah Pencipta fitrah, Pemberi
bakat, Pembuat berbagai sunnah perkembangan, peningkatan, dan interaksi fitrah,
sebagaimana Allah pun mensyariatkan aturan guna mewujudkan kesempurnaan,
kemaslahatan dan kebahagiaan; Ketiga, pendidikan menuntut terwujudnya program
berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan
perkembangan anak, dan; Keempat, peran seorang pendidik harus sesuai dengan tujuan
Allah SWT menciptakannya. Islam adalah agama yang memperhatikan bahkan
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Terdapat banyak ayat al Qur’an yang
memposisikan ilmu dan ahli ilmu pada tempat yang mulia dan agung. Di samping itu
juga terdapat banyak ayat yang memotivasi umat Islam untuk menuntut ilmu
pengetahuan.
Kedatangan Islam di bumi ini dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW telah
membuka mata manusia untuk beranjak dari kemunduran dan keterbelakangan
kehidupannya menuju kepada peradaban yang ideal. Berdasarkan pendahuluan di atas,
maka dapat dijabarkan suatu rumusan masalah mengenai pengertian, tujuan, langkah-
langkah, islamisasi ilmu pengetahuan. Dari rumusan masalah tersebut dapat diuraikan apa
pengertian, tujuan, langkah-langkah, dan pengaruh gagasan islamisasi tersebut terhadap
ilmu pengetahuan

4
BAB II

PEMBAHASAN
B. Latar Belakang Islamisasi Ilmu
1. Pengertian Islamisasi Ilmu
Secara bahasa Islam adalah “din”: yakni ikatan atau sesuatu dipegang dan
dipatuhi yang berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sehingga
berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari.1 Islam adalah suatu agama yang
penganutnya memiliki kultur kebudayaan yang berbeda-beda, seperti Mesir,
Indonesia, Tunisia, Pakistan dan sebagainya. 2 Dalam suatu “Perbincangan tentang
Isu-isu Kontemporer” yakni Wajah-wajah Islam; dijelaskan bahwa Islam bukan
sekedar agama, melainkan Islam sebagai suatu sistem politik dan organisasional yang
merupakan sebuah metodologi untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis,
spiritual, dan intelektual manusia. Islam adalah kebudayaan dan pandangan dunia
yang hidup dinamis dan memanifestasikan dirinya dalam suatu peradaban.3
Sedangkan munculnya Ilmu pengetahuan karena rasa keingintahuan manusia yang
tidak berkesudahan terhadap suatu obyek. Pikiran atau akal budi meragukan
kesaksian panca indra karena sering menipu, sehingga menyebabkan adanya keraguan
dan timbulnya banyak pertanyaan seperti: apakah sesuatu itu? mengapa sesuatu itu
ada? Bagaimana keberadaannya, dan lain sebagainya.
Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan tentang obyek tertentu yang bertujuan
mencapai kebenaran ilmiah, yang diperoleh melalui beberapa pendekatan atau cara
pandang (approach), metode (method), dan sistem tertentu lainnya.4 Dalam
Ensiklopedia Indonesia, ilmu pengetahuan yaitu suatu sistem dari berbagai
pengetahuan mengenai suatu lapangan tertentu, yang kemudian disusun menurut asas-

1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, cet. VIII, 2003), hlm. 10
2
C.A. Van Peursen, Orientasi Alam Filsafat, terj. Dick Hartoko (Jakarta: Gramedia Utama, cet. VI, 1991),
hlm. 131
3
Disarikan dari dialog Syed Naquib al-Attas dengan Ziauddin Sardar dalam Faces of Islam : Conversation
On Contemporer Issues ; Wajah-wajah Islam: Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer, (Bandung: Mizan,
1992), 13- 22
4
Suparlan Suhartono, Dasar-dasar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, cet. II, 2005), hlm. 92.

5
asas tertentu yang diperoleh dari hasil sebuah pemeriksaan yang dilakukan dengan
teliti menggunakan metode tertentu sehingga menjadi suatu kesatuan. Sementara
secara epistemologi, setiap pengetahuan merupakan hasil dari berkontaknya dua hal
yaitu, benda (obyek penelitian) dan manusia (subyek peneliti).
AI-Faruqi dalam bukunya Budi Handrianto; menyebutkan bahwa Islamisasi ilmu
pengetahuan (Islamization of knowladge) merupakan usaha untuk mengacukan
kembali ilmu, yaitu untuk mendefenisikan kembali, menyusun ulang data,
memikirkan kembali argument dan rasionalisasi, menilai kembali tujuan dan
melakukannya secara sistimatis untuk memperkaya visi dan perjuangan Islam.
Islamisasi ilmu juga merupakan sebagai usaha yaitu memberikan defenisi mengatur
data-data, memikirkan lagi jalan pemikiran dan menghubungkan data-data,
mengevaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan tujuan-tujuan dan
melakukan semua itu sehingga disiplin itu memperkaya wawasan Islam dan
bermanfaat bagi cause (cita-cita) Islam.
Islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Attas, yaitu Pembebasan manusia dari
tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam)
dan dari belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa Juga pembebasan dari
kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri
atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat
dirinya yang sebenarnya.

2. Latar Belakang Islamisasi Ilmu


Islam adalah seatu agama yang memperhatikan setiap detail aspek kehidupan
semua umat manusia. Termasuk tentang pentingnya menuntut ilmu. Perkembangan
ilmu pengetahuan, umat Islam mengalami puncak kejayaan di masa Bani Umayyah
dan Bani Abbasiyah, hingga berdirinya Universitas Al-Azhar di Kairo menunjukan
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan Islam yang pesat pada saat itu. Islamisasi
ilmu itu sendiri sebenarnya telah dilakukan pertama kali oleh Nabi Muhammad SAW
ketika beliau mendakwahkan ajaran keimanan (tauhid) dan memperbaiki moralitas
(akhlak) umat manusia, untuk memberantas segala mitos dan keyakinan hidup yang
tidak mempunyai dasar yang kokoh, serta untuk membangun sikap mental mereka
agar tidak terbelenggu atau terpenjara oleh segala sesuatu yang selain Allah. Oleh

6
sebab itu, apa yang didakwahkan oleh beliau merupakan bentuk perwujudan dari nilai
keimanan kepada Allah yang tersimpul dalam pernyataan “Tiada Tuhan Selain
Allah”.5
Kemudian munculnya isu Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan respon atas
dikotomi antara ilmu agama dan sains yang dimasukkan Barat sekuler dan budaya
masyarakat modern ke dunia Islam. Adapun kemajuan yang dicapai sains modern
telah membawa banyak pengaruh positif, hanya saja di sisi lain juga membawa
dampak yang negatif, karena sains modern (Barat) kering nilai atau terpisah dari nilai
agama. di samping itu Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah sebagai reaksi atas
krisinyas sistem pendidikan yang dihadapi oleh umat Islam, yakni adanya dualisme
sistem pendidikan Islam dan pendidikan modern (sekuler) yang membingungkan
umat Islam. Sehingga ide Islamisasi ilmu pengetahuan berangkat dari kondisi yang
memprihatinkan di dunia Islam pada masa modern yang mengalami ketertinggalan
ilmu pengetahuan dan dominasi ilmu pengetahuan Barat yang sekuler yang dewasa
ini berkembang di dunia Islam. Untuk itu maka upaya Islamisasi Ilmu dilakukan,
menurut beberapa sumber pertama kali diangkat Syed Husein Nasr dalam beberapa
karyanya sekitar tahun 1960-an. Saat itu, Nasr berbicara dan membandingkan antara
metodologi ilmu-ilmu keIslaman dengan ilmu-ilmu umum, terutama ilmu alam,
matematika, dan metafisika. Menurutnya, apa yang dimaksud ilmu dalam Islam tidak
berbeda dengan ‘scientia’ dalam istilah Latin.6
Perbedaan diantara keduanya pengetahuan itu yakni pada metodologi yang
dipakai. Ilmu-ilmu keIslaman tidak hanya memakai metodologi rasional dan
cenderung posivistik, melainkan juga menerapkan berbagai metodologi seperti:
rasional, tekstual, bahkan intuitif sesuai dengan obyek yang dikaji
Pada tahun 1977 itu juga, diadakan konferensi internasional pertama di Swiss,
untuk membahas lebih lanjut ide Islamisasi ilmu. Hal ini karena Gagasan Islamisasi
ilmu telah mendapat sambutan yang luar biasa dari para intelektual muslim di dunia
tersebut. Konferensi ini dihadiri 30 partisipan yang berusaha menelusuri penyebab
terjadinya krisis di kalangan umat Islam dan cara mengatasinya. Solusi yang

5
Muhaimin. Wawasan Pendidikan Islam. (Bandung: Marja, 2014), hlm.
6
Indah Wahyu dkk, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. Vol. 5, No. 1,
2022, hlm. 210.

7
disepakati adalah mencari pendekatan secara sistematis dan mencari metodologi yang
tepat untuk membangun sistem pengetahuan Islam yang lebih mandiri sebagai fondasi
peradaban Islam. Konferensi pertama tersebut ternyata memberi pengaruh besar
terhadap para ilmuan muslim dunia. Di Amerika, gagasan Islamisasi ilmu disambut
dan dipelopori oleh Ismail Raji al-Faruqi, sehingga didirikan sebuah perguruan tinggi,
The International Institute of Islamic Thought (IIIT), tahun 1981 di Washington,
Sejak berdirinya, IIIT telah menekankan perlunya untuk melatih dan mendidik
sarjana-sarjana muslim dalam bidang Islamisasi ilmu sosial dan mendorong mereka
untuk melakukan penelitian dan menulis topik-topik sosial dari sudut pandang Islam,
selanjutnya bekerja sama dengan Association of Muslim Social Scientist (AMSS),
IIIT telah berhasil menerbitkan jurnal yang bernama American Journal of Islamic
Sosial Sciences (AJISS). Jurnal ini bertujuan untuk menjadi jembatan bagi seluruh
intelektual dan sarjana muslim di seluruh dunia untuk meningkatkan atau
mengembangkan pendekatan kesarjanaan dalam disiplin ilmu sosial dan kajian-kajian
humaniora. 7

3. Tokoh-tokoh Islamisasi Ilmu


a. Ismail Raji Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi yang lebih terkenal dengan nama Al-Faruqi lahir di
daerah Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921. Ayahnya adalah seorang
qhadi di Palestina. Al-Faruqi mulai pendidikan dasarnya di College des ferese,
Libanon, yang menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa pengantarnya sejak
1926 hingga 1936. Pendidikan tinggi ia tempuh di American University Beirut.
Pada 1941, setelah meraih gelar Bachelor of Arts (BA), ia bekerja sebagai
pegawai pemerintah (PNS) Palestina di bawah mandat Inggris. Empat tahun
kemudian, karena kepemimpinannya yang menonjol, Al-Faruqi diangkat sebagi
Gubernur di Provinsi Galelia, Palestina, pada usia 24 tahun. Namun jabatan ini
tidak lama diembannya, karena tahun 1947 provinsi tersebut jatuh ketangan Israel
sehingga ia hijrah ke Amerika. Setahun di Amerika Faruqi melanjutkan studinya
di Indiana University sampai meraih gelar Master dalam bidang filsafat, tahun

7
Indah Wahyu dkk, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan,… hlm. 211.

8
1949. Dua tahun kemudian ia meraih gelar master kedua dalam bidang yang sama
dari Universitas Harvard.8
Pada tahun 1952 Al-Faruqi meraih gelar Ph.D dari Universitas Indian,
dengan disertasi berjudul On Justifying the God: Metaphysic and Epistemology of
Value (tentang pembenaran Tuhan, Metafisika dan epistimologi nilai). Namun,
apa yang dicapai ini tidak memuaskannya. Karna itu ia kemudian pergi ke Mesir
untuk lebih mendalami ilmu-ilmu keislaman di Universitas al-Azhar Kairo selama
empat tahun. Usai studi Islam di Kairo, Al-Faruqi mulai berkiprah di dunia
kampus dengan mengajar di Universitas McGill Montreal Kanada pada tahun
1959 selama 2 tahun. Pada tahun 1962 Al-Faruqi pindah ke Karachi Pakistan
untuk ikut terlibat dalam kegiatan Central Institute for Islamic Research. Setahun
kemudian tepatnya tahun 1963 Al-Faruqi kembali ke AS dan memberikan kuliah
di Fakultas Agama Universitas Chicago dan selanjutnya pindah ke program
pengkajian Islam di Universitas Syracuse New York.9

b. Syed Naquib Al-Attas


Syed Muhammad Naquib al-Attas bin Ali bin Abdullah bin Muhsin bin
Muhammad al-Attas lahir pada tanggal 5 september 1931 di Bogor, Jawa Barat,
Indonesia. Pada waktu itu Negara Indonesia masih dalam jajahan atau tekanan
bangsa Belanda. Naquib al-Attas adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Kakaknya bernama Syed Hussain al-Attas, mantan wakil rektor di Universitas
Malaya dan ahli di bidang sosiologi. Sedangkan adiknya, Syed Zaid al-Attas
adalah seorang insinyur teknik kimia dan mantan dosen pada Institut Teknologi
MARA. Bila dilihat dari garis keturunannya, Naquib al-Attas termasuk orang
yang beruntung secara inheren. Sebab dari kedua belah pihak, baik ayah maupun
ibu merupakan orang-orang yang berdarah biru. Ibunya bernama Sharifah Raquan
binti Syed Muhammad al Aydarus yang masih keturunan kerabat para raja sunda
di Singaparna, Jawa Barat. Sedangkan ayahnya Syed Ali al-Attas masih tergolong
bangsawan di Johor. Syed Ali al-Attas sebenarnya berasal dari Arab yang

8
Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani,2006), hlm.
209.
9
Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012)

9
silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasawuf yang terkenal diantara
sayyid.10
Ketika Syed Naquib al-Attas berusia 5 tahun, ia diajak orang tuanya
bermigrasi ke Malaysia. Di sini al-Attas dimasukkan dalam pendidikan dasar
Ngee Heng Primary School sampai usia 10 tahun. Melihat perkembangan yang
kurang menguntungkan yakni ketika jepang menguasai Malaysia, maka al-Attas
dan keluarga pindah lagi ke Indonesia. Di sini, ia kemudian melanjutkan
pendidikan di sekolah, Urwah al-Wusqa, Sukabumi (Jawa Barat) selama 5 tahun.
Di tempat ini al-Attas mulai mendalami dan mendapatkan pemahaman tradisi
Islam yang kuat, terutama tarekat. Hal ini bisa difahami, karena saat itu, di
Sukabumi telah berkembang perkumpulan tarekat Naqsabandiyah.11
Setelah itu, pada tahun 1946 ia kembali ke Johor Baru dan tinggal bersama
paman dan belajar di Bukit Zahrah School kemudian di English Johor Baru
(1946-1949 M). Setelah tamat dari sana ia memasuki Dinas Tentara sebagai
Perwira kader dalam Laskar Melayu-Inggris. Karena kepawaiannya akhirnya ia
pun diikutkan pada pendidikan dan latihan kemiliteran di Eaton Hall, Chester
Inggris, kemudian ke Royal Militery Academy Sandhurst Inggris (1952-1959 M.)
sampai akhirnya ia mencapai pangkat letnan. Karena merasa bukan bidangnya,
maka ia keluar dari Dinas Militer untuk selanjutnya kuliah lagi ke Universitas
Malaya (1957-1959 M.) pada Fakultas Kajian Ilmu-ilmu Sosial (social sciences
studies), lalu ia melanjutkan lagi studinya ke Mc. Gill University, Mentreal,
Kanada sampai mendapatkan gelar Master of Art M.A), dengan nilai yang
membanggakan dalam bidang teologi dan metafisika Islam.12

c. Ziauddin Sardar
Ziauddin Sardar seorang filsuf muslim kontemporer yang memiliki
pengaruh besar atas perkembangan isu-isu Islamic Studies kontemporer. Ia
berkebangsaan Pakistan dan lahir pada tanggal 31 Oktober 1951 di Punjab,

10
Ambar Hermawan,Islamisasi Pengetahuan ( Telaah Atas Pemikiran Syed Naquib Al Attas dan Islmail
Raji Al- Faruqi, Jurnal Kepemimpinan dan Pendidikan Islam, Vol. 3, No.2, Juni 2020, hlm. 68
11
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, teoritis dan Praktis
cet.2, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 118
12
Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, Analisis Pemikiran Prof.Dr. Syed Muhammad Naquib al-
Attas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 10

10
Pakistan. Pada tahun 1961 ia menetap di Inggris bersama orangtuanya.
Keluarganya berasal dari prajurit Durrani yang mendirikan negara yang akhirnya
menjadi Afghanistan setelah pecahnya Persia pasca pembunuhan Nader Shah
tahun 1747.20 Pendidikan Ph.D diselesaikan dalam bidang fisika. Meskipun ia
menyelesaikan perkuliahan terakhir di bidang fisika, ia tetap memiliki konsen
terhadap kajian-kajian agama. Tahun 1982 ia bekerja sebagai jurnalis dan reporter
televisi di London Weekend Television. Pada tahun 2000 ia menjadi kolumnis di
Majalah New Statesmen. Ini berlangsung selama beberapa tahun. Ia pernah
menjabat sebagai Komisaris untuk Kesetaraan dan Komisi Hak Asasi Manusia
(HAM). Selain itu, ia juga pernah menjadi anggota intern Forum Keamanan
Nasional di Inggris. 21 Majalah Prospect menobatkan dirinya sebagai salah satu
intelektual terbaik dari 100 intelektual publik di Inggris. Surat kabar The
Independent menyebutnya Britain’s Own Muslim Polymath.13
Selama menjalani hidup di Inggris, Sardar terdiskreditkan karena faktor
populasi muslim yang tergolong minoritas. Hal yang sama juga dialami oleh
rekan muslim secara umum yang menetap di negeri Britaniya Raya tersebut.
Penduduk asli negara Inggris atau disebut dengan orang-orang pribumi khawatir
jika populasi muslim di Inggris semakin meningkat. Ini berlaku di negara-negara
Eropa, dimana populasi muslim adalah kelompok minoritas yang segala
perilakunya tentu diawasi oleh pihak-pihak kelompok tertentu. Sebagai penduduk
pendatang, ia tidak merasakan kebebasan perilaku sepertihalnya penduduk
pribumi. Ini terjadi di kala itu dan tidak saat ini. Di mana negara Inggris
menjunjung tinggi liberalisme dan sekulerisme sehingga memberikan kebebasan
pada masing-masing individu.

4. Langkah-langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan


a. Syed Naquib al-Attas
Adapun langkah-langkah Islamisasi al-Attas adalah:
1) Mengisolisir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk budaya
dan peradaban barat. Adapun unsur-unsur tersebut terdiri dari:
13
Yunisiah, Homoseksual Menurut Buku “Reading The Quran” Karya Ziauddin Sarda, Jurnal Studi Al-
quran dan Hadis, Vol. 5, No. 2, 2021, hlm.655

11
a) Akal diandalkan untuk membimbing kehidupan manusia.
b) Bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran.
c) Menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup
sekuler.
d) Membela doktrin humanisme.
e) Menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam
fitrah dan eksistensi kemanusiaan.

Unsur-unsur tersebut harus dihilangkan dari setiap bidang ilmu


pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam ilmu pengetahuan humaniora.
Bagaimanapun, ilmu-ilmu alam, fisika, dan aplikasi harus diIslamkan juga.
Menurut al-Attas, jika tidak sesuai dengan pandangan hidup Islam, maka
fakta menjadi tidak benar. Selain itu, ilmu-ilmu modern harus diperiksa
dengan teliti. Ini mencakup metode, konsep, praduga, simbol, dari ilmu
modern, beserta aspek-aspek empiris dan rasional, dan yang berdampak
kepada nilai dan etika, penafsiran historitas ilmu tersebut, bangunan teori
ilmunya, praduganya berkaitan dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses
ilmiah, teori tersebut tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya,
kaitannya dengan ilmui-lmu lainnya serta hubungannya dengan sosial harus
diperiksa dengan teliti.

2) Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap


bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevan. Al-Attas menyarankan,
agar unsur dan konsep utama Islam mengambil alih unsur-unsur dan konsep-
konsep asing tersebut. Konsep utama Islam tersebut yaitu:
a) Konsep Agama (din)
b) Konsep Manusia (insan)
c) Konsep Pengetahuan („ilm dan ma‟rifah)
d) Konsep kearifan (hikmah)
e) Konsep keadilan („adl)
f) Konsep perbuatan yang benar („amal sebagai adab)
g) Konsep universitas (kulliyyah jami‟ah).

12
Tujuan Islamisasi ilmu adalah untuk melindungi orang Islam dari ilmu
yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan. Islamisasi
ilmu bertujuan untuk mengembangkan ilmu yang hakiki yang boleh
membangunkan pemikiran dan pribadi muslim yang akan menambahkan lagi
keimanannya kepada Allah. Islamisaai ilmu akan melahirkan keamanan,
kebaikan, keadilan, dan kekuatan iman.14
b. Ismail Raji Al-Faruqi
Dalam merealisasikan proses Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut Al-
Faruqi menetapkan tujuan dalam kerangka kerjanya yaitu: Penguasaan disiplin
ilmu modern, Penguasaan khazanah Islam, Membangun relevansi Islam dengan
masing-masing disiplin ilmu modern, Memadukan nilai-nilai dan khazanah
warisan Islam secara kreatif dengan ilmu-ilmu modern, dan Pengarahan aliran
pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah.
Kemudian tujuan tersebut di realisasikan melalui langkah-langkah isllamisasi
ilmu pengetahuuan yaitu sebagai berikut:
1) Penguasaan disiplin ilmu modern: prinsip, metodologi, masalah, tema dan
perkembangannya,
2) Survei disiplin ilmu,
3) Penguasaan khazanah Islam: sebuah ontologi,
4) Penguasaan khazanah ilmiah Islam: tahap analisis,
5) Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu,
6) Penilaian secara kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat
perkembangannya di masa kini,
7) Penilaian secara kritis terhadap khazanah Islam dan tingkat perkembangannya
dewasa ini,
8) Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam,
9) Survei permasalahan yang dihadapi manusia,
10) Analisis dan sintesis kreatif,
11) Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam
14
Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: Sejarah,Perkembangan, dan
Arah Tujuan, Islamia, THN II NO.6 (Juli-September, 2005), hlm. 35.

13
12) Penyebarluasan ilmu yang sudah diislamkan

c. Ziauddin Sardar
Ide islamisasi ilmu pengetahuan pada hakikatnya berdiri atas asumsi bahwa
ilmu pengetahuan tidaklah bebas nilai, akan tetapi berisi nilai-nilai yang
merefeksikan masyarakat saat ini. Dengan hal Sardar menegaskan bahwa:
“Ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari pandangan dunia dan sistem
keyakinan. Daripada meng-islamkan disiplin-disiplin yang telah
berkembang dalam miliu sosial, etik, dan kultural Barat, kaum
cendekiawan muslim lebih baik mengarahkan energi mereka untuk
menciptakan paradigma-paradigma Islam, karena dengan itulah tugas
untuk memenuhi kebuhan-kebutuhan urgen masyarakat-masyarakat muslim
dilaksanakan”.15

Dengan melihat penjelasan yang ditandaskan Sardar, dapat diketahui bahwa


upaya islamisasi pengetahuan Ismail Raji al Faruqi hanyalah sebuah usaha yang
tidak dapat menyelamatkan ilmu ke paradigma yang sesungguhnya melainkan
hanya menambah beban umat Islam yang tertinggal dari bangsa Barat dalam
tataran epistemologi.
Melihat keganjalan yang ada di dalam kerangka islamisasi pengetahuan,
Sardar memberikan suatu solusi dengan mengatakan bahwa islamisasi pengetahuan
harus berdiri dan berasal dari epistemologi Islam. Bagi al-Jabiri. Epistemologi
Islam dibagi menjadi tiga, yakni epistemologi bayani, epistemologi burhani, dan
epistemologi irfani.48 Dengan begitu Sardar sependapat dengan al-Jabiri dalam
membagi epistemologi Islam. Selanjutnya epistemologi Islam ini menghasilkan
bangunan keilmuan yang berpondasikan ajaran-ajaran Islam. Bagi Sardar, ilmu
pengetahuan yang berpondasikan ajaran-ajaran Islam sangat penting bagi
bertemunya dua kutub keilmuan yakni ilmu-ilmu keislaman dan ilmu Barat yang
sekuler.
Maka Sardar membuat konsep baru yang dianggapnya relevan, yakni
berupa pengilmuan Islam. Konsep tersebut lahir atas keinginan Sardar untuk
mempertemukan ilmu pengetahuan Islam dan mengimplementasikan nilai ajaran

15
Farkhan Fuady, Pengilmuan Islam Ziauddin Sardar dan Relevansinya bagi PTKIN, Jurnal UIN Raden
Mas Said Sura Karta, 2022, hlm. 56-57

14
Islam pada ilmu pengetahuan Barat. Pengilmuan Islam merupakan sebuah proses
dan metodologi yang di dalamnya dimasukkan semangat nilai-nilai Islam,
menjunjung tinggi pandangan dunia Islam, dan menjadikan ilmu sebagai sebuah
aplikasi dari Islam. Dengan begitu pengilmuan berarti dijadikan Islam sebagai ilmu
yang memiliki tujuan untuk mencapai Islam yang tidak hanya dalam tataran
manusia saja melainkan ke dalam tataran yang lebih bersifat universalitas yang
dalam Islam disebut sebagai rahmatan lil al-alamiin.
Sadar, tidak hanya berbicara mengenai konsep, ide, dan gagasan tetapi ia
merealisasikannya dalam sebuah seminar bersama intelektual muslim dan Barat
yang bertajuk Islam and the West. Seminar ini tentunya menghasilkan sebuah
kesepakatan bahwasanya relasi kontemporer dari epistemologi Islam harus
berpondasikan kerangka nilai yang merupakan karakteristik dasar Islam. isi
seminar tesebut teridentifkasi sepuluh pembahasan yang akhirnya menjadi konsep
yakni berupa tauhid, khilafah, ibadah, ilm, halal dan haram, adl, zulm, istislaah,
dan dhiya. Sepuluh konsep ini yang dapat dibagi dalam dua kategori besar, kategori
ibadah dan kategori ilm dan ada juga bagian dari ilm itu sendiri.16

16
Farkhan Fuady, Pengilmuan Islam Ziauddin Sardar dan Relevansinya bagi PTKIN, Jurnal UIN Raden
Mas Said Sura Karta, 2022, hlm. 58

15
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan Islamisasi ilmu adalah untuk melindungi orang Islam dari ilmu yang
sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan. Islamisasi ilmu
bertujuan untuk mengembangkan ilmu yang hakiki yang boleh membangunkan
pemikiran dan pribadi muslim yang akan menambahkan lagi keimanannya kepada Allah.
Islamisaai ilmu akan keamanan, kebaikan, keadilan, dan kekuatan iman.
Syed Naquib Al Attas, Ismail Raji al-Faruqi dan Zaiuddin Sardar merupakan
tokoh-tokoh penting dalam wacana islamisasi pengetahuan. Konsistensinya dalam proyek
ini patut menjadi teladan bagi generasi kini. Meski demikian, sebagai sebuah misi
keilmuan yang sangat penting, diperlukan metodologi dan kontekstualisasi dalam
membumikan semua gagasan tersebut. Sehingga tidak jatuh pada sebuah euforia, bahkan
utopia semata.

16
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, cet. VIII,
2003.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, teoritis
dan Praktis cet.2, Jakarta: Ciputat Press, 2005.
Ambar Hermawan,Islamisasi Pengetahuan ( Telaah Atas Pemikiran Syed Naquib Al
Attas dan Islmail Raji Al- Faruqi, Jurnal Kepemimpinan dan Pendidikan Islam,
Vol. 3, No.2, Juni 2020.
C.A. Van Peursen, Orientasi Alam Filsafat, terj. Dick Hartoko Jakarta: Gramedia Utama,
cet. VI, 1991.
Disarikan dari dialog Syed Naquib al-Attas dengan Ziauddin Sardar dalam Faces of Islam
: Conversation On Contemporer Issues ; Wajah-wajah Islam: Suatu
Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer, Bandung: Mizan, 1992.
Farkhan Fuady, Pengilmuan Islam Ziauddin Sardar dan Relevansinya bagi PTKIN,
Jurnal UIN Raden Mas Said Sura Karta, 2022.
Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema
Insani,2006.
Indah Wahyu dkk, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan. Vol. 5, No. 1, 2022.
Indah Wahyu dkk, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan,…
Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, Analisis Pemikiran Prof.Dr. Syed
Muhammad Naquib al-Attas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012)
Muhaimin. Wawasan Pendidikan Islam. Bandung: Marja, 2014.
Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer:
Sejarah,Perkembangan, dan Arah Tujuan, Islamia, THN II NO.6 Juli-September,
2005.
Suparlan Suhartono, Dasar-dasar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, cet. II, 2005), hlm. 92.
Yunisiah, Homoseksual Menurut Buku “Reading The Quran” Karya Ziauddin Sarda,
Jurnal Studi Al-quran dan Hadis, Vol. 5, No. 2, 2021.

17
18

Anda mungkin juga menyukai