Anda di halaman 1dari 17

TOPIK DAN PENANDA TOPIK WACANA

Dosen Pengampu :
Dra. Ngudining Rahayu, M.Hum.

Disusun oleh Kelompok 3 :

1. Radiatul Insani (A1A017048)


2. Ade Oktasari (A1A017056)
3. Dita Oktaviana Pratama (A1A017057)
4. Jaka Aprianda (A1A017073)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
Kata Pengantar

Assalammualaikum.Wr.Wb

Pertama-tama dan yang paling utama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat
ALLAH SWT , karena berkat rahmat dan hidayah -Nya lah sehingga kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini yang berjudul Topik dan Penanda Topik Wacana
Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya dan tentunya kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam makalah ini,untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan dari para pembaca.

Demikian yang dapat kami sampaikan. kami ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum.Wr.Wb

Bengkulu, februari 2020

Kelompok
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................................6
PENDAHULUAN...............................................................................................................................6
A. Latar Belakang.....................................................................................................................6
A. Rumusan Masalah...............................................................................................................7
B. Tujuan Penulisan.................................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................................8
PEMBAHASAN.................................................................................................................................8
A. TOPIK DAN PENANDA TOPIK WACANA...............................................................................8
B. Topik wacana percakapan.................................................................................................11
BAB III............................................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................................17
B. Saran.................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wacana akan muncul jika ada topik yaitu hal inti yang
dibicarakan. Djawanai (dalam Baryadi 2002: 54) mengungkapkan bahwa
wacana berisi kesatuan topik (topic unity). Jika kita setuju terhadap pandangan
bahwa wacana merupakan ”jaringan” atau ”tenunan” unsur-unsur
pembentuknya, maka yang menjadi pangkal dan ujung jaringan atau tenunan
tersebut adalah topik. Topik menjadi pangkal terbentuknya jaringan bagian-
bagian suatu wacana. Sebaliknya, jaringan bagian-bagian wacana mengarah
ke satu topik sehingga membentuk kesatuan topik.
Topik merupakan bagian inti atau perihal yang dibicarakan dalam
sebuah wacana. Topik secara teoritis dapat digambarkan sebagai dalil
(proposisi), sebagai bagian dari informasi penting dari suatu wacana,
memainkan peranan penting sebagai pembentuk kesadaran sosial. Topik
menunjukkan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin
disampaikan oleh komunikator. Menurut Baryadi (2002: 60), topik memiliki
kedudukan sentral dalam wacana. Oleh karena itu, kedudukan topik selalu
diacu dan dipertahankan oleh kalimat-kalimat sehingga menimbulkan apa
yang disebut kesinambungan topik
A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu:

1. Bagaimana Topik dan Penanda Topik Wacana?


2. Bagaimana Topik Wacana Percakapan ?

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah adalah:

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Topik dan Penanda Topik Wacana
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Topik Wacana Percakapan
BAB II

PEMBAHASAN

A. TOPIK DAN PENANDA TOPIK WACANA

Dalam percakapan sehari-hari dan dalam berbagai macam tulisan kita sering
menemukan atau mendengarkan kata atau istilah topik disebutkan atau dituliskan. Misalnya,
seseorang memberikan komentar terhadap suatu diskusi atau perbincangan yang sedang
berlangsung, “harus jelas dulu topikya apa supaya pembicaraan kita tidak melantur kemana-
kemana”. Kita bisa memahami bahwa kata topik dalam kalimat itu berarti sesuatu yang
penting, gagasan atau ide yang utama akan dibahas atau didiskusikan, atau sesuatu yang akan
dan sedang dibicarakan. Topik berkaitan secara etimologis dengan kata topi yang berarti
tempat. Dalam kegiatan menulis, topik dapat diartikan sebagai pokok pembahasan.

Topik menunjuk kepada penutur, orang atau orang-orang yang berdiskusi, dan bukan
mununjuk pada bagian kalimat atau bagian teks. Bron dan Yule ( 1996 : 70-71) memberikan
ilustrasi yang menarik mengenai batasan topik sebagai berikut :

Maka, istilah topik, seperti terdapat dalam deskripsi-deskripsi sstruktur kalimat, pada
dasarnya adalah istilah yang mengidentiikasikan suatu konstituen kalimat tertentu. Dengan
begitu, istilah tersebut dapat dipakai dalam studi tentang wacana oleh grimes (1975:337)
misalnya, untuk mendiskripsikan metode-metode berbeda yang dipakai dalam berbagai
bahasa untuk menandai “konstituen topik“. Oleh givon (1979) itu juga dipakai dalam
pendpatnya bahwa perkembangan suatu bahasa, subjek-subjek kalimat diturunkan oleh topik
gramatikal.

Akan tetapi, untuk saat ini kami tidak berurusan dengan struktur satuan-satuan bahasa yang
dapat dibandingkan dengan kalimat tunggal. Kami jugatidak memperhatikan topik sebagai
konstituen gramatikal macam apapu. Terutama kami tertarik pada pengertian preteoritis
umum mengenai topik sebagai apa yang sedang dibicarakan pada percakapan. Tipe topik ini
kemungkinan tidak dapat diidentiikasikan sebagai satuan kalimat. Oleh karena itu, kami
sependapat dengan mirgan 1975:434 bahwa bukan kalimatlah yang memiliki topik
melainkan penutur.

Dalam upaya memberikan batasan atau pengertian yang memadai dan


membedakannya dengan topik kalimat para ahli gramatikal memakai istilah topik wacana.
Istilah ini digunakan untuk menghindarkan perlakuan terhadap “Topik” dalam meneliti
wacana yang seolah-olah dapat dinyatakan dengan rase nomina tunggal seperti yang sering
terjadi dengan topik kalimat ( lihat misalnya Lyons, 1977:502). Topik wacana adalah suatu
proposisi (yaitu pernyataan tertentu) yang dibuat atau dikeluarkan mengenainya.
Implikasinya ialah bahwa pada setiap bagian wacana percakapan tertenulah ada proposisi
tunggal yang merealisasikan topik wacana seluruh bagian itu. Meskipun pandangan ini
terlalu simplistik, mengingat topik kemudian dapat dijadikan sebagai judul.

Dalam banyak kasus wacana tulis, “topik” wacana barangkali ekuivalen dengan judul
teksnya, sepanjang judul teks dinyatakan secara tepat. Tetapi tidak tertutup kemungkinan
bahwa dalam banyak wacana, “topik” tidak ekuivalen dengan judul teksnya. Setiap cara yang
berbeda untuk menyatakan topiknya akan merealisasikan secara efekti penilaian yang
berbeda mengenai apa yang ditulis ( atau apa yang dibicarakan) dalam teks. Brown dan Yule
sependapat bahwa topik wacaan dapat didefinisikan sebagai suatu parafrase yang mungkin
dari serangkaian ujaran.

Judul merupakan perincian atau penjabaran dari sebuah topik. Judul bersifat lebih khusus
dan lebih rinci dan sering telah menyiratkan persoalan yang akan dibahas atau dibicarakan.
Judul lazimnya digunakan untuk nama sebuah buku, bab dalam buku, kepala berita, artikel
ilmiah; dan menjadi identitas suatu wacana yang bersifat mejelaskan diri.

Contohnya :

TEMA AKSARA IDENTITAS BANGSA:

Meneguhkan Jati Diri Kebinekaan Indonesia

TOPIK I Konsep Kepemimpinan Tauladan Pemimpin Nusantara


Judul 1.1 “Mirror Or Princes” di era Pakubuwono IX. ( 1861-1893) : Manual
kepemimpinan dalam kitab siroj al muluk karya Abu Bakar Muhammad Ibm Al-
Wahid Al-ihri Al-turtushi (451-520/1059-1126)

Judul 1.2 Suluk iwak teluh siri sanunggal dalam naskah “syahtariah wahmuhamadiyah” di
Cirebon

TOPIK II Jurnalisme Dalam Naskah Nusantara

Judul 2.1 Laporan pristiwa pada masa amangkurat I dari sebuah naskah merapi merbabu
piulang estri sebagai bentuk reportase tentang perempuan Jawa

Judul 2.2 Surat-surat Teungku Pangeran siak : sebuah reportase perjalanan untuk Rales

TOPIK III Kearian Lokal Dalam Kebudayaan Tulis Nusantara

Judul 3.1 Proses membantik dalam naskah Bab sinjang

Judul 3.2 Pemertahanan bahasa Madura kitabi dalam manuskrip ratib hadad di Pesantren.

Judul 3.3 Praktik etnomedisin dalam manuskrip obat-obatan tradisional Melayu

TOPIK IV Tradisi Tulis Nusantara Dan Budaya Bahari

Judul 4.1 Penasiran tanda-tanda laut melalui pemaknaan hari dalam naskah melayu aceh
koleksi teungku Nurdin Aceh Utara

Judul 4.2 Samadining Anglayaraken anak mitra : antara lautan dan pegununga

Judul 4.3 Orang laut, Bajak Laut dan raja laut : Dinamika kehidupan dan kekuasaan dalam
naskah kontrak sultan-sultan Palembang Abad XVIII-XIX

Pemahaman kita terhadap topik wacana dapat kita bentuk melaui pengalaman kita
terhadap kerangka topik. Oleh Brow dan Yule (1996 : 75) kerangka topik didefinisikan
sebagai kerangka konteks yang didalamnya topik disusun. Kerangka topik terdiri atas unsur-
unsur yang dapat berasal dari konteks fisik dan dari medan wacana setiap bagian wacana.
Pembicaraan mengenai topik berkaitan dengan terpusat pada isi wacana. Dalam suatu
wacana ( baik lisan maupun tulis) isi yang dimaksud ditampilkan secara fisik, dan ini
berhubungan dengan bagaimana hal itu disusun atau disampaikan. Segi formal isi berupa
penanda-penanda limguistik yang memberi batas-batas isi atau topik.

Batas-batas penanda topik berlaku baik untuk wacana lisan maupun wacana tulis.
Dalam wacana tulis, pembatas formal yang menandai penanda topik wacana mudah diamati.
Sebab, wacana tulis bisa kita lihat wujud dan bentuknya. Perbedaan-perbedaan visual dan
bagian dari wacana tulis langsung terlihat dan bisa ditandai. Berbeda halnya dengan wacana
lisan. Kiat hanya bisa mendengar wacana lisan dan tidak dapat melihat bentuk atau
wujudnya sehingga tidak sulit untuk menetapkan batas-batas penanda topik wacana lisan
meskipun kita tetap dapat menetapkan batas-batas penanda topik yang dimaksud.

Topik wacana bertalian dengan apa yang sedang dibicarakan, dalam kaitan ini baik
dalam wacana lisan ( misalnya percakapan) maupun dalam suatu kerangka atau tulisan ( atau
wacana tulis). Topik bukanlah judul dan tema wacana. Topik wacana adalah suatu proposisi
( yaitu pernyataan tertentu yang dibuat atau dikeluarkan tentang wacana tersebut). Pada
setiap bagian wacana percakapan tentulah ada proposisi tunggal yang merealisasikan topik
wacana seluruh bagian itu. Dalam banyak kasus wacana tulis topik wacana barangkali
ekuivalen dengan judul teksnya, sepanjang judul teks dinyatakan secara tepat. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa dalam banyak wacana topik tidak ekuivalen dengan judul
teksnya. Judul merupakan perincian atau penjabaran dari sebuah topik. Judul bersifat lebih
khusus atau lebih rinci, dan telah menyiratkan persoalan yang akan dibahas atau akan
dibicarakan.

Dalam wacana tulis penanda topik wacana dan batas-batasnya dapat secara jelas dan
dapat diidentifikasi. Batas-batas itu disebut paragraf yang dalam penulisan ditandai dengan
indensasi. Dalam wacana lisan, penanda dan batas-batas penanda topik wacana ditandai
dengan ciri-ciri prosodi, intonasi, nada dan jeda.

C. Topik wacana percakapan

Pemilihan topik yang dikembangkan dalam percakapan dalam dipengaruh oleh norma
/ budaya yang berlaku dalam masyarakat. Selain ditentukan oleh norma / budaya, topic
percakapan yng dipilih juga ditentukan oleh faktor situasional. Situasi yang terjadi di
sekitar terjadinya percakapan itu mempunyai peranan penting dalam pemilihan topik. Oleh
karena itu, seorang analis harus memperhatikan hal-hal disekitar peristiwa percakapan
(konteks) dan koteks (Brown dan Yule). Topik percakapan dibedakan menjadi :
1. Topik lama dan baru
Dalam percakapan para penutur biasanya memperhatikan masalah urutan lama-baru
tersebut. Informasi atau topik yang telah dibicarakan merupakan topik yang
dikelompokkan sebagai lama. Dalam percakapan sehari-hari, berdasarkan penelitian
Keenan dan Schieffelin, pendengar menuntut agar pembicara dalam percakapan
menggunakan pola urtan topik lama-baru. Hal itu sangat penting untuk membentuk
praduga (presupposition). Untuk mengetahui apakah pendengar telah memahami atau
belum, pembicara dapat mengetahuinya dengan berbagai macam cara, misalnya dengan
melihat tanggapan pendengar (contohnya sebagai tanda belum dapat memahami
pendengar mengucapkan uh, tidak, atau menggeleng kepala). Biasanya untuk memancing
tanggapan yang positif dari pendengar, sebelum memulai percakapan, seorang pembicara
dapat menggunakan pertanyaan, seperti pertanyaan : “Apakah kau ingat?” dan
sebagainya (Keenan dan Schieffelin).
2. Topik nyata
Merupakan topik yang referensinya seperti yang dirujuk dengan kata-kata yang
digunakan dalam ujaran. Topik nyata itu seperti contoh berikut ini :
Ayah : “Bapak pergi dulu.”
Anak : “Rani suka dipangku.”
Ayah : “Sebentar saja. Bapak segera pulang.”
Anak : “Sekarang musim gelang yang ada namanya.”
Ayah : “Biar Bapak yang beli.”
Anak : “Rani bisa nulis Pak.”
Ayah : “Bagus, tapi bapak saja yang beli.”
Pada contoh di atas merupakan pertukaran yang membicarakan topik yang dibicarakan
adalah gelang yang ada namanya.
Topik nyata itu dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1) Topik yang referensinya ditunjuk
Topik ini membicarakan tentang hal-hal yang ditunjuk dan merupakan bahan atau
topik pembicaraan yang menarik. Contoh :
Konteks : Guru TK yang menunjukkan gambar pemandangan alam
kepada siswanya.
Guru : “Ini gambar apa, anak-anak?”
Siswa : “Pohon!”
Guru : “Siapa yang membuat?”
Siswa : “Gusti Allah.”
Topik yang dibicarakan pada penggalan percakapan di atas adalah gambar pohon.

2) Topik yang referensinya dipegang


Pada saat melakukan percakapan, hal-hal yang dipegang sering diangkat menjadi
pokok pembicaraan dalam percakapan. Contohnya :
Al : “Pak Al mengantar suarat dulu, ya?”
El : “Ke mana pak?”
Al : “Ke Pusat, ke FS, terus ke Fakultas lain.”
El : “Sekarang?”
Al : “Sekarang ke Pusat dulu terus kembali lagi.”
Pada percakapan itu topiknya adalah surat yang akan diantarkan oleh pak Al.
Dengan demikian, topik yang mereka percakapan mempunyai referensi yang
dipegang.

3) Topik yang referensinya dilihat, tetapi tidak ditunjuk dan tidak dipegang
Benda-benda yang dilihat sering diangkat menjadi pokok pembicaraan. Hal-hal
yang dilihat pada umumnya dapat menarik untuk dipercakapkan. Contohnya :
Konteks : Seseorang menawarkan barang baru kepada temannya.
Duta : “Ada antioksidan jenis baru yang efektif, Pak Fahri.”
Fahri : “Kita mungkin nggak bisa bayar, lagi krisis.”
Duta : “Lah, soal bayarkan bisa dirunding.”
Fahri : “Tidak begitu, lah wong RS ini nggak punya duit.”
Topik yang dibicarakan pada contoh di atas adalah antioksidan jenis baru yang
diketahui oleh Duta yang coba ditawarkan kepada Fahri.

4) Topik yang referensinya didengar


Hal-hal yang didengar juga merupakan bahan pokok pembicaraan yang menarik.
Contoh :
Konteks : Mendengar bunyi tokek pada malam hari waktu menjelang tidur.
Anak : “Itu suara apa, Bu?”
Ibu : “Itu tokek. Cepet tidur!”
Anak : “Nggigit nggak, Bu?”
Ibu : “Ndak.”
Topik yang dibicarakan adalah tokek yang suaranya terdengar dari dalam kamar.
Topik itu muncul karena suara tokek tersebut terdengar oleh mereka. Dengan
demikian, topik yang dibicarakan itu bermula dari suara tokek yang didengar.

5) Topik yang referensinya berupa kegiatan atau tindakan.


Kegiatan yang hendak, sedang, dan telah dilakukan dapat diangkat menjadi topik
pembicaraan. Contohnya :
Konteks : Maria dan Aisya memetik gitar.
Maria : ”Kamu saja yang nyanyi!”
Aisya : (Menyanyi Ayat-ayat Cinta) “Sudah, kamu, ayo nyanyi.”
Maria : “Emoh.”
Pada contoh di atas merupakan topik yang berupa tindakan yaitu menyanyi.
Pada penjalasan di atas merupakan referensinya yang nyata. Selain itu juga dibedakan
referensi atau topik yang tak nyata yaitu:
1) Topik imajinasi
Topik ini merupakan topik pembicaraan sebagai hasil rekaan sehingga seolah-
olah menjadi benar-benar ada. Topik tersebut pada dasarnya merupakan hasil
peniruan dari kenyataan yang telah diketahui / dialami. Contoh:
Konteks : Anak-anak bermain kereta api mainan.
Diva : “Semuanya minggir! Nanti ketabrak, lho!”
Rama : “Minggir! Minggir! Situ ada lho, hitam-hitam!”
Yang dibicarakan pada contoh di atas yaitu naik kereta api-kereta apian. Topik
yang dibicarakan itu hanya merupakan hasil pengolahan imajinatif, sehingga
seolah-olah mereka naik kereta api sungguhan.

2) Topik tidak berkelanjutan


Topik Ini merupakan topik yang hanya dibicarkan dalam 2 ujaran.
Contoh
Konteks : Seorang anak yang sedang meminta-minta kepada seorang ibu.
Anak : “Bu, nyuwun paring!” (sambil menjulurkan tangannya)
Ibu : “Kecil-kecil sudah minta-minta. Prei dulu, sedang ada tamu.”
Dalam contoh tersebut, pertukara hanya belangsung dalam satu alih tutur. Namun
topik dalam contoh di atas hanya bisa dibicarakan dalam 2 ujaran, dengan
demikian topik yang dibicarakan di atas tergolong topik tidak berkelanjutan.

3) Topik berkelanjutan
Topik ini merupakan topik yang cukup banyak dikemukakan dalam percakapan
sehari-hari. Topik berkelanjutan itu dikembalikan lebih dari 2 ujaran.
Contoh 1 :
Konteks : Melihat gambar Candi Prambanan di kalender.
Nita : “Ini mana?”
Nurul : “Candi Prambanan.”
Nita : “Papanya pernah ke sini, dulu Mbak Ni kecil pernah ke sini.”
Nurul : “Ini Candi kecil.” (sambil menunjuk gambar)
Nita : “Ini Candi besar.” (menunjuk candi yang besar
Nurul : “Candi Borobudur mana?”
Nita : “Disobek Om Ivan.”
Dari contoh di atas mempunyai topic yang berkaitan erat. Pertukaran itu
mengandung pokok pembicaraan yang berkenaan dengan candi. Meskipun
mempunyai topic yang berbeda namun kedua pertukaran itu terikat oleh satu
pokok pembicaraan yang umum. Sehingga topic tersebut disebut topic wacana
bergabungan.
Contoh 2 :
Adik : “Kakak nanti malam tidur di mana?”
Kakak : (diam tidak menanggapi)
Adik : “Di hotel ya? Aku sudah besar ya, kak? Bisa tidur sendiri
kok.”
Kakak : “kan hanya semalam saja kakak tidur di hotel.”
Topiknya hanya satu yaitu tidur di hotel, yang dibicarakan dalam beberapa ujaran.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Topik wacana adalah suatu proposisi (yaitu pernyataan tertentu) yang dibuat atau
dikeluarkan mengenainya. Implikasinya ialah bahwa pada setiap bagian wacana
percakapan tertenulah ada proposisi tunggal yang merealisasikan topik wacana seluruh
bagian itu. Meskipun pandangan ini terlalu simplistik, mengingat topik kemudian dapat
dijadikan sebagai judul.

D. Saran

Saran kami untuk pembuat makalah mengenai topic dan penanda topik wacana b
adalah mencari referensi atau sumber buku yang sebanyak-banyaknya agar lebih banyak
pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak kesulitan dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, ngudining. 2019 . Wacana Bahasa Indonesia.Bengkulu: Unit Penerbitan dan Publikasi
FKIP Univ.Bengkulu.

Internet :

http://adiel87.blogspot.com/2009/01/topik-wacana-percakapan.html

Anda mungkin juga menyukai