Anda di halaman 1dari 10

Latar Belakang

Sekolah sebagai lembaga pendidikan resmi di Indonesia, dewasa


ini merupakan tempat bagi peserta didik untuk menuntut ilmu pengetahun
dan teknologi. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dibiayai oleh
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset
dan Teknologi (Kemendikbudristek) hingga satuan pendidikan telah
banyak mengalami perkembangan sejak masa penjajahan Belanda
hingga sekarang.
Dinamika perkembangan sekolah di Indonesia, khususnya
pendidikan bagi pribumi mengalami Sejarah Panjang dan jilimet pada
pasa kolonial Belanda. Hal tersebut terlihat dari SR yang disediakan oleh
pemerintah Belanda untuk rakyat pribumi memiliki muatan pelajaran
sangat sederhana serta berbeda dengan SR yang tersedia bagi anak-
anak Belanda di Indonesia kala itu. Kebijakan tersebut oleh Belanda
diterapkan untuk menciptakan calon pekerja bagi keberlangsungan
kekuasaan mereka di tanah jajahan.
Pascakemerdekaan, pendidikan di Indonesia mulai dibenahi oleh
pemerintah bergulir ke arah yang lebih baik. Dikotomi antara Pendidikan
umum dan Pendidikan agama meskipun belum menyeluruh telah
terkomodir seperti adanya sekolah umum yang berbasis keagamaan dan
lain-lain. Dengan demikian, pendidikan sebagai sarana minimal untuk
menempah peserta didik untuk mampu menumbuhkembangkan dirinya
ketika berada di tengah-tengah Masyarakat.
Pembahasan
Pengertian Sekolah
Menurut Abdullah Idi, sekolah adalah sebuah embaga yang
dirancang untuk pengajaran atau pendidikan terhadap murid dibawah
pengawasan pendidik (guru). Sebagian besar negara memiliki sistem
pendidikan formal yang umumnya wajib, bertujuan menciptakan peserta
didik agar mengalami kemajuan setelah melalui proses pembelajaran.
Kata “sekolah” seperti dikutip oleh Abdullah Idi, adalah berasal dari
Bahasa Latin, yakni skhole, scola, scolae atau skhola yang berati waktu
luang atau waktu senggang. Pada awalnya waktu itu sekolah diartikan
sebagai kegiatan di waktu senggang bagi anak-anak di tengah kegiatan
utama mereka, yakni bermain dan menghabiskan waktu menikmati masa
kanak-kanak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang tersebut seperti
ditulis Abdullah adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf
dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Dalam
kegiatan scola, anak-anak di damping oleh seorang ahli dan menerti
tentang psikologi aak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-
besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui
berbagai pelajaran. Sekarang ini kata “sekolah” maknanya bisa sebagai
tempat berupa bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar.
Ketersediaan sarana pada suatu sekolah memiliki peranan penting demi
terlaksananya proses Pendidikan. Sekolah dipimpin oleh seorang kepala
sekolah, dan kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah.
Pengorganisasian suatu sekolah tergantung pada beberapa aspek antara
lain: jenis, tingkat dan sifat sekolah yang bersangkutan.
Sekolah dalam arti yang luas mencakup mulai dari kelompok
bermain (Play Group) Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dassar (SD),
sekolah Menengah Pertama (SMP),Sekolah Menengah Atas, sampai
Perguruan Tinggi merupakan agen sosialisasi yang penting, dalam
kehidupan manusia. Sekolah perlahan menjadi agen pengganti terhadap
apa yang dilakukan keluarga, seiring dengan intensifnya anak memasuki
memasuki ruang social sekolah. Pada suatu hal tidak jarang anak sangat
percaya kepada gurunya dibandingkan dengan kedua orang tuanya.
Terutama pada anak usia kelompok bermain, dan sekolah dasar.1
Untuk melaksanakan proses Pendidikan pada sekolah, minimal
harus memenuhi standar pendidikan untuk menjamin mutu Pendidikan,
mencerdaskan kehidupan berbangsa, membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat yang sesuai dengan tuntutan zaman. Adapun
standar Nasional Pendidikan sebagaimana yang terdapat dalam undang-
undang sistem Pendidikan nasional menurut BSNP (Badan Standar
Nasional Pendidikan) sebagai berikut:
1. Standar Kompetensi Lulusan, yaitu mengenai standar minimal lulusan
mata Pelajaran. Seperti yang terdapat dalam Permendikbud RI nomor
23 tahun 2006 (tentang penetapan SKL untuk satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah), Permendiknas RI nomor 24 tahun2006 (tentang
standar isi satuan Pendidikan Dasar dan Menengah)
2. Standar Isi, yaitu mengenai lingkup materi dan kompetensi minimal
kerangka dasr kurikulum, beban belajar KTSP, dan kalender
Pendidikan. Seperti yang terdapat dalam Permendiknas no 22 tahun
2006).
3. Standar Proses, yaitu mengenai proses pembelajarn yang intektif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi perserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi Prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik, serta psikologi peserta didik. (Permendiknas no 22
tahun2016).
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, yaitu mengenai kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani
dan Rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
Pendidikan nasional. (permendiknas nomor, 12, 13 dan 16 tahun 2007
tentang standar pengawas sekolah, kepala sekolah/madrasah dan
guru)

1
Ida Norlena, Sekolah Sebagai Organisasi Formal (Hubungan Antar Struktur),
Banjar Baru: Jurnal Tarbiyah Islamiyah, vol.5, no.2, 2015, hlm.45-55.
5. Standar Sarana dan Prasarana, yaitu mengenai kewajiban memiliki
sarana perabaot, peralatan Pendidikan, media, buku dan sumber
belajar dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan serta prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik, ruang tata
usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat beroh
raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan
tempat/ruang lain yang diperlukan. (permendiknas nomor 24 tahun
2007).
6. Standar Pengelolaan, yaitu mengenai tata cara pengelolaan oleh
satuan Pendidikan, oleh Pemerintah Daeran dan Pemerintah.
(Permendiknas nomor 19 tahun 2007).
7. Standar Pembiayaan Pendidikan, yaitu mengenai tata cara biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal. (permendiknas nomor 69
tahun 2009)
8. Standar Penilaian, yaitu mengenai kriteria penilaian hasil belajar
peserta didik. (Permendikbud nomor 23 tahun 2016).

Pertumbuhan Pendidikan di Indonesia

Dalam permulaan abad XX (1900) Pemerintah Belanda, atas


dorongan Kepala Departemen Pengajaran Dr. Abendenon dan oleh
pengaruh politik ethisch, yang dipelopori oleh orang-orang seperti: Mr.
Vandeventer, Mr.Abendenon, dan lain-lain, mulai menaruh perhatian yang
lebih luas tentang Pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak kita.
Anak-anak kita dari kalangan atasan ada yang diperkenankan
masuk Sekolah Rendah Belanda, yaitu anak yang kelak melanjutkan
pelajaran ke Sekolah Dokter Jawa, dan ke sekolah Pamong Praja. Di
samping itu ada kehendak untuk memasukkan bahasa Belanda dalam
rencana pelajaran di sekolah kelas I, untuk memenuhi keinginan
masyarakat Indonesia, agar anaknya dapat mengikuti pelajaran yang lebih
tinggi sekolah kelas I.
Pengajaran bagi rakyat umum diperluas. Sekolah kelas II dengan
perlahan-laahan diperbanyak dan pada tahun 1903 diadakan peraturan
mengenai pendirian “Sekolah Desa”, yang lamanya tiga tahun (kelas I, II
dan III), dan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan desa bersama-
sama. Rencana pelajaran desa ini sederhana sekali, dan hanya
mengajarkan: membaca, menulis berhitung, Bahasa daerah dan
menggambar.
Pada tahun 1907 Sekolah Kelas I diberi pelajaran Bahasa Belanda
mulai kelas III-IV dan lamanya dijadikan 6 tahun, sekolah ini dipimpin oleh
seorang kepala sekolah dari bangsa kita, sedangkan bahasa Belanda
diberikan oleh seorang guru dari Belanda. Pelajaran-pelajarana lainnya
tetap seperti di sekolah kelas I, model lama. Juga dalam sekolah baru ini
tidak diberikan pelajaran Sejarah Indonesia, Pendidikan Jasmani dan
pekerjaan tangan juga tidak ada. Sifat pengajaran tetap intellectualistis
dan tidak berisi semangat kebangsaaan, atau tidak berisi usaha-usaha
untuk perkembangan kebudayaan kebangsaan.
Susunan pendidikan dan pengajaran ini berlaku sampai tahun
1914, dan pada tahun ini perubahan yang agar besar. Inti sari dari
perubahan ialah mendekatkan lapisan atas dan bangsa kita kepada
kebudayaan Barat (Belanda) jadi bukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bangsa secara bebas dan Merdeka. Susunan sekolah
pada 1914 adalah sebagai berikut:
1. Pada tahun 1914 sekolah kelas I dijadikan Holandach Inlandache
School (HIS), yang lamanya 7 tahun, dan pengantar dalam semua
Pelajaran adalah bahasa Belanda, dan kelak sekolah ini diberi voorkias
yang menyiapkan anak-anak kita untuk dapat mengikuti Pelajaran di
kelas I dengan Bahasa pengantar Bahasa Belanda. Rencana
pelajarannya boleh dikatakan sama dengan Sekolah Rendah Belanda,
yang lamanya juga 7 tahun. Pendidikan Jasmani dan Sejarah diberikan,
tetapi yang terakhir ini bersifat kolonial.
2. Sekolas kelas II yang dulu lamanya 4 tahun, dijadikan sekolah yang 5
tahun rencananya; dan dengan sendirinya rencana pelajarannya
dipertinggi, dan hamper sama dengan sekolah kelas I dulu. Bahasa
pengantar adalah Bahasa daerah. Di samping sekolah kelas II
diadakan vervolgschool yang 2 tahun lamanya, dan menerima murid
tamatan sekolah desa. Derajat sekolah ini sama dengan sekolah kelas
II. Bahasa pengantarnya adalah Bahasa daerah.
3. Pada tahun 1914 itu juga didirikan sekolah MULO (Meer Uitgebreid
lager onderwijs) yang merupakan sambungan dari HIS dan Sekolah
Rendah Belanda. Bahasa pengantar adalah Bahasa Belanda. Murid-
murid sekolah kelas II ini tidak dapat melanjutkan pelajarannya kecuali
ke sekolah pertukangan atau sekolah normal, yaitu sekolah pendidikan
guru 4 tahun. Untuk mengisi kekurangan dalam stelsel (susunan ini)
pada 1920 oleh Pemerintah diciptakan sekolah baru yang disebut
schakelschool, yang menerima murid tamatan sekolah desa, dan
lamanya 5 tahun, dengan tujuan supaya murid-murid schakelschool ini
kelak dapat memasuki MULO, jadi sederajat dengan HIS.
Pada tahun-tahun selanjutnya dipikirkan oleh pemerintah Belanda
soal lanjutan dari sekolah MULO. Murid tamatan sekolah ini hanya dapat
melanjutkan Pendidikan dan pengajarannya di sekolah Vervolgschool.
Pada tahun 1919 diciptakan sekolah baru, dengan nama Algemeene
Middlebare School (AMS) yang memberi pendidikan dan pengajaran
umum tingkat menengah. AMS ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu 1) bagian
pasti, dan 2) bagian sastra, dan ini ada dua macam: Sastra Barat dan
Sastra Timur.
Murid-murid tamatan AMS, yang seluruhnya bersifat kebaratan, dan
memakai pengantar bahas Belanda mempunyai hak mengikuti pendidikan
dan pengajaran tinggi: Sekolah Tinggi Kedokteran, Sekolah Tinggi
Kehakiman dan sekolah Tinggi Teknik yang ada di Indonesia. Mereka
dapat juga melanjutkan pelajarannya ke perguruan tinggi di negeri
Belanda. Hak AMS disamakan dengan HBS, sekolah menengah umum
untuk anak-anak Belanda.2
Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai pada
zaman Yunani Kuno, dan dengan kontribusi berbagai bagian dunia
lainnya, akhirnya berkembang dengan pesat di Eropa dan Amerika
Serikat. Oleh karena itu, baik aliran-aliran kelasik maupun gerakan-
gerakan baru dalam Pendidikan pada umumnya berasal dari kedua
kawasan itu. Pemikiran-pemikiran itu tersebar ke seluruh dunia, termasuk
Indonesia, dengan berbagi cara, seperti: dibawa oleh penjajah ke daerah
jajahannya, melalui bacaan (buku dan sejenisnya), dibawa oleh orang-
orang yang pergi belajar ke Eropa/Amerika Serikat, dan sebagainya.
Penyebaran ini menyebabkan pemikiran-pemikiran dari kedua kawasan itu
pada umumnya menjadi acuan dalam penetapan kebijakan di bidang
ppendidikan di berbagai negara.
Aliran klasik yang meliputi aliran-aliran empirisme, nativisme
(kemampuan alamiah tertanam dalam otak sejak lahir), naturalisme (guru
paling alamiah bagi seorang anak adalah orang tuanya), dan konvergensi
(manusia selalu beradalam pertumbuhan dan perkembangan sepanjang
hidupnya didasarkan pada tujuan pendidikan yaitu manusia penerus
hingga akhir hidupnya) merupakan benang-benang merah yang
menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, dan mungkin
yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat
tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis memandang bahwa
pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat anak
yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang sangat optimis
memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka
hati. Banyak pemikiran yang berada diantara kedua kutub tersebut, yang
dapat dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam
pendidikan.
Selanjutnya, terdapat beberapa gagasan yang lebih bersifat satu
gerakan dalam pendidikan yang pengaruhnya masih terasa sampai kini,
2
Suryosubroto, (ed), Beberapa Aspek dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Pt
Rineka Cipta, 2010, hlm. 26-29.
yakni gerakan-gerakan pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat
perhatian, sekolah kerja, dan pengajaran proyek. Gerakan-gerakan
tersebut mendapat reaksi yang berbeda-beda di berbagai negara, namun
terdapat asas yang mendasarinya yang diterima secara luas. Gerakan-
gerakan ini sangat mempengaruhi cara-cara guru dalam mengelola
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, gerakan-gerakan
itu dapat dikaji untuk memperkuat wawasan dan pengetahuan tentang
pengajaran. Seperti telah dikemukakan bahwa pengajaran merupakan
pilar penting dari kegiatan pendidikan di sekolah, utamanya kalua
dilakukan pengajaran yang sekaligus mendidik.3
Sekolah sebagi lembaga pendidikan yang berada di tengah-tengah
masyarakat hanya akan berhasil jika ada kerjasama dan dukungan yang
penuh pengertian dari masyarakat dan keluarga. Sekolah merupakan
suatu kesatuan dari pribadi-pribadi yang berinteraksi. Pribadi-pribadi yang
berinteraksi yang bertemu di sekolah tergabung dalam bagian-bagian
yang melakukan hubungan organis yang bersistem. Sistem sekolah
terwujud dengan munculnya cara interaksi sosial yang khas. Analisis
perwujudan system sekolah sebagai organisasi sosial dicirikan oleh: (1)
memiliki suatu penghuni yang tetap, (2) memiliki struktur politik atau
kebijakan umum tentang kehidupan sekolah, (3) memiliki inti jaringan
hubungan sosial, (4) mengembangkan perasaan atau semangat
kebersamaan sekolah, dan (5) memiliki suatu jenis kebudayaan atau sub
kebudayaan tersendiri.
Peranan sekolah di daerah dalam mengkontruksi masyarakat
berarti sekolah mengkonstruksi berbagai tata nilai yang telah ada dalam
Masyarakat, yang oleh Malindoski disebutkan sebagai Upaya
mengembangkan kebudayaan. Ada tujuh system nilai atau yang secara
universal dikembangkan, yaitu (1) Bahasa, (2) system teknologi, (3)
system mata pencaharian hidup dan ekonomi, (4) organisasional, (5)
sistem pengetahuan, (6) religi, dan (7) kesenian.4
3
Umar Tirtarahardja, (ed), Pengantar Pendidikan, Jakarta: Pt Rineka Cipta, 2005,
hlm.192-193.
4
Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo, Landasan Pendidikan, Jakarta: Pt Bumi
Aksara, cet. Ke-2, 2017, hlm. 246-247.
Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia, telah mengalami pertumbuhan secara
bertahap yang dimulai sejak adanya politik etis atau politik balas budi yang
dirintis oleh tokoh-tokoh Belanda yang peduli dengan rakyat pribumi di
tanah jajahannya. Dinamika perkembangan Pendidikan di Indonesia dapat
dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang
berkuasa. Sekolah sebagi lembaga pendidikan yang berada di tengah-
tengah masyarakat hanya akan berhasil jika ada kerjasama dan dukungan
yang penuh pengertian dari masyarakat dan keluarga.
Daftar Pustaka

B. Uno, Hamzah, dan Nina Lamatenggo, Landasan Pendidikan, Jakarta: Pt Bumi


Aksara, cet. Ke-2, 2017
Norlena, Ida, Sekolah Sebagai Organisasi Formal (Hubungan Antar Struktur),
Banjar Baru: Jurnal Tarbiyah Islamiyah, vol.5, no.2, 2015.
Suryosubroto, (ed), Beberapa Aspek dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Pt
Rineka Cipta, 2010.
Umar Tirtarahardja, (ed), Pengantar Pendidikan, Jakarta: Pt Rineka Cipta, 2005.

Anda mungkin juga menyukai