Anda di halaman 1dari 7

FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

RANGKUMAN MENGAITKAN TOPIK V DENGAN TOPIK II

NAMA KELOMPOK 2 :
ANGGILIA JANI CRISTA
DWIKA MEIRAWATI
ELVIAH
FEBRY IQBAL SUHARNO

PROGRAM STUDI PENDIDIK PROFESI GURU PRAJABATAN


BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
RANGKUMAN TOPIK 2 DAN TOPIK 5
Topik 2
Ki Hadjar Dewantara (1879-1959) adalah seorang tokoh pendidikan Indonesia yang
memiliki pemikiran yang sangat penting dan mempengaruhi dunia pendidikan di Indonesia
hingga saat ini. Ki Hadjar Dewantara adalah seorang tokoh pendidikan Indonesia yang
terkenal dengan gagasannya tentang "pendidikan untuk semua". Beliau mendirikan Taman
Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada
anak-anak dari semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang kurang mampu.
Ki Hadjar Dewantara memandang pendidikan sebagai suatu proses pembebasan
manusia dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakmampuan. Beliau percaya bahwa
pendidikan harus memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya sehingga mampu menjadi manusia yang merdeka dan berkualitas.
Gagasan pendidikan Ki Hadjar Dewantara sangat erat kaitannya dengan konsep "jiwa
merdeka". Jiwa merdeka adalah keadaan di mana individu memiliki kebebasan untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya tanpa terikat oleh hambatan apapun, baik dari luar
maupun dari dalam diri individu tersebut.
Pemikiran pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, saya berpikir bahwa selama ini
saya hanya tahu sekilas tentang semboyan Ing Ngarso Sung Tulada, Ing Madya Mangunkarsa
dan Tut Wuri Handayani, tanpa mencari tahu makna yang begitu dalam yang terkandung di
dalamnya. Pendekatakan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk sebatas pemberian materi,
tugas dan pemberian sanksi akan menimbulkan ketidaknyamanan dan menghasilkan pribadi
pemberontak, cuek, malas, dan rendahnya daya juang serta jiwa berkompetisi dalam diri
anak.
Ki Hadjar Dewantara juga menekankan pentingnya nilai-nilai budaya dalam
pendidikan. Beliau menganggap nilai-nilai budaya sebagai suatu kekayaan yang harus
dipelajari dan dihargai oleh setiap individu, serta dijadikan sebagai landasan dalam
pembentukan karakter dan kepribadian. Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan
harus membantu individu untuk menjadi manusia yang merdeka, berkualitas, dan memiliki
kesadaran akan nilai-nilai budaya. Dengan demikian, pendidikan dapat berperan penting
dalam memajukan bangsa dan negara Indonesia.
Beberapa pemikiran penting Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan antara lain:
1. Pendidikan harus merdeka: Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus merdeka
dari pengaruh politik, agama, dan budaya asing. Ia menganggap bahwa pendidikan
yang merdeka adalah pendidikan yang menghargai dan memperkaya budaya dan
nilai-nilai lokal.
2. Pendidikan sebagai perekat bangsa: Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa pendidikan
dapat menjadi perekat bangsa dan mempersatukan masyarakat Indonesia yang
beragam. Oleh karena itu, ia mengembangkan konsep "kebudayaan Indonesia" yang
meliputi semua unsur budaya dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
3. Pendidikan sebagai proses pengembangan diri: Ki Hadjar Dewantara menganggap
bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk mengembangkan diri individu sehingga
mereka dapat mencapai potensi penuh mereka. Ia mengajarkan bahwa pendidikan
harus menempatkan peserta didik sebagai subjek dan bukan objek pembelajaran.
4. Pendidikan sebagai hak semua orang: Ki Hadjar Dewantara memperjuangkan hak
semua orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Ia menganggap bahwa
pendidikan bukan hak orang kaya atau orang pintar saja, melainkan hak setiap warga
negara.
5. Pendidikan sebagai proses seumur hidup: Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa
pendidikan tidak berhenti setelah seseorang lulus dari sekolah. Ia menganggap bahwa
pendidikan adalah proses seumur hidup yang terus berlangsung hingga akhir hayat.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pengembangan diri dan pembelajaran
sepanjang hayat.

Hal yang perlu dilakukan sebagai bentuk mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara
adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik anak, mulai dari kebiasaannya, gaya belajarnya,
kemampuan menyerap materi pelajaran, bakat atau minatnya, juga meminta pendapat
mereka tentang hal-hal yang menyebabkan ketidak nyamanan mereka untuk dapat
belajar dengan baik.
2. Merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
melaksanakan pembelajaran yang bemakna, menyenangkan dan merdeka.
3. Memberikan suasana kondisi belajar yang nyaman dan menyenangkan.
4. Menjadi teladan, pemberi semangat serta memberi dorongan dalam menanamkan nilai
karakter.
5. Melakukan pembiasaan dalam mengucapkan kata Maaf, Tolong dan Terima Kasih
sebagai bagian dari penanaman dan penguatan karakter.
6. Melakukan pendekatan secara emosional kepada peserta didik maupun orang tua
Guna mencari solusi terbaik disetiap kendala yang dihadapi anak dan bersama-sama
mengasah minat bakat mereka. Untuk dapat mengimplementasikan merdeka belajar yang
menghasilkan profil “Pelajar Pancasila” membutuhkan proses dan waktu, hal tersebut
bukanlah hal yang mudah, sudah waktunya untuk kita dapat melakukan perubahan-perubahan
hebat dalam proses Pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan tuntunan terbaik kepada
peserta didik. Peserta didik diberi kebebasan untuk bereksplorasi, berinovasi dan
mengembangkan potensi sesuai dengan kodratnya masing-masing. Dengan menerapkan 3
semboyan KHD yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut wuri
Handayani, dapat membantu Tugas kita sebagai pendidik dalam memberikan tuntunan,
arahan, serta bimbingan agar tujuan dari merdeka belajar dapat terwujud dengan baik.
Dalam Kombinasi Sistem, Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan
karakter yang kuat, seperti yang dilakukan dalam sistem among. Selain itu, pendidikan dalam
sistem ini juga harus mengembangkan keterampilan teknis dan sains yang dibutuhkan dalam
kehidupan modern. Sistem among diakui sebagai sistem pendidikan yang memiliki nilai-nilai
yang sangat penting dalam membangun karakter dan keterampilan praktis dalam kehidupan
sehari-hari. Namun, sebagai pendidik modern, Ki Hajar Dewantara melihat kekurangan
sistem among dalam memberikan pendidikan formal, dan mengusulkan penggabungan antara
sistem among dengan pendidikan formal modern untuk menciptakan pendidikan yang lebih
holistik dan berkualitas.
Sistem Among menuntut kesabaran dalam penerapannya, menyadari kekeliruan bahwa
selama ini memandang anak sebagai objek dalam pembelajaran, seharusnya merekalah
Subjek pembelajaran Merekalah pemegang kendali pembelajaran. Menyadari bahwa setiap
anak itu istimewa, unik, dan memiliki potensi dalam dirinya. Dari sini yang berubah adalah :
1. Membenahi mindset mulai dari diri sendiri. Dengan begitu saya berusaha memberikan
tauladan yang baik dari cara bersikap dan bertutur kata. Bahwasannya seorang anak
mengamati perilaku kita dan menirunya. Oleh sebab itu saya harus memiliki karakter
yang positif agar anak sebagai peniru lebih berkarakter positif.
2. Menggali kodrat dan minat bakat anak, menyadari bahwa setiap anak itu adalah unik
dengan segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Mulai belajar
menuntun, mengarahkan dan membimbing mereka sesuai kodrat mereka. Tidak
menjadikan KKM sebagai satu-satunya dasar pedoman berprestasi, melainkan bangun
segala sesuatu yang mereka miliki.
3. Memberikan kebebasan bagi peserta didik seperti memberi kesempatan pada peserta
didik untuk bebicara dan mengungkapkan perasaan serta ide ide peserta didik. Dengan
begitu kita sebagai pendidik bisa menuntun mereka kepada tujuan pembelajaran
sesuai kemauan mereka yang tentunya kemauan yang menumbuhkan sifat karakter
positif anak.
4. Berusaha menjadi Guru, Ibu, Teman, Sahabat dan fasilitator yang baik bagi mereka
sehingga muncul keterikatan emosional yang kuat dan ini lebih memudahkan
menuntun mereka sesuai kodrat mereka.
5. Tidak menerapkan sanksi/teguran tegas kepada peserta didik karena ini lebih
membuat mereka tertekan dan tidak merdeka. Berusaha menjadi penyejuk bagi
mereka yang dapat mengamongi mereka setiap saat baik dalam keadaan senang
maupun susah

Topik 5
Topik 5 tersebut membahas tentang pentingnya prinsip pendidikan yang
memerdekakan peserta didik dan bagaimana implementasinya pada pendidikan nasional di
Indonesia. Salah satu bentuk praktik belajar yang memerdekakan adalah dengan melibatkan
peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Topik tersebut juga membahas tentang
kurikulum merdeka yang telah diterapkan di Indonesia, yang mengharapkan peserta didik
memiliki keterampilan abad ke-21.
Mahasiswa yang belajar untuk menjadi guru abad 21 harus memperhatikan perubahan
zaman dan menyesuaikan metode pembelajaran dengan perkembangan teknologi dan
lingkungan dunia nyata dan maya. Pendidikan harus berpihak pada peserta didik dan
memerdekakan mereka dalam belajar sesuai dengan kodratnya. Topik ini juga menyinggung
tentang pentingnya sejarah dan filosofi pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik
serta bagaimana guru dapat membantu peserta didik keluar dari kegelapan ilmu pengetahuan,
wawasan, etika, dan keterampilan. Kurikulum menjadi pedoman bagi setiap insan pendidikan
untuk mencapai tujuan yang konkret dan jelas.
Dalam sebuah pendidikan ada sebuah prinsip yaitu pendidikan yang memerdekakan
adalah sebuah konsep pendidikan yang berfokus pada pemberian kebebasan kepada peserta
didik untuk mengembangkan potensi dirinya secara maksimal. Prinsip ini digagas oleh tokoh
pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Implementasi prinsip pendidikan yang
memerdekakan adalah melalui praktik pendidikan yang memerdekakan. Praktik pendidikan
yang memerdekakan mencakup beberapa hal, antara lain:
1. Peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran, ikut menentukan tujuan
belajar, cara belajar, proses evaluasi, dan refleksi pembelajaran.
2. Pendidikan dilakukan dengan memandang penting motivasi internal dan kesenangan
belajar untuk mengembangkan diri peserta didik.
3. Pembelajaran dilakukan dengan memfasilitasi pembelajaran sesuai dengan
karakteristik profil pelajar Pancasila dan keterampilan abad ke-21.
4. Guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing dalam proses pembelajaran.
5. Asesmen dilakukan dengan cara yang mendukung dan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menunjukkan kemampuan dan keberhasilannya dalam
proses belajar.
Praktik pendidikan yang memerdekakan telah diimplementasikan pada kurikulum
merdeka di Indonesia. Kurikulum ini tidak hanya menitikberatkan pada keterampilan
akademis, tetapi juga pada keterampilan abad ke-21 seperti keterampilan berpikir kritis,
kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara, pendidikan
harus memperhatikan aspek kultural dan sosial budaya setempat, sehingga peserta didik dapat
mengembangkan kearifan lokal dan memahami nilai-nilai budaya yang ada di sekitarnya. Hal
ini diharapkan dapat membantu peserta didik untuk menjadi manusia yang berkarakter baik
dan mampu berkontribusi bagi masyarakat dan negara.

Kaitan Topik 2 dan Topik 5


Pemikiran Ki Hadjar Dewantara memiliki kaitan yang erat dengan konsep pendidikan
yang memerdekakan. Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa pendidikan harus dilakukan
dengan cara yang memerdekakan peserta didik dari keterbelengguan budaya dan nilai-nilai
yang tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.
Salah satu konsep utama dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan
untuk memerdekakan. Konsep ini berarti bahwa pendidikan harus membantu peserta didik
untuk mencapai kebebasan dan mengembangkan dirinya secara optimal. Ki Hadjar
Dewantara juga menekankan pentingnya pendidikan karakter atau pendidikan yang
membentuk kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang bermoral dan bertanggung
jawab.
Konsep pendidikan yang memerdekakan juga terkait dengan prinsip-prinsip yang
dianut oleh Ki Hadjar Dewantara, seperti "Ing Ngarsa Sung Tulada", "Ing Madya Mangun
Karsa", dan "Tut Wuri Handayani". Prinsip-prinsip tersebut mengajarkan pentingnya
kesadaran, kemandirian, dan pengabdian dalam pendidikan. Dalam praktik pendidikan, Ki
Hadjar Dewantara menerapkan sistem pendidikan yang memerdekakan yang disebut sistem
among. Sistem ini menekankan pada penghargaan terhadap peserta didik sebagai individu
yang memiliki keunikan dan potensi masing-masing. Sistem among juga memberikan
kebebasan pada peserta didik untuk memilih jalur pendidikan dan mengembangkan minat dan
bakat mereka.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Ki Hadjar Dewantara
memiliki kaitan yang kuat dengan pendidikan yang memerdekakan, di mana pendidikan
harus memberikan kebebasan pada peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan
kodratnya sebagai manusia yang unik dan memiliki potensi masing-masing.
Seiring dengan berkembangnya zaman, pada saat ini pendidikan Indonesia telah
memasuki era abad 21. Pendidikan abad 21 merupakan suatu peralihan sistem pendidikan,
dimana kurikulum yang dikembangkan menuntun sekolah untuk mengubah pendekatan
pembelajaran menjadi student centered. Pendidikan abad 21 juga berfokus pada hasil output
sumber daya manusia yang memiliki keterampilan abad 21 yang mampu berpikir kritis,
kreatif, mampu berkomunikasi, dan berkolaborasi. Melalui pendidikan yang berpihak pada
peserta didik dan memerdekakan peserta didik diharapkan peserta didik mampu menguasai
keterampilan abad 21 sesuai dengan tuntutan zaman.
Dalam melaksanakan pendidikan yang berpihak pada peserta didik dan
memerdekakan peserta didik, guru perlu melaksanakan pembelajaran yang didasarkan pada
kebutuhan, minat, potensi, dan bakat peserta didik. Guru dapat melakukan proses
pembelajaran dengan pembelajaran berdiferensiasi sehingga segala kebutuhan belajar peserta
didik dapat terpenuhi. Selain itu, guru juga perlu menyesuaikan pembelajaran dengan
perkembangan zaman saat ini, yang mana perkembangan pendidikan telah berada di era abad
21. Sebagai fasilitator guru perlu menuntun perkembangan anak di era perkembangan
teknologi saat ini agar tidak terjerumus ke arah negatif. Guru perlu membimbing, menuntun,
dan memberi arahan kepada siswa untuk dapat menjadi manusia atau anggota masyarakat
yang kompeten di era abad 21. Dengan demikian, meskipun pembelajaran saat ini sudah
berbasis teknologi, namun pendidikan anak tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan
nasional.
Menelaah praktik baik mengenai keberpihakan dan memerdekakan peserta didik
dalam pendidikan, perlu adanya tuntunan dari guru dalam pembelajaran di kelas. pendidikan
yang memerdekakan adalah melalui praktik pendidikan yang memerdekakan. Praktik
pendidikan yang memerdekakan mencakup beberapa hal, antara lain:
1. Peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran, ikut menentukan tujuan
belajar, cara belajar, proses evaluasi, dan refleksi pembelajaran.
2. Pendidikan dilakukan dengan memandang penting motivasi internal dan kesenangan
belajar untuk mengembangkan diri peserta didik.
3. Pembelajaran dilakukan dengan memfasilitasi pembelajaran sesuai dengan
karakteristik profil pelajar Pancasila dan keterampilan abad ke-21.
4. Guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing dalam proses pembelajaran.
5. Asesmen dilakukan dengan cara yang mendukung dan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menunjukkan kemampuan dan keberhasilannya dalam
proses belajar.

Sebagai guru profesional perlunya memahami praktik keberpihakan dan memerdekakan


peserta didik dalam pembelajaran dengan mengetahui tentang dunia pendidikan yang
terbaru yang ada di Indonesia. Kaitannya dengan kurikulum saat ini sudah sangat
mengacu kepada era abad 21, keberpihakan dan memerdekakan peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai