Artikel dengan judul Perjalanan Pendidikan Nasional: Upaya Reflektif untuk Memerdekakan
Peserta Didik telah di https://tenrycolle.com/materials/universitas/perjalanan-pendidikan-
nasional-upaya-reflektif-memerdekakan-peserta-didik/ pada tanggal 30 Oktober 2022. Artikel
tersebut dapat diakses melalui QRCode atau melalui link website diatas.
dr. Sutomo
dr. Sutomo serta mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) yaitu
Goenawan, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Soeradji, serta R.T. Ario Tirtokusumo mendirikan
organisasi Budi Utomo di Jakarta pada 20 Mei 1908. Budi Utomo merupakan sebuah organisasi
pelajar bersifat sosial, ekonomi, kebudayaan, serta tidak bersifat politik.
Dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, organisasi Budi Utomo berperan penting
terhadap pergerakan nasional untuk mengusir penjajah. Hal ini ditandai dengan berdirinya
Studifont atau Darmawara untuk perkumpulan para pelajar dari daerah Jawa dan Madura.
dr. Sutomo juga melalui organisasi Budi Utomo memberikan beasiswa kepada pemuda-pemuda
Indonesia untuk mengenyam pendidikan. Golongan terpelajar berharap dengan banyaknya
pemuda-pemuda Indonesia yang memperoleh pendidikan dapat mempercepat kemajuan
bangsanya.
Ki Hajar Dewantara
Suwardi Suryaningrat atau yang biasa dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara lahir di
Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Suwardi Suryaningrat berasal dari lingkungan keluarga
kraton (Soeratman, 1986, hal.11). Beliau adalah bapak Pendidikan Nasional Indonesia.
Ki Hajar Dewantara sangat menaruh perhatiannya terhadap kemajuan Pendidikan Indonesia, hal
ini dibuktikan dengan berdirinya sebuah Lembaga Pendidikan Kebangsaan yaitu Taman Siswa, di
Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1992. Sekolah ini merupakan bentuk kritikan seorang KHD
terhadap sistem Pendidikan kolonial. Taman siswa lahir untuk membangun anak didik menjadi
manusia yang bertakwa, merdeka lahir-batin, luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk
menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa,
tanah air serta manusia pada umumnya.
Taman Siswa menunjukan sifat nasionalisme kultural. Setiap mata pelajaran harus dapat
membangkitkan perasaan cinta kepada tanah air dan bangsa. Terdapat pendidikan kesusilaan,
pendidikan kebudayaan, sejarah, ilmu bumi, serta Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran
wajid (Djumhur, 1976, hal.180)
Berbicara mengenai sistem Pendidikannya, KHD memiliki 3 pandangan tentang sistem
pendidikan. Pertama, tri pusat Pendidikan. Pendidikan terjadi dalam tiga ruang lingkup yakni:
lingkungan keluarga, perguruan, dan masyarakat. Kedua, sistem among, yaitu suatu sistem
Pendidikan yang berjiwa kekeluargaan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Sistem
among menurut cara berlakunya disebut sistem “Tut Wuri Handayani” (Widodo, 2017). Ketiga,
kebudayaan nasional. KHD membangun sistem Pendidikan yang berwatak budaya Indonesia.
Sesudah kemerdekaan, Gerakan Pendidikan KHD tetap berlanjut. Semangat juang Taman siswa
terakomodasi dalam semangat berbangsa dan bernegara. Taman Siswa ikut andil dalam mengisi
kemerdekaan, turut mengambil bagian dalam bidang pembangunan, sesuai dengan posisinya
sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat.
Setelah mengulik perjuangan tokoh nasional dalam memajukkan dan memerdekakan anak
bangsa ini melalui pendidikan, pertanyaannya adalah apakah peserta didik hari ini telah
merdeka? Apakah praktik Pendidikan yang negara ini jalankan masih membelenggu
kemerdekaan peserta didiknya?
Indonesia, hari ini, melalui agenda kurikulum MERDEKAnya berusaha untuk memerdekakan
peserta didiknya. Melalui kurikulum MERDEKA, peserta didik diberi kemerdekaan untuk bisa
berinovasi, mandiri, dan kreatif. Pembelajaran tidak terbatas dengan 4 sisi tembok ruang kelas,
melalui kurikulum MERDEKA, peserta didik dapat mengakses pembelajaran kapanpun dan
dimanapun melalui penerapan blended learning.
Kemudian, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (learners-centered) menjadi fokus
dari kurikulum MERDEKA. Pembelajaran yang menghormati dan menerima setiap perbedaan
siswa dan memberikan peserta didik kemerdekaan untuk menemukan, mengembangkan, dan
mempraktekkan kemampuan yang mereka miliki melalui model pembelajaran inkuiri, problem-
based learning, atau project-based learning.
Semoga dengan kurikulum MERDEKA membawa KEMERDEKAAN BELAJAR untuk kita semua.
Aamiin.