Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi peserta didik baik potensi


fisik maupun potensi cipta, rasa dan karsanya sehingga potensi itu dapat menjadi nyata dan
bermanfaat dalam perjalanan hidupnya.

Di Indonesia terdapat seorang tokoh pendidikan yang sangat berjasa yaitu Ki Hajar
Dewantara. Beliau adalah seorang pendorong dan pemimpin bangsa dalam sejarah perjuangan
pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia .

Ki Hajar Dewantara berjuang meraih kemerdekaan melalui jalur pendidikan dan


pengajaran yang berpihak kepada rakyat.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana riwayat hidup Ki Hajar Dewantara?


2. Bagaimana konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara?
Apa pengaruh pemikiran pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan di
Indonesia saat ini?

C. TUJUAN
1. Mengetahui riwayat hidup Ki Hajar Dewantara
2. Mengetahui konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara
3. Mengetahui dan memahami pengaruh pemikiran Ki Hajar Dewantara terhadap
pendidikan di Indonesia saat ini

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. RIWAYAT HIDUP KI HAJAR DEWANTARA

Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir dengan nama
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat yang merupakan putra sulung dari KPA (Kanjeng Pangeran
Aryo) III Soeryaningrat.

Beliau mengganti namanya tanpa gelar bangsawan agar dapat lebih dekat dengan rakyat.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di STOVIA. Beliau kemudian bekerja sebagai
wartawan di beberapa surat kabar, antara lain De Express, Utusan Hindia,dan Kaum Muda.
Sebagai penulis yang handal, tulisannya mampu membangkitkan semangat antikolonialisme
rakyat Indonesia. Selain ajarannya di bidang pendidikan, Ki Hajar juga meninggalkan pesan
yang sangat baik untuk diteladani.

Pesan tersebut kini dapat dilihat pada Museum Sumpah Pemuda di JI. Kramat Raya,
Jakarta. Aku hanya orang biasa yang bekerja untuk bangsa lndonesia dengan cara Indonesia.
Namun, yang penting untuk kalian yakini, sesaat pun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan
bangsaku, lahir maupun batin aku tak pernah mengkorup kekayaan Negara.

B. KONSEP PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA

Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat
perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan
seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal
Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan
ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai
bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Tidak sedikit rintangan yang
dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya
mengahalanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi
dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.

2
Dalam perjuangannya mengenai pendidikan nasional menyatakan syarat utama yaitu
pendidikan nasional dan pendidikan merdeka pada anak-anak, yang akan dapat memberi bekal
kuat untuk perjuangan kemerdekaan nasional. Jalan yang ditempuh adalah pendidikan rakyat, di
samping pergerakan politik.

Ki Hajar Dewantara mengajukan konsep pendidikan dan pengajaran yang berpihak pada
kepentingan rakyat banyak dan kebangsaan. Dalam hal ini, Ki Hajar Dewantara membagi
pendidikan ke dalam dua hubungan, yaitu pendidikan dan penghidupan rakyat dan pendidikan
dan kebangsaan. Dalam hubungan yang pertama, antara pendidikan dan penghidupan rakyat,
terdapat sembilan poin penting yang ia ajukan. Kesembilan poin penting itu antara lain, kekuatan
rakyat, mendidik anak adalah mendidik rakyat, sistem pengajaran kerakyatan, penerimaan
perbedaan, kemerdekaan manusia, bersandar pada kekuatan sendiri, tugas sebagai rakyat, tidak
diperintah, dan persatuan pengajaran.

Sementara itu, dalam hubungan yang kedua, yaitu antara pendidikan dan kebangsaan, ia
mengajukan tujuh poin penting yang antara lain, pendidikan nasional yang selaras dengan
kehidupan dan penghidupan bangsa, pendidikan nasional adalah hak dan kewajiban bangsa, tidak
menerima subsidi pemerintah, tidak terikat lahir dan batin, sistem mengongkosi diri sendiri,
adanya badan pembantu umum, dan adanya Steunfonds umum. Dengan demikian, Ki Hajar
Dewantara telah merumuskan konsep dan arah pendidikan nasional, di mana tampak dengan
jelas bahwa visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan
yang berasaskan kemerdekaan, kebebasan, keseimbangan, kesesuaian dengan tuntutan zaman,
berkepribadian Indonesia, dan kesesuain dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang
dimuliakan oleh Tuhan.

Dengan mendirikan sekolah Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara mulai menyampingkan


pendekatan politik. Ia dapat mewujudkan keinginan bangsanya, karena usaha untuk mendidik
angkatan muda dalam jiwa kebangsaan sesuai dan merupakan bagian penting pergerakan
kemerdekaan indonesia. Selain itu merupakan perjuangan meninggikan derajat rakyat.

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu


usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya
bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta mengembangkan kebudayaan
menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan.

3
Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan sikap (laku) yang dikenal
dengan Teori Trikon, yakni:

1. Kontinu yaitu, alam melestarikan kebudayaan asli Indonesia kita harus terus menerus dan
berkesinambungan. Teori Kebudayaan itu dilakasanakan dengan memasukan mata
pelajaran muatan lokal, melakukan upacara-upacara adat, mementaskan keseruan daerah
dan lain-lain.
2. Konvergen artinya dalam upaya mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia kita
harus memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan bangsa
Indonesia. Dalam memadukan itu (konvergensi) dilakukan dengan memilih dan memilah
kebudayaan yang sesuai dengan kepribadian Pancasila (selektif) dan pemaduannya harus
secara alami dan tidak dipaksakan (adaptatif).
3. Konsentris artinya dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia kita harus
berusaha menyatukan kebudayaan nasional kita dengan kebudayaan Junia (global)
dengan catatan harus tetap berpegang pada ciri khas kepribadian bangsa Indonesia
(berdasarkan Pancasila).

Pelaksanaan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dapat berlangsung dalam berbagai


tempat yang oleh beliau diberi nama Tri Sentra Pendidikan, yaitu:
1. Alam keluarga
2. Alam perguruan
3. Alam pergerakan pemuda
4. Bidang Pengajaran

Pengajaran merupakan salah satu jalan pendidikan yaitu suatu usaha memberi ilmu
pengetahuan serta kepandaian dengan latihan-latihannya yang perlu dengan maksud memajukan
kecerdasan fikiran (intelek) serta berkembangnya budi pekerti.
Ki Hajar Dewantara di bidang pengajaran meletakkan konsep-konsep dasar pengajaran
meliputi:
1. Teori dasar-ajar
2. Trisakti jiwa
3. Sistem among

4
Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan dari pendidikan adalah penguasaan diri karena
disinilah pendidikan memanusiakan manusia. Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju
untuk tercapainya pendidikan yang memanusiakan manusia. Ketika peserta didik mampu
menguasai dirinya maka mereka akan mampu untuk menentukan sikapnya. Dengan begitu maka
akan muncul sikap yang mandiri dan dewasa. Beliau juga menunjukkan bahwa tujuan
diselenggarakannya pendidikan adalah membantu peserta didik menjadi manusia yang
merdeka, berarti tidak hidup diperintah, berdiri tegak dengan kekuatan sendiri dan bisa mengatur
hidupnya sendiri dengan tertib.
Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya ingin menunjukkan perubahan
sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari
pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang
mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara.
Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam
kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga
menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang
diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure
keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar.
Oleh karena itu, nama Ki Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang
mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang
memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia,
mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan
maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan
kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik,
mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan
bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah,
toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian
Taman Siswa adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan
mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang
berlandaskan pada aspek-aspek nasional. Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan
universalistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan
independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada
5
hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip
dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan
kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia.
Taman Siswa ini memiliki pengaruh yang luar biasa dalam rangka pergerajakan
perjuangan nasional Indonesia. Hal ini tercermin dalam usaha Ki Hajar Dewantara yang berhasil
mewujudkan keinginan bangsa Indonesia yakni usaha untuk mendidik angkatan muda dalam
jiwa kebangsaan Indonesia yang merupakan bagian penting dari pergerakan Indoneisa. Selain itu
usaha ini menjadi dasar perjuangan meninggikan derajat rakyat.
Pengaruh lembaga Taman Siswa ini pula dihubungkan dengan politik perjuangan bangsa
Indonesia. Hal ini tercermin dalam sejarah hidupnya yang ditandai dengan kenyataan bahwa
Taman Siswa selalu ikut mempertimbangkan kehidupan politik di dalam sepak terjangnya.
Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada
kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing
anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu
peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual;
pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan
dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan
antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat
rasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru
hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para
peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian
merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan
bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang
sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan
pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang
dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan
selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati
kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat
yaitu educate the head, the heart, and the hand.
Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan
(relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan
komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi
sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain:
6
keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka
penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan;
menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat.
Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik,
intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator.
Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif
demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.

Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan yaitu :

1. Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan


kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun oleh
kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
2. Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan
kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi
keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
3. Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar
yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan
sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
4. Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka,
perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan
bangsa lain.
5. Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan
kodratnya sebagai makhluk Tuhan.

Asas Tamansiswa 1922 adalah keterangan asas Tamansiswa yang disampaikan oleh Ki
Hajar Dewantara pada pidato pembukaan perguruan Tamansiswa tanggal 3 Juli 1922 di
Yogyakarta Asas itu dalam Piagam Perjanjian Pendirian Persatuan Tamansiswa tahun 1930
dijadikan salah satu syarat pendirian Persatuan Tamansiswa. Melalui piagam perjanjian itu
disebutkan bahwa asas itu harus tetap hidup sebagai pokok yang tidak boleh berubah, tidak boleh
disangkal, dan tidak boleh dikurangi, selama nama Tamansiswa masin hidup terpakai.

Sejak berdirinya Tamansiswa 3 Juli 1922 sampai dengan Kongres Tamansiswa tahun
1947, Asas Tamansiswa 1922 digunakan sebagai asas perjuangan Tamansiswa. Mulai Kongres

7
tahun 1947 sampai dengan Kongres tahun 1984 asas itu didampingi oleh dasar perjuangan
Pancadarma. Dan sejak Kongres 1984, dalam berbangsa dan bernegara, Tamansiswa
menggunakan asas Pancasila sebagai asas organisasinya. Maka Asas Tamansiswa 1922
ditetapkan sebagai landasan perjuangan Taman siswa, dan Pancadarma dijadikan ciri khas
persatuan Tamansiswa dalam mencapai cita-citanya.

Asas Tamansiswa 1922 berisi 7 pasal:


Pasal 1
Mengandung pengertian hidup merdeka guna mencapai hidup tertib damai, salam dan bahagia.
Pasal 2
Mengandung pengertian metode Among sebagai sarana pencapaian hidup merdeka.
Pasal 3
Mengandung pengertian perintah menggunakan peradaban bangsa sendiri sebagai sarana
pemecahan masalah bangsa.
Pasal 4
Mengandung pengertian pemerataan pendidikan.
Pasal 5
Memerintahkan kehidupan mandiri sebagai perwujudan hidup merdeka.
Pasal 6
Berani menolak bantuan yang mengikat dan
Pasal 7
Mengamanatkan pengabdian terhadap sang anak harus dengan suci hati dan kemerdekaan lahir
dan batin.

Ketujuh pasal tersebut merupakan landasan perjuangan Tamansiswa dalam


memperjuangkan kelestarian dan pengembangan kebudayaan serta dalam memperjuangkan
terwujudnya masyarakat tertib damai, salam dan bahagia.
Pada dasarnya paradigma Ki Hajar Dewantara dalam perjuangan nasionalisme terutama
pendidikan nasional memiliki konsep pendidikan yang benar-benar bersifat pribumi (yakni yang
nonpemerintah dan non-Islam). Konsep pendidikan seperti itu berarti pendidikan yang
memadukan pendidikan gaya Eropa yang modern dengan seni-seni Jawa tradisional. Ia dengan
tegas menolak pendidikan yang terlalu mengutamakan intelektualisme dan mengorbankan aspek
kerohanian atau jiwa para siswa. Menurutnya, pendidikan yang ditawarkan oleh pemerintah

8
kolonial hanya akan membuat pribumi lupa akan kebudayaannya dan membuat pribumi menjadi
tenaga terampil bagi kepentingan pemerintah kolonial. Berkaitan dengan itulah, ia akhirnya
memutuskan untuk mendirikan sebuah sekolah yang menawarkan pendidikan berorientasi
kepada kebudayaan timur dan mengedepankan nilai-nilai kerohanian yang dibarengi dengan
kekuatan intelektual.
Ki Hajar Dewantara hidup di tengah pergolakan bangsa menuju kemerdekaan dan
pemikiran tentang dasar-dasar masyarakat baru pun tercapai setelah kemerdekaan. Maka dasar-
dasar pemikiran tersebut merupakan suatu rangkaian yang ditawarkan kepada segenap bangsa
Indonesia untuk dikemabngkan sesuai dengan perubahan alam dan zaman. Konsep pendidikan
Taman Siswa yang secara operasional dimulai pada tanggal 3 Juli 1922 lebih bersifat positif
nasional, pedagogis, serta kulturil. Tujuan awal dari lembaga pendidikan ini adalah jelas
membawa bangsa Indonesia mencapai tujuan politik yaitu kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pada zaman kolonial kedudukan pendidikan pernah dirumuskan sebagai dinamit bagi
sistem kasta yang dipertahankan dengan ketat di daerah jajahan atau merupakan salah satu
batu dasar kebijaksanaan kolonial. Kedua rumusan ini mencerminkan pula kaitan kebijaksanaan
dan penyelenggaraan pendidikan dalam masyarakat kolonial. Sejalan dengan itu pergerakan
nasional Indonesia sendiri menempatkan pendidikan sebagai salah satu programnya sebagai
usaha mendidik bangsa sendiri. Lebih daripada itu usaha pendidikan yang diselenggarakan
Taman Siswa di zaman kolonial bertujuan untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional. Hal
ini berarti memasukkan dalam cita-cita segala kepentingan bangsa baik lahiriah mengenai
penghidupannya maupun yang batiniah yang bertalian dengan kehidupannya.
Akhirnya, ada beberapa hal yang perlu dapat disimpulkan dalam tulisan ini yakni;
Pertama, terbukti dengan amat jelas dan meyakinkan, bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang
pendidikan yang sejati. Berbagai pemikiran, gagasan, dan konsep-konsep yang ditawarkan bukan
hanya dalam teori tetaoi telah ia praktikkan melalui pergutuan Taman Siswa yang diasuhnya.
Kedua, corak pemikiran dan gagasan pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara
amat dipengaruhi oleh situasi perjuangan dan pergerakan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia
dari penjajahan Belanda dan Jepang. Ia mengkritik pendidikan yang diberikan pemerintah
Belanda sebagai pendidikan yang tidak bermutu, sekularistik, diskriminatif, dan bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Akhirnya, hal ketiga adalah bahwa melalui Perguruan Taman
Siswa yang diasuhnya ia ingin membuktikan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia dapat
menyelenggarakan pendidikan yang mutunya tidak kala dengan pendidian yang berasaskan

9
seimbang, bermutu pada niali-nilai kebudayaan bangsa sendiri, serta menjunjung tinggi nilai-
nilai nasionalisme.

Teori Pembelajaran Menurut Ki Hajar Dewantara

1. Teori Konsep Pembelajaran

Pahlawan dan sebagai Pendidik asli Indonesia,Ki Hajar Dewantara melihat manusia lebih
pada sisi kehidupan psikologinya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan
karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara
seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan
ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang
menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari
masyarakatnya.

Para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian,
baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta
didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai
pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian
sebagai fasilitator atau pengajar.

Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang
mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang
memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia,
mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan
maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan
kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.

Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah: tut wuri handayani. Semboyan ini
berasal dari ungkapan aslinya Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani. Hanya ungkapan tut wuri handayani saja yang banyak dikenal dalam masyarakat
umum. Arti dari semboyan ini secara lengkap adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang
guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di
antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan,
seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik).

10
Ki Hajar Dewantara juga pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Yang dimaksud
belajar dengan 3 dinding bukanlah belajar dikelas dengan jumlah dinding 3 buah ( salah satu dari
4 sisi dinding tidak ada ), tetapi konsep tersebut mencerminkan tidak ada batas atau jarak antara
di dalam kelas dengan realita di luar. Belajar bukan sekedar teori dan praktek disekolah, tetapi
juga belajar menghadapi realitas dunia. Sekolah dan Dunia menurut konsep ini berarti tidak
terpisah. Dengan itu diharapkan para guru mengajarkan ilmu teori serta praktek di dunia dan juga
kepada siswa jika tidak sungkan-sungkan menanyakan apa saja hal yang tidak diketahuinya
tentang dunia kepada guru mereka masing-masing. Tujuan dari konsep ini, agar para lulusan
sekolah dapat mampu hidup dan bisa berbuat banyak setelah lulus dari sekolah.

C. PENGARUH PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP


PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT INI

Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Pendidikan. Menurut beliau, pendidikan


adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri
agar tidka tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin.

Ada beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu :

1. Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya.
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan,
yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai.
3. Adat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis).
4. Untuk mengetahui karateristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang
kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan
yang akan dating pada masyarakat tersebut.
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi
karena pergaulan antar bangsa.

Pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini, sebagian besar manusia dipengaruhi
perilakunya oleh pesatnya perkembangan dan kecanggihan teknologi (teknologi informasi).

Oleh karena itu, pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga memberi
keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupan kebersamaan sebagai

11
masyarakat manusia. Pendidikan dan pembelajaran hendaknya juga dikembalikan kepada aspek-
aspek kemanusiaan yang perlu ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik.

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik,
mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan
bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah,
toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian
Taman Siswa adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan
mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang
berlandaskan pada aspek-aspek nasional.

Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta
didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan
hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang
kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-
masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya
diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela
mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.

Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat
fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab
atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem
pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan
pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia
merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek
kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang.

Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu educate the head,
the heart, and the hand.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang pada era ini. Di
Indonesia pendidikan juga sudah diperhatikan sejak dulu oleh pemerintah. Seperti contohnya
pemerintah mengharuskan warganya untuk berpendidikan minimal hingga tingkat SMP. Hal ini
meningkat dibandingkan taun-taun sebelumnya yang hanya tingkat SD. Namun banyak sekali
kejanggalan-kejanggalan di bidang pendidikan.

12
Pemerintah mewajibkan hingga tingkat SMP, tetapi kenyataannya sekarang ini mencari
pekerjaan bersyaratkan minimal lulus SMA. Lalu bagaimana dengan nasib mereka yang tidak
mampu dan hanya dapat menempuh hingga jenjang SMP tersebut. Apakah pemerintah berfikir
sejauh itu untuk mencerdaskan anak bangsa.

Bagi mereka yang kurang mampu, mengenyam pendidikan hingga SMP sudahlah sangat
baik. Pemerintah memberikan dana BOS untuk tingkat SD dan SMP, tetapi dimana dana
tersebut. Apakah warga yang kurang mampu yang ingin bersekolah hanya diberikan dana
tersebut yang sangat kurang bagi mereka. Peralatan sekolah bukannya masuk dalam dana BOS
tersebut. Dana BOS hanya digunakan untuk oprasional sekolah saja, bagaimana dengan
kebutuhan siswa yang kurang mampu seperti tas, sepatu, buku untuk mencatat dan lain
sebagainya.

Bila pemerintah menjawab itu dengan beasiswa yang ada apakah beasiswa itu dibagikan
kepada seluruh siswa? Hanya segelintiran orang yang beruntung yang mendapatkan beasiswa
yang benar-benar membutuhkan . Banyak sekali dana-dana seperti BOS dan beasiswa mengarah
ke orang-orang yang dari segi ekonomi sudah mapan. Mereka yang mapan juga menginginkan
uang bagi mereka yang kurang mampu.

Hal di atas hanya dari segi ekonomi dan oprasional anak-anak sekolah. Belum lagi hasil
yang didapat anak-anak yang kurang mampu tersebut, yang hanya dapat bersekolah di sekolah
bersubsidi. Kinerja para guru yang kurang efisien juga menambah para pendidikan sekarang.
Guru di sekolah swasta lebih efisien mengajarnya ketimbang guru negeri. Di sekolah negeri
banyak jam kosong karena guru mereka pergi ataupun rapat, sehingga mereka hanya diberikan
tugas-tugas mandiri. Banyak lagi kendala yang dihadapi anak yang kurang mampu yang
bersekolah di negeri.

Pelaksanaan Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara Pada Masa Sekarang

Sistem pendidikan Indonesia dari zaman kolonial hingga sekarang tetap saja
mengecewakan. Hampir tidak ada lagi nilai-nilai kebangsaan yang ditanamkan dalam proses
penyelenggaraan pendidikan nasional kita. Pendidikan kapitalistik, seperti di era reformasi
sekarang, hanya menciptakan pemisahan orang-orang terpelajar dengan rakyatnya, menyebabkan

13
munculnya Stratifikasi sosial ditengah kehidupan masyarakat. Kondisi demikian tentu sangat
jauh dari konsep pendidikan dan pengajaran yang dimaksudkan oleh Ki Hajar Dewantara.

Perubahan sistem kekuasaan merupakan penyebab utama hancurnya karaktek pendidkan


nasional. Pada era kemerdekaan, pendidikan bertujuanmelekatkan kemerdekaan pada persatuan
rakyat. Lalu, sekarang pendidikan hanya dijadikan sebagai komoditi. Pendidikan nasional saat
ini memiliki segudang persoalan, mulai dari wajah pendidikan yang berwatak pasar yang
menyebabkan hilangnya daya kritis tenaga didik terhadap persoalan bangsanya hingga
pemosisian lembaga pendidikan sebagai sarana menaikan starata sosial dan ajangmencari ijazah
belaka. Tujuan pendidikan kita dewasa ini tentulah sangat berbeda dengan tujuan pendidikan
ketika itu. Namun bila ditarik benang merahnya, maka akan terlihat persamaannya yaitu sama-
sama berkehendak mencerdaskan pikiran dan perasaan seseorang. Tetapi amat disayangkan, bila
pada akhirnya dunia pendidikan hanya menghasilkan ketajaman pikiran, yang terkadang tidak
dibarengi oleh ketajaman rasa. Dengan kata lain, pendidikan saat ini, cenderung menghasilkan
orang-orang pandai dan cerdas, tetapi kurang pandai dan cerdas dalam perasaan. Sehingga
terjadilah hal-hal yang kerapkali menyimpang dari tujuan pendidikan semula, seperti pemalsuan
ijazah atau tawuran di antara sesama pelajar.

Peranan pendidikan, yang sejatinya untuk pembangunan bangsa, telah didisorientasikan


oleh kekuasaan guna kepentingan kapital semata. Di sini, pendidikan tak lebih dari alat
akumulasi keuntungan. Disamping itu, kandungan pendidikan dan pengajaran sekarang ini tidak
memuat nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan sekarang hanya melahirkan sikap individualisme,
hedonisme dan hilangnya jiwa merdeka. Hasil pendidikan seperti ini tidak dapat diharapkan
membangunan kehidupan bangsa dan negara bermartabat.

Merealisasikan Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Salah satu cara untuk merealisasikan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu
dengan pendidikan karakter yang akan diterapkan sebagai kurikulum di tahun 2013. Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai

14
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran
dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. pendidikan karakter
mempunyai fungsi strategis bagi kemajuan bangsa, harus ada komitmen untuk menjalankan
pendidikan karakter sebagai bagian dari jati diri bangsa.

Komitmen yang harus kita jalankan semua, mengacu kepada 5 nilai karakter bangsa
untuk menjadi manusia unggul yang disampaikan oleh Presiden SBY yaitu :
1. Manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak dan berperilaku baik;
2. Mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional;
3. Manusia Indonesia ke depan menjadi manusia yang inovatif dan terus mengejar
kemajuan;
4. Memperkuat semangat Harus Bisa, yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan;
5. Manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa,Negara dan
tanah airnya.

Peran Sekolah

Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar
peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta
didik.

1. Pendidikan karakterdapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran.


Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran
kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di masyarakat.

15
2. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu
media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta
didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran
untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,
dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik
dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
3. Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan
sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di
sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu
ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga
kependidikan, dan komponen terkait lainnya.Dengan demikian, manajemen sekolah
merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.

Peran Keluarga

Rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan watak dan pendidikan karakter
kepribadian dan batin bangsa Indonesia, kemerdekaan menjadi tujuan pelaksanaan
pendidikan, pendidikan tidak sebagai pertama dan utama mestilah diberdayakan kembali.
Sebagaimana disarankan Phillips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love,
sekolah untuk kasih sayang (Phillips 2000). Dalam perspektif Islam, keluarga sebagai school
of love dapat disebut sebagai madrasah mawaddah wa rahmah, tempat belajar yang penuh
cinta sejati dan kasih saya.

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara: kemerdekaan sebagai syarat dan juga tujuan
membentuk paksaan, memajukan pertumbuhan budi pekerti, haruslah memilih mana
yang baik untuk menambah kemulian hidup dan mana kebudayaan luar yang akan
merusak jiwa rakyat Indonesia.
2. Cara konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat terealisasi dengan pendidikan
karakter.

B. SARAN
1. Sistem pendidikan sebaiknya tidak bersifat memaksa atau menekan peserta didik,
karena peserta didik memiliki hak untuk mendapatkan rasa nyaman dan rasa merdeka
dalam artian tidak merasa tertekan ketika belajar.
2. Seorang pendidik yang baik sebaiknya memiliki daya kreatifitas yang tinggi sebelum
memberikan ilmu kepada peserta didik, sehingga dapat membantu perkembangan
daya kreatifitas peserta didik.
3. Pendidikan harus berlangsung dalam keadaan yang nyaman dan menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA

www.google.com

Bradjanegara, Sutedjo. 1956. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta

Dr. Barnadib, Sutari Imam. 1983. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset

17

Anda mungkin juga menyukai