Argumen Kritis Tentang Gerakan Transformasi Ki Hadjar Dewantara Dalam
Perkembangan Pendidikan Sebelum Dan Sesudah Kemerdekaan Dalam aspek pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan pada zaman kolonial, kita bisa melihat secara jelas bagaimana pemerintah baik itu didasari oleh politik etis atau apapun itu, pendidikan dengan maksud tujuan tertentu pendidikan hanya dijadikan sebagai industri atau sarana untuk mencetak tenaga kerja terbukti dengan sekolah-sekolah kabupaten yang hanya untuk mendidik calon pegawai negeri dan juga sekolah kedokteran jawa yang dibuat oleh Hindia Belanda untuk mencetak tenaga kesehatan di indonesia untuk kebutuhan para elit politik. Artinya hak masyarakat pada saat itu untuk berpendidikan tidak diberikan sepenuhnya. Kondisi pendidikan yang ada pada saat itu dapat dikatakan sangat miris, namun kondisi tersebut tidak menghalangi semangat pribumi. Hal tersebut tidak menjadikan pribumi putus asa, bahkan hal tersebut memantik rakyat pribumi untuk merespon kondisi tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama bapak pendidikan Indonesia yang lahir pada zaman penjajahan atau dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara. Kondisi itu tidak menjadikannya sebagai manusia yang tidak kreatif, merdeka dan bebas. Tahun 1920 mulailah wacana tentang pendidikan dibumi pertiwi mulai dikumandangkan dan tepat pada tahun 1922 mulailah terbentuk TamanSiswa sebagai respon atas kondisi pendidikan di indonesia saat itu. Ki Hadjar Dewantara mendirikan sekolah Taman Siswa pada tahun 1922 yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat umum dan meningkatkan kesadaran nasional. Taman Siswa adalah sebuah sekolah yang memiliki prinsip-prinsip pendidikan berlandaskan kebudayaan Indonesia. Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa ini bukanlah sekedar sekolah, melainkan sebuah gerakan. Gerakan untuk memberikan pendidikan kepada rakyat jelata, terutama kepada mereka yang tidak memiliki akses ke pendidikan formal. Beliau memahami bahwa pendidikan adalah hak semua orang, bukan hanya mereka yang mampu membayar. Taman Siswa berfokus pada pemberian pendidikan kepada rakyat jelata. Ia menekankan pendidikan yang bersifat non-formal, praktis, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.. Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan karakter individu dan mempersiapkan mereka untuk berkontribusi kepada masyarakat. Ia menekankan pentingnya nilai-nilai luhur seperti rasa hormat, tanggung jawab, dan kasih sayang. Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan harus didasarkan pada budaya dan nilai-nilai masyarakat setempat. Ia juga percaya akan pentingnya pembelajaran mandiri dan mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri. Sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang dikenal dengan sistem Among didasarkan pada konsep Trisakti yang mengacu pada tiga potensi mulia yaitu cipta, perasaan, dan karsa. Setelah kemerdekaan, dunia pendidikan masih kerap dicampur adukkan dengan politik dan kepentingan elit, bahkan jika kita cermati sejarah dunia pendidikan banyak kita temui kasus yang erat kaitannya dengan pemerintah dan pendidikan. Ki Hadjar Dewantara terus berperan dalam perkembangan pendidikan di Indonesia, dan ajarannya terus relevan hingga saat ini. Dalam kapasitasnya, ia berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ia berpendapat bahwa pendidikan sangat penting untuk pembebasan bangsa Indonesia dari penjajahan dan pengaruh kepentingan politik. Pendidikan harus berlandaskan pada budaya dan nilai-nilai masyarakat setempat. Ajaran Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab nasional di kalangan masyarakat Indonesia. Transformasi Ki Hadjar Dewantara dalam perkembangan pendidikan Indonesia, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, mencerminkan komitmennya terhadap pendidikan yang merdeka, berdasarkan budaya sendiri, dan relevan bagi masyarakat Indonesia . Warisan beliau terus mempengaruhi perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini.