Anda di halaman 1dari 4

Filosofi Pendidikan

Nama : Fitriyah NIM. 4120022460

TOPIK 4 KONEKSI ANTAR MATERI

“ Pancasila dan Profil Pelajar Pancasila dari Perspektif lain “

Ki Hajar Dewantara adalah tokoh nasionalis yang ikut memperjuangkan bangsa Indonesia,
khususnya dalam bidang pendidikan. Kiprahnya dalam dunia pendidikan pun membuat Ki Hajar
Dewantara disebut sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara memulai perjuangannya
dengan bergabung ke dalam organisasi Budi Utomo pada 1908. Peran Ki Hajar Dewantara di dalam
organisasi pergerakan nasional itu adalah menyadarkan masyarakat pribumi akan pentingnya semangat
kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Setelah itu, Ki Hajar Dewantara melanjutkan
perjuangannya lewat bidang pendidikan. Berikut ini jejak Ki Hajar Dewantara dalam memajukan
pendidikan Indonesia
Di awal pendiriannya, bagian Perguruan Taman Siswa yang dimiliki baru bagian Taman
Anak saja yang terdiri atas Sekolah Dasar kelas 1, 2, dan 3 dengan jumlah murid sebanyak 130
anak. Selain itu, ada juga Kursus Guru yang diikuti sebanyak 10 orang. Selain sebagai pendiri,
Ki Hajar Dewantara juga ikut menjadi pengajar di sekolah Taman Siswa bersama guru lainnya,
seperti Nyi Hajar Dewantara, Djoemilah, Frantin, Soedjati, dan Soedjatin. Para pengajar ini
merupakan lulusan dari sekolah guru dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah
menengah pertama zaman kolonial Belanda.
Setelah mengalami perkembangan, Ki Hajar Dewantara mengadakan Kongres Pertama
Taman Siswa di Yogyakarta pada 20 Oktober 1923. Adapun hasil dari kongres tersebut adalah
terciptanya beberapa asas , sebagai berikut:
 Memerdekakan manusia untuk menentukan dan mengurus hidupnya sendiri.
 Menetapkan bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah. Harus
berdasar pada kebangsaan.
 Mementingkan penyebaran pengajaran bagi rakyat umum.
 Tidak menerima sumbangan. Harus berhemat. Mendidik anak murid dengan sistem
Among
, Ki Hajar Dewantara juga mencetus semboyan pendidikan yang disebut Tut Wuri
Handayani. Isi Tut Wuri Handayani adalah:
 Ing Ngarsa Sung Tuladha (sang pendidik harus memberi teladan dan tindakan yang baik)
 Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan
prakarsa dan ide)
 Tut Wuri Handayani (seorang guru harus memberi dorongan dan arahan)
Logo Tut Wuri Handayani, Makna dan Sejarahnya Mencetus Pancadharma Selain menciptakan
semboyan Tut Wuri Handayani, Ki Hajar Dewantara juga mencetuskan lima asas pendidikan
yang disebut Pancadharma. Isi Pancadharma adalah:
 Kodrat alam: meyakini secara kodrati akal pikiran manusia dapat dikembangkan dan
berkembang.
 Kemerdekaan: para peserta didik diarahkan untuk merdeka secara batin, pikiran, dan
tenaga.
 Kebudayaan: menyadarkan peserta didik bahwa pendidikan didasari oleh proses yang
dinamis dan tidak berhenti.
 Kebangsaan: memperjuangkan prinsip rasa kebangsaan.
 Kemanusiaan: menempatkan manusia dalam hubungan persahabatan antar bangsa.
Dari pemikiran dan ide yang dicetuskan Kihajar dewantara diatas sangat mendukung
dengan pandangan dan pedoman bangsa Indonesia yaitu :Pancasila sebagai salah satu pilar
kebangsaan menjadi entitas dan identitas bangsa Indoenesia. Sebagai masyarakat Indonesia
yang memiliki etnis dan budaya beragam, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sangat
sesuai untuk meggambarkan banyaknya keberagaman tersebut yang disatukan dalam
kebhinekaan. Memaknai nilai-nilai pancasila, meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kemasyarakatan dan sebuah keadilan adalah sesuatu yang perlu diterapkan sejak dalam keluarga
dan berlanjut pada lingkungan sekolah agar masyarakat Indonesia dapat menjadi manusia
Pancasila sesungguhnya yang religius, berkemanusiaan, adil, dan berguna bagi dirinya, orang
lain, bangsa dan Negara.
Penerapan nilai-nilai tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan karakter sesuai konsep
pencasila. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan Indonesia adalah juga melihat
tentang bagaimana membentuk peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang
berkembang sesuai kodrat alam dan zaman mereka. Sebagai bangsa yang kaya akan nilai budaya,
Ki Hadjar Dewantara memanfaatkan dan menjadikan hal tersebut sebagai kekuatan dalam
menumbuhkan karakter anak agar sesuai dengan nilai-nilai filosofi pancasila. karakter juga
ditujukan untuk mengahadapi bagaimana kemajuan dan tantangan pada pendidikan abad ke -21
ini. Pendidikan abad ke-21 ini tentu berbeda dengan konsep pendidikan terdahulu yang masih
berpusat pada guru, berorientasi pada hasil, mengutamakan pada kompetisi dan sebagainya. Saat
ini pembelajaran dikonsepkan agar dapat berpusat pada anak, berorientasi pada proses dan
mengembangkan pada kemampuan kolaborasi, bukan kompetisi. Untuk mengimbangi perbedaan
tersebut, maka dapat diwujudkan melalui profil pelajar pancasila. Profil pelajar pancasila
dalam pendidikan Indonesia dijabarkan ke dalam enam dimensia meliputi (1) beriman,
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; (2) mandiri; (3) bergotong-
royong; (4) berkebinekaan global; (5) bernalar kritis; dan (6) kreatif.
Keenam dimensi profil pelajar Pancasila perlu dilihat secara utuh sebagai satu kesatuan agar
setiap individu dapat menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan
berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Pendidik perlu mengembangkan keenam dimensi
tersebut secara menyeluruh sejak pendidikan anak usia dini. Pada jenjang Pendidikan Anak Usia
Dini, profil pelajar pancasila dapat diterapkan melalui kegiatan main yang dilakukan melalui
pembiasaan.
1) Pada dimensi pertama, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia, menuntun pelajar Indonesia dapat tumbuh menjadi pribadi yang
berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa Beberapa perwujudan
dimensi ini adalah peserta didik mampu mengenal adanya Tuhan Yang Maha Esa
melalui sifatsifat-Nya, mulai mencontoh kebiasaan pelaksanaan ibadah sesuai agama/
kepercayaannya, mengenal berbagai ciptaan Tuhan dan sebagainya
2) Pada dimensi kedua, yaitu mandiri, menuntun pelajar Indonesia yang bertanggung
jawab atas proses dan hasil belajarnya. Beberapa perwujudan dimensi ini pada peserta
didik adalah mampu mengenali kemampuan dan minat/kesukaan diri serta menerima
keberadaaan dan keunikan diri sendiri, Mengatur diri agar dapat menyelesaikan
kegiatannya hingga tuntas, berani mencoba, adaptif dalam situasi baru, dan mencoba
untuk tidak mudah menyerah saat mendapatkan tantangan dan sebagainya.
3) dimensi ketiga, yaitu bergotong royong, menuntun pelajar Indonesia agar mampu
melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang
dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Beberapa perwujudan dimensi ini
adalah peserta didik terbiasa bekerja bersama dalam melakukah kegiatan dengan
kelompok (melibatkan dua atau lebih orang), mengenali dan menyampaikan
kebutuhankebutuhan diri sendiri dan orang lain, melaksanakan aktivitas bermain
sesuai dengan kesepakatan bersama dan saling mengingatkan adanya kesepakatan
tersebut dan sebagainya
4) dimensi keempat, yaitu berkebinekaan global, menuntun pelajar Indonesia agar dapat
mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran
terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling
menghargai dan kemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak
bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Beberapa perwujudan dimensi ini adalah
peserta didik mampu mengenali identitas diri dan kebiasaankebiasaan budaya dalam
keluarga, mengenal identitas orang lain dan kebiasaankebiasaannya, membiasakan
untuk menghormati budaya-budaya yang berbeda dari dirinya, menjalin interaksi
sosial yang positif dalam lingkungan keluarga dan sekolah dan sebagainya.
5) dimensi kelima, yaitu bernalar kritis, menuntun pelajar Indonesia agar mampu secara
objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun
keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan
menyimpulkannya. Beberapa perwujudan dimensi ini adalah peserta didik terbiasa
bertanya untuk memenuhi rasa ingin tahu terhadap diri dan lingkungannya, mampu
mengidentifikasi danmengolah informasi dan gagasan sederhana, menyebutkan alasan
dari pilihan atau keputusannya, dan menyampaikan apa yang dipikirkan dengan
singkat.
6) dimensi keenam, yaitu kreatif, menuntun pelajar Indonesia agar mampu memodifikasi
dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak.
Contoh perwujudan dimensi ini adalah peserta didik mampu menggabungkan
beberapa gagasan menjadi ide atau gagasan sederhana yang bermakna untuk
mengekspresikan pikiran dan/atau perasaannya, mengeksplorasi dan mengekspresikan
pikiran dan/atau perasaannya dalam bentuk karya dan/atau tindakan sederhana serta
mengapresiasi karya dan tindakan yang dihasilkan serta mampu menentukan pilihan
dari beberapa alternatif yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai