Anda di halaman 1dari 3

TUGAS FILSAFAT

1. Hal-hal penting tentang pengertian dan praksis pendidikan


2. Gambaran guru dan perannya dalam pendidikan

Jawaban :

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengangkat
derajat dan martabat bangsanya. Pendidikan juga merupakan wahana pengembangan
kemanusiaan secara utuh dan penuh. Pendidikan menjadi kata kunci bagi seseorang dan suatu
bangsa untuk menggapai kemerdekaan secara politis. Maka pendidikan harus menjadi bagian
sentral dan dasar gerakan perjuangan dalam segala ranah kehidupan anak manusia dan kemudian
KHD membangun Perguruan Taman Siswa. Niat dari Ki Hajar Dewantara muncul dari masa
penjajahan yang saat itu dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Para pemuda Indonesia “dibatasi”
untuk mendapatkan pendidikan yang layak karena pendidikan adalah salah satu cara
menghancurkan politik pada saat itu karena jika pemuda pada masa itu cerdas maka mereka akan
menjadi pembangun kesadaran bangsa untuk bangkit berjuang melawan segala bentuk
penindasan dan merebut kemerdekaan. Inti dari prinsip Ki Hajar Dewantara, yaitu “Paguyuban
Selasa-Kliwon” yang melibatkan kebahagiaan diri, kebahagiaan bangsa, dan kebahagiaan
manusia.

Perguruan Taman Siswa menekankan pendidikan kebangsaan kepada peserta didik agar
mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Di sisi
lain, menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah memajukan bangsa secara
keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status
ekonomi, status sosial serta didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi (Samho &
Yasunari, 2010). Kebudayaan yang dimaksud dalam pendidikan KHD adalah budaya yang
berarti cara hidup bermasyarakat yang terdiri dari semua aspek keberadaan manusia dan budaya
Taman Siswa harus mencerminkan jati diri kita sebagai bangsa yang merdeka dan mandiri.

Pendidikan Barat menurutnya tidak tepat dan tidak cocok untuk mendidik generasi muda
Indonesia karena pendidikan barat bersifat perintah (regering), hukuman (tucht), dan orde
(ketertiban). Pemaksaan-pemaksaan tersebut menghilangkan budi pekerti anak-anak karena
hidup di bawah paksaan/tekanan. Maka dari itu, pendidikan Taman Siswa adalah pendidikan
yang berupaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek), dan tubuh anak (kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya) dan
pendidikan yang ada pada Taman Siswa memiliki lima fondasi utama di dalamnya, yaitu 1)
takdir alam; 2) kebebasan; 3) berbasis budaya; 4) kebangsaan; dan 5) kemanusiaan.

Sikap yang dianjurkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam menghadapi persoalan budaya bangsa
adalah Trikon, yaitu kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri, konvergen
dengan alam luar, dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang
konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian sendiri (Dewantara, 1994:
371). Sikap Trikon harus dimanfaatkan dalam membangun kesatuan budaya bangsa Indonesia
dalam kaitannya dengan budaya daerah dan budaya lokal, mengingat bangsa Indonesia terdiri
dari berbagai bangsa yang masing-masing memiliki budaya dan ciri khasnya masing-masing
membangun kesatuan budaya di mana budaya daerah dan budaya lokal akan hidup harmonis.
Hasil akhir dari pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah menghasilkan manusia yang
tangguh dalam kehidupan masyarakat. Manusia yang dimaksud adalah manusia yang bermoral
Taman Siswa, yaitu mampu melaksanakan Tri Pantangan yang meliputi tidak menyalahgunakan
kewenangan atau kekuasaan, tidak melakukan manipulasi keuangan dan tidak melanggar
kesusilaan (Ki Suratman, 1987: 13).

Pendidikan tidak jauh dari peran seorang guru. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan di
Indonesia memahami peserta didik sebagai stakeholder (pemangku kepentingan) dan menjadikan
peserta didik sebagai tujuan dalam praksisnya. Akibatnya, pendidikan Indonesia sibuk dengan
kegiatan dominasi kognitif. Kondisi tersebut membuat para pendidik di sekolah sering hanya
berperan sebagai pengajar (transfer of knowledge). Para pendidik hanya menjadi pendidik dan
fasilitator serta teman bermain bagi siswa. Relasi yang terbangun antara pendidik dan peserta
didik mirip dalam sebuah instansi non-kependidikan: terpola secara tegas antara atasan dan
bawahan padahal guru adalah sahabat sekaligus teman bagi peserta didik untuk saling berbagi
dan memperkaya wawasan pengetahuan. Metode pengajaran dalam pendidikan Taman Siswa
adalah metode Among. Among berasal dari Bahasa Jawa yang memiliki arti sebagai orang yang
momong, atau ngemong atau mengasuh dengan jiwa yang penuh dengan pengabdian
(Dewantara, 1977: 13). Tiga prinsip di antara metode Among adalah Ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karsa, Tut wuri handayani yang berarti di depan memberikan contoh, yang
tengah membangun kemauan dalam pelaksanaannya, dan memberi penguatan di belakangnya.

Dua hal yang menjadi dasar metode Among, yaitu; 1) potensi alam, keyakinan akan kekuatan
potensi alam manusia sebagai makhluk Tuhan sebagai bekal dan landasan yang diperlukan bagi
manusia untuk tumbuh dan mempertahankan kemajuannya, manusia dapat mencari keselamatan
dan kebahagiaan dalam hidup, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat; 2) kebebasan,
manusia dilahirkan merdeka, hidup tentram dan bahagia untuk membangun masyarakat yang
damai dan tertib, order en vrede, toto lan tentrem. Seorang Pamong harus mampu membangun
hubungan yang baik dengan muridnya berdasarkan pada cinta dan kepercayaan satu sama lain.

Pendidikan dalam metode Among diartikan sebagai usaha secara sengaja untuk memajukan
pertumbuhan budi pekerti (perasaan, pikiran, jiwa) dan jasmani anak dengan cara mengajar,
pembiasaan dan memberi contoh, bukan dengan cara mengajar, pembiasaan, dan memberi
contoh bukan dengan paksaan, hukuman, atau perintah. Teknik dan prinsip pembelajaran
Among, memberikan kemandirian dan kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan bakat
dan kekuatannya melalui bimbingan lahir dan batin dengan tujuan budaya. Kebebasan berarti: a.
Tidak hidup dalam perintah; b) berdiri dengan kekuatannya sendiri; dan c) mengatur
kehidupannya sendiri (Dewantara, 1977: 4).

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang dimaksud oleh Ki Hajar Dewantara adalah
pendidikan yang bebas tanpa tekanan, tidak membeda-bedakan, dan guru menjadi seorang
Pamong bukan ‘atasan’. Di sisi lain, Ki Hajar Dewantara mengajarkan pentingnya keikhlasan
dalam mentaati aturan karena akan membawa keteraturan dan kesempurnaan hidup (tetep, antep,
mantep). Artinya, tekad dan pemikiran yang mendalam menentukan kualitas seseorang dan akan
mendatangkan kemantapan dengan pilihan atau keputusan. Selain itu, ngandel, kendel, kandel
yang artinya percaya kepada Tuhan, berani, dan tangguh karena iman yang kuat. Dalam memilih
Pamong juga harus memperhatikan bibit, bobot, dan bebet. Dari ketiga hal tersebut dapat
membutikan kualitas dari seorang Pamong berkualitas dan akan menghasilkan peserta didik yang
berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai