Anda di halaman 1dari 2

Pendidikan zaman kolonial diawali pada tahun 1854, beberapa Bupati menginisiasi

pendirian sekolah kabupaten yang hanya mendidik calon pegawai. Rakyat hanya
diberikan pengajaran membaca, menulis dan berhitung seperlunya, dan hanya
mendidik orang-orang pembantu yang mendukung usaha dagang mereka. Putra -
putri Indonesia di sekolahkan di lembaga pendidikan dengan sistem pemerintahan
kolonial. Hal ini dilakukan agar rencana mereka membatasi pendidikan berjalan
sesuai harapan dan kepentingan mereka.1

Pemerintah Hindia Belanda kemudian memberikan kelonggaran kepada mudir


dokter jawa untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Pada tahun 1920
lahirlah cita – cita baru untuk perubahan radikal dan pengajaran. Pada tahun 1922
lahirlah Taman siswa di Yogyakarta yang di prakarsai oleh Ki Hadjar Dewantara
sebagai gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan budaya bangsa. Taman siswa
ada sebagai jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas. anak – anak dari semua
kalangan baik ningrat maupun kalangan biasa bisa bersekolah di taman siswa.
Perguruan ini memiliki semboyan “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun
karso, Tut wuri handayani“, artinya: Di depan memberi contoh, Di tengah
membangun semangat, Di belakang memberi dorongan.

Merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental
dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya
kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan,
kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggung jawab
dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah membangun
budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka
dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-
aspek nasional.2

Pendidikan yang kita terima dari bangsa barat tidak sesuai dengan tuntutan di atas
dikarenakan pendidikan barat tidak sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia.
Pendidikan kolonial hanya untuk kepentingan kolonial saja. Isinya tidak disesuaikan
dengan jiwa raga bangsa. Ki Hadjar Dewantara mengangap bahwa pendidikan
kolonial tidak dapat mengadakan peri kehidupan bersama, sehingga selalu kita
bergantung pada kaum penjajah. Pendidikaan kolonial itu tidak dapat menjadikan
kita manusia merdeka. Keadaan ini tidak akan lenyap jika hanya di lawan dengan
pergerakan politik saja. Tetapi juga harus di imbangi juga dengan gerakan
pendidikan yang akan menyebarkan benih hidup merdeka di kalangan rakyat
dengan jalan pengajaran dan pendidikan nasional.3

Dapat disimpulkan untuk mencapai kebudayaan yang kita mimpikan, peradaban


bangsa yang kita cita – citakan Pendidikan adalah fondasinya. Sesuai dengan
pendapat Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah tempat
persemaian segala benih – benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat dan
bangsa. Pendidikan dan Kebudayaan adalah satu kesatuan yang tidak bisa di
pisahkan. Pendidikan sudah ada sejak zaman kolonial, menjadi langkah awal
menuju kesadaran nasional. Pada zaman kolonial yang bisa mengenyam
Pendidikan hanya orang-orang tertentu saja hingga ada keinginan bangkit dari
keterbatasan dalam Pendidikan hingga keinginan untuk merdeka belajar.

1.
Natasya Febriyanti “Implementasi Konsep Pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara”. Jurnal Pendidikan Tambusai, Vol. 5 No. 1 Tahun 2021.

2.
Sugiarta, dkk. “Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur)”. Jurnal
Filsafat Indonesia, Vol 2 No 3 Tahun 2019.

3.
Zuriatin, dkk “Pandangan Dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara Dalam
Memajukan Pendidikan Nasional” Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 11, No. 1, Juni
2021.

Anda mungkin juga menyukai