Dosen Pengampu :
Dra. Ngudining Rahayu, M.Hum.
Assalammualaikum.Wr.Wb
Pertama-tama dan yang paling utama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat
ALLAH SWT , karena berkat rahmat dan hidayah -Nya lah sehingga kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini yang berjudul Topik dan Penanda Topik Wacana
Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya dan tentunya kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam makalah ini,untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan dari para pembaca.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Kelompok
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................................6
PENDAHULUAN...............................................................................................................................6
A. Latar Belakang.....................................................................................................................6
A. Rumusan Masalah...............................................................................................................7
B. Tujuan Penulisan.................................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................................8
PEMBAHASAN.................................................................................................................................8
A. TOPIK DAN PENANDA TOPIK WACANA...............................................................................8
B. Topik wacana percakapan.................................................................................................11
BAB III............................................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................................17
B. Saran.................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wacana akan muncul jika ada topik yaitu hal inti yang
dibicarakan. Djawanai (dalam Baryadi 2002: 54) mengungkapkan bahwa
wacana berisi kesatuan topik (topic unity). Jika kita setuju terhadap pandangan
bahwa wacana merupakan ”jaringan” atau ”tenunan” unsur-unsur
pembentuknya, maka yang menjadi pangkal dan ujung jaringan atau tenunan
tersebut adalah topik. Topik menjadi pangkal terbentuknya jaringan bagian-
bagian suatu wacana. Sebaliknya, jaringan bagian-bagian wacana mengarah
ke satu topik sehingga membentuk kesatuan topik.
Topik merupakan bagian inti atau perihal yang dibicarakan dalam
sebuah wacana. Topik secara teoritis dapat digambarkan sebagai dalil
(proposisi), sebagai bagian dari informasi penting dari suatu wacana,
memainkan peranan penting sebagai pembentuk kesadaran sosial. Topik
menunjukkan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin
disampaikan oleh komunikator. Menurut Baryadi (2002: 60), topik memiliki
kedudukan sentral dalam wacana. Oleh karena itu, kedudukan topik selalu
diacu dan dipertahankan oleh kalimat-kalimat sehingga menimbulkan apa
yang disebut kesinambungan topik
A. Rumusan Masalah
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Topik dan Penanda Topik Wacana
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Topik Wacana Percakapan
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam percakapan sehari-hari dan dalam berbagai macam tulisan kita sering
menemukan atau mendengarkan kata atau istilah topik disebutkan atau dituliskan. Misalnya,
seseorang memberikan komentar terhadap suatu diskusi atau perbincangan yang sedang
berlangsung, “harus jelas dulu topikya apa supaya pembicaraan kita tidak melantur kemana-
kemana”. Kita bisa memahami bahwa kata topik dalam kalimat itu berarti sesuatu yang
penting, gagasan atau ide yang utama akan dibahas atau didiskusikan, atau sesuatu yang akan
dan sedang dibicarakan. Topik berkaitan secara etimologis dengan kata topi yang berarti
tempat. Dalam kegiatan menulis, topik dapat diartikan sebagai pokok pembahasan.
Topik menunjuk kepada penutur, orang atau orang-orang yang berdiskusi, dan bukan
mununjuk pada bagian kalimat atau bagian teks. Bron dan Yule ( 1996 : 70-71) memberikan
ilustrasi yang menarik mengenai batasan topik sebagai berikut :
Maka, istilah topik, seperti terdapat dalam deskripsi-deskripsi sstruktur kalimat, pada
dasarnya adalah istilah yang mengidentiikasikan suatu konstituen kalimat tertentu. Dengan
begitu, istilah tersebut dapat dipakai dalam studi tentang wacana oleh grimes (1975:337)
misalnya, untuk mendiskripsikan metode-metode berbeda yang dipakai dalam berbagai
bahasa untuk menandai “konstituen topik“. Oleh givon (1979) itu juga dipakai dalam
pendpatnya bahwa perkembangan suatu bahasa, subjek-subjek kalimat diturunkan oleh topik
gramatikal.
Akan tetapi, untuk saat ini kami tidak berurusan dengan struktur satuan-satuan bahasa yang
dapat dibandingkan dengan kalimat tunggal. Kami jugatidak memperhatikan topik sebagai
konstituen gramatikal macam apapu. Terutama kami tertarik pada pengertian preteoritis
umum mengenai topik sebagai apa yang sedang dibicarakan pada percakapan. Tipe topik ini
kemungkinan tidak dapat diidentiikasikan sebagai satuan kalimat. Oleh karena itu, kami
sependapat dengan mirgan 1975:434 bahwa bukan kalimatlah yang memiliki topik
melainkan penutur.
Dalam banyak kasus wacana tulis, “topik” wacana barangkali ekuivalen dengan judul
teksnya, sepanjang judul teks dinyatakan secara tepat. Tetapi tidak tertutup kemungkinan
bahwa dalam banyak wacana, “topik” tidak ekuivalen dengan judul teksnya. Setiap cara yang
berbeda untuk menyatakan topiknya akan merealisasikan secara efekti penilaian yang
berbeda mengenai apa yang ditulis ( atau apa yang dibicarakan) dalam teks. Brown dan Yule
sependapat bahwa topik wacaan dapat didefinisikan sebagai suatu parafrase yang mungkin
dari serangkaian ujaran.
Judul merupakan perincian atau penjabaran dari sebuah topik. Judul bersifat lebih khusus
dan lebih rinci dan sering telah menyiratkan persoalan yang akan dibahas atau dibicarakan.
Judul lazimnya digunakan untuk nama sebuah buku, bab dalam buku, kepala berita, artikel
ilmiah; dan menjadi identitas suatu wacana yang bersifat mejelaskan diri.
Contohnya :
Judul 1.2 Suluk iwak teluh siri sanunggal dalam naskah “syahtariah wahmuhamadiyah” di
Cirebon
Judul 2.1 Laporan pristiwa pada masa amangkurat I dari sebuah naskah merapi merbabu
piulang estri sebagai bentuk reportase tentang perempuan Jawa
Judul 2.2 Surat-surat Teungku Pangeran siak : sebuah reportase perjalanan untuk Rales
Judul 3.2 Pemertahanan bahasa Madura kitabi dalam manuskrip ratib hadad di Pesantren.
Judul 4.1 Penasiran tanda-tanda laut melalui pemaknaan hari dalam naskah melayu aceh
koleksi teungku Nurdin Aceh Utara
Judul 4.2 Samadining Anglayaraken anak mitra : antara lautan dan pegununga
Judul 4.3 Orang laut, Bajak Laut dan raja laut : Dinamika kehidupan dan kekuasaan dalam
naskah kontrak sultan-sultan Palembang Abad XVIII-XIX
Pemahaman kita terhadap topik wacana dapat kita bentuk melaui pengalaman kita
terhadap kerangka topik. Oleh Brow dan Yule (1996 : 75) kerangka topik didefinisikan
sebagai kerangka konteks yang didalamnya topik disusun. Kerangka topik terdiri atas unsur-
unsur yang dapat berasal dari konteks fisik dan dari medan wacana setiap bagian wacana.
Pembicaraan mengenai topik berkaitan dengan terpusat pada isi wacana. Dalam suatu
wacana ( baik lisan maupun tulis) isi yang dimaksud ditampilkan secara fisik, dan ini
berhubungan dengan bagaimana hal itu disusun atau disampaikan. Segi formal isi berupa
penanda-penanda limguistik yang memberi batas-batas isi atau topik.
Batas-batas penanda topik berlaku baik untuk wacana lisan maupun wacana tulis.
Dalam wacana tulis, pembatas formal yang menandai penanda topik wacana mudah diamati.
Sebab, wacana tulis bisa kita lihat wujud dan bentuknya. Perbedaan-perbedaan visual dan
bagian dari wacana tulis langsung terlihat dan bisa ditandai. Berbeda halnya dengan wacana
lisan. Kiat hanya bisa mendengar wacana lisan dan tidak dapat melihat bentuk atau
wujudnya sehingga tidak sulit untuk menetapkan batas-batas penanda topik wacana lisan
meskipun kita tetap dapat menetapkan batas-batas penanda topik yang dimaksud.
Topik wacana bertalian dengan apa yang sedang dibicarakan, dalam kaitan ini baik
dalam wacana lisan ( misalnya percakapan) maupun dalam suatu kerangka atau tulisan ( atau
wacana tulis). Topik bukanlah judul dan tema wacana. Topik wacana adalah suatu proposisi
( yaitu pernyataan tertentu yang dibuat atau dikeluarkan tentang wacana tersebut). Pada
setiap bagian wacana percakapan tentulah ada proposisi tunggal yang merealisasikan topik
wacana seluruh bagian itu. Dalam banyak kasus wacana tulis topik wacana barangkali
ekuivalen dengan judul teksnya, sepanjang judul teks dinyatakan secara tepat. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa dalam banyak wacana topik tidak ekuivalen dengan judul
teksnya. Judul merupakan perincian atau penjabaran dari sebuah topik. Judul bersifat lebih
khusus atau lebih rinci, dan telah menyiratkan persoalan yang akan dibahas atau akan
dibicarakan.
Dalam wacana tulis penanda topik wacana dan batas-batasnya dapat secara jelas dan
dapat diidentifikasi. Batas-batas itu disebut paragraf yang dalam penulisan ditandai dengan
indensasi. Dalam wacana lisan, penanda dan batas-batas penanda topik wacana ditandai
dengan ciri-ciri prosodi, intonasi, nada dan jeda.
Pemilihan topik yang dikembangkan dalam percakapan dalam dipengaruh oleh norma
/ budaya yang berlaku dalam masyarakat. Selain ditentukan oleh norma / budaya, topic
percakapan yng dipilih juga ditentukan oleh faktor situasional. Situasi yang terjadi di
sekitar terjadinya percakapan itu mempunyai peranan penting dalam pemilihan topik. Oleh
karena itu, seorang analis harus memperhatikan hal-hal disekitar peristiwa percakapan
(konteks) dan koteks (Brown dan Yule). Topik percakapan dibedakan menjadi :
1. Topik lama dan baru
Dalam percakapan para penutur biasanya memperhatikan masalah urutan lama-baru
tersebut. Informasi atau topik yang telah dibicarakan merupakan topik yang
dikelompokkan sebagai lama. Dalam percakapan sehari-hari, berdasarkan penelitian
Keenan dan Schieffelin, pendengar menuntut agar pembicara dalam percakapan
menggunakan pola urtan topik lama-baru. Hal itu sangat penting untuk membentuk
praduga (presupposition). Untuk mengetahui apakah pendengar telah memahami atau
belum, pembicara dapat mengetahuinya dengan berbagai macam cara, misalnya dengan
melihat tanggapan pendengar (contohnya sebagai tanda belum dapat memahami
pendengar mengucapkan uh, tidak, atau menggeleng kepala). Biasanya untuk memancing
tanggapan yang positif dari pendengar, sebelum memulai percakapan, seorang pembicara
dapat menggunakan pertanyaan, seperti pertanyaan : “Apakah kau ingat?” dan
sebagainya (Keenan dan Schieffelin).
2. Topik nyata
Merupakan topik yang referensinya seperti yang dirujuk dengan kata-kata yang
digunakan dalam ujaran. Topik nyata itu seperti contoh berikut ini :
Ayah : “Bapak pergi dulu.”
Anak : “Rani suka dipangku.”
Ayah : “Sebentar saja. Bapak segera pulang.”
Anak : “Sekarang musim gelang yang ada namanya.”
Ayah : “Biar Bapak yang beli.”
Anak : “Rani bisa nulis Pak.”
Ayah : “Bagus, tapi bapak saja yang beli.”
Pada contoh di atas merupakan pertukaran yang membicarakan topik yang dibicarakan
adalah gelang yang ada namanya.
Topik nyata itu dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1) Topik yang referensinya ditunjuk
Topik ini membicarakan tentang hal-hal yang ditunjuk dan merupakan bahan atau
topik pembicaraan yang menarik. Contoh :
Konteks : Guru TK yang menunjukkan gambar pemandangan alam
kepada siswanya.
Guru : “Ini gambar apa, anak-anak?”
Siswa : “Pohon!”
Guru : “Siapa yang membuat?”
Siswa : “Gusti Allah.”
Topik yang dibicarakan pada penggalan percakapan di atas adalah gambar pohon.
3) Topik yang referensinya dilihat, tetapi tidak ditunjuk dan tidak dipegang
Benda-benda yang dilihat sering diangkat menjadi pokok pembicaraan. Hal-hal
yang dilihat pada umumnya dapat menarik untuk dipercakapkan. Contohnya :
Konteks : Seseorang menawarkan barang baru kepada temannya.
Duta : “Ada antioksidan jenis baru yang efektif, Pak Fahri.”
Fahri : “Kita mungkin nggak bisa bayar, lagi krisis.”
Duta : “Lah, soal bayarkan bisa dirunding.”
Fahri : “Tidak begitu, lah wong RS ini nggak punya duit.”
Topik yang dibicarakan pada contoh di atas adalah antioksidan jenis baru yang
diketahui oleh Duta yang coba ditawarkan kepada Fahri.
3) Topik berkelanjutan
Topik ini merupakan topik yang cukup banyak dikemukakan dalam percakapan
sehari-hari. Topik berkelanjutan itu dikembalikan lebih dari 2 ujaran.
Contoh 1 :
Konteks : Melihat gambar Candi Prambanan di kalender.
Nita : “Ini mana?”
Nurul : “Candi Prambanan.”
Nita : “Papanya pernah ke sini, dulu Mbak Ni kecil pernah ke sini.”
Nurul : “Ini Candi kecil.” (sambil menunjuk gambar)
Nita : “Ini Candi besar.” (menunjuk candi yang besar
Nurul : “Candi Borobudur mana?”
Nita : “Disobek Om Ivan.”
Dari contoh di atas mempunyai topic yang berkaitan erat. Pertukaran itu
mengandung pokok pembicaraan yang berkenaan dengan candi. Meskipun
mempunyai topic yang berbeda namun kedua pertukaran itu terikat oleh satu
pokok pembicaraan yang umum. Sehingga topic tersebut disebut topic wacana
bergabungan.
Contoh 2 :
Adik : “Kakak nanti malam tidur di mana?”
Kakak : (diam tidak menanggapi)
Adik : “Di hotel ya? Aku sudah besar ya, kak? Bisa tidur sendiri
kok.”
Kakak : “kan hanya semalam saja kakak tidur di hotel.”
Topiknya hanya satu yaitu tidur di hotel, yang dibicarakan dalam beberapa ujaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Topik wacana adalah suatu proposisi (yaitu pernyataan tertentu) yang dibuat atau
dikeluarkan mengenainya. Implikasinya ialah bahwa pada setiap bagian wacana
percakapan tertenulah ada proposisi tunggal yang merealisasikan topik wacana seluruh
bagian itu. Meskipun pandangan ini terlalu simplistik, mengingat topik kemudian dapat
dijadikan sebagai judul.
D. Saran
Saran kami untuk pembuat makalah mengenai topic dan penanda topik wacana b
adalah mencari referensi atau sumber buku yang sebanyak-banyaknya agar lebih banyak
pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak kesulitan dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, ngudining. 2019 . Wacana Bahasa Indonesia.Bengkulu: Unit Penerbitan dan Publikasi
FKIP Univ.Bengkulu.
Internet :
http://adiel87.blogspot.com/2009/01/topik-wacana-percakapan.html