Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan IPS SD Dosen Pengampu: Dr. Drs. Anwar Senen, M.Pd
Disusun oleh: Nur Rohmah 18108241070 Melia Putri Anggara 18108241073 Muhammad Asruri Faisal Alam 18108241112 PGSD 2C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2019 Inovasi Pembelajaran Ips Untuk Generasi Anak Bangsa Di Tingkat Sekolah Dasar Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sebuah profesi yang sangat mulia untuk kemajuan hidup bangsa. Tidak hanya mengajarkan tentang ilmu pengetahuan, tetapi guru juga mendidik siswa menjadi generasi unggul di masa depan. Apalagi pada tingkat Sekolah Dasar, peran guru sangat penting bagi perkembangan siswa. Pada tingkat ini siswa diberi pengetahuan dasar sebelum mereka mempelajari lebih dalam di tingkat menengah maupun tingkat atas. Guru SD harus memberikan konsep dasar yang benar dan menanamkan nilai-nilai moral pada siswa. Hal inilah yang dilakukan Ibu Apriyani, S.Pd yang merupakan guru di SD Muhammadiyah Unggulan di daerah Kretek, Bantul, Yogakarta. Beliau beralamat di desa Gading Lumbung, Kretek, Bantul, Yogyakarta. Beliau menjadi wali kelas IV dan sudah mengajar di Sekolah Dasar sejak tahun 2012. Yang kedua adalah Ibu Heni Noverda, S.Pd yang merupakan guru di SD Muhammadiyah Unggulan di daerah Kretek, Bantul, Yogyakarta. Beliau beralamat di desa Colo, Donotirto, Kretek, Bantul, Yogyakarta. Saat ini Bu Heni menjadi wali kelas di kelas V dan sudah mengajar di SD sejak tahun 2004. Namun, baru mengajar di SD Muhammadiyah Unggulan pada tahun 2016. Pembelajaran di Sekolah Dasar sudah menggunakan Kurikulum 2013 sesuai dengan anjuran pemerintah. Materi pembelajarannya bersifat terpadu dan dikategorikan berdasarkan tema pada buku. Salah satunya yaitu pembelajaran IPS. Saat ini tidak ada lagi buku tebal berisi materi seperti sejarah, geografi dan ekonomi. Materi pembelajaran IPS terintegrasikan dalam beberapa tema selama satu semester. Isi muatan materi pembelajaran pada kurikulum 2013 sangat berbeda dengan kurikulum 2006. Pada kurikulum 2013, pembelajaran IPS sudah berbasis student center bukan lagi teacher center. Kegiatan belajar di kelas menuntut siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru tidak lagi memberikan materi sepenuhnya pada siswa, melainkan siswa sendiri yang harus mencari, menemukan, menyimpulkan dan membangun pengetahuan secara mandiri. Guru menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuannya agar kegiatan pembelajaran terarah dan sistematis. Metode yang digunakan guru yaitu dengan berdiskusi kelompok, ceramah, tanya jawab dan pembelajaran kontekstual. Media pembelajaran yang digunakan guru disesuaikan dengan materi pembelajaran, biasanya guru menggunakan globe, peta, atlas, print gambar dan lain-lain. Untuk sumber pembelajaran guru tidak hanya bersumber pada buku siswa dan buku guru saja, tetapi juga memanfaatkan beberapa sumber pembelajaran yang lainnya seperti buku LKS, buku terbitan Yudhistira, lingkungan sekitar dan lain-lain. Evaluasi yang digunakan guru dalam pembelajaran IPS yaitu melalui ulangan harian dengan cara mencongak dan pertanyaan dengan bola berputar, misalnya ketika lagu berhenti maka akan diberi pertanyaan untuk siswa yang mendapatkan bola. Evaluasi tidak hanya pada pengetahuannya saja, akan tetapi keseharian siswa juga dinilai. Keseharian ini terkait dengan sikap dan ketampilan siswa dalam pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran IPS di SD, kesulitan guru di kelas tinggi yaitu materi IPS tematik sangat kompleks dan sangat mendalam. Di kurikulum 2013 anak dituntut untuk aktif bertanya, berpikir secara logis, kritis, dan analistis dalam kegiatan pembelajaran. Guru perlu referensi dari berbagai sumber agar mudah membelajarkan materi kepada siswa dan menjawab pertanyaan dari mereka. Apabila hanya mengandalkan buku dari pemerintah, cakupan materinya masih kurang mendalam. Bahkan untuk tugas, terkadang di buku tidak terdapat kunci jawaban sehingga guru meminta anak untuk mencari jawabannya di google ketika di rumah. Berkaitan dengan hal ini, guru berkoordinasikan dengan orang tua di rumah dan meminta orang tua untuk mengarahkan serta mengawasi siswa dalam penggunaan teknologi internet. Kesulitan lain pada pembelajaran IPS di SD terletak pada materi sejarah. Anak-anak cenderung malas dan tidak bersemangat ketika pembelajaran sejarah berlangsung. Sebagian besar siswa di kelas tidak tertarik dengan materi sejarah karena berhubungan dengan masa lampau. Berbeda dengan pelajaran lain, seperti geografi, anak-anak akan antusias dalam pembelajaran karena berhubungan langsung dengan keadaan saat ini. Selain beberapa hal di atas, kekurangan dalam membelajarkan IPS adalah kurangnya pemanfaatan IT. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor. Sebenarnya, sudah ada fasilitas IT di sekolah. Namun, karena kurangnya pemahaman pendidik terhadap IT (gaptek), pemanfaatannya menjadi tidak maksimal. Selain itu, mungkin sekolah belum menemukan metode yang tepat dalam pembelajaran berbasis IT. Namun, dalam rangka menghadapi revolusi industri 4.0 SD Muhammadiyah Unggulan berupaya untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai kegiatan pembelajaran seperti adanya LCD, proyektor, komputer dan lain-lain di setiap kelas. Bahkan sudah diterapkan sistem raport digital untuk penilaian setiap semesternya. Penayangan video merupakan salah satu upaya guru dalam memanfaatkan kemajuan teknologi, meskipun hal tersebut adalah hal yang mainstream dan mungkin dapat membuat siswa menjadi bosan. Menurut kami, inovasi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran IPS di SD adalah dengan kegiatan karya wisata atau outing class. Vera(2012: 17) berpendapat bahwa outing class adalah mengajar di luar kelas bisa dipahami sebagai suatu kegiatan menyampaikan pelajaran di luar kelas, sehingga kegiatan atau aktivitas belajar mengajar berlangsung di luar kelas atau di alam bebas. Metode outing class dapat menciptakan suasana belajar yang interaktif dan dapat dilakukan di luar kelas atau di tempat terbuka. Mahakane(2011: 142) berpendapat pembelajaran di luar kelas dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik dengan penerapan metode pembelajaran yang bervariasi. Pembelajaran outing class dapat dilakukan di luar kelas, perpustakaan, lapangan sepak bola, lingkungan sekitar, tempat wisata dan lain-lain. Pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar diharapkan dapat membantu meningkatkan mutu pembelajaran siswa dalam proses pembelajaran. Tujuan dari metode pembelajaran ini untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan memberikan pengalaman langsung untuk membangun pengetahuan siswa. Pelaksanaan outing class disesuiakan dengan materi pembelajaran karena tidak semua pembelajaran dapat dilaksanakan di luar kelas. Dengan adanya inovasi ini diharapakan dapat mengatasi kesulitan belajar di SD.
Selain itu, kami menawarkan suatu poblem solving terhadap permasalahan
tersebut dengan nama ‘Pasak Dom’. Pasak Dom merupakan suatu metode dengan perincian sebagai berikut: Pertama, guru membuat interaksi kepada peserta didik, orang tua, dan lingkungan sekolah sebagai media pembelajaran. Pada tahap pertama ini orang tua diarahkan membuat ruang dialog terhadap anak melalui gerakan yang sudah ada yaitu gerakan 18-21. Arti gerakan 18-21 yakni pada jam 18.00 WIB sampai 21.00 WIB adalah waktu untuk berkumpul keluarga serta kesempatan anak belajar tanpa diganggu media sosial. Pada waktu itu, orang tua bisa menanamkan nilai-nilai etika, kejujuran, sopan santun bahkan juga nilai pengembangan wawasan ekonomi.yang berfungsi sebagai interaksi anak dengan orang tua. Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah pada Dialog tentang Gerakan Kembali ke Meja Makan di Padang, Minggu (31/3) mengatakan, gerakan 18-21 memberikan kesempatan bagi orang tua untuk berkomunikasi dan memberikan bimbingan spiritual untuk memperkuat anak-anak menghadapi lingkungan sosial. Tahap berlanjut pada menghubungkan guru dan siswa kepada lingkungan sebagai media. di sini kordinasi yang baik antara sekolah dan guru sangat dibutuhkan. Guru sebagai fasilitator menjadi penentu dari model ini, apakah guru mampu memanfaatkan lingkungan untuk pembelajaran IPS. Tahap kedua setelah intraksi terbentuk, guru perlu menyiapakan pembelajaran sebagai tujuan, bukan secara mendetail dan rinci tetapi lebih ke tujuan apa yang akan dicapai setiap 30 menit, jadi dalam role model ini menghendaki guru surve terhadap tujuan dengan mengunakan interaksi anak dan lingkungan sekolah sebagai bahan untuk mencapai tujuan itu, walaupun nanti tetap menjadi faislitator terhadap buku pegangan siswa. Langkah ketiga, adalah menyelaraskan role model yang berbasic morality ke pembelajaran untuk tujuan Ujian Nasional. Jadi dengan mengunakan metode ini anak akan lebih ditekankan kepada bermain, bersenang-senang, dan berpembelajaran yang mengandalkan lingkungan sebagai media dan membentuk interaksi sosial anak. Pasak Dom memberikan pengalaman dan pemahaman terhadap kehidupan nyata. Sehingga, metode ini tidak meninggalkan sisi sosial dari pendidikan khususnya IPS. Media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajara pun sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran yang diberikan bahkan jika media kita salah, kita akan sulit mencapai tujuan yang kita buat. Sehingga dalam hal ini kami menyiapakan sebuah media pembelajaran bernama ‘Pasak Book’. Pasak Book sendiri tidak seperti buku-buku yang lain. Dalam buku ini kita dapat memasukan nilai-nilai sosial sebagai morality dan nilai-nilai lain seperti halnya pembelajaran koperasi, kerajaan, pekembangan wilayah, dan lain-lain. Buku ini memiliki gambar yang cukup besar dengan beberapa fitur, seperti barcode, gambar, video, game, dan diskusi. Penyelarasan teknologi, interaksi sosial, dan bermain kita kemas dalam satu buku ini. Dalam penyelarasan teknologi dengan media pokok metode Pasak Dom, kita akan menghubungkan lingkungan dengan teknologi melalui barcode yang ada pada Pasak Book dalam barcode kita bisa memainkan game, melihat video, tugas, dan diskusi secara online. Dalam game juga tetap melandaskan contoh dan pemraktikan interaksi sosial yang berkesinambungan. Dalam buku ini sangat dikolaborasikan dengan kegiatan di luar sekolah. Penyelesaian masalah anak yang tidak dapat berdiskusi dengan baik dan benar dapat dilakukan dengan dua media pokok model yang kami tawarkan. Pertama, lingkungan sebagai media utama memberikan gambaran pasti kehidupan dan penerapan teori yang telah diajarkan oleh guru, sehingga anak bukan hanya melihat/ mendengar/ membayangkan tetapi anak dapat merasakan objek yang dia pelajari dan pembelajaran itu dapat dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua, pemanfaatan yang baik dalam media pembelajaran Pasak Book dapat meningkatakan pemahaman anak dalam pembelajaran di kelas maupun pembelajaran di rumah. Dikarenakan dalam Pasak Book mengunakan gambar yang besar pada setiap materi yang ada, dalam Pasak Book juga terdapat game yang masih bersifat hubungan sosial dan sejarah menekankan pada pembelajaran yang ada, misal seperti koperasi, sejarah, dan letak geografi. Dalam barcode berisi game di Pasak Book terdapat game yang memberikan pengetahuan secara lengkap mengenai materi yang ada dalam buku. Dalam buku ini pula terdapat barcode untuk video yang menjelaskan lewat animasi/langsung sehingga anak yang mempunyai kemampuan visualisasi bagus akan mudah dalam memahami materi. Yang terakhir dengan mengunakan barcode forum, dalam hal ketiga ini guru dapat memberikan pertanyaan yang sifatnya individu,/ kelompok,/ diskusi sehingga memungkinkan anak dalam evaluasi pembelajaran lewat online terlepas evaluasi lewat offline. Sehingga anak menjadi aktif dalam diskusi dan dapat berfikir secara cerdas, aktif, dan kreatif berlandaskan agama dan sosial yang menjadi pokok pembelajaran media pertama. Kolaborasi apik antara Pasak Dom sebagai metode dan Pasak Book sebagai media pembelajaran anak memberikan nuansa baru kepada anak untuk saling memperkuat ukuah dan pengetahuan serta mengurangi gesekan antara anggota masyarakat, hoax, penyalahgunaan teknologi serta membuat anak-anak kita berfikir sehat, cerdas, dan waras. Sebagai calon guru, kami berkeyakinan jika kita membangkitkan pendidikan sosial anak dengan baik maka attitude dan kecerdasan EQ anak memancing kecerdasan kognitif untuk tumbuh lebih cepat. Jadi tidak salah jika kita menyebut pendidikan IPS sebagai prespektif moralitas karena target IPS sendiri adalah interaksi sosial. Kami pun yakin bahwa jika morality dan EQ bagus maka ilmu lain akan dengan mudah masuk dalam otak kita. Hal itu diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Carnegie Institute of Technology menunjukkan bahwa 85 persen kesuksesan finansial seseorang adalah karena kemampuan humanis seperti kepribadian dan kemampuan berkomunikasi, bernegosiasi dan memimpin. Sementara itu, pengetahuan teknis hanya mengambil porsi 15 persen. Oleh karena itu kami yakin jika gagasan kami akan membuat nuansa pendidikan IPS menjadi menyenangkan dan IPS dapat tertanam pada diri anak. Dengan begitu, anak diharapkan memiliki jiwa sosial dan dapat hidup di tengah-tengah masyarakat sesuai kodrat dan norma yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA Mahakane, Susan E. 2011. ”Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Untuk Pengembangan Konsep Keruangan.” Gea.11(2): 142-149. Vera, Adelia. 2012. Metode Mengajar Anak di Luar Kelas(Outdor study). Jogjakarta: Diva Press. Santoso, Budi. 2019. Apa itu gerakan kembali ke meja makan. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/818200/apa-itu-gerakan-kembali-ke-meja- makan pada 29 April 2019