Anda di halaman 1dari 14

Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5101 Filsafat Pendidikan Dasar)

Link :https://www.scholae.co/web/read/2931/kemerdekaan.kemandirian.dan.merdeka.belajar
Judul : Kemerdekaan, Kemandirian, dan Merdeka Belajar

1. Setelah membaca dan menganalisis artikel tersebut, maka terdapat kaitan dengan prinsip
dasar filosofis, psikologis dan pedagogis, yuridis, ideologis, historis-kultural, dan teknologi
informasi.
a. Kaitan dengan prinsip dasar filosofis
Isi dalam artikel tersebut mengisahkan tentang sejarah perkembangan pendidikan
di Indonesia. Fase pendidikan ini dimulai pada awal abad 20. Benih-benih pembangunan
pendidikan dimulai oleh R. A Kartini, dr. Wahidin Sudiro Husodo. Selanjutnya ada Ki
Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa, yang menyatakan bahwa pendidikan
bagi anak adalah mutlak sesuai kodrat alam dan kodrat zaman. Ketiga tokoh tersebut
ingin meletakan dasar pendidikan sesuai dengan prinsip dasar filosofis. Pendidikan bukan
milik penjajah maupun orang bangsawan, melainkan untuk semua kalangan termasuk
rakyat Indonesia. Sebagai bangsa yang sedang berjuang, pendidikan menjadi modal
penting untuk membuka mata, membuka hati serta menaikkan semangat nasionalisme.
Setiap rakyat Indonesia harus cerdas dan tertanam semangat kebangsaan yang kuat.
Menurut prinsip filosofis dari sudut pandang realisme, pendidikan pada masa penjajahan
menitikberatkan kepada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Jadi, tidak
banyak disiplin ilmu yang dipelajari.
Jika dilihat dari sudut pandang idealisme, konsep pendidikan yang diinisiasi oleh
Ki Hajar Dewantara yaitu kemerdekaan dan kemandirian sudah sangat sesuai. Konsep
dari Ki Hajar Dewantara menekankan kepada setiap siswa atau individu memproses
pengetahuan dan ide secara merdeka dan mandiri. Hal tersebut sesuai dengan sudut
pandang idealism pendidikan bahwa pengetahuan dan ilmu yang tertinggi berasal dari
pikiran sendiri.
Pendidikan pada awal kebangkitan nasional yang digerakkan oleh berbagai tokoh
sudah dirasakan oleh siswa dan rakyat Indonesia. Kenyataan tersebut sesuai dengan
pandangan empirisme bahwa pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dilihat dan
dirasakan melalui kesatuan panca indera. Pandangan empirisme ini diterapkan oleh Ki
Hajar Dewantara melalui konsep sistem among(ing ngarso sung tulodo, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani), panca darma (kodrat alam, kebudayaan,
kemerdekaan, kebangsaan, dan kemanusiaan) yang diperkuat dengan sinergitas tripusat
pendidikan (orang tua,s ekolah, dan masyarakat).
Selain dari pandangan idealism, realism, empirisme, dapat dijelaskan juga secara
rasionalisme. Menurut pandangan ini pendidikan di Indonesia mulai zaman penjajahan,
para kemerdekaan, dan pasca kemerdekaan mulai berkembang. Pikiran dan akal budi
manusia terus diberdayakan melalui pendidikan.
b. Kaitan dengan prinsip dasar psikologis dan pedagogis
Terdapat kaitan isi artikel dengan prinsip psikologis dan pedagogis. Pada masa
kolonial, keinginan rakyat untuk sekolah terhalangi oleh keangkuhan penjajah. Watak
individualism, materialism, dan kolonialisme yang dimunculkan penjajah membuat jiwa
dan pikiran rakyat tersandera. Keinginan memiliki jiwa yang merdeka, pikiran yang
terbuka masih jauh dari harapan. Gebrakan tokoh-tokoh seperti R. A Kartini, Dewi
Sartika, dr, Wahidin Sudiro Husodo, dan Ki Hajar Dewantara mulai membangkitkan
semangat rakyat untuk belajar. Jiwa belajar, semangat kebangsaan, dan nasionalisme
rakyat meningkat. Sekolah keputrian yang didirikan R. A Kartini mengangkat derajat
wanita ke arah yang lebih baik. Taman siswa yang didirikan Ki Hajar Dewantara
menggugah jiwa merdeka anak. Jiwa yang merdeka, pikiran yang terbuka, keinginan serta
kemandirian menjadi tujuan taman siswa yang terkenal dengan sistem among.
c. Kaitan dengan prinsip dasar yuridis
Prinsip dasar yuridis pendidikan merupakan dasar hukum bagi penyelenggaraan
pendidikan. Isi artikel mulai dari zaman penjajahan, pra kemerdekaan, dan pasca
kemerdekaan tersebut menjadi tatanan awal bagi pendidikan di Indonesia. Pada tahun
1945, ditetapkanlah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar yuridis bagi pendidikan.
Dalam pembukaan UUD 1945 paragraf terakhir, terdapat kalimat, “mencerdaskan
kehidupan bangsa,” yang menjadi kewajiban pemerintah. Selain pada isi pasal 31 juga
terdapat landasan yuridis pendidikan.
Urutan setelah UUD 1945 yaitu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan No. 17
tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Peraturan Menteri,
serta peraturan daerah yang berlaku di suatu daerah.
d. Kaitan dengan prinsip dasar ideologis
Prinsip dasar ideologis pendidikan nasional bersumber dari Pancasila. Lima sila
Pancasila menjadi dasar bagi penyelenggaraan termasuk di tingkat dasar. Berbagai aturan,
pedoman, dan aktivitas pendidikan yang dilakukan harus merujuk kepada Pancasila.
Perbedaan suku bangsa, agama, ras, golongan , dan adat istiadat bukan merupakan suatu
masalah. Perbedaan tersebut menjadi modal dan perekat dalam semua aktivitas
pendidikan. Jika dikaitkan dengan pendidikan sekarang, prinsip ini sejalan dengan tujuan
profil pelajar pancasila melalu penerapan kurikulum merdeka.
e. Kaitan dengan prinsip dasar historis-kultural
Kaitan isi artikel dengan prinsip dasar historis-kultural tidak lepas dari sejarah
bangsa. Bangsa Indonesia mengalami zaman penajajahan. Zaman penjajahan ini dapat
dikatakan dimulai dari tahun 1602 sampai 1945. Pada zaman penjajahan Belanda, telah
didirikan sekolah Batavia dan volks school yang menekankan kepada pengajaran 3 R
(Read, Write, Arithmatic). Meskipun demikian, pada masa penjajahan ini, pendidikan
cenderung; (1) system dualism, yang berarti yaitu hadirnya lembaga pendidikan bagi beda
golongan seperti penjajah, pribumi, dan golongan tertentu, (2) konkordansi, yang dapat
diartikan pendidikan yang diselenggarakan menginduk sistem di Belanda mengurangi
kecintaan melalui budaya bangsa sendiri, (3) sentralisasi, yaitu pendidikan terpusat diatur
oleh pemerintah Belanda melalui departemen pengajaran dan ibadat terutama sekolah
penjajah, (4) ada upaya menghambat pergerakan nasional. Meskipun ada politik etis tetap
saja ada pembatasan bagi semua rakyat. Hal tersebut ebrtujuan supaya tidak menjadi
bumerang bagi Belanda ketika rakyat sudah mulai cerdas, (5) serta munculnya perguruan
swasta yang militan seperti Taman Siswa.
Pada zaman Jepang, pendidikan yang dikembangkan bertujuan membantu
kedudukan Jepang. Ciri-ciri yang dapat dilihat yaitu; pendidikan untuk kebutuhan perang
Asia timur raya. Hal tersebut dapat digambarkan dengan upaya penghapusan bahasa
Belanda dalam berbagai bidang. Bahasa Indonesia beserta Jepang terus digalakkan
Pengaruh budaya barat diganti dengan istiadat Jepang seperti; (membungkukkan badan
terhadap matahari yang dianggap dewa, taiso atau olahraga jasmani tiap pagi, dan kerja
bakti), dualisme penyelenggaraan pendidikan dihilangkan. Sistem pendidikan
diberlakukan hanya satu dengan penyelenggaraan 6 tahun sekolah dasar, 3 tahun sekolah
menengah awal, dan 3 tahun sekolah menengah lanjutan. Sistem tersebut dipertahankan
samoais sekarang, pendidikan lebih pro rakyat, misal (dalam bahasa sehari-hari,
demokrasi, kegiatan kebersihan lingkungan, penghijauan, bakti sosial, melatih pemuda
dengan para militer), adanya perubahan-perubahan pada kurikulum pendidikan, dengan
istilah kurikulum “Kokumin Gakko” yang berisi; latihan kemiliteran (kyoren), moral
(shushin), pekerjaan praktis (sagyo), bahasa Jepang, bahasa Indonesia, bahasa daerah,
sejarah, geografi, berhitung, ilmu alam, olahraga, seni suara, melukis (shuji), kerajinan
tangan, menggambar dan perawatan rumah tangga bagi siswi. Berdasarkan isi kurikulum
tersebut dapat dipahami bahwa ada keseimbangan antara teori dan praktek.
Pendidikan era kebangkitan nasional diawali oleh dr. Wahidin Sudiro Husodo
dengan mendirikan Boedi Oetomo pada 20 mei 1908. Beliau dikenal sebagai bapak
kebangkitan nasional. Setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional (Harkitnas). Selanjutnya gerakan para pemuda juga menghasilkan sumpah
pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada masa ini muncul juga figur Ki Hajar
Dewantara dengan Taman Siswanya, Mohamad Syafei dengan sekolah Kayutanamnya.
Terkahir zaman kemerdekaan sampai sekarang. Era ini dimulai tahun 1945 samai
saat ini. Pada pembukaan UUD 1945 dan isinya asal 31 dijelaskan bahwa pemerintah
wajib mencerdaskan bangsa dan warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Selain dari UUD 1945, disusun juga Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
dan aturan lain yang mendukung proses pendidikan di Indonesia. Sudah banyak aturan
yang dibuat, direvisi, dihapus bahkan diciptakan kembali. Undang-Undang Sistem
pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menjadi Undang-Undang Sisdiknas terbaru.
Namun, pada tahun 2022 sekarang, pemerintah mewacanakan akan merivisi dengan
Undang-undang yang baru dengan menggabungkan 3 Undang-Undang (UU Sisdiknas,
UU guru dan dosen, serta UU perguruan tinggi). Selain isu tersebut, pada masa sekarang
ada upaya penerapan kemabali prinsip pendidikan zaman dulu dari Ki Hajar Dewatara
denga filosofinya. Sekarang diterapkan kurikulum merdeka untuk menyiapkan generasi
menjadi profil pelajar Pancasila.
2. Menurut saya, konsep kemerdekaan dan kemandirian yang digaungkan oleh Ki Hajar
Dewantara sudah dilaksanakan di sekolah sendiri maupun sekolah lain. Namun, prakteknya
terkadang tidak disadari secara langsung. Sebagai contoh, saya selalu meminta pendapat
siswa ketika akan melaksanakan pembelajaran. Siswa bebas mengeluarkan pendapatnya
masing-masing. Selanjutnya dengan musyawarah ditentukan keputusan untuk dilaksanakan
bersama. Kemerdekaan dalam pembelajaran juga Nampak dalam intrakurikuler, kokurikuler,
dan ekstrakurikuler. Guru tidak selalu merasa menang sendiri. Siswa bebas berkreasi,
berpendapat, tidak selalu di dalam kelas, serta adanya diskusi yang terbuka.
Untuk konsep kemandirian, ini juga sudah banyak dilakukan misalnya dalam
kegiatan pembiasaan, seperti; sholat, mengaji, upacara peringatan hari besar, 4 S (salam,
senyum, sapa, silatrahmi ), pembelajaran dengan tugas mandiri, ektrakurikuler maupun saat
pengayaan dan remedial. Kemandirian juga terlihat pada saat berangkat dan pulang sekolah.
Banyak anak yang tidak diantar, berangkat dengan berjalan kaki maupun bersepeda.
Meskipun demikian, konsep kemerdekaan dan kemandirian tersebut terkadang tidak
konsisten dan dipandu oleh guru. Hal inilah yang menjadi PR besar guru sebagai pendidik
untuk terus memandu siswa dalam menuntunnya sesuai filosofi Ki Hajar Dewantara.
3. Menurut saya, kemdikbud telah melakukan berbagai upaya yang strategis. Lompatan
besar dilakukan oleh Kemdikbud pada masa Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Beliau
meluncurkan kebijakan merdeka mengajar menjadi beberapa episode. Kebijakan merdeka
mengajar menyasar berbagai komponen besar pendidikan seperti; (1) Kurikulum,
pemerintah melalui Kemdikbud mengeluarkan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini bersifat
opsional, fleksibel dan massif. Tujuan dari kurikulum merdeka ini sebaagi upaya pemulihan
pendidikan yang mengalami krisis selama dua tahun akibat pandemic covid-19. Kurikulum
merdeka ini lahir sesuai landasan-landasan hukum; dengan Permendikbudristek No. 5 tahun
2022, Permendikbudristek No. 7 tahun 2022, Permendikbudristek No. 56 tahun 2022,
Keputusan Kepala BSKAP No. 008/K/HR/ 2022, Keputusan Kepala BSKAP No.
009/K/HR/ 2022, (2) Sarana dan Prasarana, pemerintah terus membangun dan memperbaiki
sekolah-sekolah yang rusak, (3) Beasiswa bagi guru untuk studi lanjut, beassiwa bagi sisw
berprestasi dan siswa tidak mampu, (4) pemberian apreasiasi bagi pendidik dan tenaga
kependidikan, (5) pelatihan dan pendidikan bagi pendidik, tenaga kependidikan baik luring
maupun daring, (6) bimbingan bagi pengelolaan dana secara akuntabel, (7) menyiapkan
berbagi sumber belajar guru dan siswa melalui; platform merdeka mengajar, guru berbagi,
buku sumber, (8) meluncurkan program guru penggerak dan sekolah penggerak. Selain itu
para pejabat Kementerian sering turun ke sekolah atau ke daerah untuk memantau,
memastikan, mengumpulkan permasalah untuk dicarikan solusinya.
Pelaksanaan daring dalam pembelajaran memang tidak diharapkan oleh semua pihak,
Efek pandemi memaksa pembelajaran tidak maksimal. Pemerintah sudah berupaya
memfasilitasi pembelajaran daring melalui pemberian kuota, pemberian bantuan alat TIK,
pelatihan dan pendampingan guru melalui webinar maupun diklat serta melakukan refleksi
dan tindak lanjut kepada seluruh guru melalui berbagai survey.
Guru sendiri dapat pelaksanaan daring dirasakan tidak maksimal. Penerapan motto
“tut wuri handayani” telah dilakukan meskipun belum optimal. Input guru tidak semuanya
sama. Perangkat tidak semuanya punya. Selain itu, faktor anak, orang tua, dan lingkungan
turut mempengaruhi keberlangsungan pebelajaran terutama secara daring.
Motto Tut Wuri Handayani sebenarnya sudah dilakukan Pmerintah melalui
Kemdikbud meskipun memang tetap ada kelemahan, kekurangan atau ketidaksesuaian
dalam beberapa hal. Pemerintah terus mendorong dan menciptakan pendidikan yang
berpihak pada murid menuju mutu pendidikan yang maju, dan generasi emas Indonesia.
Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5105 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Dasar)

Menurut saya, semua belajar yang tersedia di internet dapat dimanfaatkan oleh
guru dan siswa. Untuk memanfaatkan sumber tersebut, guru dan siswa harus memilih,
memilah, dan menetapkan sumber yang akan digunakan. Pemilihan, pemilahan, dan
penetapan sumber belajar tersebut dilakukan sesuai analisis. Sumber belajar harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, materi, alokasi waktu, metode, kemampuan
guru, kemudahan, kebermanfaatan, serta menarik bagi siswa. Sementara bagi siswa yang
akan akses ke sumber belajar di internet harus diberikan arahan, bimbingan,
pendampingan, dan panduan yang jelas dari guru atau orang tua.
Berdasarkan sumber penyedianya, sumber belajar yang ada di internet dapat
dibagi menjadi empat jenis, yaitu (1) Kemdikbudristek, (2) instansi swasta peduli
pendidikan, (3) lembaga masyarakat, (4) individu atau seseorang. Sumber belajar rumah
belajar dan Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang disediakan oleh Kemdikbud dibuat
oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) yang dulu bernama Pustekkom, Balai Besar
Guru Penggerak (BBGP) yang dahulu disebut Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga kependidikan (P4TK) baik IPA, PKn IPS, Matematika, Bahasa
Indonesia, PLB dan lainnya. Selanjutnya sumber yang berasal dari Balai Besar
Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) yang dulu bernama LPMP, dan Direktorat
Pendidikan Dasar.
Sumber belajar lain berasal dari lembaga swasta peduli pendidikan, individu guru,
lembaga swadaya masayarakat dan lainnya yang tersebar di website maupun youtube.

Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5102 Integrasi Teori dan Praktek Pembelajaran)
1. Saya sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Secara teori, Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) ini berarti memposisikan siswa sebagai pusat pembelajaran. Siswa terlibat aktif baik
mental, intelektual, maupun fisik. Siswa juga dipandang mempunyai potensi, minat, dan bakat
yang dapat dikembangkan. Selain itu siswa aktif ini difasilitasi oleh guru melalui kondisi
kelas yang nyaman, aman, kondusif, dan mendukung. Untuk mendukung siswa aktif, maka
guru membuat skenario pembelajaran yang bersifat membangun pemahaman, pengetahuan,
dan keterampilan siswa. Siswa sebagai pelaku utama pembelajaran diberikan kesempatan
untuk mengikuti pengalaman belajar. Pengalaman belajar tersebut difasilitasi guru misalnya
melalui pengamatan langsung, percobaan, diskusi, curah pendapat, simulasi, presentasi atau
laporan. Pengalaman belajar yang konstruktif akan menjadikan siswa lebih aktif. Jadi
pendekatan CBSA sangat berkaitan dengan pendekatan konstruktivisme. Siswa aktif terjadi
karena adanya keterlibatan pembangunan pengetahuan, intelektual, dan mental dalam diri
siswa melalui berbagai aktivitas dan pengalaman belajar.
Kaitan dengan pendekatan cooperative dan kolaboratif, ini juga sangat berkaitan
dengan siswa aktif. Siswa yang aktif akan mudah terjadi manakala saling bekerjasama dalam
sebuah kelompok. Mereka akan mempunyai tanggungjawab, saling mendukung, bertanya,
berpendapat, mempunyai peran satu sama lainnya. Pemberian tugas, topik, ataupun sebuah
masalah bagi tiap kelompok tentu akan direspon bersama. Mereka akan saling menyampaikan
gagasan, pendapat, serta tanggapan. Selain itu jika ada simulasi, bermain peran atau
percobaan maka semua anggota kelompok akan terlibat tentu dengan arahan dan bimbingan
guru.
Kesimpulannya, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) akan melibatkan pendekatan
konstruktivisme, cooperative dan kolaboratif.

1. Strategi yang akan saya lakukan yaitu:


a. Menggunakan kerja kelompok
Kerja kelompok dipilih untuk melaksanakan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA). Kerja kelompok dianggap tepat dalam melaksanakan CBSA. Banyak tipe dari
kerja kelompok yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, seperti; Number Head
Together (NHT), Jigsaw, Student Team Achievement Division (STAD), Team Games
Tournament (TGT), Group Investigation (GI), Think Pair Share (TPS).
Langkah-langkah dalam pembelajaran melalui kerja kelompok diantaranya;
menyampaian tujuan pembelajaran yang akan dicapai, menyiapkan siswa untuk belajar,
menyampaikan informasi, membentuk kelompok belajar, memberikan bantuan dalam kerja
kelompok serta belajar, melakukan evaluasi, dan memberikan apresiasi (reward) atau
penghargaan sebagai bentuk pengakuan terhadap kinerja siswa.
b. Menerapkan multi metode
Metode pembelajaran yang perlu diterapkan dalam pendekatan CBSA harus
variatif. Model kerja kelompok harus dibantu dengan metode yang dapat mengaktifkan
siswa. Contoh-contoh metode yang membantu siswa aktif yaitu percobaan, simulasi,
demonstrasi, observasi langsung, games, drill and practice, dan bermain peran.
c. Menggunakan media dan alat peraga
Media yang variatif, menarik, dan kekinian akan memabantu siswa dalam belajar
aktif. Selain itu penyediaan alat peraga akan memudahkan siswa memahami materi sesuai
tujuan pembelajaran yang diharapkan.
d. Melakukan analisis terhadap tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran perlu dianalisis. Hal tersebut sangat penting dalam penerapan
metode. Jika tujuan pembelajarannya lebih cenderung ke penguasaan penegtahuan, maka
metode yang banyak digunakan yaitu menyimak penjelasan guru, observasi, berdiskusi,
observasi, percobaan, demonstrasi. Untuk tujuan keterampilan dapat menggunakan
simulasi, latihan, dan praktek langsung. Jika tujuannya kepada penanaman nilai maka
dapat menggunakan metode keteladanan, pengamatan, curah pendapat dan refleksi.
Berdasarkan uraian tersebut maka, untuk mendukung CBSA perlu mengedepankan
pengalaman belajar dan dialog yang interkatif. Dialog dapat dilakukan secara sendiri (self
reflection) serta dialog dengan orang lain (others reflection).
Penerapan sesuai startegi tersebut dapat saya contohkan sebagai berikut:
1. Menggunakan kerja kelompok tipe Jigsaw dalam materi IPA
 Memberikan panduan kepada seluruh siswa dengan jelas
 menyampaikan satu topik misalnya tentang ekosistem;
 membentuk kelompok belajar sekitar 3-5 siswa dengan tugas yang berbeda. Misalkan
ekosistem sawah, ekosistem kolam, ekosistem sungai, ekosistem hutan;
 siswa dengan tugas sama dari tiap kelompok bergabung menjadi kelompok ahli;
 Selanjutnya kelompok ahli berdiskusi dan melengkapi lembar kerja;
 Selesai diskusi, siswa yang masuk kelompok ahli kembali ke kelompok asal;
 Hasil diskusi di kelompok ahli dilakukan kembali dengan kelompok asal dengan
presentasi topic yang berbeda;
 Siswa diberikan tugas, kuis atau games untuk mengukur pemahaman materi;
Supaya lebih menarik, metode games, pengamatan langsung di luar kelas, ataupun
menyimak video tambhan dan tanya jawab dapat dilakukan bagi setiap siswa ataus
setiap kelompok.
2. Menggunakan kerja kelompok tipe Number Head Together (NHT) dalam materi IPS
 Menyampaikan tujuan dan kegiatan pembelajaran;
 Membentuk kelompok missal 5 orang kemudian diberikan nomor 1-5 setiap
kelompok;
 Nomor tersebut disimpan di kepala tiap siswa;
 Setiap kelompok diberikan tugas/topik misalkan kenampakan alam;
 Setiap kelompok berdiskusi, ekplorasi dan mencari informasi berbagai sumber untuk
tugas topiknya;
 Siswa yang ditunjuk guru sesuai nomor harus melaporkan hasil pekerjaaanya;
 Siswa lain ditunjuk guru untuk menanggapi;
 Siswa yang tidak ditunjuk guru bertugas menyampaian tanggapan lain;
 Siswa dan guru membuat kesimpulan
Dalam pelaksanaanya guru juga dapat menerapkna metode games, bercerita, tanya
jawab dan pengamatan langsung. Media juga dapat disiapkan guru mulai dari buku,
majalah, Koran, internet, gambar, tayangan video, dan lingkungan di sekitar sekolah.

Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5103 Metode Penelitian Pendidikan)


1. Berikut hasil pencarian artikel penelitian dan pengembangan :
https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/3287/pdf
Artikel tersebut berjudul:
“Media Pembelajaran Audio Visual Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar IPS Masa
Pandemi ”
Ditulis oleh: Waddi Fatimah1, Abdul Malik Iskandar2 , Perawati Bte Abustang3 , Mika
Silva Rosarti4 dari Universitas Megarezky
Artikel ini terbit dengan Vol. 6, No. 6 (2022).

2. a. Latar belakang :
penelitian ini didasarkan dari pembelajaran yang tidak maksimal karena masa pandemi,
sehingga dilaksanakan secara daring atau jarak jauh. Pembelajaran yang dilaksanakan
jarang menggunakan media pembelajaran. Akibat dari latar belakang tersebut; (1)
pembelajaran kurang menarik, (2) siswa kurang memahami materi, (3) Hasil belajar
masih rendah.
b. Rumusan masalah:
1) Bagaimana keterterapan penggunaan media pembelajaran audio visual terhadap
hasil belajar IPS masa pandemi?
2) Bagaimana pengaruh penggunaan media pembelajaran audio visual terhadap hasil
belajar IPS masa pandemi?
c. Proses penelitian:
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian eksperimen jenis pre experiment
dengan tipe one group pretest posttest design. Kelas yang digunakan hanya satu yaitu
kelas eksperimen tanpa ada kelas kontrol. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
kelas eksperien sebelum diberi perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (post
test). Populasinya adalah kelas V yang terdiri dari kelas V A dan kelas V B, SD Inpres
Bangkala III kota Makassar. Pemilihan sampel dilakukan secara random, dan terpilih
kelas V A dengan jumlah 26 siswa.
Penelitian ini terdapat dua variabel yaitu, penggunaan media pembelajaran audio
visual sebagai variabel bebas (independent) dan hasil belajar IPS sebagai variabel
terikat (dependent).
Metode pengumpulan data menggunakan teknik observasi menggunakan lembar
observasi untuk mengamati aktivitas guru dan siswa, tes untuk mengetahui hasil belajar
Tahapan dalam penelitian ini diawali dengan pemberian pretest, dilanjutkan
dengan pemberian perlakuan menggunakan media pembelajaran audio visual, terakhir
pemberian posttest.
Analisis data dilakukan secara deksriptif dan inferensial. Uji t dilakukan untuk
mengetahui pengaruh media pembelajaran audio visual terhadap hasil belajar IPS. Data
yang dianalisis secara deskriptif diantaranya; aktivitas siswa, aktivitas guru, dan
perolehan hasil belajar IPS.
d. Hasil penelitian
Penelitian menghasilkan dua jawaban sesuai rumusan penelitian yaitu
keterlaksanaan penggunaan media audio visual dan pengaruh penggunaan media audio
visual.
Hasil penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Berdasarkan analisis data hasil observasi, aktivitas siswa dalam tiga pertemuan
pembelajaran mengalami kenaikan.
 Pada pertemuan pertama, aktivitas siswa yang mendapatkan indikator sangat baik
hanya satu, indikator baik ada enam, indikator cukup ada delapan. Secara
keselurahan, skor yang dicapai 53, presentasi 71% dengan kategori cukup;
 Pada pertemuan kedua, aktivitas siswa yang mendapatkan indikator sangat baik
ada dua, indikator baik ada delapan, indikator cukup ada lima. Secara keselurahan,
skor yang dicapai 57, presentasi 76% dengan kategori baik. Pada pertemuan kedua
ini terjadi peningkatan dibandingkan pertemuan pertama.
 Pada pertemuan ketiga, aktivitas siswa yang mendapatkan indikator sangat baik
ada empat belas dan indikator baik ada satu. Secara keselurahan, skor yang
dicapai 74, presentasi 98% dengan kategori sangat baik. Pada pertemuan kedua ini
terjadi peningkatan dibandingkan pertemuan pertama.
Secara umum terjadi kenaikan dari petemuan pertama, kedua, sampai ketiga.
2) Berdasarkan analisis data hasil observasi, aktivitas guru dalam tiga pertemuan
pembelajaran mengalami kenaikan.
 Pada pertemuan pertama, aktivitas guru yang mendapatkan indikator sangat baik
hanya tiga, indikator baik ada lima, indikator cukup ada enam, dan indikator
kurang ada satu. Secara keselurahan, skor yang dicapai 53, persentasi 75% dengan
kategori cukup;
 Pada pertemuan kedua, aktivitas guru yang mendapatkan indikator sangat baik
naik menjadi empat, indikator baik naik menjadi delapan, indikator cukup turun
menjadi empat, dan indikator kurang menjadi tidak ada. Secara keselurahan, skor
yang dicapai 59, persentasi 75% dengan kategori baik;
 Pada pertemuan ketiga, aktivitas guru yang mendapatkan indikator sangat baik
naik menjadi empat belas, indikator baik berkurang menjadi satu, indikator cukup
menjadi tidak ada, dan indikator kurang menjadi tidak ada. Secara keselurahan,
skor yang dicapai 74, persentasi 75% dengan kategori sangat baik;
3) Berdasarkan analisis data maka hasil pretest dan posttest dapat dijelaskan sebagai
berikut:
 Hasil pretest, siswa yang mendapatkan nilai pada rentang 86-100 tidak ada,
rentang 71-85 ada delapan siswa, rentang 56-70 ada sepuluh orang, rentang 41-55
ada enam orang, dan kurang dari 40 ada dua orang. Berdasarkan hasil pretest
tersebut dapat disimpulkan bahwa masih ada siswa yang mendapatkan nilai pada
kategori kurang dan sangat kurang;
 Hasil posttest, siswa yang mendapatkan nilai pada rentang 86-100 ada enam,
rentang 71-85 naik menjadi enam belas, rentang 56-70 ada berkurang menjadi
empat, rentang 41-55 menjadi tidak ada, dan kurang dari 40 juga tidak ada.
Berdasarkan hasil posttest tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
nilai hasil tes belajar dibandingkan saat pretest.
4) Uji normalitas menggunakan metode Kolmogorov- Smirnov test, dengan jumlah
sampel 26, normal paramaters dengan mean pada pretest yaitu 61,58 pada posttest
80,92. Untuk standar deviasi pada pretest yaitu 10,775 pada posttest 9,191. Nilai
absolute pada pretest yaitu 0,206 pada posttest 0,98. Most extreme positif pada
pretest yaitu 0,171 pada posttes 0,98, negative pada pretest yaitu -0,206 pada posttes
-0,094. Kolmogorov-Smirnov Z pada pretest yaitu 1,050 pada posttes 0,499.
5) Uji homogenitas dilakukan setelah uji normalitas. Setelah dilakukan pengujian maka
hasil datanya homogeny karena nilainya 0,194 yang berarti lebih dari 0,05.
6) Uji hipotesis uji t dilakukan menghasilkan nilai 0,000 yang berarti kurang dari 0,05.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa penggunaan media audio visual mempengaruhi
hasil belajar siswa dalam IPS masa pandemi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan media audio visual dapat
diterapkan di kelas. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya peningkatan aktivitas guru
dan siswa setiap pembelajaran. Selain itu penggunaan media audio visual juga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam IPS masa pandemi meningkat.

Anda mungkin juga menyukai