Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

Sejarah Pendidikan Indonesia

Sejarah pendidikan Indonesia telah berjalan dari dahulu pada zaman VOC. Kala itu tanah air hanyalah
objek perdagangan. Bangsa Indonesia diberikan pengajaran berupa membaca, menulis, dan berhitung
namun srmua itu hanyalah untuk memperbesar keuntungan perusahaan. Kemudian pada zaman
Napoleon Bonaparte jatuh kekuasaannya lahirlah sekolah-sekolah kabupaten, tetapi hanya untuk
mendidik calon-calon pegawai. Didirikan pula sekolah bumiputra yang hanya memiliki tiga kelas. Namun
maksud dari sekolah tersebut masih tetap sama, yaitu mendidik calon pegawai.

Permulaan abad ke-20 terjadi kebangunan nasional. Muncul cita-cita baru yang menginginkan
perubahan radikalisme dalam pendidikan. Cita-cita tersebut dimiliki oleh RA.Kartini, Dokter Wahidin
Sudirohusodo, maupun Ki Hajar Dewantara. Cita-cita ini adalah kebangkitan politik dan kebangkitan
kesadaran kultural di Indonesia.

Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara seorang aktivis pergerakan kemerdekaan pendidikan
bangsa Indonesia (Yanuarti, 2017). Hidup Ki Hajar Dewantara diabdikan untuk kepentingan bangsa
mengawal impian bangsa menjadi merdeka dari segala bentuk penjajahan. Untuk mengawal impian Ki
Hajar Dewantara menggunakan media pendidikan untuk mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka
lahir dan batin.

Konstruksi Dasar-Dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara Melalui Taman Siswa

Taman siswa merupakan sekolah yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta
yang memiliki arti sebagai tempat bermain maupun belajar. Taman siswa tentunya berbeda dengan
pendidikan colonial, taman siswa dikemas berdasar dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Taman
siswa tidak untuk mendidik golongan tertentu seperti zaman kolonial, namun untuk masyarakat
keseluruhan. Tujuannya tidak untuk pengajaran semata, namun juga menanamkan nilai persatuan di
atas perbedaan (Made dkk, 2002).

Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam melaksanakan proses pendidikan di Taman siswa, berlandaskan
pada lima prinsip, yang disebut “Panca Darma” (Yanuarti, 2017). Panca Darma ini memuat perincian baik
berasal dari asas-asas yang dipakai di dalam Taman siswa sejak berdirinya pada tahun 1922 hingga
seterusnya, maupun yang terdapat dalam segala peraturan-peraturan dan berbagai adat istiadat dalam
hidup dan penghidupan Taman siswa.
Berikut ini lima prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh Ki. Hajar Dewantara, yaitu :

- Prinsip Kemerdekaan

Kemerdekaan atau kemampuan pribadi bertujuan agar peserta didik dapat leluasa mengembangkan
cipta, rasa, dan karsa dalam proses belajar. Hal ini selaras dengan semboyan “Tutwuri Handayani”.
Memiliki arti mengikuti dari belakang dan memberikan pengaruh. Mengikuti dari belakang berarti
memberikan kebebasan kepada anak didik tanpa meninggalkan pengawasan. Sehingga anak didik tidak
bebas lepas tanpa pengawasan dan juga tidak terkekang atau terhambat dalam pertumbuhan dan
perkembangannya sebagai manusia merdeka.

- Prinsip Kebangsaan

Belajar juga harus sesuai dengan prinsip kebangsaan karena peserta didik akan hidup dan berinteraksi
dengan masyarakat luas. Prinsip kebangsaan tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, oleh
karena itu mengandung rasa satu dengan bangsa sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu
dalam kehendak menuju kepada kebahagiaan lahir dan batin seluruh bangsa. Pengembangan rasa
kebangsaan bukan berarti menafikkan bangsa lain, menjauhkan bangsa lain. Namun yang dimaksud
dengan mengembangkan nasionalisme yaitu memupuk rasa kebangsaan sendiri dalam membina
pergaulan dan kerja sama dengan bangsa lain di dunia.

- Prinsip Kebudayaan

Belajar juga harus sesuai dengan prinsip kebudayaan tempat agar hasil belajar bisa diterima di
lingkungan tempat tinggal. Prinsip ini dipakai untuk membimbing anak didik agar tetap menghargai serta
mengembangkan kebudayaan sendiri. Manakala ada kebudayaan yang dapat memperindah,
memperhalus dan meningkatkan kualitas kehidupan, hendaknya diambil. Tetapi jika berpengaruh
sebaliknya, sebaiknya ditolak.

- Prinsip Kemanusiaan

Peserta didik juga dituntut untuk tidak melanggar dasar hak asasi manusia. Dasar kemanusiaan ialah
berusaha mengembangkan sifatsifat luhur manusia. Hidup bersama atas dasar kegotongroyongan dan
saling mengasihi dan saling mengasuh dan membimbing agar bisa menjadi pribadi yang baik. Oleh
karena itu dalam pelaksanaan dan selalu diorientasikan untuk kepentingan bersama.

- Prinsip Kodrat alam

Prinsip Kodrat alam bertujuan agar peserta didik tidak melalaikan kewajibanya baik kewajiban terhadap
Tuhan, Lingkungan, masyarakat, maupun diri sendiri. Ki Hajar Dewantara melaksanakan pendidikan budi
pekerti dengan cara “Tutwuri Handayani”, yang dikenal dengan sistem Among. (Among berarti asuhan
dan pemeliharaan dengan suka duka dengan memberi kebebasan anak asuhan bergerak menurut
kemauannya.

Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah menuntun, artinya pendidik memberikan arahan pada
peserta didik agar dapat menemukan kemerdekaannya. Anak bukanlah kertas kosong yang digambar
secara paksa oleh orang tua. Melainkan anak adalah kertas samar, dimana orang dewasa berperan
membantu menebalkan isi kertas tersebut supaya jelas gambarannya.

Guru memiliki sifat among seperti “ing ngarso sung tuladha” didepan memberikan teladam, “ing madya
mangun karso” ditengah membangun kehendak, “tut wuri handayani” dibelakang memberikan
dorongan. Tiga semboyan tersebut adalah hal yang perlu dilakukan dalam pendidikan. Artinya saat
proses pendidikan guru perlu melibatkan murid untuk menentukan tujuan belajar dan menanyakan
keinginan belajarnya. Pendidikan artinya mengembangkan budi pekerti dalam batin, fikiran, dan
jasmani. Maksud dari pendidikan adalah upaya untuk memajukan kesempurnaan hidup.

Ki Hajar Dewantara mengatakan, didiklah anak sesuai dengan alam dan zamannya. Pendidikan dan
pengajaran dari luar dapat diambil tetapi harus tetap diberikan pendidikan kultural dan nasional.
Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat
kebangsaan. Pendidikan tidak hanya melulu tentang intelektual namun juga terdapat pendidikan
kebudayaan. Disamping kecerdasan intelektual harus ada pendidikan yang kultural.

Ki Hajar Dewantara mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka terhadap budaya asing namun
tetap waspada terhadap perubahan yang terjadi. Pendidikan tidak hanya meniru budaya luar, namun
kultural di Indonesia juga memiliki potensi yang bisa dijadikan sebagai sumber belajar. Sesuai dengan
semboyan bangsa Indonesia “Bhineka tunnggal ika”, meskipun Indonesia memiliki keragaman namun
tetap merupakan satu kesatuan yang utuh. Keragaman ini dapat menjadi sumber belajar.
Relevansi Pendidikan Nasional Dengan Kurikulum Merdeka

Pendidikan nasional merupakan suatu upaya mengangkat derajat negeri dan rakyat sehingga pantas
bekerjasama dengan bangsa lain. Pendidikan nasional berupaya menjunjung kebudayaan sesuai ruh
kebangsaan. Kebudayaan disesuaikan dengan alam dan zaman. Saat ini abad ke-21 maka interaksi
dengan siswa perlu disesuaikan. Selain itu tidak lupa disesuaikan juga dengan kekayaak alam yang ada di
Indonesia.

Pendidikan nasional merupakan wadah pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.dan menjadi warga yang demokratis dan
bertanggung jawab (Tarigan dkk, 2022).

Perubahan kurikulum dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, maupun kemajuan
dalam bermasyarakat. Perubahan sistem kurikulum dilakukan untuk memperbaiki sistem pendidikan.
Perubahan dilakukan untuk menyesuaikan dengan zaman dan karena belum sesuai dengan harapan.
Usaha perubahan kurikulum dilakukan demi menciptakan generasi masa depan berkarakter, yang
paham akan jati diri bangsa dan unggul bersaing dalam kancah internasional (Made dkk, 2002).

Masalah pendidikan yang terjadi saat ini adalah ketidaksesuaiannya dengan pemikiran mendidik
menurut Ki Hajar Dewantara. Banyak anak yang tidak dapat hidup mandiri sesuai dengan potensi yang
dia miliki. Hal itu dikarenakan siswa dipaksa untuk menjadi sesuatu seperti yang diinginkan oleh orang
tua, bukannya dibimbing sesuai dengan potensi yang dimiliki. Potensi yang dimiliki tidak pernah tergali,
bahkan tidak mengetahui apa minat maupun bakat yang dimiliki. Akibat dari pemaksaan kehendak
adalah siswa menjadi tidak tau tujuan hidup, tidak bersemangat dalam sekolah, dan tidak mampu untuk
bersikap mandiri dalam bermasyarakat.

Pendidikan Taman Siswa, temasuk sekolah-sekolah swasta lainnya, sejak awal berdirinya sesungguhnya
telah menyadari kemungkinan-kemungkinan permasalahan pendidikan yang akan terjadi di masa yang
akan datang (Made dkk, 2002). Oleh karena itu endidikan Taman Siswa memiliki 5 pilar yaitu prinsip
kemerdekaan, kebudayaan, kemanudiaan,

Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir maupun batinnya bergantung pada dirinya
sendiri tidak bergantung dengan orang lain. Ruang diciptakan untuk peserta didik agar bisa bertumbuh,
mampu memuliakan dirinya dan orang lain sehingga menjadi mandiri. Kekuatan diri yang peserta didik
miliki menuntut hidupnya agar dapat mandiri tanpa dituntun orang lain.

Merdeka Belajar merupakan program politik baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia "Kemendikbud RI" yang dirancang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. Salah satu program yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Nadiem
Makarim adalah “Merdeka Belajar” untuk menimbulkan aktivitas belajar yang menyenangkan. (Evi
Hasim, 2020).

Menurut Sherly dalam Rahayu dkk (2022) konsep merdeka belajar memiliki arti pengembalian sistem
pendidikan nasional kepada esensi undang-undang untuk memberikan kemerdekaan sekolah
menginterpretasi kompetensi dasar kurikulum menjadi penilaiannya.

Tujuan dari merdeka belajar bagi siswa adalah supaya pembelajaran menjadi menyenangkan, aktif, dan
sesuai dengan minat bakat siswa. Sesuai dengan konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
dimana mendidik seperti persemaian benih, guru memiliki peran untuk menuntun siswa agar dapat
tumbuh dengan baik. Bukan dipaksa menjadi sesuatu, namun menuntun pribadinya.

Kurikulum merdeka sesuai dengan namanya “merdeka”, artinya pemebelajarannya lebih bebas.
Pembelajaran kurikulum merdeka disesuaikan dengan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yang
mana didepan memberikan contoh (ing ngarso sung tuladha), ditengah membantu siswa (ing madya
mangun karsa), dan dibelakang memberikan dorongan (tut wuri handayani).

Pendidikan Emansipatoris dalam Kurikulum Merdeka

Pendidikan terjadi dalam kerjasama yang menjadi ruang untuk menghargai pengalaman. Peran
pendidikan adalah membangun paradigma berpikir, bersikap, dan berperilaku sebagai bangsa Indonesia.
Dari pendidikan diharapkan menjadi pribadi, sosial, maupun alam sekitarnya sehingga seimbang.
Keseimbangan inilah yang menghasilkan kemerdekaan dan emansipatoris.

Terkait dengan emansipatoris tersebut Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan ditujukan
untuk menjamin kesetaraan hak-hak asasi sehingga lahir kesadaran untuk merdeka, bebas dari
penindasan, dan berdemokrasi (Komaruzaman 2005). Artinya, kegiatan pendidikan harus dilaksanakan
secara emansipatif dengan memenuhi hak-hak yang dimiliki oleh seorang manusia.

Pembebasan atau merdeka dalam pendidikan tersebut lazim disebut pendidikan emansipatoris, suatu
pendidikan yang membebaskan bagi peserta didik dari kebodohan dan keterpurukan yang dapat
membuat dirinya tertindas dan terdominasi.(Syihabudddin 2019:31)

Merdeka belajar sesuai dengan namanya “merdeka” merupakan kurikulum yang sifatnya membebaskan.
Struktur kurikulum yang lebih fleksibel, fokus terhadap materi yang esensial sehingga jadwal tidak
terlalu padat, guru sebagai fasilitator dapat dengan leluasa menggunakan media maupun metode
pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, dan siswa sebagai centered learning.

Fokus pengembangan kurikulum merdeka adalah untuk membuat pembelajaran menjadi


menyenangkan karena disesuaikan dengan minat, bakat, dan aspirasinya. Sesuai dengan pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara yang menuntut anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya, kurikulum
merdeka unggul karena lebih interaktif dan dapat mengembangkan potensi peserta didik karena
prinsipnya adalah student centered learning.

Jadi guru sebagai tenaga pendidik dituntut untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman sehingga
mampu memberikan semangat dan agar siswa tidak merasa terbebani oleh materi yang disampaikan
oleh guru (Rahayu dkk, 2022). Guru sebagai fasilitator perlu inovatif dan aktif sehingga proses
pembelajaran dapat sesuai dengan tujuan merdeka belajar. Metode pembelajaran yang digunakan
dalam merdeka belajar juga merupakan media yang berpusat pada siswa, sehingga siswa dalam
pembelajaran dapat lebih aktif mengkontruksi pengetahuannya.

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Permasalahan yang tengah pendidikan alami saat ini yaitu kurangnya motivasi siswa dalam belajar
karena tidak sesuai dengan minat belajarnya. Solusi yang dapat dilakukan seperti bagaimana seharusnya
Pendidikan Nasional Indonesia berkembang menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan harus sesuai dengan prinsip kemerdekaan. Dalam masa kini
kurikulum merdeka menjadi wadah untuk menyelesaikan permasalahan yang tengah terjadi. Dengan
menganut prinsip kemerdekaan dalam pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, siswa dapat memilih
metode pembelajarannya sendiri sesuai dengan kurikulum merdeka.

Dalam pembelajaran juga perlu untuk ditanamkan watak atau budi pekerti yang baik sehingga siswa
dapat bertindak dengan budi pekerti yang baik. Selain itu guru juga perlu untuk melakukan sistem
among seperti semboyan Ki Hajar Dewantara ing ngarso sung tuladha yaitu didepan memberikan contoh
kepada peserta didik. Ing madya mangun karsa, bersama siswa berkreasi maupun membimbingnya dan
tut wuri handayani yaitu memberikan refleksi sehingga siswa bisa berkembang dengan baik Dari sistem
among tertebut pembelajaran menjadi lebih bermakna karena bertumpu bukan hanya pada hasilnya
saja, tetapi juga prosesnya.

Saran

Guru perlu membantu siswa untuk menemukan dan menggali potensi dari minat dan bakat yang siswa
miliki supaya menjadi pribadi yang mandiri untuk diri sendiri dan bermasyarakat seperti pedoman
mendidik dari Ki Hajar Dewantara.

DAFTAR PUSTAKA

Evi Hasim. (2020). Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar Perguruan Tinggi Di Masa Pandemi Covid-19.
Prosiding Webinar Magister Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo
“Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Penulisan Karya Ilmiah Menuju Anak Merdeka Belajar,”
68–74.

Komaruzaman. 2005. “Pendidikan Pembebasan Ki Hajar Dewantara Asas Pendidikan Liberal Di


Indonesia.” Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam.

Made dkk. 2002.Cakrawala Pendidikan. Jurnal Universitas Udayana Denpasar. Jurnal Penelitian Tahun
XXI. No. 3

Rahayu, dkk. 2022. Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Penggerak. Jurnal Basciedu.
Volume 6 Nomor 4 Tahun 2022 Halaman 6313-6319.

Syihabudddin, Muhammad Arif. 2019. “Kiat-Kiat Membangun Strategi Pembelajaran Emansipatoris Pada
Pendidikan Dasar Islam.” Indonesian Journal of Islamic Education Studies 2. No. 1.

Tarigan, dkk.2022. Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Perkembangan Pendidikan di Indonesia.
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Vol. 3– No. 1 (2022), halaman 149-159
Yanuarti, Eka. 2017. Pemikiran Pendidikan Ki. Hajar Dewantara Dan Relevansinya dengan Kurikulum 13.
Jurnal Penelitian,Vol. 11, No. 2

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Historisitas Pemikiran Ki Hajar Dewantara
pada Masa Lampau dan Kini dalam Kurikulum Merdeka", Klik untuk baca:

https://www.kompasiana.com/yusrillutvira/6467380a5479c33d7c1b6c22/hidtorisitas-pemikiran-ki-
hajar-dewantara-pada-masa-lampau-dan-kini-kurikulum-merdeka?page=all&page_images=1

Kreator: Yusril Lutvira Eka Fadhila

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili
pandangan redaksi Kompas.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai