Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Periode Sejarah Pendidikan Indonesia


Sejarah pendidikan bangsa Indonesia dibagi menjadi tiga periode, yaitu
periode sebelum bangsa Eropa (sebelum tahun 1500), periode setelah datang bangsa
Eropa dan Jepang (1500-1942), dan periode Indonesia Merdeka. Periode sebelum
bangsa Eropa datang merupakan periode pendidikan secara agamis. Mudyahardjo &
Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut, yaitu:
a) Zaman Hindu Budha
Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut.
Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan
beragama Hindu dan Budha
b) Zaman Pengaruh Islam
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan
penyebaran Islam di nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus
kebudayaan. Pendidikan Islam ini tidak diselenggarakan secara terpusat,
namun banyak diupayakan secara perorangan.
c) Zaman Pengaruh Nasrani (Katolik dan Kristen)
Orde ini mempunyai organisasi pendidikan yang seragam, sama di mana pun,
dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang
ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
Berikut ini pemaparan singkat mengenai periode pendidikan bangsa Eropa dan Jepang
berdasarkan Sukardjo (2012):
a) Periode Portugis (1500-1600)
Bangsa Portugis datang ke Indonesia pada awal abad ke-16 dan menetap di
Indonesia bagian timur. Kedatangan mereka disertai dengan misionaris untuk
mengajak penduduk memeluk Katolik. Pada periode ini, Ordo Jesuit dibawah
pimpinan Fransiskus Xaverius merupakan sebuah kesuksesan besar. Xaverius
memandang pendidikan merupakan alat yang sangat sempurna untuk
menyebar agama
b) Periode Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) (1600-1800)
Kegiatan pendidikan oleh VOC terpusat di timur Indonesia. Mereka
mendirikan sekolah pertama pada tahun 1607 di Ambon untuk anak-anak
Indonesia. Tujuan utama pendidikan pada periode VOC adalah untuk
menyebarkan agama Protestan, Calvinisme, menggantikan agama Katolik.
Lalu tahun 1630 mereka mendirikan sekolah pertama di Jakarta khusus untuk
anak-anak Jawa dan Belanda agar kelak bisa menjadi pekerja VOC yang
kompeten.
Kurikulum sekolah selama periode VOC berkaitan erat dengan gereja.
Berdasarkan peraturan guru pada tahun 1643, tugas guru meliputi memupuk
rasa takut pada Tuhan, mengajarkan dasar-dasar agama Kristen, mengajar
anak berdoa, bernyayi, pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan
guru-guru. Pengajaran dilakukan dengan sistem individual. Murid-murid
maju seorang demi seorang ke meja guru untuk mendapatkan bimbingan
individual.
c) Periode Penjajahan Belanda (1800-1942)
Sekolah bagi anak Belanda pertama kali dibuka tahun 1817 di
Jakarta. Dari tahun ke tahun jumlahnya selalu meningkat. Pada tahun 1875,
sudah ada 57 sekolah tersebar di kota-kota lain di Jawa. Berdasarkan prinsip
yang tercantum di Statuta 1818, sekolah-sekolah harus dibuka di setiap
tempat bila diperlukan oleh penduduk Belanda, dan atau diizinkan oleh
keadaan apabila jumlah murid 20 orang untuk Jawa dan 15 siswa untuk luar
Jawa. Pada akhir abad 19, taraf pendidikan universal bagi anak-anak Belanda
di Indonesia sudah hampir tercapai, mulai dari Europese Lagere School
(ELS), Hogere Burgerschool (HBS), dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO).
Pada jaman Belanda, didirikan juga sekolah untuk pribumi, disebut
dengan Pendidikan bagi Warga Bumi Putera. Berawal dari sistem Culture
Stelsel atau Tanam Paksa memaksa pemerintah Belanda memperkerjakan
pribumi dalam jumlah besar untuk memastikan perusahaan mereka tetap
berjalan. Karena itulah, akhirnya penduduk pribumi bisa mengenyam
pendidikan yang layak karena orang kepercayaan Belanda harus yang
berpendidikan. Sekolah bagi warga pribumi ada beberapa macam, ada
Sekolah Kelas Satu, Sekolah Kelas Dua, Sekolah Desa, Holland Inlande
School (HIS), dan Algemene Middelbare School (AMS).
d) Periode Penjajahan Jepang
Pendidikan pada masa Jepang sangatlah berbeda dengan periode Belanda.
Pada periode Jepang, tujuan utama pendidikan adalah membantu Jepang
memenangkan perang. Selain untuk memenangkan perang, pendidikan juga
ditujukan untuk menciptakan tenaga kasar dan prajurit secara cuma-cuma,
yang dikenal dengan nama Keibondan.
Sistem pendidikan masa Jepang terdiri dari Sekolah Rakyat, Pendidikan
Lanjutan yang terdiri dari Shoto Chu Gakko (setara SMP), dan Khoto Chu
Gakko (setara SMA), Pendidikan Kejuruan, dan Pendidikan Tinggi. Dalam
masa ini juga sekolah-sekolah berbahasa Belanda ditutup oleh pemerintah
Jepang, melarang materi yang berkaitan dengan Belanda, dan bahasa-bahasa
Eropa lainnya.
Setelah periode penjajahan Jepang, Indonesia memasuki pendidikan era kemerdekaan.
Berikut ini merupakan penggambaran singkat dari periode Kemerdekaan:
a) Zaman Kemerdekaan
Pada masa ini, tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-
undang yang mengatur pendidikan.
b) Zaman Orde Lama
Pendidikan Nasional periode ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya
baik di dalam maupun di luar.
c) Zaman Orde Baru
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
rumahtangga, sekolah dan masyarakat
d) Zaman Reformasi
Pada masa ini, terjadi perubahan dikarenakan munculnya Undang-Undang
Pendidikan. Sistem pendidikan dirubah dari sentralisasi menjadi
desentralisasi. Selain perubahan sistem, kesejahteraan tenaga pendidikan juga
ditingkatkan dengan perlahan, hal ini memicu kualitas profesional para tenaga
pendidik.
B. Tokoh Pendidik Nasional Indonesia dan Implikasinya Terhadap Sistem dan
Praktek Dewasa Ini
Sebelum Indonesia merdeka, banyak sekali tokoh-tokoh luar biasa yang
memiliki pemikiran maju dalam bidang pendidikan. Tokoh-tokoh berikut ini
merupakan insan bermartabat yang memperjuangkan kemajuan pendidikan
Indonesia sekaligus perjuang kemerdekaan Indonesia:
1. Ki Hajar Dewantara
1.1. Biografi
Tokoh yang lahir pada 2 Mei 1889 ini memiliki pandangan
“memajukan bangsa tanpa membedakan RAS, budaya, dan bangsa”. Ki Hajar
Dewantara mendirikan sekolah yang dikenal dengan nama Taman Siswa.
Sekolah ini memiliki sifat, sistem, dan metode pendidikan yang dibagi dalam
empat asas, yaitu: Asas Taman Siswa, Panca Dharma, Adat Istiadat, dan
Semboyan atau Perlambang.
Sebagai hasil pemikiran Ki Hajar Dewantara, berikut ini adalah
penerapan pendidikan berdasarkan asas dan tujuan Taman Siswa:
a. Setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendri dengan terbitnya
persatuan dalam peri kehidupan umum.
b. Pengajaran harus memberi pegetahuan yang berfaedah yang dalam arti
lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
c. Pengajaran harus berdasarkan kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d. Pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau seluruh rakyat.
e. Seagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri, maka mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
f. Dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk
mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan
kebahagiaan anak-anak.
g. Kemudian, ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam,
asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan.
Secara segi epistemologis, Ki Hajar Dewantara menetapkan beberapa
poin dari tujuan Taman Siswa, di antaranya:
a. Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat
tertib dan damai.
b. Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin,
luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat
yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta
manusia pada umumnya.
Secara aksiologis tujuan didirikan Taman Siswa
adalah :
1. Didikan dalam bentuk perguruan dari tingkat dasar hingga
tingkat tinggi baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
kejuruaan, serta memberi pendidikan yang baik dan berguna
untuk keperluan hidup dan penghidupan masyarakat sesuai
dengan asas, dasar dan tujuan pendidikan. Taman siswa
dengan selalu mengingat atau menyesuaikan kecerdasan
zaman dan kemajuan dunia.
2. Mengikuti mempelajari perkembangan dunia di luar Taman
Siswa yang ada hubungannya dengan bidang-bidang
kegiatan kegiatan taman siswa untuk diambil faidah sebaik-
baiknya.
3. Menumbuhkan dan memasakkan lingkungan hidup
keluarga Tamansiswa sehingga dapat terwujud masyarakat
taman siswa yang dicita-citakan,
4. Meluaskan kehidupan Taman Siswa di luar lingkungan
masyarakat perguruan sehingga dapat terbentuk wadah yang
nyata bagi jiwa taman siswa agar dengan demikian ada
pengaruh timbal balik antara keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
1.2. Implikasi Terhadap Sistem dan Praktek Dewasa Ini
Ki Hajar Dewantara memiliki satu slogan yang masih sangat relevan
dengan pendidikan masa kini. Ajaran Ki Hajar Dewantara sampai saat ini,
amsih dipakai oleh Departmen Pendidikan Nasional Indonesia, yaitu: Ing
Ngarso Sung Tulado, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani.
Arti dari masing-masing falsafah bisa dijabarkan sebagai berikut, Ing Ngarso
Sung Tulado seorang guru harus memberi teladan yang baik bagi peserta
didiknya, Ing Madya Mangun Karso berarti seorang guru harus terus
berinovasi dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, dan Tut Wuri
Handayani berarti seorang guru harus bisa memberikan motivasi bagi
muridnya untuk terus maju, berkarya, dan berprestasi. Falsafah hasil
pemikiran original Ki Hajar Dewantara merupakan acuan bagi seorang tenaga
pendidik di Indonesia, demi dunia pendidikan yang lebih baik untuk seluruh
peserta didik Indonesia.

2. Mohammad Syafei
2.1. Biografi
Mohammad Syafei lahir di Kalimantan pada tahun
1899. Perjuangan beliau juga di titik beratkanpada bidang
pendidikan. Beliau berjasa besar dalam mendirikan sejolah
yang diberi nama “Indonesische Nederlandsche School” atau
dikenal INS. Tujuan Mohammad Syafei mendirikan NIS adalah
untuk mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas
usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Dengan ini, ia
menentang sekolah Hindia-Belanda yang hanya bertujuan
agar anak-anak Indonesia dapat menjadi pegawai Hindia-
Belanda saja.
Secara ontologis dasar pendidikan yang
dikembangkannya adalah kemasyarakatan, keaktifan,
kepraktisan, serta berpikir logis dan rasional sehingga sisi
yang dikembangkan adalah mengembangkan perasaan,
pikiran dan keterampilan.
Secara epistimologis INS menitikberatkan pada dunia
kerja. INS menyelenggarakan pendidikan pada jenjang
berikut :
1. Ruang Bawah, yaitu setara dengan Sekolah Dasar dengan
lama pendidikan selama 7 tahun.
2. Ruang Atas, yaitu setara dengan sekolah menengah
dengan lama pendidikan 6 tahun.
Secara aksiologis tujuan pendidikan menurut Mohamad
Syafei adalah :
1. Mendidik anak-anak agar dapat berpikir rasional;
2. Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur
dan bersungguh-sungguh;
3. Mendidik anak-anak agar dapat menjadi manusia yang
berwatak baik;
4. Menanamkan rasa persatuan
2.2. Implikasi Terhadap Sistem dan Praktek Dewasa Ini
Pada zaman kemerdekaan tahun 1952, sebagai
penghargaan terhadap usaha Mohamad Syafei dibukalah
Sekolah Bagi Guru disebut SGB yang dapat meneruskan dan
menyebarkan cita-citanya. SGB ini yang menjadi acuan bagi
program pendidikan untuk mencetak guru yang kompeten
pada masa kini.
Mohamad Syafei pernah diangkat menjadi Mentri
Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet
Syahrir. Mohammad Syafei menerapkan sistem
menggunakan kebudayaan nasional sebanyak mungkin
ketika mengajar. Beliau juga menetapkan sistem menjadikan
guru sebagai objek, dan siswa sebagai subjek belajar.
Namun, jika tidak memungkinkan, peran tersebut dapat
dibalik. Guru memberikan banyak contoh dalam proses
belajar-mengajar.

3. K.H. Ahmad Dahlan


3.1. Biografi
K. H. Ahmad Dahlan adalah tokoh pendidikan Indonesia sekaligus pendiri
Muhammadiyah. Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912. Dasar tujuan
pendidikan Muhammadiyah, yaitu ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
Sunnah Rasul. Berikut ini adalah latar belakang didirikannya Muhammadyah oleh
K.H. Ahmad Dahlan:
1. Umat Islam tidak memegang tuntunan Al-Quran dan Hadits Nabi,
sehingga menyebabkan perbuatan syirik, bid’ah, dan khurafat makin
merajalela serta mencemarkan kemurnian agama Islam.
2. Keadaan umat Islam sangat menyedihkan pasca penjajahan.
3. Kegagalan institusi pendidikan Islam untuk memenuhi kemajuan zaman,
sebagai akibat dari mengisolasi diri.
4. Persatuan dan kesatuan umat Islam menurun, sebagai akibat dari
lemahnya organisasi Islam yang ada.
5. Munculnya tantangan dari misi Zending yang dianggap mengancam masa
depan umat Islam.
Di dalam pendidikan dan pengajaran agama islam K.H. Ahmad
Dahlan menanamkan keyakinan dan faham tentang Islam yang utuh.
Penerapan gagasan modernisasi pendidikannya telah membawa hasil yang tak
ternilai. Sumbangan pemikirnnnya yaitu dengan usaha-usaha yang
direalisasikan melalui:
a. Memasukkan pelajaran agama Islam ke dalam lembaga pendidikan milik
kolonial Belanda
b. Penerapan sistem dan mengadopsi metode pendidikan Barat dalam
lembaga pendidikan Islam
c. Memadukan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum (Pribadi,
2010).
3.2. Implikasi Terhadap Sistem dan Praktek Dewasa Ini
Muhammadiyah tidak tertarik untuk mendirikan pesantren, karena
pada saat itu pesantren cenderung mengisolasi diri. Sekolah-sekolah yang
diselenggarakan Muhammadiyah ada yang bercorak sekolah umum seperti
sekolah yang diselenggarakan pemerintah Belanda, dan ada sekolah-sekolah
khusus keislaman. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah
ialah pada 1921, yaitu Al-Islamul Arqo, kemudian diubah menjadi Hooger
Muhammadiyah School, dimana pada 1923 menjadi Kweekschool Islam. Pada
tahun 1924 sekolah tersebut dipisahkan antara murid laki-laki dan
perempuan, yang akhirnya pada tahun 1932 menjadi Muallimien
Muhammadiyah (Sekolah Guru Islam Putra), dan Muallimat Muhammadiyah
(Sekolah Guru Muhammadiyah Putri).
Taman kanak-kanak Muhammadiyah (Bustanul Athfal) didirikan
pada tahun 1926, HIS met de Quran pertama kali didirikan pada tahun 1923
di Jakarta, tahun 1926 di Kudus, dan tahun 1928 di Aceh. Selanjutnya
Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah seperti HIS, Volschool,
Verpolgschool, Schakelschool. Jadi pada dasarnya Muhammadiyah
mendirikan sekolah sesuai dan sama dengan sekolah-sekolah Belanda.

4. R. A. Kartini
4.1. Biografi
Raden Ajeng (R.A) Kartini lahir di Jepara pada tanggal
21 April 1789. Sampai saat ini hari kelahirannya seering
diperingati sebagai Hari Kartini. Beliau adalah salah satu
tokoh pendidikan Indonesia yang dengan gigih
memperjuangkan pendidikan bagi wanita kala itu.
Secara ontologis RA kartini memperjuangkan
emansipasi wanita dalam hal pendidikan dengan mendirikan
sekolah khusus wanita. Kartini telah membawa banyak
perubahan dan kemajuan dalam pendidikan Indonesia.
Secara epistimologis Kartini mengajarkan bahwa
seorang wanita harus mempunyai pemikiran jauh ke depan.
Di mata Kartini pendidikan adalah hal penting yang mampu
mengangkat derajat dan martabat bangsa. Kartini senantiasa
konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang
mengasah budi pekerti, atau yang kita kenal sebagai
pendidikan karakter pada masa sekarang. Adapun jenis
sekolah yang didirikan dan dirintis oleh R.A Kartini adalah
Sekolah Gadis di Jepara dan Sekolah Gadis di Lembang.
Seacara aksiologis tujuan pendidikan R.A.Kartini adalah
mendidik perempuan yang merupakan merupakan kunci
peradaban, karena perempuan yang akan mendidik anak-
anak (generasi muda). Beliau juga memiliki pemikiran
tentang kebijakan pendidikan, dimana pemerintah
berkewajiban meningkatkan kesadaran budi perempuan,
mendidik perempuan, memberi pelajaran perempuan, dan
menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap
dan cerdas.Namun Kartini juga tidak lantas membatasi
pendidikan yang normatif, beliau memberi kebebasan kepada
siswa untuk berpikir dan mengutarakan pendapat.Bahan
bacaan menjadi gagasan kartini juga, karena bahan bacaan
atau yang sekarang ini kita artikan sebagai sumber belajar
merupakan alat pendidikan yang diharapkan banyak
mendatangkan kebajikan.Anak-anak hendaknya diberi bahan
bacaan yang mengasyikkan, bukan karangan kering yang
semata-mata ilmiah.
4.2. Implikasi Terhadap Sistem dan Praktek Dewasa Ini
Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia
merupakan salah satu contoh kontribusi wanita dalam sejarah. Kartini
mendobrak kondisi yang memprihatinkan tersebut dengan membangun
sekolah khusus wanita. Selain itu beliau juga mendirikan perpustakaan bagi
anak-anak. Kartini dalam memajukan pendidikan Indonesia tertuang dalam
karya nya “Door Duisternis Tot Licht”, yang diartikan sebagai ‘habis gelap
terbitlah terang’.
Kartini telah membawa banyak perubahan dan kemajuan dalam
pendidikan Indonesia. Kartini mengajarkan bahwa seorang wanita harus
mempunyai pemikiran jauh ke depan. Di mata Kartini pendidikan adalah hal
penting. Pendidikan akan mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa.
Kartini konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang mengasah
budi pekerti, atau yang kita kenal sebagai pendidikan karakter pada masa
sekarang.
Kartini mengatakan bahwa pendidikan ittu janganlah hanya akal saja
yang dipertajam, tetapi budi pekerti pun harus dipertinggi. Sekolah
diperlukan dalam memajukan pendidikan. Pendidikan di sekolah juga harus
dibarengi dengan pendidikan di keluarga. Untuk para guru di sekolah, kartini
berharap guru tidak hanya mengajar semata, tetapi juga harus menjadi
pendidik.
Bagi Kartini mendidik perempuan merupakan kunci peradaban,
karena perempuan yang akan mendidik anak-anak (generasi muda). Beliau
juga memiliki pemikiran tentang kebijakan pendidikan, dimana pemerintah
berkewajiban meningkatkan kesadaran budi perempuan, mendidik
perempuan, memberi pelajaran perempuan, dan menjadikan perempuan
sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan cerdas. Namun Kartini juga tidak
lantas membatasi pendidikan yang normatif, beliau memberi kebebasan
kepada siswa untuk berpikir dan mengutarakan pendapat. Bahan bacaan
menjadi gagasan kartini juga, karena bahan bacaan atau yang sekarang ini
kita artikan sebagai sumber belajar merupakan alat pendidikan yang
diharapkan banyak mendatangkan kebajikan.
BAB III
KESIMPULAN

Tokoh-tokoh pendidikan dunia maupun Indonesia memiliki


pemikiran-pemikiran yang telah mempengaruhi pendidikan masa
kini. Tanpa pemikiran para tokoh terdahulu pendidikan Indonesia
masa kini tentu belum tentu menjadi seperti ini.
Setiap tokoh pendidikan baik tokoh dunia maupun tokoh
Indonesia memiliki pemikiran-pemikiran yang unik yang ternyata
beberapa masih bisa diaplikasikan dalam pendidikan masa kini
dengan beberapa perbaikan.
REFERENSI
Hasbullah. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Pendidkan: Umum dan Agama
Islam. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.

Sukarjo M. 2009. Landasan Pendidikan Konsep & Aplikasinya.


Jakarta: Rajawali Pers.

Pribadi, S.A.T (2010). Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam Modernisasi Pendidikan
Islam di Indonesia. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Sadulloh, U & Setiasih, O. (2009). Landasan Historis Pendidikan. Dalam Sub


Koordinator MKDP Landasan Pendidikan (hlm 143-203) Bandung: UPI

Anda mungkin juga menyukai