Refleksi Nilai-Nilai Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Refleksi Nilai-Nilai Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
uk
Provided by Jurnal Universitas Majalengka
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
ABSTRAK
Bangsa Indonesia melalui generasi penerus bangsa perlu mewarisi dan merefleksikan
kembali buah pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Dalam pandangannya, tujuan
pendidikan adalah memajukan bangsa secara menyeluruh tanpa membeda-bedakan
agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial serta
didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan sejati. Dasar-dasar pendidikan Barat
dirasakan Ki Hadjar tidak tepat dan tidak cocok untuk mendidik generasi muda
Indonesia karena pendidikan barat bersifat regering, tucht, orde (perintah, hukuman
dan ketertiban). Karakter pendidikan semacam ini dalam prakteknya merupakan suatu
perkosaan atas kehidupan batin anak-anak. Akibatnya, anak-anak rusak budi pekertinya
karena selalu hidup di bawah paksaan/tekanan. Menurut Ki Hadjar, cara mendidik
semacam itu tidak akan bisa membentuk seseorang hingga memiliki “kepribadian”.
Sejalan dengan pandangan ini, pendidikan di Indonesia seyogianya memberikan rasa
aman, menyenangkan, tenang, dan memberikan rasa bahagia sehingga siswa tanpa
paksaan dan secara alamiah menyantap ilmu pengetahuan dengan maksimal. Di sisi
lain, tuntutan hidup abad ke-21 secara makro dan pemberlakuan kurikulum baru di
Indonesia secara mikro menuntut pendidikan mampu menghasilkan lulusan yang
memiliki kompetensi hidup di abad ke-21. Memasuki abad 21 kemajuan teknologi telah
memasuki berbagai sendi kehidupan, termasuk pendidikan. Oleh sebab itu, perlu
kiranya sebagai generasi penerus bangsa kembali membedah intisari dari konsep
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam pandangan pendidikan multiliterasi.
Pendidikan multiliterasi yang memberikan kebebasan siswa dalam berpikir, berkreasi,
dan berpendapat sejalan dengan konsep pancadarma yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara. Selanjutnya pendidikan multiliterasi memiliki ciri yakni multi konsep,
multi budaya, multi gaya belajar, dan multi multi modal memberikan sebuah konsep
pendidikan yang memberikan kesan dan mengarahkan kepada nilai-nilai pancasila.
Abad ke 21 memberikan sebuah gambaran bahwa pendidikan menjadi semakin penting
untuk menjamin peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi,
keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, dan
bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills). Sejalan dengan
pemaparan di atas, dengan merefleksikan kembali nilai pendidikan Ki Hajar Dewantara
dalam perspektif pendidikan multiliterasi merupakan suatu wujud nyata dalam
menyongsong pendidikan Indonesia agar kelak Indonesia mampu mewujudkan cita-
citanya yakni menciptakan generasi emas 2045.
Kata Kunci: Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Pendidikan Abad Ke-21
33
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
34
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
Tamansiswa yang berdiri 3 Juli 1922, santun dan lain sebagainya dalam hal ini
sedangkan Taxonomy Bloom dikenalkan adalah bagian dari suatu paket yang harus
pada tahun 1956 oleh Dr Benjamin guru contohkan. Pepatah mengatakan
Bloom. Ini salah satu bukti jika pemikiran bahwa “guru kencing berdiri, maka siswa
Ki Hadjar Dewantara tidak kalah dengan kencing berlari. Jadi apabila fenomena hari
ilmuwan barat. ini menunjukan bobroknya mental di
kalangan pelajar kita, maka sepatutnya kita
B. Merefleksi Nilai-Nilai Pendidikan Ki merefleksikan kepada diri kita apakah kita
Hajar Dewantara sudah benar-benar memberikan contoh
Sosok Ki Hajar Dewantara tidak yang baik bagi siswa. Sebab faktanya
bisa kita lepaskan dari perjalanan panjang pendidikan negeri ini belakangan banyak
pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara diguncang dan dhadapkan pada kasus-
merupakan pioner dan pelopor kasus seperti asusila, kekerasan, narkotika,
terbentuknya sistem pendidikan di tawuran, bullying, dan masih banyak lagi
Indonesia. Keberadaannya dalam sederet cerita panjang betapa lembaga
menentang penjajahan Belanda adalah pendidikan kita hari ini sering sekali
dengan mendirikan Perguruan Taman dirundung duka. Semboyan berikutnya
Siswa. Dengan mendirikan perguruan adalah ing madya mangun karsa (di tengah
tersebut ia bercita-cita agar bangsa menciptakan peluang untuk berprakarsa).
Indonesia merdeka lahir batin. Menurut pandangan penulis guru hari ini
Pemikirannya sangat relevan sebagai tidak zaman nya lagi untuk gengsi
sebuah terobosan dalam membangun bercengkrama dengan siswa. Apalagi
pendidikan saat ini yang dalam keadaan menunjukan sikap membatasi diri dan
kritis. Semboyannya yang terkenal ialah menganggap siswa adalah sosok makhluk
tut wuri handayani (di belakang memberi yang lebih rendah daripada gurunya.
dorongan), ing madya mangun karsa (di Semboyan ini memberikan rambu-rambu
tengah menciptakan peluang untuk kepada kita bahwa sebagai guru harus
berprakarsa), ing ngarsa sung tulada (di mampu ampil sebagai sosok teman atau
depan memberi teladan). Bagian depan sahabat yang baik ditengah-tengah siswa.
dari semboyannya, tut wuri handayani, Apalagi apabila kita berbicara mengenai
menjadi slogan Departemen Pendidikan pendidikan dasar atau lebih spesifik
Nasional (Dewantara, Ki Hajar kepada pendidikan sekolah dasar. Anak-
1977.hal.215.) anak terkadang jauh lebih peka
Ketiga semboyan ini apabila kita dibandingkan dengan orang dewasa. Anak-
maknai serta hayati bersama merupakan anak adalah peniru/imitator ulung. Apa
akar dan ujung tombak dari peran serta yang dia lihat dan dia dengan apalagi
guru dalam menjalankan roda pendidikan apabila muncul dari sosok yang bisa
nasional. Semboyan ini sejalan dengan dikatakan dijadikan sebagai panutan, maka
yang diutarakan oleh Abidin (2015) bahwa apapun yang keluar dari sosok panutan itu
tugas dan fungsi guru didalam kelas tidak adalah akan dijadikan sebagai acuan.
hanya transfer knowladge, melainkan inti Berikutnya adalah tut wuri handayani,
dari tugas guru adalah mengembangkan, tentunya selayaknya seorang guru harus
mengarahkan, dan memberimotifasi. senantiasa memberikan motivasi positif
Makna ing ngarsa sung tulada (di depan kepada seluruh siswanya. Hakikatnya
memberi teladan) seyogianya dimaknai manusia mempunyai kebutuhan lain, yakni
sebagai guru mampu memberikan contoh salah satunya adalah motivasi. Guru harus
yang baik dalam berbagai dimensi. Sifat, mampu membangkitkan semangat dan
perilaku, penampilan, tutur kata, sopan gairah siswa demi mewujudkan asa dan
35
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
cita-citanya. Artinya bahwa seorang guru keluhuran dan kehalusan hidup manusia. Agar
seyogianya mampu memberikan stimulus- kebudayaan tadi dapat menyelamatkan dan
stimulus positif kepada siswa sesuai membahagiakan hidup dan penghidupan diri dan
dengan minat dan kebutuhan siswa. Guru masyarakat, maka perlulah dipakainya dasar
membantu siswa untuk menemukan, (Kebangsaan), akan tetapi jangan sekali-
mengembangkan dan mencoba kali dasar ini melanggar atau bertentangan
mempraktikkan kemampuankemampuan dengan dasar yang lebih luas, yaitu dasar
yang mereka miliki (the learners-centered (Kemanusiaan). Dewantara, Ki Hadjar. (1964).
teaching). Asas-asas dan Dasar-dasar
Dalam berbagai penjelasannya Ki Tamansiswa,Yogyakarta: Majlis Luhur
Hajar memandang siswa atau peserta didik Tamaniswa.
adalah manusia yang mempunyai Selanjutnya Ing Ngarso Sung
kodratnya sendiri dan juga kebebasan Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso,
dalam menentukan hidupnya. Pandangan Tutwuri Handayani adalah kalimat yang
Ki Hajar tentang siswa yang tidak mungkin sudah tidak asing bagi kita.
mengekang kebebasan siswa ini sesuai Dalam dunia pendidikan slogan ini
dengan pandangan humanistik terhadap dijadikan sebagai sebuah logo oleh
siswa. Aliran humanistik ini membantu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
siswa dalam mengembangkan potensinya di tanah air. Slogan yang diciptakan oleh
dan membiarkan siswa belajar dari Ki Hajar Dewantara ini mempunyai makna
pengalaman yang dialaminya sendiri. yang sangat mendalam bagi pendidikan.
Ki Hajar Dewantara terkenal juga Secara harfiah Tut Wuri berarti mengikuti
sebagai pejuang dan budayawan. dari belakang, Handayani mengandung arti
Selanjutnya dalam konteks pendidikan, Ki memberi semangat motivasi dan moral.
Hajar Dewantara mengemukakan Panca Secara lengkap slogan tersebut berarti di
Dharma. Panca Dharma secara umum depan memberikan contoh, di tengah
berarti “lima asas”. Lima asas pemikiran memberi semangat, di belakang memberi
yang terhimpun dalam konsepsi tersebut dorongan. Jika diinterpretasikan slogan ini
adalah: asas kodrat alam, asas mengandung makna bahwa siorang guru
kemerdekaan, asas kebudayaan, asas harus memberikan dorongan, contoh dan
kebangsaan, dan asas kemanusiaan menciptakan kreativitas terhadap anak
(Solehan: 2010). didiknya.
Pancadarma memberikan sebuah Dari sudut pandang isinya,
gambaran dengan sendirinya mendorongkan pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar
asas aliran, haluan, anjuran, tekat, niat, dan Dewantara memiliki kriteria-kriteria yang
kemauan supaya kita bisa berbuat segala secara eksplisit mengandung enam unsur,
apa yang berdasarkan lima dasar itu. yaitu: 1) pendidikan kebebasan (merdeka),
Tentang urutan-urutan lima dasar tersebut, 2) pendidikan kemanusiaan (humanisme),
menurutnya tidak harus memakai urutan 3) pendidikan spiritual (kodrat alam), 4)
yang pasti atau tertentu. Sebaiknya hal ini pendidikan budi pekerti, 5) pendidikan
diseseuaikan dengan caranya kita sosial (kekeluargaan) dan 6) pendidikan
menggambarkan dasar-dasar dan asas-asas itu, kepemimpinan (Tut Wuri Handayani)
misalnya sebagai yang berikut: Berilah (Muthoifin: 2015). Bahkan, berbagai aspek
(Kemerdekaan) dan kebebasan kepada anak-anak yang terkait dengan pendidikan seperti
kita; bukan kemerdekaan yang leluasa. visi, misi, tujuan, kurikulum, metode, dan
Namun yang terbatas oleh tuntutan- tahapan pendidikan lainnya harus
tuntutan (Kodrat alam) yang hak atau nyata, dirumuskan berdasarkan kemauan bangsa
dan menuju ke arah (Kebudayaan), yakni Indonesia yang berasal dari berbagai suku,
36
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
etnis, dan budaya yang beraneka ragam. dan Tri Pusat Pendidikan Ki Hadjar
Sehingga gagasan dan pemikiran dari Ki Dewantara terhadap Pengembangan
Hadjar inilah yang kemudian menjadi Pendidikan Islam di Indonesia, adalah
acuan penyelenggaraan pendidikan perwujudan dari kekuasaan Tuhan yang
nasional hingga sekarang ini. Apalagi mengandung arti, bahwa pada hakekatnya
gagasan dan pemikiran pendidikan Ki manusia sebagi mahluk Tuhan adalah satu
Hadjar yang sudah ditulis dalam berbagai dengan alam lain.
karangannya, mendapat sambutan hangat
dari Presiden Republik Indonesia pertama C. Taman siswa: “sebuah tawaran
Ir. Soekarno. Sebagaimana gagasan sistem pendidikan Ki Hadjar untuk
tentang prinsip pendidikan yang berbunyi Indonesia”
Ing ngarso sung tulodo, Ing madya Bangsa dan Negara ini perlu
mangun karso, Tut wuri handayani adalah mewarisi buah pemikiran Ki Hadjar
berasal dari buah pemikirannya. Begitu Dewantara. Menurut persepsinya, tujuan
juga konsep Sistem Among (sistem pendidikan adalah memajukan bangsa
pengajaran) dan Kodrat Alam (kehendak secara keseluruhan tanpa membeda-
alam) juga merupakan buah gagasan dari bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat,
pemikirannya. Bapak Pendidikan Nasional kebiasaan, status ekonomi, status sosial
Ki Hajar Dewantara merangkum konsep serta didasarkan kepada nilai-nilai
yang dikenal dengan istilah Among kemerdekaan yang asasi. Dasar-dasar
Methode atau sistem among. Among pendidikan barat dirasakan Ki Hadjar tidak
mempunyai pengertian menjaga, membina tepat dan tidak cocok untuk mendidik
dan mendidik anak dengan kasih sayang. generasi muda Indonesia karena pendidikan
Pelaksana “among” (momong) disebut barat bersifat regering, tucht, orde
Pamong, yang mempunyai kepandaian dan (perintah, hukuman dan ketertiban).
pengalaman lebih dari yang diamong. Karakter pendidikan semacam ini dalam
Guru atau dosen di Taman Siswa disebut prakteknya merupakan suatu perkosaan atas
pamong yang bertugas mendidik dan kehidupan batin anak-anak. Akibatnya,
mengajar anak sepanjang waktu. Tujuan anak-anak rusak budi pekertinya karena
sistem among membangun anak didik selalu hidup di bawah paksaan/tekanan.
menjadi manusia beriman dan bertakwa, Menurut Ki Hadjar, cara mendidik
merdeka lahir batin, budi pekerti luhur, semacam itu tidak akan bisa membentuk
cerdas dan berketerampilan, serta sehat seseorang hingga memiliki
jasmani rohani agar menjadi anggota “kepribadian”.(Dewantara, Ki Hadjar.
masyarakat yang mandiri dan bertanggung 1962. Karja I (Pendidikan). Pertjetakan
jawab atas kesejahteraan tanah air serta Taman Siswa, Jogjakarta, hal. 14-15.)
manusia pada umumnya. (Dwiarso: 2012.)
Sistem Among adalah suatu sistem D. Pendidikan Abad Ke-21:
pendidikan yang berjiwa kekeluargaan Pegembangan Konsep Pendidikan
yang bersendikan kodrat alam dan Ki Hadjar Dewantara
kemerdekaan. Sistem Among ini Sejalan dengan perkembangan dan
berdasarkan cara berlakunya disebut kemajuan dunia dalam berbagai sector,
sistem Tut wuri Handayani. Dalam sistem pendidikan mempunyai pranan penting
ini orientasi pendidikan adalah pada anak dalam pergerakannya. Seiring dengan arus
didik, yang dalam terminologi baru disebut globalisasi serta kemajuan ilmu
student centered. Sedangkan Kodrat alam, pengetahuan dan teknologi, maka dengan
menurut Ahmad Sholeh dalam bukunya ini ditandai dengan semakin meningkatnya
berjudul Relevansi Gagasan Sistem Among kebutuhan manusia. Apabila kita
37
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
perhatikan dengan seksama, manusia sebuah skema yang disebut dengan pelangi
sebagai masyarakat dunia seiring dengan keterampilan pengetahuan abad 21/21st
berjalannya waktu mengoptimalkan segala century knowledge-skills rainbow (Trilling
kemampuannya untuk memberikan dan Fadel, 2009).
sumbangsi pemikirannya demi terpenuhi
kebutuhan hidup dan kehidupannya.
Apabila kita ambil contoh, jika dulu
manusia ingin berkomunikasi dengan
manusia yang lain dengan tempat yang
berbeda secara geografis, maka akan
membutuhkan proses dan waktu yang lama
agar informasi berupa pesan itu akan
sampai kepada orang yang dituju. Jika kita
bandingkan dengan sekarang, dalam
hitungan detik pesan itu akan langsung
sampai kepada orang yang dituju. Era Gambar 1: Pelangi Keterampilan-
digital dan internet menyerbu dunia Pengetahuan Abad 21
termasuk tanah air kita menawarkan Sumber: Trilling dan Fadel (2009)
berbagai kemudahan dengan tingkat Pendidikan pada abad 21
efisiensi yang begitu praktis dan cepat. seyogianya dapat membentuk insan
Sejalan dengan perubahan tersebut, maka manusia menjadi manusia yang kritis
manusia di tuntut untuk berubah dalam dalam iintelektual, kreatif dalam
segala aspek. Baik dari kebutuhan, pemikiran, etis dalam pergaulan, dan
kebiasaan hidup, dan berbagai macam berkarakter dalam berkehidupan (Abidin:
lainya yang erat kaitanya dengan manusia. 2015). Artinya bahwa pendidikan pada era
Dai paparan ilustrasi tadi memberikan kita abad 21 memacu manusia sebagai actor
suatu pandangan bahwa era abad 21 telah utama dalam kehidupan di dunia untuk
bermetamorfosa dalam berbagai sendi capakat dalam berbagai bidang. Generasi
kehidupan bermasyarakat. Di abad ke 21 muda masa depan harus mampu tidak lagi
ini, pendidikan menjadi semakin penting bekerja dengan otot, namun harus mampu
untuk menjamin peserta didik memiliki dengan otak, mengubah paradigma bahwa
keterampilan belajar dan berinovasi, bekerja tidak hanya cukup mempunyai
keterampilan menggunakan teknologi dan satu kecakapan, namun multikecakapan/
media informasi, serta dapat bekerja, dan multidimensional. Atas dasar ini
bertahan dengan menggunakan pendidikan segianya mampu menjadi
keterampilan untuk hidup (life skills). garda terdepan dalam membina dan
Menyikapi perkembangan pendidikan pada membentuk insan muda Indonesia
abad ke-21, setidaknya ada tiga konsep mempunyai kemampuan dan kecakapan
dalam pendidikan abad ke-21 adalah 21st multidimensional.
Century Skills (Trilling dan Fadel, 2009), Manusia yang cerdas adalah
scientific approach (Dyer, et al., 2009) dan manusia yang berbudaya (H.A.R Tilaar,
authentic assesment (Wiggins dan 149: 2012b). Menurut Ki Hajar Dewantara
McTighe, 2011). (1977) mendidik adalah menuntun segala
Keterampilan abad 21 adalah (1) kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
life and career skills, (2) learning and agar mereka sebagai manusia dan sebagai
innovation skills, dan (3) Information anggota masyarakat dapat mencapai
media and technology skills. Ketiga keselamatan dan kebahagiaan yang
keterampilan tersebut dirangkum dalam setinggi-tingginya. Pendidikan tanpa
38
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
didasari nilai-nilai budaya local bangsa Devinisi klasik dari E.B Taylor
kita hanya akan menjadikan bangsa kita (Panjaitan, dkk: 2014) bahwa Arts atau
menjadi bangsa yang selalu mengikuti seni adalah unsure kebudayaan yang
bangsa orang lain. Sebab budaya kitalah penting, sementara seni dapat dibagi
yang akan menjadi pembeda untuk dapat menjadi seni lukis, sastra, arsitektur, tari,
tampil bersandaing dan bersaing dengan seni bertutur indah, dan sebagainya. Seni-
negara lain. Budaya kita yang seni tersebut banyak dimiliki dan
beranekaragam mengajarkan nilai-nilai siterapkan atau diperagakan masyarakat
kebaikan, kesopanan, dan nilai keagamaan. pemiliknya.didalam seni tersebut banyak
Rasanya jika merujuk dengan poin tadi, nilai budaya yang dapat ditemukan, yang
jauh dari nuansa kekerasan atau hal-hal sebenarnya berfungsi pendidikan dan
yang berbau kriminalitas. Hal ini pengajaran.
menunjukan kepada kita bahwa ada Kaitannya dengan kebudayaan
korelasi antara nilai-nilai kebudayaan sebagai dasar atau fundamen atau ruh dari
nenek moyang kita terhadap terbentuknya pendidikan Indonesia adalah upaya
system pendidikan kita hari ini sebelum penyelamatan kebudayaan local agar tetap
datang para penjajah (Panjaitan, dkk: dimiliki dan digunakan oleh bangsanya.
2014). Hari ini banyak anak-anak muda generasi
Merujuk terhadap pendapat penerus bangsa mengalami degradasi
Koentjaraningrat (1985) merumuskan tiga kepercaan diri ketika menggunakan hal-hal
gejala kebudayaan diantaranya adalah yang berbau budaya local. Anggapan
sebagai berikut: kuno, kampungan, dan lainya menjadikan
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu anak-anak muda mengalihkan pandangan
kompleks dari ide-ide, gagasan, mereka kepada sesuau yang mereka
nilai-nilai, norma-norma, anggap trend. Penggunaan alat-alat atau
peraturan-peraturan, dan media unutuk sarana penunjang dalam
sebagainya. kehidupan memang tidak dipungkiri
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu menjadikan manusia menjadi dan
komplek aktivitas serta tindakan membentuk manusia individualistis yang
berpola dari manusia dalam cenderung egois dan tidak mempedulikan
masyarakat lingkungannya. Seuatu yang harus
3. Wujud kebudayaan sebagai benda- dilakukan oleh kita sebagai generasi
benda hasil dari manusia penerus bangsa adalah menanamkan nilai-
nilai budaya local seperti budaya
Fungsi pertama pendidikan menurut Metta gotongroyong, budaya saling menghormati
dkk (Panjaitan, dkk, 24: 2014) ialah dan menghargai, budaya toleransi, budaya
transmitting culture. Selanjutnya yang bernuansa religi, budaya yang sesuai
pendidikan dikaitkan dengan definisi nilai dan normna, dan lain sebagainya.
kebudayaan yang dikembangkan adalah Seperti yang diungkapkan oleh H.A.R
culture consist of complex ideas that can Tilaar (39: 2007) bahwa dalam membina
be passed from one generation to another identitas diri atau jati diri bangsa Indonesia
only through years of interaction between memerlukan upaya yang
student and theachers. Metta dkk berkesinambungan serta berkaitan dengan
berkesimpulan bahwa pendidikan itu berbagai aspek. Kedudukannya sebagai
terjadi diantara siswa dan guru melaui warga negara Indonesia tidak mengenal
hubungan interaksi yang berlangsung diskriminatif, kehidupan bersama yang
bertahun-tahun (Panjaitan, dkk, 24: 2014). penuh toleransi dan menghindari berbagai
kecurigaan atau dengan yang lain atau
39
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
40
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018
e-ISSN: 2579-4442
41