Anda di halaman 1dari 6

Relevansi Filosofis Pendidikan KHD dengan Pendidikan Abad 21

Penulis: Annisa Lestiani

1. PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki peranan penting untuk memajukan sebuah negara.
Pendidikan digunakan sebagai media pengembangan media kapasistas bentuk karakter
dna peradaban suatu bangsa untuk mendidik potensi siswa untuk menjadi manusia
percaya dan takut pada Tuhan Yang Maha Eda, berilmu kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis (Rahmah & Hudaidah, 2021).
Selain itu, pendidikan merupakan proses kegiatan mencerdaskan anak bangsa
melalui segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan
pendidikan. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara. Maka dapat dikatakan, pendidikan merupakan proses belajar untuk
menciptakan manusia yang berguna, berbudi luhur, berketerampilan serta berkarakter
baik.
Pendidikan di Indonesia pada zaman kolonial Belanda sangat dibatasi. Tidak
semua masyarakat Indonesia yang dapat mengenyam Pendidikan yang layak. Karena,
Pendidikan hanya untuk rakyat bangsawan dan pembantu yang akan meneruskan
perdagangan. Pada tahun 1854, beberapa Bupati mendirikan sekolah kabupaten yang
hanya diperuntukkan bagi calon pegawai di perusahaan Belanda. Kemudian, didirikan
pula sekolah Bumiputera pada saat yang bersamaan berjumlah 3 kelas dan mereka
diajarkan membaca, menulis, dan berhitung seperlunya untuk membantu perdagangan
mereka. Selain itu, mereka juga memberikan Pendidikan bagi calon dokter untuk
kepentingan mereka. Maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan pada zaman colonial
Belanda hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bangsa Belanda, bukan untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dikarenakan fenomena tersebut, lahirlah Taman Siswa pada 3 Juli 1922 yang
didirikan oleh Ki Hajar Dewantara. Kemunculan Taman siswa merupakan sebuah
gerbang kebebasan dan kebudayaan bangsa. Maka hal tersebut memudahkan warga
pribumi untuk mendapatkan hak Pendidikan. Pandangan Ki Hajar Dewantara tentang
Pendidikan terlihat dari konsep mengenai Tri Pusat Pendidikan, bahwa dalam
kehidupan anak-anak, terdapat tiga tempat penting yang menjadi pusat Pendidikan bagi
mereka, yaitu alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan.
Niyarci (2022) menegaskan bahwa melalui generasi penerus bangsa, maka
diperlukan untuk mewarisi dan merefleksikan kembali pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
Karena, konsep dan dasar-dasar pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara sangat sesuai dengan kebudayaan Indonesia dan tidak akan tergerus oleh
zaman. Maka dari itu, pendidikan abad ke-21 harus tetap memasukkan pemikiran Ki
Hajar Dewantara ke dalam pendidikan Indonesia, namun harus tetap disesuaikan dengan
kodrat zaman pada abad ini.
Pendidikan abad ke-21 mulai ditandai dengan saling ketergantungan antar bangsa
yang difasilitasi oleh komunikasi global, desentralisasi kekuasaan, kemudian yang telah
dipercepat oleh sosial media, dan nasionalisme yang muncul. Dengan semua
perkembangan yang terjadi, guru harus mempersiapkan pelajar abad ke-21 untuk
menjadi pelajar yang handal dalam masa depan. Namun, pendidikan di Indonesia harus
tetap mempertahankan identitas bangsa Indonesia yang mana sangat sesuai dengan
konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara. Dengan begitu, pendidikan Indonesia abad ke-
21 tetap menggunakan konsep pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara, karena masih
sangat relevan dengan pendidikan di Indonesia sampai hari ini.

2. PEMBAHASAN
Pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat relevan dengan pendidikan abad ke-21.
Terdapat 4 pemikiran Ki Hajar Dewantara yang masih relevan dengan pendidikan
abad ke-21, yaitu:

Mendidik Menuntun Kodrat Anak dan Kurikulum Merdeka

Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan adalah suatu proses mengajak manusia


terhindar dari kebodohan. Sunarya, dkk., (2022) pendidikan merupakan usaha untuk
memperbaiki budi pekerti, pikiran, dan jasmani agar dapat mewujudkan kesempurnaan
hidup. Proses pendidikan yang dilakukan dapat menghidupkan proses pendidikan siswa
dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman dimana kehidupan siswa tinggal
dalam masyarakat sehingga selaras dengan dunia siswa. Tujuan dari pendidikan bukan
hanya untuk mencerdaskan anak bangsa, akan tetapi juga membentuk karakter anak
melalui pendidikan karakter. Karakter merupakan ciri khas yang melekat pada diri
seseorang sehingga karakter ini menjadi sangat penting bagi identitas seorang individu.
Poin ini sangat relevan dengan pendidikan abad ke-21 yang menggunakan
kurikulum merdeka yaitu memberikan keleluasan kepada anak untuk belajar sesuai
dengan kodratnya atau belajar sesuai dengan karakteristik anak tersebut. Anak diberi
kebebasan untuk memilih atau menentukan minat yang ingin dicapainya. Dengan
begitu, hal ini sangat relevan dengan kodrat anak yang memperhatikan latar belakang
anak untuk mengetahui karakteristik anak dan membantu anak menentukan minatnya.

Persemaian Benih-Benih Kebudayaan

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam


masyarakat. Ki Hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan
manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama
untuk mencapainya (Irawati, dkk., 2022). Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan
bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Maksud
pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama ialah
memerdekakan manusia sebagai bagian dari persatuan (rakyat).

Asas Tri-Kon dan Profil Pelajar Pancasila

Secara konseptual budaya dapat dimaknai sebagai cara hidup masyarakat, yang
mencakup seluruh aspek keberadaan manusia, maka dari tujuan budaya nasional yang
dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara mencerminkan jati diri bangsa Indonesia
sebagai baangsa yang merdeka, memiliki ciri khas berbasis budaya hidup yang sudah
ada dalam masyarakat.

Gagasan terkait kebudayaan nasional tersebut dikenal dengan “TriKon” yang


meliputi kontinuitas, konsentrisitas, dan konvergensi. Ki Hajar Dewantara mengatakan
hendaknya usaha kemajuan ditempuh melalui petunjuk “trikon”, yaitu kontinyu dengan
alam masyarakat Indonesia sendiri, konvergen dengan alam luar, dan akhirnya bersatu
dengan alam dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai
kepribadian sendiri (Suparlan, 2016)

Menurut Riyanti, dkk., (2022) menyebutkan sikap kontinuitas dimulai dari apa
yang dianggap sebagai milik pada unsur tradisi yang merupakan nilai budaya sendiri,
yaitu melestarika keunikan budaya bangsa Indonesia. Akan tetapi ketika menghadapi
pengaruh dari dunia luar maka dapat mengambil sikap konsentrisitas, yang berarti
terbuka tapi kritis, kreatif, dan selektif untuk memperkaya budaya melalui asimilasi
unsur-unsur baik dan nilai sekaligus mengambangkan identitas Indonesia secara tepat.
Selanjutnya sikap konvergensi bertujuan untuk bekerja sama dengan negara lain
berdasarkan ciri individu kebangsaan menurut semboyan Bhineka Tunggal Ika dalam
perbedaan budaya antar bangsa.

Ketiga asas tersebut sangat relevan dengan pembelajaran abad ke-21. Pertama,
Kontinu relevan dengan perkembangan zaman yang terus menerus berkembang semakin
canggih terutama pada bidang teknologi. Yang mana pada pembelajaran abad sekarang,
teknologi harus diimplementasikan secara optimal di kelas.

Kedua, konvergen yaitu asas yang sangat relevan dengan salah satu
keterampilan 4C (Critical Thinking, Communication, Collaboration, & Creativity)
pendidikan abad ke-21 yaitu pada keterampilan kolaborasi. Dimana konvergen
mendorong individu untuk berkolaborasi dengan yang lain dan jangan mengisolasi diri.
Karena melalui keterampilan kolaborasi, individu mampu melahirkan dan
menyampaikan pemikiran-pemikirannya secara bersama sehingga semakin kuat. Selain
itu, kemampuan kolaborasi juga mempersiapkan individu pada dunia pekerjaan nanti.

Ketiga, konsentris yaitu individu harus tetap mempertahankan nilai budayanya,


nilai-nilai berbudi pekerti luhur, dan lain sebagainya. Maka dari itu, ini sangat relevan
dengan profil pelajar Pancasila yang menjadi pedoman pendidikan abad ke-21. Pada
poin-poin profil pelajar Pancasila sangat sejalan dengan ketiga asas Tri-Kon dari Ki
Hajar Dewantara, seperti mandiri, berkebhinekaan global, dan bergotong royong.
Mendidik Sesuai Kodrat Zaman dan Mengoptimalkan Teknologi

Faiz & Kurniawaty (2020) manusia akan terus mengikuti perkembangan secara
dinamis sepanjang manusia itu sendiri tumbuh dan berkembang di zamannya, maka
pendidikanpun harus menyesuaikan akan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan konsep
live long education (pendidikan seumur hidup) yang menekankan pendidikan harus
menyesuaikan dengan kondisi zamannya. Tentu pemikiran tersebut telah lebih dulu
diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara yaitu mendidik sesuai dengan kodrat zaman anak.
kodrat zaman berarti mendidik mengikuti dengan perkembangan zaman peserta didik,
karena perkembangan zaman yang semakin pesat. Hal ini sangat relevan dengan
pendidikan abad ke-21 yang sangat mengoptimalkan pengimplementasian teknologi
pada proses pembelajaran. Pemerintah secara perlahan-lahan untuk memfasilitasi
sekolah-sekolah agar mendapatkan fasilitas media digital untuk mendukung konsep
mendidik anak sesuai dengan kodrat zamannya.

3. PENUTUP

Konsepsi pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai Pendidikan masih memiliki


relevansi dalam konteks pendidikan Indonesia abad ke-21. Meskipun Ki Hajar
Dewantara hidup pada zaman pergerakan kemerdekaan sampai awal merdekanya
Indonesia, namun wacana pendidikannya masih bisa menjawab dan memecahkan
problematika pendidikan sampai pada hari ini.

Beberapa pemikiran Ki Hajar Dewantara yang masih relevan dengan abad


sekarang, yaitu pertama konsep menuntun kodrat anak yang relevan dengan kurikulum
merdeka dengan memberikan keleluasan kepada peserta didik. Kedua, konsep
persemaian benih kebudayaan masyarakat yang sesuai dengan pendidikan abad ke-21
yaitu pembelajaran paradigma baru yang berpusat pada peserta didik. Ketiga, Asas Tri-
Kon yang sejalan dengan aspek profil pelajar pancasila untuk membangun karakter
anak. Keempat, mendidik anak sesuai dengan kodrat zaman yang mana sangat sejalan
dengan pendidikan abad ke-21 yang mengoptimalkan penggunaan teknologi pada saat
pembelajaran di kelas agar tidak tertinggal oleh zaman.
Daftar Literatur

Faiz, A., & Kurniawaty, I. (2020). KONSEP MERDEKA BELAJAR PENDIDIKAN


INDONESIA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PROGRESIVISME.
Konstruktivisme : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 12, 159.

Irawati, D., & dkk.,. (2022). Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara sebagai Landasan
Pendidikan Vokasi di Era Kurikulum Merdeka. JUPE: Jurnal Pendidikan
Mandala, 7, 1015-1016.

Niyarci, & dkk. (2021). Perkembangan Pendidikan Abad 21 Berdasarkan Teori Ki Hajar
Dewantara. Jurnal-Jurnal Ilmu Kependidikan, 2, 49-50.

Rahmah, A. A., & Hudaidah. (2021). Ideologi Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep
Pendidikan Nasional. Berkala Ilmiah Pendidikan, 1, 69-71.

Riyanti, D., & dkk. (2022). Pendidikan Berbasis Budaya Nasional Warisan Ki Hajar
Dewantara. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 4, 345-354.

Sunarya, I., & dkk. (2022). PANDANGAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM


MENGKONSTRUKSI PENDIDIKAN INDONESIA PADA ABAD 21. Jurnal
Cakrawala Ilmiah, 2, 1486-1487.

Suparlan, H. (2016). Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dan Sumbangannya


Bagi Pendidikan Indonesia. Jurnal Filsafat, 25, 56.

Anda mungkin juga menyukai