Anda di halaman 1dari 5

QRCODE

Artikel dengan judul Perjalanan Pendidikan Nasional: Upaya Reflektif untuk Memerdekakan
Peserta Didik telah di https://tenrycolle.com/materials/universitas/perjalanan-pendidikan-
nasional-upaya-reflektif-memerdekakan-peserta-didik/ pada tanggal 30 Oktober 2022. Artikel
tersebut dapat diakses melalui QRCode atau melalui link website diatas.

Mengulik Perjalanan Pendidikan Nasional: Upaya


Reflektif untuk Memerdekakan Peserta Didik
Perjalanan Pendidikan nasional memiliki cerita menarik dari masa ke masanya. Perjalanan
tersebut memberikan kita gambaran bahwa melalui Pendidikan, bangsa Indonesia dapat
memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia.
Permulaan abad ke-20 dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional. Bibit-bibit kesadaran nasional
tersebut bermula dari sebuah kebijakan pemerintah Kolonial Belanda yang dikenal dengan
sebutan politik Etis. Dalam politik Ethis, pihak Belanda menyebutkan tiga prinsip yang dianggap
merupakan dasar kebijakan baru tersebut: educatie (Pendidikan), emigratie (perpindahan
penduduk), dan irrigatie (pengairan).
Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan dalam bidang pendidikan, pada akhirnya melahirkan
tokoh-tokoh bangsa sekaligus pionir kesadaran kebangsaan. Tokoh-tokoh yang menyadari bahwa
pendidikan adalah sebuah sarana mencapai kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu, mari kita melihat perjalanan Pendidikan Indonesia dari perspektif tokoh R.A.
Kartini, dr. Sutomo, dan Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu upaya reflektif memerdekakan
peserta didik.
R.A. Kartini
Siapa yang tidak mengenal sosok R.A Kartini? Beliau adalah tokoh emansipasi perempuan di
Indonesia.
Pada masa kolonial, pendidikan masih bersifat diskriminatif; Pendidikan hanya untuk golongan
elite, khususnya kaum laki-laki karena prinsip pendidikan dan pengajaran pada saat itu adalah
untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan di kantor-kantor pamong praja atau kantor-
kantor yang lain (Rifa’i, 2011, hal.59).
Pemerintah kolonial membatasi akses pendidikan, terutama bagi kaum perempuan. Perempuan
tidak memperoleh hak Pendidikan dan hak untuk melakukan interaksi sosial dengan masyarakat.
Perempuan hanya bertugas di dalam rumah, tanpa kebebasan, baik dalam pemikiran maupun
tingkah laku sebagai manusia seutuhnya yang diberikan potensi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Maka, tergugalah Raden Ajeng Kartini untuk mengubah pola pikir tersebut serta berusaha
mensejajarkan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam bidang Pendidikan.
Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar 25 Mei 1899, pendidikan bagi Kartini merupakan
suatu alat yang digunakan untuk membuka pikiran masyarakat ke arah modernitas. Untuk
menuju peradaban yang maju, maka laki-laki dan perempuan saling bekerjasama untuk
membangun bangsa. Persamaan pendidikan merupakan salah satu bentuk kebebasan kepada
perempuan. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan untuk berdiri sendiri, menjadi
perempuan yang mandiri, menjadi perempuan yang tidak bergantung pada orang lain. (Pane,
2008, hal. 34).
Kemudian, suaratnya yang disampaikan kepada Nyonya Abendanon pada tanggal 21 Januari
1901, menyebutkan bahwa R.A. Kartini menyampaikan bahwa: Perempuan sebagai pendukung
peradaban! Bahkan tidak hanya perempuan yang akan dianggap pandai dan cakap, tetapi saya
yakin dengan sangat bahwa perempuan dapat membawa pengaruh besar atau dampak positif
untuk bangsa Indonesia, negatif atau positifnya tetap akan memberikan akibat besar bagi
kehidupan: Dan dialah yang akan merubah kehidupan dan martabat manusia (R.A. Kartini, 2017,
hal.112)
Dari isi surat di atas dapat diketahui bahwa kaum perempuan dengan Pendidikannya mempunyai
potensi dan pengaruh besar terhadap kehidupan. Perempuan bukan hanya seorang ibu, tetapi
mereka adalah sosok pembawa peradaban dunia.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikannya, maka Sekolah Kartini dibuka pada tahun 1903 oleh
Kartini dan Rukmini pada tahun 1903. Materi yang diajarkan berupa membaca, menulis,
menjahit, merenda. Konsep pendidikan yang digagas Kartini tanpa melibatkan kurikulum
pemerintah, karena tujuan Kartini bukan hanya memberikan pendidikan umum saja melainkan
pula pendidikan budi pekerti.
Gagasan Kartini tentang Pendidikan perempuan merupakan wujud kepekaannya terhadap
masalah sosial yang telah menjadi virus dan bersarang dalam tubuh masyarakat bumiputra yang
berwujud tata hidup feodalis.

dr. Sutomo
dr. Sutomo serta mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) yaitu
Goenawan, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Soeradji, serta R.T. Ario Tirtokusumo mendirikan
organisasi Budi Utomo di Jakarta pada 20 Mei 1908. Budi Utomo merupakan sebuah organisasi
pelajar bersifat sosial, ekonomi, kebudayaan, serta tidak bersifat politik.
Dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, organisasi Budi Utomo berperan penting
terhadap pergerakan nasional untuk mengusir penjajah. Hal ini ditandai dengan berdirinya
Studifont atau Darmawara untuk perkumpulan para pelajar dari daerah Jawa dan Madura.
dr. Sutomo juga melalui organisasi Budi Utomo memberikan beasiswa kepada pemuda-pemuda
Indonesia untuk mengenyam pendidikan. Golongan terpelajar berharap dengan banyaknya
pemuda-pemuda Indonesia yang memperoleh pendidikan dapat mempercepat kemajuan
bangsanya.

Ki Hajar Dewantara
Suwardi Suryaningrat atau yang biasa dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara lahir di
Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Suwardi Suryaningrat berasal dari lingkungan keluarga
kraton (Soeratman, 1986, hal.11). Beliau adalah bapak Pendidikan Nasional Indonesia.
Ki Hajar Dewantara sangat menaruh perhatiannya terhadap kemajuan Pendidikan Indonesia, hal
ini dibuktikan dengan berdirinya sebuah Lembaga Pendidikan Kebangsaan yaitu Taman Siswa, di
Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1992. Sekolah ini merupakan bentuk kritikan seorang KHD
terhadap sistem Pendidikan kolonial. Taman siswa lahir untuk membangun anak didik menjadi
manusia yang bertakwa, merdeka lahir-batin, luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk
menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa,
tanah air serta manusia pada umumnya.
Taman Siswa menunjukan sifat nasionalisme kultural. Setiap mata pelajaran harus dapat
membangkitkan perasaan cinta kepada tanah air dan bangsa. Terdapat pendidikan kesusilaan,
pendidikan kebudayaan, sejarah, ilmu bumi, serta Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran
wajid (Djumhur, 1976, hal.180)
Berbicara mengenai sistem Pendidikannya, KHD memiliki 3 pandangan tentang sistem
pendidikan. Pertama, tri pusat Pendidikan. Pendidikan terjadi dalam tiga ruang lingkup yakni:
lingkungan keluarga, perguruan, dan masyarakat. Kedua, sistem among, yaitu suatu sistem
Pendidikan yang berjiwa kekeluargaan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Sistem
among menurut cara berlakunya disebut sistem “Tut Wuri Handayani” (Widodo, 2017). Ketiga,
kebudayaan nasional. KHD membangun sistem Pendidikan yang berwatak budaya Indonesia.
Sesudah kemerdekaan, Gerakan Pendidikan KHD tetap berlanjut. Semangat juang Taman siswa
terakomodasi dalam semangat berbangsa dan bernegara. Taman Siswa ikut andil dalam mengisi
kemerdekaan, turut mengambil bagian dalam bidang pembangunan, sesuai dengan posisinya
sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat.
Setelah mengulik perjuangan tokoh nasional dalam memajukkan dan memerdekakan anak
bangsa ini melalui pendidikan, pertanyaannya adalah apakah peserta didik hari ini telah
merdeka? Apakah praktik Pendidikan yang negara ini jalankan masih membelenggu
kemerdekaan peserta didiknya?
Indonesia, hari ini, melalui agenda kurikulum MERDEKAnya berusaha untuk memerdekakan
peserta didiknya. Melalui kurikulum MERDEKA, peserta didik diberi kemerdekaan untuk bisa
berinovasi, mandiri, dan kreatif. Pembelajaran tidak terbatas dengan 4 sisi tembok ruang kelas,
melalui kurikulum MERDEKA, peserta didik dapat mengakses pembelajaran kapanpun dan
dimanapun melalui penerapan blended learning.
Kemudian, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (learners-centered) menjadi fokus
dari kurikulum MERDEKA. Pembelajaran yang menghormati dan menerima setiap perbedaan
siswa dan memberikan peserta didik kemerdekaan untuk menemukan, mengembangkan, dan
mempraktekkan kemampuan yang mereka miliki melalui model pembelajaran inkuiri, problem-
based learning, atau project-based learning.
Semoga dengan kurikulum MERDEKA membawa KEMERDEKAAN BELAJAR untuk kita semua.
Aamiin.

Referensi dan Rekomendasi Daftar Bacaan


● Djumhur., Danasuparta. (1976). Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu Bandung
● Kartini, R.A. (2017). Habis Gelap Terbitlah Terang. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
● Pane, Armijin. (2008). Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka.
● Rifa’i, M. (2011). Sejarah Pendidikan Indonesia: Dari Masa Klasik Hingga
Modern. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
● Ricklefs, M.C. (2017). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
● Sudrajat. 2007. Kartini: perjuangan dan pemikirannya. Jurnal Mozaik, 2(1). DOI:
https://doi.org/10.21831/moz.v2i1.4489
● Widodo, Bambang. (2017). Biografi: Dari Suwardi Suryaningrat Sampai Ki Hadjar Dewantara.
Jakarta: Makalah Seminar “Perjuangan Ki Hajar Dewantara dari Politik ke Pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai