Anda di halaman 1dari 6

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang dapat menjadi ujung tombak
bangsa. Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang lebih baik, supaya negara Indonesia
dapat bersaing mengikuti perkembangan zaman. Kemajuan teknologi mengharuskan semua
sumber daya manusia dapat mengimbangi dan mengikuti IPTEK saat ini. Berdasarkan hal ini,
Indonesia menyelenggarakan pendidikan nasional yang berdasar dengan falsafah dan
kebudayaan bangsa. Sehingga sistem pendidikan nasional akan sesuai dengan kebutuhan akan
pendidikan dari bangsa Indonesia yang secara geografis, demografis, histories, dan kultural.
Penyelanggaraan pendidikan nasional bertujuan utuk membentuk manusia yang beriman
dan bertaqwa, serta mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Peendidikan nasional
berlandasakan oleh Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara 1945, dan Ketetapan MPR. Oleh
karena itu, kami membuat makalah tentang “Sistem Pendidikan Nasional”, yang bertujuan untuk
menganalisis sistem pendidikan yang ada di Indonesia supaya tujuan dari pendidikan nasional
dapat tercapai.
Ki Hajar Dewantara yang sangat dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Hal itu
karena beliau merupakan merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis,
politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia saat zaman penjajahan
Belanda. Berbagai macam cara yang dilakukan Ki Hajar dewantara demi memperjuangkan
kemerdekaan pendidikan Indonesia. Perjuangan Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan
mempunyai Semboyan yaitu tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa
memberikan dorongan dan arahan, ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara
murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang
pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik).
1.2 Rumusan Masalah
1. Siapa saya seorang guru?
2. Bagaimana Perjalanan Pendidikan Nasional Perspektif Ki Hajar Dewantara?
3. Apa argumen kritis Perjalanan Pendidikan Nasional?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui arti seorang guru
2. Untuk mengetahui Perjalanan Pendidikan Nasional Perspektif Ki Hajar Dewantara
3. Untuk mengetahui argument perjalanan Pendidikan Nasional

BAB II. PEMBAHASAN


2. 1 Guru
Pengertian guru menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) didefinisikan sebagai
orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Seorang pendidik yang
memiliki pengalaman lebih banyak diharapkan dapat memberikan contoh yang positif dan
menjadi figur teladan bagi murid-muridnya. Sebagai seorang pemimpin dalam lingkungan
pendidikan, guru harus memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mengembangkan minat,
merangsang keinginan belajar, serta memberikan motivasi kepada murid-murid agar dapat
mencapai tujuan bersama. Sebagai seorang pemimpin, guru perlu memberikan ruang kebebasan
kepada murid-muridnya dengan penuh perhatian dan tanggung jawab, yang didasarkan pada
kasih sayang. Selain itu, guru juga harus mampu mengidentifikasi, menemukan, dan memahami
bakat yang dimiliki oleh siswa, sehingga potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan.
2. 2 Perjalanan Pendidikan Nasional Perspektif Ki Hajar Dewantara
2.2.1 Pendidikan Sebelum Kemerdekaan
1. Tahun 1854
Bupati dan petinggi negara mendirikan sekolah kabupaten khusus untuk calon pegawai
yang bertujuan untuk keperluan pemerintah. Pendidikan yang diberikan Belanda bertujuan
menciptakan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia untuk menjadi tenaga kerja Belanda dan
diberi upah yang minim.
2. Tahun 1864
Berdiri sekolah Bhumi Putera yag hanya memiliki 3 kelas dan hanya mengajarkan menulis,
membaca, dan menghitung. Akhir abad ke 19, terjadi wabah penyakit menular di pulau Jawa
sehingga didirikan sekolah STOVIA yaitu Pendidikan dan pengajaran untuk calon dokter bagi
kalangan pribumi Jawa.
3. Tahun 1920
Pada masa itu, pendidikan di Indonesia dianggap sebagai sesuatu yang sangat mahal, dan
tidak semua orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan
pada periode tersebut lebih difokuskan kepada keturunan Belanda dan golongan bangsawan,
sementara masyarakat pribumi atau rakyat umumnya tidak diizinkan mengakses pendidikan
formal. Melihat kondisi tersebut, Ki Hajar Dewantara merasa gelisah dan terus berpikir tentang
cara untuk membuat pendidikan yang layak dapat diakses oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian lahir cita-cita baru dari Ki Hadjar Dewantara yang mengusul pemikiran
gabungan kesadaran kultur dan kebangkitan politik gerakan transformasi untuk perkembangan
Pendidikan Indonesia sebagai gerbang kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan bangsa yang
dapat dijadikan landasan sistem pendidikan dan pengajaran di Indonesia.
4. Tahun 1922
Berefleksi dari cita-cita tersebut, berdirilah Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.
Pendirian Pendidikan Taman Siswa bermula ketika Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, dan
Cipto Mangunkusumo diasingkan oleh Belanda karena aktif dalam gerakan penolakan terhadap
perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dan Prancis. Melalui Taman Siswa, Ki Hajar
Dewantara berusaha menerapkan konsep pendidikan yang humanis, demokratis, dan nasionalis
dengan tujuan untuk menciptakan suatu sistem pendidikan yang mengarah pada politik
kebebasan atau kemerdekaan.
Keberadaan Taman Siswa terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan,
terutama karena sifatnya yang merakyat. Antara tahun 1922-1930, Taman Siswa berhasil
mengembangkan semua tingkatan pendidikan, melibatkan Taman Indria (Taman Kanak-Kanak),
Taman Muda (Sekolah Dasar), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), dan Taman Guru
(Sarjana Wiyata). Prestasi ini menunjukkan kesuksesan Taman Siswa dalam menyediakan akses
pendidikan yang komprehensif. Selain itu, Taman Siswa juga berhasil membuka 30 cabang di
berbagai wilayah, mulai dari Aceh hingga Indonesia Timur, dengan pusat utama berlokasi di
Jogja. Inisiatif ini memperluas jangkauan pendidikan Taman Siswa, membuatnya lebih dapat
diakses oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Keberhasilan ini tidak hanya
mencerminkan pertumbuhan lembaga tersebut tetapi juga dampak positifnya dalam
mendemokratisasi pendidikan dan memperkuat pengaruhnya di tingkat nasional.
5. Tahun 1932
Dengan perkembangan yang sangat pesat, Taman Siswa menciptakan kepanikan di
kalangan pemerintah Belanda karena lembaga ini mengajarkan semangat juang nasionalisme
kepada para siswanya. Khawatir akan pengaruh ini, pada tahun 1932, Belanda mengeluarkan
Undang-Undang Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonantie), yang menyebabkan Taman Siswa
diwajibkan untuk bubar karena tidak didirikan oleh pemerintah Belanda.
Kehadiran undang-undang tersebut memicu protes dan perlawanan dari masyarakat
pribumi terhadap Belanda, karena dianggap sangat merugikan. Masyarakat pribumi kemudian
bersatu di belakang Taman Siswa untuk bersama-sama memperjuangkan keberadaannya.
Akhirnya, pada tahun 1932, pemerintah Belanda mencabut aturan tersebut, dan Taman Siswa
diperbolehkan kembali berkiprah dalam dunia pendidikan Indonesia. Keberhasilan ini
mencerminkan kekuatan perlawanan masyarakat terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil
dan menegaskan peran penting Taman Siswa dalam perjuangan untuk hak pendidikan yang
merdeka dan demokratis.
2.2.2 Pendidikan Pasca Kemerdekaan
Kondisi pendidikan di Indonesia setelah kemerdekaan mengarah pada perubahan proses
pembelajaran dan landasan pendidikan serta mulai menghilangkan paham-paham pendidikan
dari Belanda sehingga pendidikan di Indonesia memiliki ciri tersendiri. Pembelajaran
dilaksanakan dengan menambahkan berbagai budaya bangsa yang dapat diwariskan ke generasi
selanjutnya.
Pendidikan di Indonesia pada abad 21, pembelaajaran tidak berfokus pada kebudayaan
saja tetapi juga berfokus pada sikap berfikir kritis dan kolaborasi atau kerja sama. Sejak saat itu,
semua kegiatan pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan
oleh pemerintah Indonesia sebagai berikut.
1. Rentjana pembelajaran 1947
2. Rentjana pembelajaran terurai 1952
3. Rentjana Pendidikan 1964
4. Kurikulum 1968
5. Kurikulum 1994
6. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
7. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
8. Kurikulum 2013
9. Kurikulum merdeka 2023
2. 3 Argumentasi Perjalanan Pendidikan Nasional Perspektif Ki Hajar Dewantara
Ki hajar dewantara memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat kemudian
berubah menjadi Suwardi Suryailingrat dan kini kita sering mengenalnya sebagai bapak pelopor
pendidikan nasional (Suastika, Ratna, & Ardhana,2002, P.379). Prinsip Ki Hajar Dewantara
yang kita kenal Tut Wuri Handayani merupakan suatu landasan dalam perihal pengajaran dan
pendidikan. Luar biasa perjuangan Ki Hajar Dewantara, tidak mudah sampai pada tahap
membangun taman siswa yang merupakan gerbang menuju kemerdekaan. Baik aspek pendidikan
maupun aspek kebudayaan serta politik. Gerakan transformasi Ki Hajar Dewantara merupakan
gerakan untuk membebaskan diri dari jeratan penjajah dengan meluaskan pendidikan kepada
para generasi muda juga generasi penerus bangsa.
Pada zaman kolonial taman siswa didirikan di Yogyakarta agar bangsa dan anak–anak
Indonesia serta rakyat dapat terbebas dari kebodohan dan menemukan kemerdekaannya sendiri.
Pendidikan Nasional pertama kali diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922. Sejak
didirikannya perguruan tinggi tersebut, nama Ki Hajar Dewantara disebut sebagai Bapak taman
siswa, Bapak pendidikan nasional. Usaha Ki Hajar Dewantara menyelenggarakan perguruan
nasional merupakan perjuangan yang sangat hebat, karena pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah Belanda adalah pendidikan kolonial (Setiono, 2012, P.2)
Selain hal tersebut, Ki Hadjar Dewantara memiliki dua pandangan tentang pendidikan.
pertama, tri pusat pendidikan, yang mengatakan bahwa pendidikan yang diterima oleh peserta
didik terjadi dalam tiga ruang lingkup, yakni: lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan
lingkungan masyarakat. Ketiga, lingkungan tersebut memiliki pengaruh edukatif dalam
pembentukan kepribadian peserta didik. Kedua, sistem among, yaitu suatu sistem pendidikan
yang berjiwa kekeluargaan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan (Zuriatin, Nurhasanah, &
Nurlaila, 2021, p. 50). Prinsip Ki Hadjar Dewantara yang selalu tersimpan adalah Tut wuri
handayani yang dianggap sebagai semboyan, moto, bahkan jiwa dan roh dalam mengembangkan
pendidikan modern.

BAB III. PENUTUP


Kesimpulan
Konsep dan prinsip dari Bapak Pendidikan Nasional ini dengan tujuan meluaskan
pendidikan dan keluar dari hal kebodohan untuk dapat memerdekan bangsa, pendidikan dan
memerdekakan kebudayannya tentunya selalu dan akan tetap menjadi acuan perkembangan
pendidikan di Indonesia ini sesuai dengan contoh nyatanya yang Bapak Menteri Pendidikan
cetuskan yakni merdeka belajar. Harapannya semoga dengan menerapkan prinsip leluhur
menjadi bagian integral dalam pendidikan agar mengingat perjuangan akan Namanya pendidikan
di bangsa Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai