SEBELUM KEMERDEKAAN A. Peranan Budi Utomo Kelahiran organisasi Budi Utomo pada tahun 1908 juga tidak terlepas dari era politik Van Den Venter pada masa penjajahan Belanda, kebijakan tersebut sebagai bentuk rasa terimakasih kepada bangsa Indonesia yang salah satunya dalam bidang pendidikan. Pada masa penjajahan Belanda, sekolah didirikan hanya untuk penduduk pribumi, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerintah Belanda dalam hal ini menysaratkan siapa saja yang ingin bekerja pada pemerintah Belanda, maka harus mengenyam pendidikan barat. Kebijakan ini menciptakan kelompok-kelompok terpelajar, salah satunya adalah Dr. Sutomo, dia adalah mantan murid STOVIA, atau sekolah kedokteran yang didirikan oleh negara Belanda di Indonesia. STOVIA adalah titik awal bagi pemuda pribumi dalam menumbuhkan rasa nasionalisme. Selama belajar di STOVIA, atas saran teman-temannya, “BUDI UTOMO” didirikan, Budi Utomo merupakan organisasi modern pertama abad ke-20 yang didirikan oleh Dr. Sutomo sebagai upaya dalam memajukan bangsa Indonesia dalam hal Pendidikan, kebudayaan, dan juga rasa kemanusiaan. Awalnya, jangkauan organisasi ini terbatas pada pulau Jawa dan Madura dan secara bertahap kemudian meluas ke seluruh negeri. Pembentukan Budi Utomo diprakarsai oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo Alumni STOVIA untuk mendukung dana pendidikan bagi siswa yang berprestasi namun kurang mampu, juga untuk mengembangkan nasionalisme di dalam Budi Utomo. Dr. Wahidin Sudirohusodon dan Dr. Sutomo memiliki pemikiran yang sama dimana mereka menginginkan rakyat yang kurang mampu namun berprestasi tdk diadu domba oleh penjajah. Organisasi ini merupakan organisasi modern pertama di Indonesia yang berasal dari kalangan terpelajar yaitu mahasiswa-mahasiswa STOVIA dan mahasiswa-mahasiswa sekolah pertanian, pertanian, administrasi negara, dll. Budi Utomo lebih fokus pada bidang pendidikan, dibukanya pendidikan di seluruh Hindia Belanda memberikan harapan pribumi untuk kemajuan dan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsanya, namun biaya pendidikan masih relatif mahal. Budi Utomo menyelenggarakan dua kongres, yang pertama bermuara pada keputusan bahwa tujuan Budi Utomo didasarkan pada masalah pendidikan, yaitu pembukaan sekolah dagang, Pendidikan guru, dan perubahan kurikulum di sekolah tertentu. Kongres pertama juga membahas pentingnya pendidikan bagi kaum bangsawan, karena setelah mereka menempuh pendidikan, ilmunya dapat diajarkan kepada masyarakat, yang nantinya akan mendapatkan pendidikan secara merata. Pada kongres kedua, cita-cita Budi Utomo berubah dari pendidikan menjadi politik karena sebagian besar anggotanya adalah pegawai negeri, sehingga cita-cita tidak lagi tertuju pada rakyat. Pentingnya organisasi gerakan bagi rakyat, Budi Utomo mengambil anggota dari kalangan rakyat biasa, kemudian gerakan itu berkembang menjadi gerakan kerakyatan di bidang politik, sehingga lahir organisasi gerakan lainnya, seperti Sarekat Islam, Indische Partij. Terbentuknya Budi Utomo dikatakan sebagai awal kebangkitan Indonesia, karena Budi Utomo mempresentasikan kepentingan nasional untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajah. B. Peranan R.A. Kartini Raden Ajeng Kartini atau biasa dikenal dengan Raden Ayu (R.A.) Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan pahlawan nasional Indonesia dan dikenal juga sebagai pelopor kebangkitan wanita pribumi. Ia lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879 dan meninggal di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 17 September 1904. Sikap kritisnya terhadap perjuangan pendidikan khususnya bagi perempuan sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan di Indonesia. Munculnya paradigma bahwa perempuan tidak boleh mengenyam pendidikan dan perempuan hanya bisa menjadi ibu rumah tangga menimbulkan pemikiran-pemikiran kritis R.A. Kartini dan dia memecahkan situasi yang sangat menakutkan itu dengan mendirikan sekolah khusus untuk perempuan dan juga membangun perpustakaan untuk anak perempuan. Menurut R.A Kartini, pendidikan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk membuka wawasan masyarakat terhadap modernitas. Pendidikan merupakan langkah menuju peradaban maju dimana laki-laki dan perempuan bekerja sama membangun bangsa. Kesetaraan dalam pendidikan merupakan salah satu bentuk kebebasan perempuan. kebebasan untuk berdiri sendiri dan menjadi perempuan yang mandiri, menjadi perempuan yang tidak bergantung pada orang lain atau laki-laki. Tujuan pendidikan perempuan yang didirikan R.A. Kartini adalah menjadikan perempuan yang cakap dan mandiri, yang sadar akan panggilan budinya dan mampu memenuhi tanggung jawabnya di masyarakat. Sekolah Kartin pertama kali dibuka oleh R.A. Kartini dan Rukmini pada tahun 1903. Sekolah ini khusus untuk perempuan dan didirikan oleh R.A. Kartini pada tahun 1903 di kota Jepara. Awalnya hanya ada 9 orang dan lama kelamaan jumlah siswanya bertambah. Materi yang diajarkan berupa membaca, menulis, menjahit dan lainnya, sebagaimana R.A. Kartini konsep pendidikan yang dipelopori, pembelajaran dilakukan tanpa kurikulum pemerintah, karena tujuannya bukan hanya pendidikan umum, tetapi juga pendidikan akhlak. Sekolah R.A. Kartini juga dibuka di Rembang. Di sekolah Kartini juga diajarkan materi agama, karena agama merupakan materi dasar untuk memahami ilmu- ilmu lainnya. Alasan Kartini mengajarkan materi agama adalah karena agama berperan besar dalam peradaban manusia. Menurutnya, pendidikan seorang anak didasarkan pada agama yang baik. Banyak perubahan yang terjadi antara tahun 1904 sampai 1914, salah satunya adalah peraturan kolonial berubah bersamaan dengan munculnya politik etis. Dapat dikatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh yang besar dan positif, meskipun pada masa lalu pendidikan hanya diberikan kepada kalangan bangsawan dan secara tidak langsung menguntungkan pihak kolonial. Salah satu efek atau akibat adalah terbukanya jalan untuk pemikiran R.A. Kartini. R.A. Kartini memberikan pendidikan kepada masyarakat, khususnya perempuan. Ketika R.A. Kartini menikah, sekolah Kartini kemudian harus dibubarkan karena kekurangan dana. Namun ketika R.A. Kartini meninggal yaitu pada tahun 1904, diselenggarakan suatu kegiatan pengumpulan dana yang kemudian digunakan untuk membangun sekolah Kartini. Pada tahun 1913, sekolah Kartini pertama didirikan di Semarang dan Jakarta, disusul sekolah Kartin di beberapa daerah lainnya. C. Peranan Ki Hadjar Dewantara Faktor yang membuat Ki Hadjar Dewantara ingin memajukan pendidikan bagi masyarakat pribumi adalah keadaan masyarakat yang menderita di bawah penjajahan Belanda dalam berbagai bidang kehidupan baik bidang politik, ekonomi maupun sosial. Faktor politik sangat erat kaitannya dengan kondisi politik pada masa penjajahan Belanda, posisi sentral dikuasai oleh pemerintah. Faktor ekonomi sama pentingnya dengan faktor politik. Hal ini terlihat secara ekonomis dengan adanya sistem pertanian paksa yang membuat hidup orang Hindia menderita sedangkan pemerintah kolonial Hindia Belanda meraup keuntungan yang melimpah dan kehidupan para pekerjanya tercukupi. Faktor sosial turut serta menyebabkan adanya jurang dimana anak bangsawan dan pejabat kolonial tidak boleh bergaul dengan anak biasa. Oleh karena itu, hanya pemerintah kolonial yang mengenyam pendidikan. Ki Hadjar Dewantara mencoba memajukan pendidikan rakyat pribumi antara tahun 1922 dan 1930 dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa. Ciri dari pendidikan ini adalah sistem yang mengedepankan konsep “Ing ngarso Sung tulada, Ing madya mangun karsa dan Tut wuri handayani”, dimana kepemimpinan peserta didik dilandasi kasih sayang tanpa pamrih, tanpa keinginan untuk mengontrol dan memaksa mereka. Juga, guru harus memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk mengembangkan disiplin mereka dengan benar melalui pengalaman, pemahaman dan usaha mereka sendiri. Perguruan Taman Siswa memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengembangkan bakatnya. Kebebasan yang diberikan adalah kebebasan yang bertanggung jawab dan disiplin agar siswa menjadi anak yang berkembang baik secara mental maupun moral. Banyak rintangan yang dihadapi Taman Siswa, namun semua rintangan itu dapat diatasi. Lambat laun, Taman Siswa berkembang cukup pesat. Untuk kesuksesan Taman Siswa ke depan, Ki Hadjar Dewantara menyumbangkannya ke sebuah forum bernama Majelis Tinggi Taman Siswa. Untuk memajukan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara juga menggalakkan kerjasama dengan satuan-satuan di luar Taman Siswa, dengan harapan pendidikan dapat membangkitkan kesadaran generasi muda tentang nasib rakyat jajahannya, kemudian menanamkan rasa nasionalisme dan persatuan. memahami kemerdekaan bangsa Indonesia. Dibidang pendidikan, upaya Ki Hadjar Dewantara mempengaruhi perkembangan pendidikan di Indonesia, dimana sekolah Taman Siswa tersebar di berbagai daerah di pulau Jawa bahkan di luar Jawa. Selain itu, konsep Tut Wuri Handyan telah menjadi semboyan resmi pendidikan Indonesia. Perubahan namanya dari Raden Mas Suwardi Suryingrat menjadi Ki Hadjar Dewantara menunjukkan perubahan sikapnya dalam penyelenggaraan pendidikan yaitu dari satria pinandita menjadi satria pinandita, dari seorang pahlawan yang berwatak guru spiritual menjadi guru spiritual yang berjiwa ksatria yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negaranya.