Anda di halaman 1dari 10

Pendidikan Anak Usia Dini

Dosen Pengampu: Dr. Muh. Daud, M.Si


Dian Novita Siswanti, S.Psi., M.Si., M.Psi., Psikolog
Tri Sugiarti, S.Psi., M.Pd

Jenis Layanan PAUD

DISUSUN OLEH:

Murni (1571040070)

Andi Utari Yusuf (1571041037)

Muh. Ibnu Kafsir (1571042012)

KELAS C

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2020
Yus (Nuraeni, 2012) mengemukakan bahwa Rancangan pembelajaran Anak Usia
Dini sebagai berikut:
1. Model Pendekatan Montessori
Pendekatan montessori menggunakan bahan-bahan yang dapat dimainkan
anak, namun di dalam pendekatan ini tidak memberikan anak di bawah 6
tahun untuk berfantasi. Padahal jika seorang anak bermain, maka salah satu
unsur bermain adalah berfantasi (berpura-pura). Dengan demikian di dalam
pendekatan ini anak tidak bisa bermain secara bebas, tetapi sangat terstruktur
sehingga imajinasinya tidak berkembang. Pengaruh guru untuk memberikan
mainan yang sudah terpola dan berurutan secara ketat membatasi kreativitas
anak dalam mengeksplorasi mainannya. Dengan anak belajar secara mandiri,
maka kesempatan anak untuk berinteraksi dengan teman sangat terbatas.

2. Model Pendekatan Bank Street


Pendekatan Bank Street memiliki unsur-unsur, yaitu:
a. Menekankan pada bermain
b. Anak aktif dalam mengkonstruksi pemahaman mereka tentang dunia,
melalui interaksi dengan benda-benda dan lingkungannya.
c. Mempertimbangkan anak secara keseluruhan
d. Melibatkan orangtua dan membangun komunikasi dengan orangtua.
e. Peranan guru sebagai pengamat dan fasilitator pembelajaran
Catatan tentang Model Pendekatan Bank Street. Apa potensi yang ada pada
diri manusia seperti anak, guru, dan diri kita sendiri-apakah kita ingin melihat
perkembangannya?
a. Kebahagiaan hidup yang diperoleh di dunia menggunakan lima panca
indera.
b. Kehidupan keinginntahuan intelektual menjadikan dunia sebagai
laboratorium yang menarik dan mendorong orang untuk belajar sepanjang
hayat.
c. Fleksibilitas terhadap perubahan dan mampu menyesuaikan diri terhadap
perubahan.
d. Semangat kerja, tidak dirundung ketakutan dan efisien, dalam dunia
dengan kebutuhan baru, permasalahan baru dan ide-ide baru.
e. Keberanian dikombinasikan dengan kearifan dalam menentukan kebijakan
terhadap orang lainnya.
f. Sensitivitas, tidak hanya pada peraturan yang bersifat formal tetapi bagi
dirinya sebagai manusia lainnya memandang kehidupan yang baik melalui
kajian dirinya sendiri.
g. Menumbuhkan kehidupan demokratis, baik di sekolah maupun di luar
sekolah sebagai suatu konsep yang paling baik untuk meningkatkan konsep
tentang demokrasi
h. Semua falsafah memerlukan standar etika dan sikap ilmiah. Kerja kita
berdasarkan kepada falsafah bahwa manusia dapat meningkatkan
kemasyarakatan yang diciptakan.

3. Model pendekatan High/Scope


High Scope adalah program bagi anak-anak usia 3-4 tahun. Program
ini adalah salah satu pelopor di tahun 1960-an yang awalnya untuk membantu
anak-anak mengatasi efek-efek negatif kemiskinan dalam persekolahan.
Model ini adalah satu dari yang pertama meraih desain eksperimental
terpirinci, anak-anak secara acak diberi tugas.

Program prasekolah ini menyediakan begitu banyak manfaat jangka


pendek dan jangka panjang, yaitu :

 Persiapan bersekolah yang lebih baik,


 Keberhasilan dalam bersekolah,
 Dalam masa dewasa tingkat pelanggaran hukum yang lebih rendah,
 Tingkat pekerjaan yang lebih tinggi, dan
 Tingkat kesejahteraan yang lebih rendah.

Model PAUD High Scope adalah kerangka terbuka mengenai teori-


teori perkembangan dan praktik pendidikan yang berbasis pada perkembangan
interaktif anak. Model ini digunakan dalam ribuan program pendidikan anak
usia dini di seluruh Amerika Serikat dan negara-negara lain. Berdasarkan
gagasan perkembangan anak Piaget (Piaget & Inhelder,1969) dan praktik
pengajaran yang berasal dari teori pembelajaran sosial Vygotsky (1934-1962),
model High/Scope memandang anak-anak sebagai pembelajar aktif yang
paling baik belajar melalui kegiatan yang mereka rencanakan, laksanakan, dan
reflesikan sendiri.

Penelitian prasekolah High Scope perry (Schweinhart dkk., 2005) dan


Penelitian banding kurikulum prasekolah High Scope (Schweinhart &
Weikart, 1997) menunjukkan bahwa model anak usia dini High Scope
memiliki manfaat penting dalam berkelanjutan karena membantu
perkembangan hal-hal berikut ini:

 Memberdayakan anak dengan membeiarkan mereka memulai dan


melaksanakan kegiatan pembelajaran mereka dan mengambil keputusan
secara mandiri.
 Memberdayakan orang tua dengan melibatkan mereka dalam hubungan
yang berkelanjutan sebagai mitra penuh dengan guru dalam mendukung
perkembangan anak-anak mereka.
 Memberdayakan guru dengan memberi mereka contoh efektif yang di
dukung oleh pelatihan dan pengawasan yang sistematis, beserta perangkat
pengamatan untuk menilai perkembangan anak-anak.
Oleh karena itu, semoga program saat ini bisa ditiru sepenuhnya.
Selanjutnya, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa hubungan antara model
pendidikan dan pencapaian anak yang dimulai pada tahun 1960an berbeda
dengan saat sekarang ini.

Pada prinsipnya ada beberapa prinsip dasar dari pendekatan High/Scope:


a. Berdasarkan teori konstruktif Piaget
b. Mementingkan pembelajaran aktif
c. Mementingkan benda-benda yang dapat dimanipulasi
d. Adanya peranan orang dewasa di dalam memfokuskan perhatian anak dan
penggunaan bahasa dalam pembelajaran
e. Menekankan pada pilihan dan kegiatan di dalam sentra
f. Mementingkan pengamatan dan penilaian (assessment)

4. Model Pendekatan Regio Emillia


Model pendekatan pembelajaran Regio Emillia sangat mengutamakan pada
kebutuhan anak dan didukung oleh masyarakat (orang tua), dan lembaga
PAUD. Pendekatan Regio Emillia sangat fokus terhadap perkembangan anak
oleh karena setiap anak perlu diberikan kesempatan untuk mengembangkan
seluruh kemampuan dan potensi yang dimilikinya agar kecerdasaran anak
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Peran masyarakat (orang tua)
wajib mendukung secra penuh di setiap kegiatan yang dilakukan anak baik
disekolah maupun di rumah. Bahkan orang tua terlibat untuk merencanakan
program kegiatan yang disusun oleh lembaga PAUD. Peran Guru sebagai
fasilitator dan motivator sangat penting dalam mendorong dan menyediakan
berbagai fasilitas belajar yang diperlukan anak. Hasil kegiatan anak
didokumentasikan dalam bentuk buku atau fortofolio.
Model Pendekatan Regio Emillia sangat menekankan bahwa apa yang
dilakukan anak sekecil apapun merupakan hasil pemikiran anak yang luar
biasa dan harus dihargai, karena pengalaman anak adalah penguatan untuk
karya-karyanya dikemudian hari.

5. BCCT (Beyond Centre and Circle Time)


Hijriati (2017) mengemukakan model pembelajarann BCCT adalah
pendekatan pembelajaran yang dalam proses pembelajarannya dilakukan di
dalam ‘lingkaran” (circle times) dan sentra bermain. Lingkaran adalah saat di
mana guru duduk bersama anak dengan posisi melingkar untuk memberikan
pijakan sebelum dan sesudah bermain. Sentra bermain adalah zona atau area
dengan seperangkat sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk
mengembangkan seluruh potensi dasar anak didik dalam berbagai aspek
perkembangan secara seimbang, serba seimbang. Sentra yang dibuka setiap
harinya disesuaikan dengan jumlah kelompok di setiap RA.Sentra bermain
terdiri dari sentra bahan alam dan sains, sentra balok, sentra seni, sentra
bermain peran, sentra persiapan, sentra agama, sentra musik.
Pendekatan ini berusaha untuk merangsang anak agar bermain secara aktif
di sentra-sentra permainan. Jadi, anak didiknya yang belajar aktif, bukan
gurunya. Anak diperlakukan sebagai “subjek otonom” yang secara liberal
mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Sementara tugas guru
lebih bersifat “pasif” dari pada aktif. Dikatakan “pasif” karena tugas guru
hanya sebatas memotivasi, memfasilitasi, mendampingi, dan memberi
pijakan-pijakan. Pijakan yang dimaksud di sini adalah dukungan yang
berubah-ubah karena disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau
masa peka (periode sensitif). Ciri khas pijakan dalam pendekatan BCCT
adalah duduk melingkar. Inilah alasannya mengapa pendekatan ini disebut
“saat lingkaran”. Untuk merangsang perkembangan anak pada tahapan yang
lebih tinggi, pendekatan ini menggunakan 4 pijakan yaitu :
a. Pijakan lingkungan bermain (persiapan). Pada pijakan ini, guru lebih aktif
dari pada anak didik. Sebab, pada pijakan ini guru harus mempersiapkan
lingkungan bermain sehingga sebelum anak masuk, area sudah tertata rapid
an siap digunakan bermain.
b. Pijakan sebelum bermain. Pijakan ini berisi berbagai kegiatan awal, seperti
salam pembuka, mengabsen, doa, penjelasan tema materi atau pelajaran,
mengawali dengan bernyanyi atau cerita, menyampaikan aturan bermain,
dan lain sebagainya. Biasanya, pijakan ini memakan waktu 15 menit atau ¼
jam.
c. Pijakan selama bermain. Tugas guru selama anak-anak bermain lebih
bersifat “pasif” daripada aktif. Tugas mereka hanya sekedar memotivasi,
memfasilitasi, dan mendampingi. Bahkan, seandainya anak-anak jatuh
sekalipun, guru tidak boleh membantu membangunkannya, kecuali anak-
anak benar-benar sakit dan tidak bisa bangun. Pijakan ini berisi berbagai
kegiatan, seperti membawa anakanak ke lokasi bermain. Memberi contoh
cara menggunakan alat permainan edukatif, mengumpulkan hasil kerja
anak, dan lain sebagainya. Biasanya pijakan ini memakan waktu selama 60
menit atau satu jam.
d. Pijakan setelah bermain. Pijakan ini menanamkan sikap tanggung jawab
anak didik, di mana setiap anak harus mengembalikan permainan yang
diambilnya ke tempatnya semula. Beberapa kegiatan dalam pijakan ini
adalah guru memberi instruksi bahwa waktu bermain habis,
menginstruksikan mereka agar membersihkan, merapikan, dan
mengembalikan semua alat permainan edukatif ke tempatnya semula,
mengajukan beberapa pertanyaan seputar halhal yang dilakukan anak didik
ketika bermain, dan menutupnya.
-peserta didik
-Pendidik -persiapan
-pengelola -pelaksanaan
-orang tua
-evaluasi

-evaluasi
-pelaksanaan
INPUT Proses BCCT -pendekatan
-BCCT

-Kurikulum
-APE
-Buku-buku
-Sarpras

“Bagan Model Pembelajaran BCCT”


Semua sentra tersebut dapat dimainkan dengan baik jika pelaksanaannya
berpegang pada prinsip-prinsip BCCT, Prinsip pembelajaran dengan
pendekatan BCCT antara lain:
1. Keseluruhan proses pembelajarannya berlandaskan pada teori dan
pengalaman empiris
2. Setiap proses pembelajaran ditujukan untuk merangsang seluruh aspek
kecerdasan anak melalui bermain terencana dan terarah serta dukungan
pendidikan dalam bentuk pijakan-pijakan
3. Menempatkan penataan lingkungan main sebagai pijakan awal yang
merangsang anak untuk aktif, kreatif dan terus berfikir dengan menggali
pengalamnnya sendiri.
4. Menggunakan standar operasional yang bakudalam proses
pembelajarannya.
5. Mensyaratkan pendidikan dan pengelola program untuk mengikuti
pelatihan sebelum menerapkan pendekatan ini
6. Melibatkan orang tua dan keluarga sebagai satu kesatuan proses
pembelajaran untuk mendukung kegiata anak di rumah.
Tujuan dari model Beyond Center and Circle Time yang dimaknai sebagai
sentra dan saat lingkaran adalah sebagai berikut:
1. Model ini ditujukan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan anak
melalui bermain yang terarah.
2. Model ini menciptakan setting pembelajaran yang merangsang anak untuk
aktif, kreatif, dan terus berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri
(bukan sekedar mengikuti perintah, meniru dan menghafal).
3. Dilengkapi dengan standar operasional yang baku, yang berpusat di sentra-
sentra kegiatan dan saat anak berada dalam lingkaran bersama pendidik,
sehingga mudah diikuti.
Pada pembelajaran BCCT ini memiliki kelebihan maupun kekurangan,
yaitu: kelebihannya adalah mampu memberikan pengalaman bermain secara
lebih lengkap dan mendalam melalui pembagian sentra-sentra dalam
lingkaran. Kelebihan yang lainnya yaitu lebih fleksibel dan konstektual,
sehingga pendekatan ini lebih sesuai dengan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP). Sedangkan kekurangannya yaitu yang menekankan pada
sentra dan lingkaran, justru kebalikan dari kelemahan yang ada pada system
area. Jika pada system area anak bebas memilih permainan tertentu dan
berganti-ganti mainan, maka tidak demikian dengan BCCT. Pendekatan sentra
dan lingkaran menghalagi kebebasan anak untuk memilih lebih dari satu
permainan. Ia juga tidak bisa beralih dari satu permainan ke permainan yang
lain sebelum menyelesaikan permainan yang disajikan guru. Dengan
demikian, pendekatan system area memberikan pengalaman bermain yang
luas namun dangkal, sendangkan pendekatan BCCT memberikan pengalaman
bermain yang mendalam, tetapi sempit.
REFERENSI:
Epstein, A.S (2007). Essentials of active learning in the preschool : Getting to
know the high scope curriculum: Ypsilanti.

Hijriati (2017). Pengembangan model pembelajaran pendidikan anak usia


dini. Jurnal tarbiyah dan kebugaran. 3(1).
Nuraeni. (2012). Strategi pembelajaran anak usia dini. Jurnal Pengkajian
Ilmu dan Pembelajaran Matematika dan IPA “PRISMA SAINS”,
(2), 2. 143-153 ISSN 2338-4530\.
Schweinhart, L. J., Montie, J., Xiang, Z., Barnett, W, S., Belfield, C, R., &
Nores, M. (2005). Lifetime effect: The High Scope Perry Preschoo;
Study through age 40: Ypsilanti.
Schweinhart, L. J., & Weikart, D. P. (1997). Lifetime differences: The High
Scope Preschoo model comparison Study through age 30: Ypsilanti.

Anda mungkin juga menyukai