Disusun oleh :
Masruri (23104160002)
Toni Widyantara (23104160063)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Filosofi Pendidikan Indonesia ini dengan lancar. Penyusunan laporan
ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia.
Penyusunan makalah ini melibatkan berbagai pihak, oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Dr. Hedi Ardiyanto Hermawan, S.Pd., M.Or. selaku Koordinator PPL PPG
Prajabatan PJKR UNY.
4. Bapak Fathan Nurcahyo, M. Or. selaku pengampu mata kuliah Filosofi
Pendidikan Indonesia
Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik untuk
pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah kata yang sudah sangat akrab dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan diartikan sebuah usaha sadar dan sistematis
yang bertujuan untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Pendidikan memiliki
kaitan yang erat dengan setiap perubahan sosial, baik berupa dinamika
perkembangan individu maupun proses sosial dalam hitungan skala yang lebih
luas. Pendidikan diartikan sebagai pengembangan paradigma intelektual. Dalam
paradigma ini, peserta didik diharapkan akan memiliki kesiapan mental dan
kemampuan teoritik dalam menjalani kehidupannya yang selalu berubah dalam
kompleksitas modern. Pendidikan merupakan wahana penting dan media yang
efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos
kerja dikalangan warga masyarkat. Pendidikan dapat juga menjadi bagian dari
instrument untuk membangun dan memupuk kepribadian bangsa, memperkuat
identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa. Pendidikan dapat menjadi
wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif sebagai warga dengan
mengukuhkan ikatan-ikatan social, tetap menghargai keragaman budaya, ras,
suku-bangsa, agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan di
Indonesia?
2. Bagaimana kepemimpinan yang di lakukan di Indonesia?
3. Bagaimana rumpun ilmu kependidikan?
4. Bagaimana tinjauan filosofi pendidikan?
5. Bagaimana ilmu pengetahuan untuk pendidikan dan peradaban?
BAB II
A. Kajian Teori
1. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD) bahwa pendidikan dan
pengajaran memiliki arti yang berbeda. Ki Hajar Dewantara menyatakan
bahwa Pendidikan (opvoeding) adalah memberi tuntunan terhadap segala
kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya baik sebagai seorang manusia
maupun sebagai anggota masyarakat. Sedangkan Pengajaran merupakan
proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan
hidup anak secara lahir dan batin. Sehingga pendidikan dan pengajaran
merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan
hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya
dalam arti yang seluas- luasnya.
Ki Hadjar Dewantara juga menjelaskan bahwa Pendidikan adalah
tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat dan
meyakini bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab
maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya.
Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai
kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan kepada generasi
berikutnya . Oleh karena itu untuk menghasilkan manusia yang berbudaya
maka pendidikan tidak boleh terserabut dari akar budaya kearifan lokal
yang menjadi identitas kita sebagai warga bangsa. Maka sudah merupakan
sesuatu yang tepat dan penting apabila program pendidikan sekarang ini
yang menitik beratkan pada bagaimana supaya generasi muda bangsa ini
disamping memiliki kompetensi intelektual tetapi juga memiliki
kompetensi sikap atau karakter yang sejalan dengan nilai-nilai agama dan
budaya yang telah mengkristal di dalam nilai-nilai pancasila sebagai dasar
negara kita yang telah menjadi pandangan hidup bagi setiap warga bangsa
Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara juga mengatakan bahwa hendaknya pendidik
atau guru untuk tetap terbuka atau melakukan berbagai pembaharuan tetapi
tetap harus waspada terhadap perubahan yang terjadi. Kita boleh meniru
atau mengadopsi sesuatu yang datang dari luar tetapi kita harus
mempertimbangkan bahwa Indonesiajuga memiliki potensi-potensi
kultural yang dapat dijadikan sebagi sumber belajar. Hal ini juga sejalan
dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang mengelaborasi pendidikan
terkait kudrat alam dan kudrat jaman. Kita diberi kebebasan utnuk
melakukan pembaharauan yang disesuaikan dengan kepentingan atau
kebutuhan murid sesuai dengan kudrat alam dan kudrat jaman tetapi
jangan sampai meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal yang sesuai dengan
dasar atau asas kebangsaan yang tidak bertentangan dengan sifat-sifat
kemanusiaan.
Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini terdapat konsep
merdeka belajar yang telah dicanangkan oleh mas menteri pendidikan
Nadiem Anwar Makariem yang dilanjutkan dengan diterapkannya
kurikulum merdeka. Merdeka belajar adalah belajar yang diatur sendiri
oleh pelajar, pelajar yang menentukan tujuan, cara dan penilaian
belajarnya. Dari sudut pandang pengajar atau guru merdeka belajar berarti
belajar yang melibatkan murid dalam penentuan tujuan, memberi pilihan
cara, dan melakukan refleksi terhadap proses dan hasil belajar. Kenapa
merdeka belajar? Dengan merdeka belajar murid akan lebih mandiri
mengerjakan tugas belajar, tahan menghadapi kesulitan, serta adaftif
menghadapi perubahan.
Konsep ini seiring dan sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar
Dewantara yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun
segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu
hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak. Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak,
peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu
seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani di lahan
yang telah disediakan. Dengan demikian bahwa peran pendidik atau guru
adalah menuntun murid agar dapat mengembangkan potensi kodrat yang
mereka miliki, murid hendaknya diberi kebebasan atau kemerdekaan untuk
memilih cara mana yang mereka sukai untuk mengembangkan potensi
kudratinya. Disamping itu juga mengandung makna bahwa seorang guru
diberi kebebasan untuk menuntun muridnya dengan berbagai metode atau
cara yang tentunya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan murid.
Seiring dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut maka
dalam paradigma baru pembelajaran saat ini dikembangkanlah
pembelajaran yang berpusat pada murid (student center) bukan lagi
berpusat pada guru (ticher center) dimana murid harus dijadikan sebagai
subyek atau pembelajar. Kegiatan pembelajaran tidak lagi menjadikan
guru sebagai satu-satunya sumber belajar atau kegiatan pembelajaran tidak
lagi hanya aktivitas memindahkan pengetahuan guru kepada murid, tetapi
jauh dari itu yaitu murid harus terlibat aktif menjadi pembelajar,
membangun pengetahuan sendiri dengan bantuan dari guru dan berbagai
sumber belajar lainnya sehingga pengetahuan atau pengalaman belajar
yang diperoleh menjadi sangat bermakna.
Agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan apa
yang menjadi kebutuhan dan berpusat pada murid maka perlu menerapkan
pembelajaran yang berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah
usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi
kebutuhan belajar individu setiap murid. Oleh karena itu untuk dapat
melaksanakan pembelajaran yang berdiferensiasi guru harus melakukan
pemetaan atau identifikasi terlebih dahulu terhadap tiga aspek kebutuhan
belajar murid yaitu; kesiapan belajar murid, minat belajar murid, dan profil
belajar murid. Apabila ini sudah dilakukan maka selanjutnya adalah
melakukan kegiatan belajar mengajar yang berdiferensiasi dengan
menyiapkan variasi pendekatan pembelajaran ditengah keberagaman
karaktersitik murid yang ada. Hal ini menuntut kreatifitas atau inovasi dari
guru untuk melakukannya.
2. Kepemimpinan Di Indonesia
Kepemimpinan adalah konsep manajemen dalam kehidupan yang
penting untuk diterapkan dalam kehidupan. Konsep filososif
kepemimpinan oleh Ki Hadjar Dewantara ada tiga, yaitu Ing Ngarsa Sung
Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. Ketiga kalimat
tersebut apabila diartikan adalah “di depan memberi teladan, di tengah
memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan”.
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing Ngarsa Sung Tuladha memiliki makna jika seseorang yang
berada di depan, harus dapat memberi contoh kepada orang di
belakangnya. Artinya ketika Anda menjadi seorang pemimpin maka harus
dapat menjadi contoh yang baik bagi tim dan karyawan Anda. Tim Anda
tidak hanya memperhatikan perilaku Anda secara pribadi, namun meliputi
nilai-nilai budaya yang tertanam dalam diri Anda.
2. Ing Madya Mangun Karsa
Ing Madya Mangun Karsa memiliki makna Anda yang berada di
tengah harus mampu menempatkan diri dan menyemangati. Sebagai
seorang pemimpin, ketika Anda berapa diantara tim Anda, Anda harus
dapat memberi semangat, motivasi, dan energi.
3. Tutwuri Handayani
Tutwuri Handayani mempunyai arti seorang pemimpin harus dapat
memberikan dorongan dan arahan. Sebagai seorang pemimpin Anda harus
mampu memberikan arahan pada agar sejalan dengan visi, misi, dan
strategi yang ditetapkan.
a) Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai
suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya
membentuk suatupola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya
kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Davis dan Newstrom dalam Aspizain Chaniago (2015).
Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan
seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal
sebagai gaya kepemimpinan.
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan
kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala
pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang
otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang
telah diberikan. Gaya Kepemimpinan Otoriter Adalah gaya pemimpin
yang telah memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang ingin
diambil dari dirinya sendiri dengan secara penuh. Segala pembagian tugas
dan tanggung jawab akan dipegang oleh si pemimpin yang bergaya
otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya sekedar melaksanakan
tugas yang sudah diberikan. Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya
mengarah kepada tugas. Artinya dengan adanya tugas yang telah diberikan
oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari
lembaganya ini mesti diproyeksikan dalam bagaimana ia dalam
memerintah kepada bawahannya agar mendapatkan kebijaksanaan tersebut
dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah menjadi suatu mesin
yang hanya sekedar digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri,
inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tidak pernah sekalipun
diperhatikan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah suatu kemampuan dalam
mempengaruh orang lain agar dapat bersedia untuk bekerja sama dalam
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dengan berbagai cara atau kegiatan
yang dapat dilakukan dimana ditentukan bersama antara bawahan dan
pimpinan. Gaya tersebut terkadan disebut sebagai gaya kepemimpinan
yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan adanya
kesederajatan, kepemimpinan partisipatif atau konsultatif. Pemimpin yang
berkonsultasi kepada anak buahnya dalam merumuskan suatu tindakan
putusan bersama. Adapun ciri-ciri dari gaya kepemimpinan demokratis ini
yaitu memiliki wewenang pemimpin yang tidak mutlah, pimpinan bersedia
dalam melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan, kebijakan dan
keputusan itu dibuat bersama antara bawahan dan pimpinan, komunikasi
dapat berlangsung dua arah dimana pimpinan ke bawahan dan begitupun
sebaliknya, pengawasan terhadap (sikap, perbuatan, tingkah laku atau
kegiatan) kepada bawahan dilakukan dengan wajar, prakarsa bisa datang
dari bawahan atau pimpinan, bawahan memiliki banyak kesempatan dalam
menyampaikan saran atau pendapat dan tugas-tugas yang diberikan kepada
bawahan bersifat permintaan dengan mengenyampingkan sifat instruksi,
dan pimpinan akan memperhatikan dalam bertindak dan bersikap untuk
memunculkan saling percaya dan saling menghormati.
3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di
mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan
penyelesaian masalah yang dihadapi. Gaya ini akan mendorong
kemampuan anggota dalam mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan
kontrol yang telah dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya tersebut hanya
dapat berjalan jika bawahan mampu memperlihatkan tingkat kompetensi
dan keyakinan dalam mengejar tujuan dan sasaran yangcukup tinggi.
Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali dalam
menggunakan kekuasaannya atau sama sekali telah membiarkan anak
buahnya untuk berbuat dalam sesuka hatinya.
B. Pembahasan
Dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) tentang pendidikan
adalah melihat pendidikan sebagai alat untuk membebaskan manusia dan
membangun karakter serta kecerdasan yang holistik. KHD menekankan
pendidikan yang berpusat pada anak, menghargai hak-hak mereka, dan
mengembangkan potensi individu
Berdasarkan teori kepemimpinan yang dicetuskan oleh Ki Hajar
Dawantara bahwa Ing ngarsa sung tuladha. Filosofi ini memiliki arti
bahwa seseorang yang berada di garis depan atau seorang pemimpin, harus
bisa memberi contoh kepada para anggotanya. Seorang leader akan dilihat
oleh followernya sebagai panutan. Follower tidak hanya memperhatikan
perilaku dari seorang leader secara pribadi, namun juga meliputi sejauh
mana nilai-nilai budaya organisasi telah tertanam dalam diri leadernya,
bagaimana cara leadernya dalam mengatasi masalah, sejauh mana leader
berkomitmen terhadap organisasi, sampai kerelaan seorang leader untuk
mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadinya.
Ing madya mangun karsa. Filosofi ini berarti bahwa seorang leader harus
mampu menempatkan diri di tengah-tengah followernya sebagai pemberi
semangat, motivasi, dan stimulus agar follower dapat mencapai kinerja
yang lebih baik.
Kepemimpinan pada hakikatnya merupakan kemampuan yang
dimiliki seseorang untuk membina, membimbing, mengarahkan dan
mengerakkan orang lain agar dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemimpin perlu
melakukan serangkaian kegiatan diantaranya adalah mengarahkan orang-
orang yang terlibat dalam organisasi yang dipimpinnya. Dengan kata lain
tercapai atau tidak tujuan suatu organisasi sangat tergantung pada
pimpinannya.
Dalam konteks Pendidikan terdapat gaya kepemimpinan.
Kepemimpunan otoriter, pemimpin bertindak sebagai dictator terhadap
anggota kelompok, Laissez-faire Pemimpin tidak memberikan
kepemimpinannya, melainkan membiarkan bawahannya berbuat
sekehendaknya. Tipe Demokratis Kepemimpinannya bukan sebagai
dictator, tapi di tengahtengah anggota kelompoknya. Pemimpin berusaha
menstimulus anggotanya agar bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan bersama. Gaya kepemimpinan dari masa ke masa berbeda, era
sekarang mengunakan kepemimpinan demokratis ini mengedepankan
keterbukaan dan kesetaraan bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi
dan mengemukakan pendapat yang dimilikinya untuk dibuat suatu
keputusan atau kebijakan yang strategis.
Pada hakikatnya pengetahuan lahir ketika manusia pertama kali ada, karena segala
sesuatu yang kita ketahui dapat disebut pengetahuan. Dan telah kita ketahui pula,
bahwa
sumber ilmu pengetahuan adalah philosophia (filsafat). Baik ilmu-
ilmualam maupun
ilmu-ilmu sosial ditilik dari pengembangannya bermula dari ilmufilsafat
Pada hakikatnya pengetahuan lahir ketika manusia pertama kali ada, karena segala
sesuatu yang kita ketahui dapat disebut pengetahuan. Dan telah kita ketahui pula,
bahwa
sumber ilmu pengetahuan adalah philosophia (filsafat). Baik ilmu-
ilmualam maupun
ilmu-ilmu sosial ditilik dari pengembangannya bermula dari ilmufilsafat
Pada hakikatnya pengetahuan lahir ketika manusia pertama kali ada, karena segala
sesuatu yang kita ketahui dapat disebut pengetahuan. Dan telah kita ketahui pula,
bahwa
sumber ilmu pengetahuan adalah philosophia (filsafat). Baik ilmu-
ilmualam maupun
ilmu-ilmu sosial ditilik dari pengembangannya bermula dari ilmufilsafat
Pada hakikatnya pengetahuan lahir ketika manusia pertama kali
ada, karena segala sesuatu yang kita ketahui dapat disebut pengetahuan.
Dan telah kita ketahui pula, bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah
philosophia (filsafat). Baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial
ditilik dari pengembangannya bermula dari ilmu filsafat. Dari filsafat
itulah muncul rumpun ilmu yang mendasari berkembangnya ilmu
kependidikan seperti rumpun ilmu agama, rumpun ilmu humaniora,
rumpun ilmu social, rumpun ilmu alam, rumpun ilmu formal, rumpun ilmu
terapan. Pendidikan sendiri memiliki tinjauan filosofi yang berarti bahwa
pendidikan adalah proses aktif seseorang yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi diri agar dapat berguna bagi diri, masyarakat,
dan bangsa.
Tinjauan filosofi tentang pendidikan sendiri dibagi menjadi tiga
cabang yang melandasi teori-teori tentang pendidikan yaitu aksiologi,
ontologi, dan epistimologi. Secara aksiologi, pendidikan yaitu bagaimana
seseorang individu dapat menggunakan ilmu yang dimiliki untuk
mencapai tujuan yang baik dengan cara yang sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Pendidikan dilihat secara ontologi
menggambarkan pendidikan yang memanusiakan manusia, artinya
pendidikan yang ramah manusia dimana pendidikan tersebut dapat
dipisah-pisahkan menurut bidang ilmunya. Dalam kajian epistimologi
pendidikan diartikan sebagai cara atau metode yang berkaitan dengan apa
itu pengetahuan, dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut.
Ilmu pengetahuan menjadi dasar dalam pendidikan dan sumber
utama beradaban bangsa. Maju atau tidaknya suatu bangsa diawali dengan
perhatian masyarakat akan pentingya ilmu pengetahuan. Bangsa Indonesia
pada era globalisasi ini sangat bergantung dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga IPTEK sangat penting dan perlu mendapat perhatian
guna menjalani kehidupan yang lebih baik. Dalam membangun peradaban
hidup, masyarakat harus membangun sumber daya manusia yang terampil
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbudaya dan bermoral
yang berakar pada nilai agama. Selain itu, masa depan pendidikan di
Indonesia dapat dipikirkan dalam kerangka kerja yang lebih luas untuk
mendukung lahirnya sebuah beradaban baru (manusia masa depan)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara
menekankan pembelajaran yang berpusat kepada siswa dan konsep
filososif kepemimpinan oleh Ki Hadjar Dewantara ada tiga, yaitu Ing
Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani.
Gaya kepempimpinan dari masa ke masa berbeda, era sekarang yaitu
mengunakan gaya kepemimpinan demokratis.
Pendidikan memiliki peran penting dalam mewujudkan peradaban
suatu bangsa, ketika pendidikan semakin bermutu maka yang didapatkan
adalah kemajuan, kesejahteraan, serta ketentraman. Untuk mencapai
pendidikan yang maju dan berkelanjutan, ilmu pengetahuan menjadi dasar
dalam pendidikan dan sumber utama bangsa.
B. Saran
1. Menerapkan pembelajaran yg mencerminkan pemikiran Ki Hajar
Dewantara
2. Dalam memimpin, khususnya untuk di Indonesia perlu menerapkan
tipe kepemimpinan yang tepat dan sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Salsabilla, B., Lestari, F. I., Erlita, M., Insani, R. D., Santika, R., Ningsih, R.
A., ... & Mustika, D. (2022). Tipe dan Gaya Kepemimpinan Pendidikan. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 6(2), 9979-9985..