Anda di halaman 1dari 13

Filosofi Pendidikan

Topik 2: “Dasar-dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara”

Kelompok 2
Kelompok 3
Fatiha Elida
Laras Gustri Chairas Indriati Rahmi
Riri Anggraini M. Alfida Julvi
Vikri Nadia Yulisyafira
Vristi Trisia Rahma Dani
Servi Farda Yola
Dasar-dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara
A. Siapa Ki Hajar Dewantara Bagi Saya

Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang tokoh yang bergerak dalam perubahan pendidikan di Indonesia. Beliau
mengemukakan pemikiran dan gagasan yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan pendidikan di Indonesia hingga saat ini. Beliau
membedakan konsep pengajaran dengan pendidikan. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan yang menyebutkan proses
memperoleh ilmu digunakan untuk kebutuhan lahir dan batin. Sementara itu, pendidikan merupakan tuntunan bagi anak untuk
mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan.
Melalui sistem among yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara, saya memahami bahwa pendidikan berpusat pada
peserta didik. Guru berperan sebagai fasilitator yang 'ngemong' peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal
ini berkaitan dengan falsafah yang dicetuskan oleh KHD yaitu Ing Ngarsa sung Tuladha, Ing Madya mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani.
Relevansi pemikiran KHD yaitu bahwa guru/pendidik dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk
mengembangkan kompetensi dan potensi yang dimiliki. Pengembangan ini dilakukan dengan mempertimbankan kodrat alam dan
zaman sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Selain itu, saya sebagai pendidik dapat memfasilitasi peserta didik
untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat, karakteristik, dan kemampuan sehingga pembelajaran
dapat lebih maksimal.
B. Dasar-Dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara

1. Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan
tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran
merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan
batin. Sedangkan pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak
agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia
maupun sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki
keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu
kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan tumbuhnya nilai-nilai
kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk
perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai bagian dari persatuan (rakyat). Manusia merdeka
adalah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas
kekuatan sendiri.
2. Dasar-Dasar Pendidikan yang Menuntun
KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai
anggota masyarakat. Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti
seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak
tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung
ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji
jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan
perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun
tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani,
maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
Tuntutan seorang guru mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia
dan anggota masyarakat) KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat
menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut
diselaraskan lebih dahulu”.
KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun
selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai
sumber belajar. Kekuatan sosio-kultural menjadi proses ‘menebalkan’ kekuatan kodrat anak yang masih samar-samar.
Pendidikan bertujuan untuk menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat
memperbaiki laku-nya untuk menjadi manusia seutuhnya. Jadi anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai
keinginan orang dewasa.
3. Kodrat Alam dan Kodrat Zaman
KHD menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan
kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada,
sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama” KHD mengelaborasi Pendidikan terkait
kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu,
hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri
pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang
berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Bila melihat dari kodrat
zaman, pendidikan saat ini menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21
sedangkan dalam memaknai kodrat alam maka konteks lokal sosial budaya peserta didik di Indonesia
Barat tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan peserta didik di Indonesia Tengah atau
Indonesia Timur.
KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan
alam dan zamannya sendiri. Artinya, cara belajar dan interaksi murid Abad ke-21, tentu sangat berbeda
dengan para peserta didik pertengahan dan akhir abad ke-20. Kodrat alam Indonesia dengan memiliki 2
musim (musim hujan dan musim kemarau) serta bentangan alam mulai dari pesisir pantai hingga
pegunungan memiliki keberagaman dalam memaknai dan menghayati hidup. Demikian pula dengan
zaman yang terus berkembang dinamis mempengaruhi cara pendidik menuntun para murid.
4. Budi Pekerti
Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak
pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat
diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya
(psikomotor). Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk
melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya
pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak
individual). Keluarga juga merupakan sebuah ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam
bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk
mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk
berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anakanak saling belajar
antara satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, peran
orang tua sebagai guru, penuntun, dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter
baik anak. Budi Pekerti merupakan keselarasan (keseimbangan) hidup antara cipta, rasa, karsa dan karya.
Keselarasan hidup anak dilatih melalui pemahaman kesadaran diri yang baik tentang kekuatan dirinya
kemudian dilatih mengelola diri agar mampu memiliki kesadaran sosial bahwa ia tidak hidup sendiri dalam
relasi sosialnya sehingga ketika membuat sebuah keputusan yang bertanggungjawab dalam kemerdekaan
dirinya dan kemerdekaan orang lain. Budi Pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh
untuk menjadi dirinya (kemerdekaan diri) dan kemerdekaan orang lain.
5. Sistem Among
Dalam pelaksanaan pendidikan Ki Hadjar Dewantara menggunakan “Sistem Among”
atau “Among Methode”. Sistem Among merupakan perwujudan konsepsi Ki Hadjar Dewantara dalam
menempatkan anak didik sebagai sentral proses pendidikan. Dalam sistem ini, maka pelajaran mendidik
anak-anak akan menjadi manusia yang merdeka hatinnya, merdeka fikirannya, dan merdeka
tenaganya. Metode belajar yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara adalah metode Among. Among memiliki
makna menjaga kelangsungan hidup batin peserta didik dengan mendampingi dan mengarahkan. Bukan
hanya membiarkan perkembangan batin peserta didik namun juga menjaga agar keadaan batin peserta
didik tetap dalam keadaan baik (Ki Hadjar Dewantara, 2013). Berdasarkan pernyataan tersebut,
pendidik berkewajiban mengembangkan peserta didik sesuai dengan karakter peserta didik dan karakter
lingkungan budaya setempat. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat menguasai diri sendiri.
Among methode merupakan pemeliharaan dan perhatian untuk mendapat pertumbuhan anak lahir dan batin
sesuai dengan kodrat (Mujito, 2014).
Menurut Ki Hadjar Dewantara sistem Among berisi dua dasar, yaitu sebagai berikut:
1. Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin,
sehingga manusia dapat hidup merdeka (dapatberdiri sendiri).
2. Kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya
dan sebaik-baiknya (Ki Hadjar Dewantara, 2013).
C. Nilai Luhur Sosial Budaya sebagai Tuntutan

Pemikiran Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan menekankan pada pembentukan karakter yang selaras dengan
kearifan lokal (kodrat alam). Tentu saja hal ini memiliki relevan dalam konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) yang terdapat
pada daerah masing-masing. KHD beranggapan bahwa kekuatan sosio-kultural dapat menjadi pendorong utama pembentukan karakter
pada anak. Provinsi Riau sangat kaya akan tradisi yang telah medarah daging pada setiap lapisan Masyarakat. Nilai sosio-kultural yang
hidup di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas Melayu dapat kita lihat di bawah ini secara seksama.
1. Gotong Royong
Kegiatan gotong royong tidak lagi menjadi sebuah perihal yang asing dalam kehidupan orang Melayu. Kegiatan ini kerap
dilakukan Masyarakat Melayu terlebih saat akan mengadakan sebuah kenduri. Fenomena gotong royong ini salah satunya
tercermin pada proses pembuatan jalur atau sampan panjang yang ada di sepanjang daerah aliran Sungai Kuantan atau Indragiri.
Jalur yang pada zaman dahulu digunakan untuk transportasi air kini telah bertransformasi menjadi kenduri tahunan Masyarakat
yang dikenal dengan istilah "pacu jalur". Untuk membuat sebuah jalur diperlukan tenaga dan ritual dari Masyarakat yang hendak
membuat jalur. Jalur selalu dibuat dengan memilih kayu tua dan besar yang ada di hutan. Selepas itu kayu digotong keluar hutan
secara beramai-ramai hingga kayu tersebut diolah menjadi jalur. Proses panjang ini tentu akan memakan waktu dan tenaga yang
banyak. Mustahil jika tidak dilaksanakan dengan bergotong royong. Proses ini dalam masyarakat Kuantan Singingi dikenal dengan
istilah "maelo jaluar".
2. Keberagaman Budaya
Riau provinsi yang terletak di tengah jantung Pulau Sumatra menjadikannya sebuah tempat yang strategis terlebih pada
aktivitas dagang. Kegiatan perdagangan yang ada di Riau tidak hanya dikuasai oleh orang Melayu akan tetapi juga terjalin dengan bangsa-
bangsa lain dari luar tanah bertuah ini. Katakanlah bangsa Bugis, Cina, Minangkabau, Jawa, dan lain sebagainya. Tentu dengan perpaduan
bangsa yang bertemu dengan intens ini akan melahirkan sebuah keberagaman budaya di Tanah Melayu. Maka dengan adanya keberagaman
budaya ini sikap toleransi sudah jelas tumbuh dan terjalin sejak lama di Provinsi Riau.
3. Penghargaan Terhadap Budaya Lokal
Hal ini tentu saja tak akan lepas dari faktor keberagaman budaya di atas. Keberagaman budaya yang bermuara pada
harmonisasi kehidupan bermasyarakat maka akan berdampak kepada penghargaan kepada budaya lokal yang lebih dulu ada. Penghargaan
terhadap budaya lokal ini sudah terajut erat dalam kehidupan masyarakat Melayu.
4. Religius
Berpegang teguh kepada kepercayaan yang dianut oleh masing-masing kaum juga menggambarkan sebuah harmonisasi pada
Masyarakat itu sendiri. Sekiranya agama selalu mengajarkan hal kebaikan terutama mengenai toleransi. Penguatan nilai religius pada diri
seseorang tentu saja akan memberikan dampak besar pada pembentukan karakternya. Masyarakat Melayu Riau yang sudah pasti beragama
Islam akan melaksanakan kegiatan keagamaannya guna menunjang kebutuhan spiritualnya. Begitupun agama lain yang hidup
berdampingan. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh Masyarakat Melayu Riau untuk kepentingan spiritualnya seperti tradisi Ghatib
Beghanyut di Siak, Ghatib Togak di Rokan, Bersuluk, Maulid Nabi Muhammad, dan lain sebagainya. Pengembangan nilai religius ini tentu
saja akan bermuara kepada nilai toleransi.
D. Konstekstualisasi Dasar-Dasar Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Tujuan dari pendidikan adalah untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, hal ini dilakukan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan anak yang setinggi-tingginya. Menurut Ki Hajar Dewantara guru harus berpihak
kepada peserta didik, maka guru harus bisa membimbing peserta didik sesuai dengan kodratnya. Menurut beliau, guru harus
tahu bagaimana cara mengajar, bagaimana karakter peserta didik, dan mengetahui tujuan pembelajaran. Hal tersebut
diperlukan sebagai bekal seorang guru, karena dengan bekal tersebut akan tercipta pembelajaran yang baik. Baik secara
pengetahuan, maupun secara budi pekerti guna membangun bangsa. Menurut saya pendidikan yang berpihak kepada murid,
merupakan pendidikan yang sesuai dengan konteks diri peserta didik dan sosial budaya darimana peserta didik berasal.
Pendidikan yang disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Strategi yang perlu dilakukan, yaitu:
1. Memberikan kesempatan peserta didik untuk berpendapat.
2. Guru bersikap demokratis
3. Evaluasi proses pembelajaran.
4. Membuat suasana kelas lebih nyaman.
5. Mengenali peserta didik lebih baik.
6. Melayani peserta didik selama pembelajaran.
7. Ramah dengan peserta didik.
8. Bersikap adil kepada semua pserta didik
D. Pendidikan sebagai Tuntutan
Pendidikan sebagai tuntunan, menekankan betapa pentingnya pendidikan sebagai proses pembelajaran berkesinambungan.
Artinya, individu akan terus mendapatkan arahan serta bimbingan untuk mencapai kemajuan dalam hidup. Untuk itu, diperlukan
dukungan dari orang-orang terkait demi kelancaran. Orang tersebut seperti guru dan orangtua agar bimbingan yang didapat relevan
dan tepat dengan potensi serta kebutuhan masing-masing.
Seorang guru tidak hanya sebagai proses transfer ilmu pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga membantu proses
pembentukan karakter, sifat, moral dan spiritual. Seorang guru juga diharapkan dapat melihat potensi yang bagus pada anak didiknya
dan bantu untuk mengembangkannya. Sebab itu, siapapun yang ingin menjadi pendidik diharuskan memperhatikan hal ini.
Orang tua juga berperan penting dalam melihat potensi dan bakat pada anak-anak. Diharapkan, orang tua bisa membantu anak-
anak untuk menemukan potensi terbaiknya. Mengenali potensi diri, dapat membantu untuk menemukan karir yang sesuai dengan
minat dan kemampuan. Hal ini tentu bisa bantu meningkatkan kepuasan serta mencapai kesuksesan dalam bekerja. Pendidikan dan
pengembangan diri juga diperlukan untuk berikan nilai-nilai positif pada individu. Contohnya seperti kejujuran, rasa bertanggung
jawab, rasa empati dan sifat kemandirian.
Pendidikan sebagai tuntunan, menekankan betapa pentingnya pendidikan yang relevan akan kebutuhan dan kondisi sosial,
budaya dan ekonomi. Karenanya, pendidikan diharuskan memberikan solusi atas berbagai masalah oleh masyarakat.
Sebagai makhluk sosial, penting untuk menempuh pendidikan baik agar bisa mencapai keselamatan serta kebahagiaan. Oleh
karenanya penting untuk memahami soal Ki Hajar Dewantara mendefinisikan “pendidikan” sebagai “tuntunan” artinya, demi
mencapai tujuan hidup lebih baik.
F. Pendidikan dan Nilai Sosial Budaya
KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada
pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan anak berhubungan dengan
kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di
mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”.
Sistem among Menurut ki hadjar dewantara Menyongkong kodrat alamnya anak-anak
yang kita didik agar dapat mengembangkan hidupnya lahir dan batin menurut kodratnya sendiri
sendiri. Sifat among berhubungan dengan Kodrat alam dan merdeka.Memberikan contoh tentang
baik dan buruk tanpa harus mengambil hak murid agar bias tumbuh dan berkembang dalam suasana
batin yang merdeka sesuai dengan dasarnya, yaitu :
1. Ing ngarso sung tulodho : (di depan memberi teladhan)
2. Ing madyo mangon karso: (di tengah membangun kehendak )
3. Tut wuri handayani : (Di belakang memberi dorongan )
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai