Anda di halaman 1dari 4

Ujian Tengah Semester

Pilosofi Pendidikan Indonesia

Nama : Muhammar Pulungan


No. Absen : 14
Kelas : IPA 6 PPG Prajabatan Gel. I

Essay Topik 1 & 2


1. Apa yang sudah anda pelajari dari filosofi pendidikan nasional?
Yang saya telah pelajari pada topik 1 yaitu mengenai perjalanan pendidikan nasional dan
pada topik 2 mengenai dasar-dasar pendidikan Ki Hadjar Dewantara dapat saya uraikan sebagai
berikut ini.
Pendidikan di Indonesia sudah dimulai sejak lama, tepatnya pada abad ke 16-18 yaitu pada
masa penjajahan portugis di Indonesia. Pendidikan berdasarkan sistem Barat yang pertama kali
dilaksanakan di Kepulauan Maluku Selatan, terutama dikaitkan dengan ajaran agama Kristen .
Sekolah yang pertama didirikan oleh orang-orang Portugis adalah di negeri-negeri (Kesatuan
Daerah) yang penduduknya sudah memeluk agama Kristen. Ketika orang-orang Belanda
mengambil alih kekuasaan orang-orang Postugis di sana, jumlah sekolah-sekolah yang ada tidak
begitu jelas; diperkirakan bahwa di Ambon terdapat 31 sekolah dan di Kepulauan Lease 26
sekolah. Berdasarkan sebuah laporan dari Rumphius tentang pertemuan antara seorang raja
Ambon dan seorang penguasa Jautan (zee-voogd) VOC, yaitu Cornelius Matelief, diungkapkan
bahwa orang-orang Ambon menginginkan agar orang-orang Belanda melanjutkan pendidikan
yang telah dirintis oleh orang-orang Portugis, tetapi dengan cara-cara yang lebih baik, termasuk
pendidikan agama Kristen Protestan. Selama dua dekade orang-orang Belanda menerµskan saja
apa yang telah berjalan di sekolah-sekolah, karena sebagai kongsi dagang VOC kurang
melibatkan diri dalam kegiatan pendidikan dan menyerahkannya saja kepada pihak gereja
(Djohan Makmur, 1993).
Setelah belanda menduduki Indonesia, maka pendidikan di Indonesia pun di bawah
penjajahan Hindia Belanda. Selanjutnya Djohan Makmur, dkk (1993) dalam bukunya
menerangkan “Setelah melalui prosedur dan pembicaraan yang berlarut-larut, akhirnya keluarlah
Keputusan Raja Belanda Nomor 95 tertanggal 30 September 1848 yang memberikan wewenang
kepada gubemur jenderal untuk menyediakan dana sebesar 25.000 gulden per tahun guna
pendirian Sekolah Bumiputra di Pulau Jawa, dengan tujuan utama mendidik calon-calon pegawai
negeri. Setahun kemudian pada tahun 1849 didirikanlah Sekolah Bumiputra pertama di Kota
Jepara (Jawa Tengah) dan Pasuruan (Jawa Timur) dengan bahasa Jawa sebagai bahasa
pengantarnya. Namun Gubernur Jenderal Rochussen berpendapat bahwa sebaiknya yang
dijadikan bahasa pengantamya adalah bahasa Melayu”.
Pendidikan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada dasarnya bertujuan
untuk menjadikan warga negara yang mengabdi pada kepentingan penjajah. Dengan kata lain,
pendidikan dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga yang dapat digunakan sebagai alat untuk
memperkuat kedudukan penjajah, mengabdi kepada kepentingan Belanda, karena itu tujuan
pendidikan diarahkan kepada kepentingan kolonial, sehingga isi pendidikan itu pun hanya
sekedar pengetahuan dan kecakapan yang dapat membantu mempertahankan kekuasaan politik
dan ekonomi penjajah (Djohan Makmur, 1993).
Karena sistem pendidikan dibawah pemerintahan penjajah yang tidak berpihak pada
kepentingan rakyat Indonesia dan ditambah dengan rasa nasionalisme rakyat pribumi yang
mencita-citakan kemerdekaan Indonesia maka pada tahun 1908 berdirilah organisasi budi utomo.
Motivasi yang besar ini selanjutnya menimbulkan pergerakan nasional dalam hal pendidikan,
yang saat itu berdirilah beragam sekolah-sekolah dengan semangat pergerakan nasional. Ada dua
corak pendidikan yang ada pada saat itu yakni yang bercorak haluan politik dan agama. Salah
satunya adalah Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara.
Taman siswa adalah suatu lembaga Perguruan Kebangsaan yang didirikan oleh Ki Hadjar
Dewantara pada 3 Juli 1922, Pada mulanya bernama National Onderwijs Institut Taman Siswa.
Sesuai dengan sifat pendidikannya, kultural nasional, Taman Siswa berbentuk perguruan; tempat
berguru, tempat murid-murid mendapat pendidikan dan pula tempat kediaman guru. Dengan
demikian gedung perguruan tidak hanya dipergunakan untuk keperluan mengajar, melainkan
juga tempat anak-anak berkumpul dengan gurunya setelah berguru sehingga terjalinlah hubungan
batin antara yang mendidik dengan yang dididik. Rasa kekeluargaan meresap. Dengan pergaulan
itu diharapkan agar kehidupan guru selalu menunjukkan sifat perbuatan yang dapat diteladani
oleh para murid.
Pada 18 Maret 1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Van Stakenborg dan
Panglima Militer Ter Porten atas nama Pemerintah Hindia Belanda menandatangani kapitulasi di
Kalijati Subang Jawa Barat yang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Tentara
Pendudukan Jepang. Membicarakan tentang pendidikan dasar pada masa pendudukan Jepang,
kiranya tidak dapat lepas dengan keadaan pendidikan pada jaman pemerintahan Hindia Belanda.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda terdapat tingkatan-tingkatan pendidikan di sekolah
dasar, yang satu sama lain terdapat jurang pemisah. Tingkatan semacam tersebut pada masa
pendudukan Jepang dihilangkan . Semua sekolah dasar memiliki derajat yang sama yaitu
bernama Sekolah Rakyat. Penghapusan tingkatan pendidikan itu bagi bangsa Indonesia besar
sekali manfaatnya, karena dengan demikian tidak terdapat lagi diferensiasi di antara bangsa-
bangsa kita sendiri yang pada hakekatnya sebagai manusia berkedudukan sama (Djohan Makmur
dkk, 1993)
Selanjutnya adalah pada masa setelah kemerdekaan dan sampai pada abad ke-21, Kondisi
pendidikan yang ada di Indonesia setelah merdeka mengarah pada perubahan proses
pembelajaran dan landasan pendidikan. Sehingga pendidikan di era ini, bangsa Indonesia
menghilangkan paham-paham pendidikan dari Belanda,sehingga siswa Indonesia memiliki ciri
tersendiri dalam dunia pendidikan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menambahkan berbagai
budaya bangsa Indonesia yang dapat diwariskan kegenarasi selanjutnya.
Kemudian, Pendidikan di Indonesia pada abad ke-21 menjadikan abad globalisasi. Pada
saat ini, pembelajaran tidak terfokus pada kebudayaan lagi. Akan tetapi, berfokus pada sikap
berpikir kritis dan pemecahan masalah, kecakapan komunikasi, kreativitas dan inovasi, serta
kolaborasi atau Kerjasama. Pada zaman ini teknologi merupakan sarana utama dalam dunia
pendidikan. Sebagai seorang guru, kita perlu meningkatkan pemahaman kemampuan adaptasi
teknologi serta dapat memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan pembelajaran.
Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam
memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari
Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk
kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi
tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun
sebagai anggota masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengajaran adalah proses dari
pendidikan itu sendiri dimana guru mentransfer ilmu sehingga siswa memiliki pengetahuan dan
keterampilan. Misalkan guru bahasa inggris mengajarkan kemampuan berbicara kepada peserta
didik sehingga peserta didik mampu menggunakan bahasa inggris dalam percakapan sehari-hari.
Pendidikan memiliki tujuan untuk memberikan bantuan, mendampingi, membimbing, dan
memfasilitasi segala kekuatan kodrat (potensi yang dimiliki siswa) sehingga ia bisa menjadi
manusia yang terampil dan mandiri. Ki Hadjar Dewantara mengemukan konsep dasar-dasar
pendidikan sebagai berikut: Pendidikan yang menuntun, kodrat alam dan kodrat zaman, budi
pekerti dan sistem among. Pendidikan yang menuntun bermakna bahwa guru membimbing dan
mengarahkan perilaku dan pertumbuhan siswa agar tetap terarah dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang ada. Dasar pendidikan selanjutnya adalah kodrat alam dan kodrat zaman
(Sumber:https://www.kompasiana.com/dinayuharaoktafila/63e292c1ba212768ac545d82/
kesimpulan-dan-refleksi-dasar-dasar-pendidikan-ki-hadjar-dewantara).

2. Bagaimana rencana dan tindak lanjut yang akan anda lakukan sebagai calon pendidik
professional setelah mempelajari filosofi pendidikan nasional?
Rencana dan tindak lanjut yang akan saya lakukan sebagai calon pendidika professional
setelah pembelajaran ini tentunya adalah bahwa pembelajaran ini akan saya jadikan motivasi
utama saya dalam mendidik generasi yang akan datang, bagaimana para pelopor pendidikan
bangsa kita yang dengan harta dan jiwa rela berkorban untuk menjunjung tinggi pendidikan
untuk orang banyak, disaat para penjajah yang menindas dan membentuk pendidikan bangsa
yang sarat kepentingan politis agar pendudukan mereka di tanah jajahannya semakin kuat. Untuk
itu saya dan tentunya para calon guru lainnya juga harusnya mencontoh para pahlawan didunia
pendidikan yang ikhlas berjuang dalam memajukan pendidikan yang ada di Negara kita, yakni
demi terwujudnya anak bangsa Indonesia yang cerdas untuk memajukan bangsa dan Negara kita.
Dan juga saya akan mencontoh apa yang pemikiran para pelopor pendidikan dalam hal mendidik
dan juga mencoba menyebar kan materi filosofi pendidikan nasional ini kepada sesame rekan
pengajar agar demi tercapainya cita-cita para pendiri bangsa dalam hal pendidikan.

3. Bagaimana persepsi anda mengenai tantangan dan dinamika sistem pendidikan


nasional saat ini jika dianalisis dari perspektif filosofi pendidikan nasional?
Dinamika sistem pendidikan yang ada di Indonesia menurut saya masih kuat melekat dengan
unsur politik yang ada di Negara kita. Hal ini saya lihat dari terlalu seringnya perubahan nama
kurikulum yang terjadi, dan biasanya perubahan nama kurikulum itu juga disebabkan adanya
pergantian pemerintah atau pergantian menteri pendidikan, sebenarnya perubahan kurikulum
merupakan hal lumrah terjadi dan harus terjadi menurut saya sebagai pengembangan kurikulum
agar kurikulum yang berjalan di Indonesia semakin baik menyesuaikan dengan kondisi terkini.
Namun menurut saya nama kurikulumnya tidak perlu berubah-ubah, maka dari itu yang penting
adalah pengembangan kurikulum dalam rentang waktu tertentu dan tentunya dengan
pertimbangan yang matang. Selain itu tantangan dunia pendidikan kita yaitu:
 Keterjangkauan dan aksesibilitas
Kita ketahui bersama kalau di Negara kita ini pendidikan masih belum menyeluruh sampai
ke pelosok daerah, masih ada daerah yang jauh dari kota belum bisa merasakan baik nya
pendidikan yang ada, mungkin disuatu daerah hanya ada sekolah dasar dan menengah,
untuk bisa sekolah tingkat atas atau bahkan kuliah peserta didik harus pergi jauh dari
daerah asalnya untuk mengenyam pendidikan yang baik. Hal ini merupakan suatu
tantangan bagi pendidikan kita.
 Teknologi dalam pendidikan
Teknologi di abad ke-21 saat ini sudah menjadi barang yang wajib ada untuk menunjang
keberjalanan pendidikan kita, hal ini wajar karena diera saat ini teknologi merupakan hal
yang menunjang kehidupan kita saat ini dan kedepannya, maka peserta didik pun dalam
pendidikannya harus sudah kita kenalkan dengan teknologi, karena dimasa depan mereka
harus berinteraksi dengan teknologi baik di dunia pekerjaan maupun kesehariannya.
 Tertinggal di level internasional
Sudah kita pahami bersama bahwa Indonesia masih menjadi Negara yang menempati
peringkat bawah dalam level pendidikan secara internasional, ditambah lagi dampak
pandemi covid-19 menyebabkan daya literasi peserta didik Negara kita semakin menurun,
hal ini terbukti dari hasil survey lembaga internasional yang menempatkan Negara kita
pada posisi bawah dibanding Negara tetangga. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi
kita.

4. Bagaimana menurut anda, relevansi filosofi pendidikan nasional dengan implementasi


Kurikulum Merdeka saat ini?
Filosofi pendidikan Indonesia terutama yang berkaitan dengan dasar-dasar pendidikan menurut
Ki Hadjar Dewantara menurut saya relevansi nya dengan kurikulum merdeka adalah sangat
sesuai dan relevan. Hal ini karena dalam pemikirannya Ki Hadjar Dewantara sangat
mengedapankan prinsip budaya tempat tinggal peserta didik yang disesuaikan dengan proses
pembelajaran mereka di kelas, prinsip ini sesuai dengan penerapan kurikulum merdeka bahwa
dalam kurikulum merdeka ada konsep P5 yakni projek penguatan profil pelajar pancasila yang
didalamnya terdapat penguatan aspek budaya local tempat tinggal peserta didik agar peserta
didik tidak lupa dengan jati diri daerah asalnya yang merupakan kekayaan intelektual bangsa ini.
Selain itu Ki Hadjar Dewantara juga dalam dasar pendidikannya menekankan prinsip student
centred yakni membuat peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran, ini juga sesuai
dengan konsep student centred pada kurikulum merdeka, dimana peserta didik ditempatkan
sebagai actor utama dalam proses pembelajaran dan guru dikelas berperan sebagai fasilitator dan
pembimbing siswa dalam belajar.

Anda mungkin juga menyukai