Ki Hadjar Dewantara merupakan sosok yang berfikiran luas dan terbuka sesuai dengan kutipan pidatonya “Pendidikan dan pengajaran secara Barat tidak boleh mutlak kita anggap jelek. Banyak ilmu pengetahuan yang harus kita kejar, sekalipun dengan melalui sekolah-sekolah Barat. Kita mengerti, bahwa juga di Indonesia kini masih banyak pendidikan dan pengajaran yang dilakukan secara sistem Barat. Ini tidak mengapa, asalkan kepada anak-anak kita diberi pendidikan kultural dan nasional, yang semua-semuanya kita tujukan ke arah keluhuran manusia, nusa dan bangsa, tidak dengan memisahkan diri dari kesatuan kemanusiaan.” Mengajarkan kita bahwa dalam menuntut ilmu kita tidak boleh kaku, kita bisa menuntut ilmu dan mengambil hal-hal positifnya saja dan meninggalkan yang negative seperti intelektualisme, individualisme, materialisme dan kolonialisme yang ditinggalkan oleh Barat. Sebelum kemerdekaan tahun 1922 Ki Hadjar Dewantara mengembangkan sistem pendidikan melalui Perguruan Taman Siswa yang terdiri dari tiga kelas yang mengartikan pendidikan sebagai upaya suatu bangsa untuk memelihara dan mengembangkan benih turunan bangsa itu. Sistem pendidikan yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara (ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani) adalah wasiat luhur yang patut dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan karakter. Pada masa ini semua informasi dan ilmu pengetahuan diperoleh dari pendidik (teacher center). Kebebasan dalam berpendapatpun masih sulit dilakuakan oleh peserta didik karena negara yang belum merdeka. Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara haruslah bersifat nasional. Artinya, secara nasional pendidikan harus memiliki corak yang sama dengan tidak mengabaikan budaya lokal. Bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, ras, dan agama hendaknya memiliki kesamaan corak dalam mengembangkan karakter anak bangsanya. Penyelenggaraan pendidikan jangan terjebak pada pencapaian target sempit yang hanya melakukan transfer pengetahuan, tetapi perlu dengan sengaja mengupayakan terjadinya transformasi nilai untuk pembentukan karakter anak bangsa. Pembentukan karakter peserta didik perlu melibatkan tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) secara sinergis. Pengembangan karakter peserta didik perlu memperhatikan perkembangan budaya bangsa sebagai sebuah kontinuitas menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi) dan tetap memiliki sifat kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentris). Setelah kemerdekaan pemerintah tetap melanjutkan apa yang jadi cikal bakal dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa Pendidikan itu harus bersifat nasional berlandaskan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Pemerintah selalu berusaha dalam memaksimalkan system pembelajaran di Indonesia terbukti dengan Kurikulum yang sering berganti menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan yang di anggap penting untuk diperhatikan. Pada saat sekarang ini Pemerintah sedang mencoba menerapkan kurikulum merdeka belajar, dimana dimaksudkan agar peserta didik tidak terkekang dalam suatu pembelajaran tetapi mereka dapat bebas berpendapat dengan kemampuan berfikir kritis dan inovatif yang peserta didik miliki.