Anda di halaman 1dari 12

Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5101 Filsafat Pendidikan Dasar)

A. Masukkan dan Saran Video Micro Teaching dari UT Online Guru Pintar Online
1. Belajar Mudah Menentukan Arah Mata Angin (2010)
Berdasarkan analisis video, saat awal-awal pembelajaran, guru tanpa pendahuluan
yang meliputi apersepsi, motivasi, dan menjelaskan tujuan pembelajaran. Guru langsung
menugaskan siswa membuka buku IPS. Guru juga hanya bertanya kepada siswa mengenai
arah mata angin. Guru juga tidak menggunakan metode dan sumber belajar yang tepat.
Pada tayangan selanjutnya, guru mengubah metode pembelajaran dari sekedar ceramah
ditambah dengan metode demonstrasi. Selain itu, guru tersebut menggunakan lingkungan
outdoor sebagai sumber belajar. Anak-anak belajar secara langsung. Setelah melakukan
demonstrasi ditambah penjelasan guru, anak-anak lebih aktif, paham dan terlihat senang.
Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru dalam video tersebut sudah
bagus karena mencoba membelajarakan siswa secara langsung di luar. Anak melakukan
demonstrasi mengenai arah mata angin. Pembelajaran tersebut cukup efektif untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Untuk masukkannya, menurut saya demonstrasi tersebut
kurang lengkap karena hanya satu arah tidak membalikkan badan yang lain. Dikhawatirkan
jika tidak dibolak-balik, pemahaman siswa mengenai arah mata angina tidak utuh. Dalam
pembelajaran IPS tentang arah mata angin tersebut dapat ditambahkan dengan nyanyian,
multimedia lain seperti video, gambar tentang arah mata angin untuk menjaga
pembelajaran di luar tidak dapat dilaksanakan. Selain itu, guru juga dapat metode games
untuk menambah keaktifan dan pemahaman siswa.
Kelebihan dari metode yang dilakukan guru pada video pembelajaran diantaranya:
mengaktifkan anak secara langsung, meningkatkan pemahaman siswa tentang materi arah
mata angin, menambah semangat belajar siswa, memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah
sebagai sumber belajar. Untuk kelemahan dari metode digunakannya yaitu; tidak dapat
dilakukan jika cuaca tidak mendukung, membutuhkan pengawasan ekstra kepada siswa,
membutuhkan bimbingan lebih bagi siswa yang kurang aktif.
Pengalaman saya ketika mengajarkan arah mata angin yaitu menggunakan metode
demonstrasi, pengamatan ke luar kelas, serta bernyanyi. Selain itu, kompas juga
digunakan. Anak-anak semangat untuk belajar apalagi di luar kelas. Kendala yang dihadapi
saat pembelajaran tersebut diantaranya; sulit mengendalikan siswa yang hiperaktif.
Membutuhkan waktu ekstra untuk siswa yang lamban belajar.

2. Belajar Peta Buta (2010)


Menurut saya video pada awal pembelajaran tentang peta buta, guru tidak
memberikan apersepsi, memberikan motivasi, menyampaikan tujuan pembelajaran serta
kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru langsung menyuruh siswa
menentukan lokasi negara atau tempat pada peta. Selain itu, peta yang digunakan juga
terlalu jauh yaitu peta benua Afrika. Siswa hanya melakukan perintah guru untuk
menentukan negara atau tempat. Peta yang ditunjukkan langsung peta buta tanpa diawali
peta utuh. Siswa menjawab salah karena mungkin tidak memahami materi. Selain itu,
siswa terlihat pasif karena belajar satu arah menunggu instruksi guru. Pada tayangan
selanjutnya, guru sudah menyiapkan kegiatan pembelajaran salah satunya menyiapkan
media berupa peta wilayah Indonesia dengan ukuran cukup besar serta miniatur mobil.
Selain itu, guru juga menggunakan model cooperative learning dengan metode kerja
kelompok dan games perjalanan. Peta Indonesia tersebut dibagikan ke 4 kelompok dengan
wilayah yang berbeda-beda. Guru telah mampu mengaktifkan siswa berkelompok,
menyajikan pembelajaran yang menyenangkan serta meningkatkan pemahaman siswa
mengenai letak daerah. Siswa terlihat antusias, senang, dan paham.
Tidak semua sekolah mampu menyediakan media pembelajaran berupa peta besar.
Jika saya menjadi guru di sekolah tersebut, saya akan berusaha membuat media dari barang
bekas yaitu kardus bekas kemasan. Saya akan mendesain kardus bekas menjadi seperti
wilayah peta seperti peta kampung, desa, kecamatan, kota, provinsi ataupun negara.
Alternatif lainnya, saya akan mencoba menggambarkan peta di lantai, atau tanah lapang
dengan cukup besar.
Untuk memuncukan ketererampilan siswa dalam menentukan letak daerah di peta,
siswa dapat mengunakan metode games make a match ataupun games penjelajahan. Guru
dapat juga menggunakan model PJBL untuk menghasilkan peta misalnya peta kota dari
barang bekas. Selain itu, siswa diberikan pertanyaan pemancing dari guru untuk
mengutarakan pemahamannya. Siswa juga harus diberikan LKPD yang berisi langkah-
langkah pengalaman belajar baik individu maupun kelompok.

3. Kenampakan Alam (2011)


Setelah dianalisis, menurut saya video awal pembelajaran guru tentang bahasan
kenampakan alam guru tidak melakukan apersepsi, memberikan motivasi, menyampaikan
tujuan pembekalajaran, dan kegiatan yang akan dilaksaakan. Guru hanya ceramah, tidak
menggunakan lingkungan sekitar sekolah yang lebih kontekstual sebagai sumber belajar.
Selain itu metode yang digunakan tidak variatif. Pada tayangan selanjutnya, guru telah
melakukan pembelajaran menggunakan metode tanya jawab pengalaman siswa.
Guru cukup efektif jika membelajarkan anak ke luar lingkungan sekolah untuk
mengobservasi, mengelompokkan, serta menganalisis kenampakan alam yang ada. Kaitan
dengan teknologi 4.0, guru harus mengadaptasi dan memanfaatkan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran.
Masukkan untuk pembelajaran IPS materi kenampakan alam, guru seharusnya
membelajarkan anak dengan hal-hal yang dapat teramati atau kontekstual. Sumber belajar
dapat menggunakan lingkungan sekitar sekolah. Guru juga dapat melakukan kunjungan
study tour ke luar kelas, luar sekolah luar daerah untuk objek yang tidak ada di
lingkungannya, misalnya; pantai, gunung, danau, sungai, hutan. Guru juga dapat
menggunakan media pembelajaran lainnya seperti; maket, diorama, gambar, video atau
Augmented Reality dan Virtual Reality 3 dimensi sesuai materi kenampakan alam. Guru
juga dapat memanfaatkan kanal-kanal belajar di youtube, rumah belajar, televisi, serta
saluran lainnya.
1. Apakah anda setuju dengan isi artikel dampak pembelajaran daring bagi siswa SD? Jika
setuju/tidak setuju jelaskan alasannya
2. Bagaimana kaitan isi artikel tersebut dengan prinsip dasar filosofis dan sosiologis-
anthropologis.
3. Menurut anda setelah dilaksanakan selama lebih dari 1 tahun setengah sejauhmanakah
pelaksanaan pembelajaran daring ini terjadi di sekolah atau lingkungan anda?
4. Menurut anda, apakah kekurangan dan kelebihan pembelajaran daring dibandingkan
dengan pembelajaran tatapmuka? Manfaat apa saja yang anda rasakan saat mengajar
secara daring atau saat adanya BDR?
5. Bagaimanakah solusi atau saran anda agar masalah pembelajaran daring ini dapat
dikurangi dan dapat berjalan dengan lebih baik sesuai dengan kondisi di lingkungan anda.

B. Analisis Artikel Jurnal Untuk Didiskusikan


1. Saya setuju dengan artikel penelitian dari Ria Puspita Sari1,Nabila Bunnanditya
Tusyantari2, dan Meidawati Suswandari3* dari Universitas Veteran Bangun Nusantara
ini. Alasan saya setuju karena dengan artikel tersebut karena isi artikel tersebut merupakan
studi kepustakaan dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain.
Dampak pembelajaran daring telah terbukti berdasarkan data empiris di lapangan sesuai
hasil penelitian. Dampak yang dihasilkan lebih banyak dampak kurang baik bagi siswa dan
juga guru.
2. Isi artikel tersebut berkaitan dengan prinsip dasar filosofis dan prinsip dasar sosiologis-
anthropologis
(a) Secara prinsip dasar filosofis, pendidikan merupakan kepentingan mendasar.
Berdasarkan artikel, pendidikan terganggu karena pandemic covid-19. Akan tetapi
meskipun demikian pendidikan harus tetap dijalankan. Nah inilah salah satu prinsip
dasar filosofis bahwa pendidikan merupakan hal mendasar yang harus dipastikan tetap
dinikmati oleh siswa. Jika dihubungkan dengan aliran filosofis, pendidikan sejatinya
merupakan sebuah idealisme. Setiap manusia membutuhkan pendidikan untuk
hidupnya. Akan tetapi ketika menjalankan pendidikan ada banyak faktor yang
mempengaruhi seperti pandemi covid-19. Adanya pandemi covid-19 yang
mengganggu proses pendidikan merupakan sebuah realisme. Sementara dampak
negatif dan positif dari pembelajaran daring ini benar-benar terjadi. Ini berkaitan
dengan aliran empirisme berkaitan dengan data-data di lapangan sesuai hasil penelitan.
Meskipun pembelajaran menghasilkan banyak dampak negatif dan sedikit dampak
positif, tetapi mau tidak mau, suka tidak suka, mampu tidak mampu, guru dan siswa
harus melaksanakan pembelajaran daring. Pembelajaran daring disesuaikan dengan
kemampuan, motivasi, dan dukungan masing-masing baik guru maupun siswa.
Pembelajaran daring dilaksanakan dengan berbagai bentuk penerimaan setiap orang
Hal inilah yang dapat dimaksudkan aliran rasionalisme sebagai bagian dari prinsip
filosofis.
(b) Secara prinsip dasar sosiologis- anthropologis, pendidikan merupakan sebuah proses
yang harus ditempuh siswa untuk bekal menjadi orang dewasa di masyarakat. Kaitan
dengan pembelajaran daring, prinsip sosiologis sangat erat. Pembelajaran tatap muka
maupun daring sesuai artikel pada prinsipnya saling membutuhkan antara guru, siswa,
dan orang tua. Siswa membutuhkan guru untuk memfasilitasi pembelajaran. Sama
halnya guru juga membutuhkan kehadiran siswa dan dukungan orang tua dalam
pelaksanaan pembelajaran. Setiap siswa yang berasal dari tiap keluarga mempunyai
latar belakang sosial yang berbeda. Ketika pembelajaran daring dilangsungkan,
kondisi setiap siswa dan orang tua berbeda. Hal tersebut berlaku juga dengan guru. Isi
artikel menjelaskan bahwa pembelajaran yang disampaikan guru kurang efektif
diterima oleh siswa. Siswa juga merasa stres, bosan dan kurang memahami materi.
Setiap siswa dan keluarga berbeda kemampuan, penghasilan, dan daya dukung dalam
mengikuti pembelajaran daring. Perbedaan tersebut tentu diakomodasi oleh
pemerintah melalui pembelajaran daring yang dilaksanakan oleh guru. Terkait dengan
anthropologis, siswa dan keluarga berbeda-beda suku bangsa, agama, ras, dan
golongan. Keanekaragaman tersebut sudah barang tentu hadir di tengah-tengah proses
pendidikan. Sistem pendidikan diharapkan adil, merata, dapat tetat terakses, oleh
seluruh siswa baik di desa maupun di kota. Secara prinsip sosiologis anthropologis
pendidikan sangat berkaitan dengan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.
Selain itu keadaan keluarga, ekonomi, input, dan daya dukung merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam sebuah pendidikan.
3. Setelah dilaksanakan pembelajaran daring, ada beberapa hal yang berbeda dibandingkan
dengan pembelajaran tatap muka. Sama sesuai dengan isi artikel, efektivitas pembelajara
yang dilaksanakan di sekolah saya dirasakan kurang, pemahaman rendah, karakter
menurun, kegiatan akademik dan non akademik tidak berjalan baik serta anak cenderung
banyak bermain dibandingkan belajar. Selain itu pengawasan saat pembelajaran tidak dapat
dilaksanakan dengan baik dibandingkan saat tatap muka. Pada saat sinkronus waktu lebih
sedikit dibandingkan tatap muka. Sedangkan saat asinkrous dapat lebih lama. Meskipun
demikian, saat pembelajaran daring, guru mampu belajar teknologi dan menghasilkan
beberapa karya diantaranya artikel, buku dan video sebagai media pembelajaran.
4. a. Kelebihan Pembelajaran Daring
Pembelajaran daring mempunyai kelebihan diantaranya; waktu pembelajaran
lebih fleksibel, dapat memanfaatkan berbagai teknologi yang sedang berkembang, guru
terus berpikir untuk inovatif dan kreatif, kolaborasi antar guru meningkat.
b. Kekurangan Pembelajaran daring
Pembelajaran daring mempunyai kekurangan diantaranya; interaksi kurang
berjalan baik, pengawasan kurang berjalan lancar, metode pembelajaran kurang variatif,
media pembelajaran terbatas, siswa kurang fokus, siswa cenderung merasa bosan,
partisipasi siswa cenderung sedikit, membutuhkan jaringan yang bagus, memerlukan
media yang kompatibel, media daring siswa terbatas.
5. Saran untuk permasalahan pembelajaran daring yaitu; membangun komunikasi dengan
orang tua dan siswa, melakukan kesepakatan dengan siswa, guru harus lebih kreatif dan
inovatif, menerapkan reward dan punishment kepada siswa, memadukan sinkronus dan
asinkronus, guru berkolaborasi dengan guru lain.

Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5105 Kebijakan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Dasar)
1. Berdasarkan informasi yang dikutip dari sumber: https://ditsmp.kemdikbud.go.id/5-
prinsip-dalam-penerapan-manajemen-berbasis-sekolah, Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) merupakan bentuk pengelolaan yang memberikan otonomi dan fleksibilitas
kepada sekolah untuk mendorong partisipasi warga sekolah dalam meningkatkan mutu
pendidikan sesuai aturan yang berlaku. Komponen-komponen yang menjadi corong
dalam pelaksanaan MBS ini diantaranya; disiplin warga sekolah, transparansi keuangan,
akuntabilitas, kerjasama antar warga sekolah, partisipasi orang tua dan masyarakat, dan
pengembangan guru. Kaitan dengan MBS, pelaksanaan di tempat tugas saya ini dapat
dikatakan berhasil dan belum berhasil. Mengapa demikian? Berdasarkan analisis, tingkat
keberhasilan dan ketidakberhasilan ini terdapat dalam indicator-indikator yang berbeda.
Berikut uraian dari hasil analisis:
a. Keberhasilan:
 Partisipasi masyarakat sudah diwadahi komite sekolah dan POM kelas;
 Keuangan sekolah selalu dilaporkan;
 Iklim sekolah kondusif
 Pemenuhan sarana prasana pendukung PBM meningkat;
 Kesejahteraan guru meningkat;
 Pelayanan berpihak kepada siswa;
b. Ketidakberhasilan:
 Program sekolah belum sepenuhnya terealisasi;
 Visi misi sekolah belum dipahami oleh warga sekolah;
 Lingkungan sekolah masih belum nyaman,karena belum hijau dan rindang;
 Pencipataan budaya mutu masih rendah;
 Kinerja kepala sekolah dan guru belum signifikan;
 Manajemen kepemimpinan kepala sekolah perlu ditingkatkan;
 Budaya konformitas masih rendah
2. Menurut saya,
a. Keberhasilan dari sebagian indikator MBS tersebut dipengaruhi oleh:
 Telah dibentuknya komite sekolah dengan tokoh kelurahan yang berpengaruh;
 Keuangan sekolah selalu direncanakan, asistensi, digunakan dan dilaporkan;
 Semua warga sekolah sudah saling mengenal;
 Komunikasi dilakukan setiap saat;
 Bantuan sering datang karena berusaha membuat proposal ke anggota dewan,
dunia usaha dunia industri ataupun perorangan;
 Guru mayoritas ASN dan sudah sertifikasi;
 Pelayanan kepada siswa selalu dilakukan.
b. Ketidakberhasilan dari sebagian indicator MBS dipengaruhi oleh:
 Kegiatan akademik padat;
 Sosialisasi visi misi belum semuanya terlibat, baik perencanaan, pelaksanan,
maupun evaluasi;
 Lingkungan sekolah sempit;
 Pengawasan dan pembinaan pengawas tidak sering;
 Motivasi kepala sekolah dan guru tua cenderung menurun;
 Pengaruh negatif smartphone sungguh nyata

Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5102 Integrasi Teori dan Praktek Pembelajaran)
Menurut saya, penerapan teori belajar behavioristik dalam pembelajaran harus
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
 Kondisi siswa;
 Tujuan pembelajaran;
 Mata Pelajaran;
 Materi yang diajarkan;
 Kedalaman, keluasan, dan batasan materi;
 Strategi pembelajaran;
 Penilaian hasil belajar;
 Urutan pengalaman belajar
Contoh penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran:
1. IPA
Berikut contoh penerapan teori behavioristik dalam IPA:
Pada saat saya mengajar IPA, saya melakukan perencanaan pembelajaran. Pada materi
mengenal organ-organ pernapasan manusia di kelas 5, saya menyiapkan gambar sistem organ
pernapasan, video penjelasan organ pernapasan, dan gitar. Media-media tersebut dijadikan
stimulus ketika pembelajaran berlangsung. Ketika saya menampilkan gambar dan video organ
pernapasan, siswa langsung mengamati. Selain itu, ketika memberikan perintah siswa untuk
mengamati oragan pernapasan temannya, siswa langsung melakukan. Untuk memudahkan
siswa dalam menghapal alat-alat pernapasan, saya menyanyikan sebuah lagu diiringi gitar.
Siswa merespon ikut bernyanyi setelah diberikan contoh. Selanjutnya, karena sudah hapal
lagu, ketika saya memetik gitar, siswa langsung bernyanyi sesuai nada yang isinya tentang
alat-alat pernapasan manusia. Melalui gambar, video, pengamatan teman, dan lagu yang
dinyanyikan, siswa memberikan respon khususnya tentang materi organ pernapasan manusia.
Ketika pertemuan selanjutnya, ketika saya membawa gitar siswa langsung meminta bernyayi
sesuai materi. Tidak lupa juga saya memberikan apresiasi atau pujian kepada kelompok atau
ssiwa yag berhasil dalam proses pembelajaran. Selain itu, penguatan juga diberikan untuk
seluruh siswa dalam pembelajaran.
Kesimpulannya, stimulus saya berikan mampu direspon oleh siswa. Media, alat, dan
perintah yang saya berikan mampu mengubah perilaku siswa menjadi lebih aktif, semangat,
serta termotivasi untuk belajar.
2. Matematika
Berikut contoh penerapan teori behavioristik dalam matematika:
Pada saat matematika, awal pembelajaran pagi selalu dimulai dengan menghapal perkalian.
Stimulus yang dilakukan dengan memberikan perintah kepada siswa untuk menghapal
perkalian. Ketika saya mengangkat tangan, misalnya jari menunjukan 5, maka siswa akan
langsung merespon dengan menghapal perkalian angka 5 yang divariasikan dengan
pembagian. Contoh: 3 x 5 = 15, 15 : 5 = 3, 15: 3 = 5.
Ketika selesai, jari saya kembali menunjukkan angka lain, misalnya 7, maka siswa merespon
langsung untuk menghapal perkalian 7.
Karena setiap pagi selalu diawali dengan menghapal perkalian, maka kegiatan terrsebut
menjadi pembiasaan. Setiap pagi selalu dihapalkan oleh siswa sesuai stimulus yang diberikan.
Ketika ada siswa yang belum hapal, guru memberikan bimbingan serta penguatan.
Contoh lainnya, ketika mengajar mengenai materi bangun ruang. Saya memberikan
stimulus dengan perintah untuk membawa kardus atau kemasan karton bekas makanan. Siswa
memberikan respon dengan membawa masing-masing kardus. Pembuatan model bangun
ruang kubus dan balok di kelas, dicontohkan guru terlebih dahulu. Siswa dan kelompoknya
merespon dengan mengikuti petunjuk dalam pembuatan model bangun ruang. Selain itu,
bimbingan dan pendekatan yang saya lakukan membuat mereka patuh untuk mengerjakan
lembar kerja. Penjelasan, bimbingan, pujian atau apresiasi tidak lupa diberikan.
Kesimpulannya, respon yang saya lakukan melalui perkalian telah menjadi pembiasaan
bagi siswa. Selain itu, perintah yang jelas dan stimulus yang diberikan guru berdampak respon
siswa menjadi lebih patuh, aktif, dan mengerjakan perintah dengan baik.
3. Bahasa Indonesia
Berikut contoh penerapan teori behavioristik dalam bahasa Indonesia:
Ketika mngajar bahasa Indonesia materi mencari informasi dalam bacaan, saya menggunakan
teknik membaca langsung. Saya memberikan stimulus dengan memberikan kertas bertuliskan
nomor. Setiap siswa mengambil nomor. Nomor yang didapatkan siswa menjadi urutan dalam
membaca teks, wacana atau bacaan. Sisqa merespon dengan langsung membaca teks sesuai
nomor yang didaptkan. Contohnya, siswa yang mendapakan nomor 1 langusng membaca
bacaan. Setelah selesai, giliran nomor 2 melanjutkan. Siswa yang belum kebagian membawa
diminta untuk menyimak serta menuliskan kata-kata sulit dan infromasi lainnya. Stimulus
yang saya berikan melalui pemberian nomor dan perintah, membuat siswa mengikutinya
dengan baik. Kertika ada siswa yang gaduh atau tidak fokus, maka stimulus yang diberikan
yaitu mendekati dan meminta siswa untuk kembali belajar. Siswa akan merespon dengan
melakukan apa yang diperinahka guru.

Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5103 Metode Penelitian Pendidikan)


1. Saya merupakan guru kelas tinggi sekolah dasar. Berdasarkan permasalahan-
permasalahan yang ada, saya berencana melakukan penelitian mengenai topik numerasi dan
literasi berdasarkan kearifan lokal. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan topik
tersebut yaitu:
a. Numerasi dan literasi masih menjadi permasalahan secara nasional;
b. Numerasi dan Literasi merupakan kecakapan fundamental;
c. Kearifan lokal menjadi bagian penting dalam pendidikan;
d. Pemerintah melalui Kemdikbud memberikan perhatian terhadap numerasi dan literasi;
e. Kolaborasi kearifan lokal dengan numerasi dan literasi menarik;
f. Numerasi, literasi, dan kearifan lokal relevan dengan kurikulum;
g. Permasalahan numerasi dan literasi nyata terjadi;
h. Numerasi, literasi dan kearifan lokal perlu dikembangkan terus;
i. Perpaduan numerasi, literasi dan kearifan lokal dapat dilaksanakan;
Saya tertarik mengambil topik tersebut karena kenyataan di sekolah sendiri dan
sekolah di sekitar saya, topik tersebut perlu ditingkatkan. Melalui penelitian ini diharapkan
siswa akan lebih mengenal kearifan lokal yaitu permainan tradisional khususnya dari Jawa
Barat. Selain itu kemampuan numerasi dan literasi siswa dapat meningkat.
Topik numerasi, literasi, dan kearifan lokal ini akan dipilah menjadi topik yang lebih
khusus sebagai objek kajian. Topik kecil ini akan disusun menjadi variabel-variabel
terhubung yang nantinya menjadi judul penelitian.
Adapun rencananya, penelitian ini akan dilaksanakan di SD yang ada di kecamatan
dengan dipilih sesuai banyaknya gugus yaitu 4 gugus. Nantinya, ada kelas eksperimen dan
kelas control.

2. Berdasarkan rencana penelitian tersebut, maka saya menyun topic-topik tersebut menjadi:
a. Topik : Literasi Numerasi dan Kearifan Lokal
b. Sub Topik : Literasi Numerasi dan Permainan Tradional
c. Kajian sub topick : proses kognitif, karakter, dan motivasi
d. Penelitian yang Relevan :

a
Jawaban Bahan Diskusi: (MPDR 5103 Metode Penelitian Pendidikan)

a. Saya merupakan guru kelas tinggi sekolah dasar. Berdasarkan permasalahan-


permasalahan yang ada, saya berencana melakukan penelitian pada mata pelajaran IPS
kelas 5 materi mengenai topik kegiatan ekonomi. Ada beberapa alasan yang mendasari
pemilihan topik tersebut yaitu:
a. Topik jenis kegiatan ekonomi belum dipahami siswa;
b. Topik jenis kegiatan ekonomi berhubungan dengan kehidupan sehari-hari;
c. Topik jenis kegiatan ekonomi dapat dihubungkan dengan nilai karakter siswa;
d. Topik tersebut dapat dibuatkan media kekinian yaitu AR (Augmented Reality)
Saya tertarik mengambil topik sesuai alasan-alasan tersebut. Melalui penelitian ini
diharapkan siswa akan lebih mengetahui jenis kegiatan ekonomi, memahami perbedaan jenis
kegiatan ekonomi, serta dapat menceritakan contoh kegiatan ekonomi.
Adapun rencananya, penelitian ini akan dilaksanakan di SD yang ada di kecamatan
dengan dipilih sesuai banyaknya gugus yaitu 4 gugus. Nantinya, ada kelas eksperimen dan
kelas control.

e. Berdasarkan rencana penelitian tersebut, maka saya menyusun topik-topik tersebut menjadi:
e. Topik : Kegiatan ekonomi
f. Sub Topik : Mengenal Jenis Kegiatan Ekonomi
g. Kajian Sub topik : media jenis kegiatan ekonomi, minat belajar, hasil belajar
h. Penelitian yang Relevan :
a. Pengembangan Media Pembelajaran Arraj (Augmented
Reality Rumah Adat Jawa) Menggunakan Vuforia Untuk
Mata Pelajaran IPS Sekolah Dasar
b. Pengembangan Media Pembelajaran “ARFORBA (AR FOR
RIBA)” Berbasis Augmented Reality Untuk Meningkatkan
Literasi Keuangan Syariah Aspek Riba Bagi Siswa Sekolah
Dasar
c. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Augmented
Reality

3. Metode penelitian yang akan dirancang yaitu:

a. Jenis penelitian : Research and Development (RnD)


b. Metode : Eksperimen
c. Prosedur Pengembangan : ADDIES
d. Populasi : Guru Kelas dan Siswa Kelas V Se- Kecamatan Tamansari
e. Pemilihan Sampel : Random dengan Teknik Cluster Random Sampling
f. Sumber Data : (1) Kualitatif (observasi), (2) Kuantitatif ( Angket hasil
Validasi ahli materi, ahli media, ahli bahasa)
g. Instrumen Penelitian : Tes, Kuisioner, Pedoman Wawancara
Penentuan metode tersebut saya pilih karena saya ingin mencoba membuat produk
media AR (Augmented Reality) yang dapat digunakan untuk pembelajaran IPS. Saya
tertarik untuk membuatnya karena ingin mendapatkan pengalaman membuat,
pengalaman menerapkan dalam pembelajaran serta ingin meningkatkan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran khususnya IPS. Selain itu dengan metode penelitian yang
dilakukan dapat dilakukan juga oleh guru lain.

Anda mungkin juga menyukai